Kementrian Lembaga: KPK

  • KPK soal Rehabilitasi Tiga Eks Direksi ASDP: Itu Hak Prerogatif Presiden

    KPK soal Rehabilitasi Tiga Eks Direksi ASDP: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pemberian rehabilitasi kepada tiga mantan Direksi PT ASDP yang sebelumnya terseret kasus korupsi akusisi kapal milik PT Jembatan Nusantara (PT JN).

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan pemberian rehabilitasi merupakan hak prerogatif presiden dan menghormati putusan tersebut.

    “Terkait dengan rehabilitasi tentunya KPK menghormati ya keputusan rehabilitasi yang diberikan oleh Presiden sebagai hak preoregatif dari Presiden ya kepada tiga direksi PT ASDP tersebut,” kata Asep kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).

    Kendati demikian, pihaknya masih menunggu surat dari Kementerian Hukum untuk nantinya ditindak lanjuti. Asep menjelaskan, wewenang jaksa lembaga antirasuah adalah saat proses penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan.

    Setelah diputuskan oleh pengadilan, merupakan hak dari majelis persidangan, begitupun terbitnya surat keputusan rehabilitasi. Menurutnya, pemberian rehabilitasi di luar kewenangan KPK.

    “Jadi secara formil maupun material sudah diuji dan sudah selesai. Artinya selesai itu pekerjaan kami sudah lulus dari uji formil dengan memenangkan praperadilan dan kemudian juga sudah diuji secara material dengan terbitnya putusan atau vonis Majelis Hakim pada tanggal 20 November,” ujarnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani surat rehabilitasi bagi tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry yang sebelumnya terseret kasus hukum sejak Juli 2024.

    Mereka adalah Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayaran tahun 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan tahun 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono.

    Keputusan presiden untuk memberikan rehabilitasi disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Dasco mengatakan pemberian rehabilitasi berdasarkan pengaduan dan aspirasi kepada DPR RI.

    DPR RI kemudian meminta kepada komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap perkara untuk mulai dilakukan penyelidikan sejak bulan Juli 2024. Hasil kajian hukum kemudian disampaikan kepada pemerintah.

    “Terhadap perkara 68 Pidsus/ TPK/2025/PN/Jakarta Pusat atas nama Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono, dengan komunikasi dengan pihak pemerintah Alhamdulillah pada hari ini, Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap ketiga nama tersebut,” ujar Dasco

  • Anak Riza Chalid Tulis Surat dari Dalam Sel, Bela Ayah di Kasus Korupsi Minyak

    Anak Riza Chalid Tulis Surat dari Dalam Sel, Bela Ayah di Kasus Korupsi Minyak

    Bisnis.com, JAKARTA — Anak tersangka Mohammad Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza menyatakan ayahnya tidak terlibat dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah.

    Kerry mengaku kegiatan sewa menyewa antara terminal BBM dengan Pertamina merupakan kegiatan usaha dirinya sendiri tanpa melibatkan Riza Chalid.

    “Jadi kegiatan saya ini, hanya sewa-menyewa terminal BBM antara saya dengan Pertamina. Usaha ini adalah usaha saya sendiri dan tidak ada keterlibatan ayah saya,” ujar Kerry di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025).

    Dia menyatakan kegiatan sewa menyewa terminal BBM ini justru telah menguntungkan PT Pertamina. Sebab, perusahaan plat merah itu bisa melakukan efisiensi Rp145 miliar per bulan.

    Bahkan, berdasarkan klaim Kerry, kegiatan penyewaan terminal BBM masih berlangsung atau digunakan Pertamina.

    “Usaha ini memberikan manfaat yang besar kepada Pertamina, sebagaimana saksi dari Pertamina di persidangan yang menyatakan bahwa dengan menggunakan terminal saya, Pertamina mendapatkan efisiensi sampai Rp 145 miliar per bulan,” Imbuhnya.

    Di samping itu, Kerry mengemukakan telah menumpahkan isi pikirannya terkait dalam perkara ini melalui surat yang telah ditulisnya saat berada di sel tahanan.

    Berikut isi surat lengkap yang ditulis Kerry di tahanan pada Senin  (24/11/2025):

    Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

    Dengan kerendahan hati, izinkan saya menulis surat ini sebagai warga negara, pengusaha, suami, anak dan ayah, yang kini diperlakukan seolah musuh negara.

    Saya bukan pejabat publik, dan tidak pernah mengambil uang negara. Nama saya dicitrakan sebagai penjahat besar, seakan saya adalah sumber masalah negeri. Di mana keadilan? Rumah saya digeledah. Saya dibawa dan diperiksa tanpa didahului panggilan atau prosedur yang benar. Lalu, tiba-tiba ditahan sejak 25 Februari 2025. Hampir delapan bulan saya mendekam, menunggu kepastian hukum.

    Selama penahanan, nama baik saya dihancurkan dan keluarga saya yang menanggung stigma. Mirisnya, tuduhan liar terus bergulir di ruang publik. Bukan hanya saya yang menjadi korban, ayah saya juga dituduh sebagai dalang dan mendanai demonstrasi ‘Bubarkan DPR’ Agustus lalu tanpa ada satupun bukti.

    Ayah saya tidak mungkin melakukan hal tersebut, ayah saya bahkan dijadikan tersangka, dituduh sebagai beneficial owner OTM, padahal namanya tidak tercatat dan tidak pernah terlibat di perusahaan.

    Perlu saya tegaskan, fakta inti yang sering dipelintir. Saya tidak merugikan negara, tidak menjual beli minyak, apalagi mengoplos BBM secara ilegal. Bisnis saya hanyalah menyewakan tangki penyimpanan BBM kepada Pertamina. Tuduhan kerugian negara Rp 285 triliun adalah fitnah keji. Angka ini tanpa dasar audit resmi dan tidak logis, sebab aktivitas saya justru membantu negara mengamankan cadangan energi.

    Faktanya, kegiatan saya membantu negara menghemat dan memperkuat distribusi energi, dengan manfaat hingga Rp145 miliar per bulan, terbukti di persidangan.

    Terminal tangki BBM ini saya beli dengan menggunakan pinjaman bank, bukan warisan, dan sampai kini setelah lebih dari 10 tahun pinjaman bank OTM pun belum lunas. Jika tangki BBM saya bermasalah, mengapa masih digunakan oleh Pertamina? Mengapa saya dikorbankan?

    Saya juga difitnah bermain golf di Thailand dengan uang korupsi Rp 170 miliar. Padahal, saya tidak pernah bermain golf. Ini adalah pembunuhan karakter.

    Saya masih dituduh merugikan negara Rp 285 triliun, padahal di dalam dakwaan saya dituduh merugikan negara atas penyewaan OTM senilai Rp 2,4 triliun dan ini adalah total nilai kontrak sewa nilai selama 10 tahun. Selama 10 tahun periode kontrak ini, tangki BBM OTM dipakai secara maksimal dan memberikan manfaat kepada negara. Bagaimana bisa saya didakwa merugikan negara senilai kontrak sewa sedangkan tangki BBM saya dipakai dengan maksimal oleh Pertamina, bukan sebuah kontrak fiktif melainkan kontrak sah. Menurut berbagai dokumen resmi, yaitu BPKP dan KPK, sama sekali tidak ditemukan pelanggaran dalam kerja sama ini yang melanggar hukum.

    Bahkan saksi Karen Agustiawan mantan dirut Pertamina menyatakan tidak tahu OTM dimiliki siapa. Saksi Hanung juga membantah pernah ditekan oleh ayah saya. Tapi framing tetap berjalan, opini tetap digoreng. Terminal merak yang saya sewakan kepada Pertamina terbukti meningkatkan kapasitas stok BBM nasional, menekan biaya impor, menambah efisiensi distribusi. Ini manfaatnya nyata, bukan korupsi.

    Semoga apa yang saya tulis dalam surat ini, terdengar oleh pemimpin negara kita. Saya tidak minta perlakuan istimewa atau pembebasan tanpa proses. Saya hanya memohon proses hukum yang adil, yang tidak didikte oleh fitnah, opini, atau kepentingan tersembunyi. Biarkan keadilan berdiri di atas fakta, bukan gosip. Izinkan saya dan keluarga mendapatkan kembali hak kami sebagai warga negara yang dilindungi hukum.

  • KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Proyek Fiktif PT PP, Langsung Ditahan 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 November 2025

    KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Proyek Fiktif PT PP, Langsung Ditahan Nasional 25 November 2025

    KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Proyek Fiktif PT PP, Langsung Ditahan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka terkait kasus dugaan korupsi proyek fiktif di lingkungan PT Pembangunan Perumahan (PT PP) pada Selasa (25/11/2025).
    Kedua tersangka adalah
    Didik Mardiyanto
    selaku Kepala Divisi (Kadiv) Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT PP dan
    Herry Nurdy
    selaku Senior Manager, Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP.
    “Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan 2 tersangka yaitu DM selaku Kadiv EPC PT PP, dan HNN selaku senior manager Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (25/11/2025).
    Asep mengatakan, para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 25 November sampai 14 Desember 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK.
    Asep mengatakan, kasus ini bermula selama periode 2022-2023, saat Divisi EPC PT PP memiliki beberapa proyek pekerjaan baik yang dikerjakan sendiri ataupun yang bersifat konsorsium atau
    joint operation
    .
    Dia mengatakan, Didik Mardiyanto memerintahkan Herry Nurdy menyediakan dana sebesar Rp 25 miliar yang diklaim untuk keperluan Proyek Cisem dari tender yang dimenangkan oleh Divisi EPC PT PP.
    Kemudian untuk membuat pengeluaran terlihat wajar, terjadi pengaturan penggunaan vendor atas nama PT AW dengan menggunakan nama
    office boy
    , untuk dibuatkan dokumen
    purchase order
    beserta tagihan fiktifnya dan validasi atas dokumen pembayaran tersebut.
    “Setelah dana dibayarkan kepada masing-masing vendor fiktif, DM (Didik) dan HNN (Herry) menerima dana pencairan dari vendor fiktif tersebut, melalui stafnya dalam bentuk valas,” ujarnya.
    Asep mengatakan, selain menggunakan vendor fiktif atas nama korporasi dan perseorangan, terdapat vendor fiktif lainnya pada beberapa proyek pekerjaan lain dengan nilai proyek Rp 10,8 miliar.
    Asep mengatakan, perbuatan melawan hukum dengan modus penggunaan vendor fiktif ini, kembali dilakukan Didik dan Herry secara berulang kali.
    “Dalam kurun Juni 2022 sampai dengan Maret 2023 terdapat 9 proyek fiktif dengan total mencapai Rp 46,8 miliar,” ujarnya.
    Asep mengatakan, perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara setidaknya senilai Rp 46,8 miliar.
    “Akibat adanya pengeluaran dari kas perusahaan untuk pembayaran vendor fiktif yang tidak menghasilkan manfaat apa pun bagi perusahaan,” tuturnya.
    Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Proyek Fiktif PTPP Senilai Rp46,8 Miliar

    KPK Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Proyek Fiktif PTPP Senilai Rp46,8 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka sekaligus menahan 2 orang terkait dugaan korupsi proyek fiktif senilai total Rp46,8 miliar di lingkungan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. (PTPP).

    Plt. Deputi Eksekusi dan Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan penetapan setelah penyidik menghimpun barang bukti yang cukup.

    Keduanya adalah Didik Mardiyanto (DM) selaku Kepala Divisi (Kadiv) Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT Pembangunan Perumahan (PT PP) dan Herry Nurdy Nasution (HNN) selaku Senior Manager, Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP.

    “Para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 25 November sampai dengan 14 Desember 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” ujar Asep saat konferensi pers, Selasa (25/11/2025).

    Divisi EPC memiliki sejumlah proyek baik bersifat konsorsium atau joint operation periode 2022-2023. Pada Juni 2022, Didik memerintahkan Herry menyediakan Rp25 miliar yang diklaim untuk keperluan proyek Cisem dan tender yang dimenangkan Divisi EPC.

    Terjadi pengkondisian penunjukan vendor atas nama PT Adipati Wijaya dengan menggunakan nama Eris Pristiawan dan Fachrul Rozi selaku office boy. Mereka diminta membuatkan purchase order beserta tagihan fiktif dan validasi atas dokumen pembayaran.

    Setelah dana dicairkan dan dibayar ke masing-masing vendor fiktif, Didik dan Herry menerima dana tersebut melalui stafnya dalam bentuk valas.

    Selain itu, terdapat proyek fiktif lainnya atas nama Karyadi selaku driver, Apriyandi selaku office boy, Kurniawan selaku Staff Keuangan Divisi EPC PT PP dengan nilai proyek Rp10,8 miliar.

    Asep menyebutkan dalam kurun waktu Juni 2022 – Maret 2023 terdapat 9 proyek fiktif dengan total mencapai Rp46,8 miliar untuk dikerjakan Divisi EPC PT PP.

    Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Kuasa Hukum Ira Puspadewi Datangi KPK Usai Diberi Rehabilitasi

    Kuasa Hukum Ira Puspadewi Datangi KPK Usai Diberi Rehabilitasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Kuasa Hukum mantan Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi, Soesilo Aribowo menyambangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, untuk mengecek surat rehabilitasi yang diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada kliennya.

    “Akan mengecek apakah surat itu sudah sampai atau belum. Kalau memang sudah sampai tentukan kita akan mengajukan pembebasan,” katanya, Senin (25/11/2025).

    Soesilo mengatakan pemberian rehabilitasi kepada kliennya merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto. 

    Menurutnya, alasan Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi karena adanya kekeliruan dalam proses hukum dan telah melewati banyak pertimbangan.

    “Ada suatu proses hukum yang keliru atau tidak sah, sehingga dia diberikan pemilihan kembali hak dan martabatnya,” jelasnya.

    Soesilo tidak dapat menjelaskan secara rinci mekanisme pemberian rehabilitasi karena merupakan wewenang Sekretariat negara.

    Rehabilitasi tersebut diberikan kepada tiga mantan pejabat ASDP yaitu Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayaran tahun 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan tahun 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono, setelah melalui proses kajian hukum dan pertimbangan pemerintah. 

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani surat rehabilitasi bagi tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry yang sebelumnya terseret kasus hukum sejak Juli 2024. 

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan permasalahan yang terjadi di PT ASDP yang terjadi pada periode Juli 2024, berbagai pengaduan dan aspirasi kepada DPR RI. 

    DPR RI kemudian meminta kepada komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap perkara untuk mulai dilakukan penyelidikan sejak bulan Juli 2024. Hasil kajian hukum kemudian disampaikan kepada pemerintah.

    “Terhadap perkara 68 Pidsus/ TPK/2025/PN/Jakarta Pusat atas nama Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono, dengan komunikasi dengan pihak pemerintah Alhamdulillah pada hari ini, Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap ketiga nama tersebut,” ujar Dasco. 

    Diberitakan Bisnis sebelumnya, Ira Puspadewi dijatuhi hukuman pidana 4,5 tahun penjara dengan denda Rp500 juta atas kasus akuisisi PT JN oleh PT ASDP beberapa tahun silam. 

    Sementara itu, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan eks Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi masing-masing dijatuhi pidana bui 4 tahun beserta denda Rp250 juta.

  • Prabowo Rehabilitasi Tiga Mantan Direksi ASDP

    Prabowo Rehabilitasi Tiga Mantan Direksi ASDP

    Jakarta (beritajatim.com) — Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yakni Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono. Ketiganya terjerat perkara akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan, keputusan Prabowo itu merupakan hasil dari rangkaian kajian yang dilakukan pemerintah setelah menerima banyak aspirasi masyarakat terkait proses hukum yang berjalan sejak Juli 2024.

    Menurutnya, baik DPR RI maupun pemerintah mendapatkan banyak masukan mengenai keberlanjatan kasus tersebut, sehingga diperlukan pendalaman secara menyeluruh. Dalam prosesnya, Kementerian Hukum lantas melakukan banyak kajian dan penelaahan.

    “Termasuk meminta masukan dari para pakar hukum,” kata Prasetyo didampingi Wakil Ketua DPRI RI Sufmi Dasco Ahmad didampingi Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya di Istana Negara, Selasa (25/11/2025).

    Praseto menambahkan, setelah menerima surat usulan dari DPR RI, Kementerian Hukum lantas menindaklanjuti dengan memberikan rekomendasi kepada Prabowo agar menggunakan hak rehabilitasi. Dan dalam rapat terbatas, Prabowo mengambil keputusan untuk membubuhi surat rehabilitasi tersebut.

    “Berdasarkan permohonan dari Kementerian Hukum dan memberikan persetujuan, alhamdulillah sore ini beliau membubuhkan tanda tangan. Kami bertiga diminta menyampaikan ke publik untuk selanjutnya supaya kita proses sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Prasetyo.

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyebut, keputusan Prabowo ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang terdampak proses penyidikan sejak tahun 2024.

    Dasco juga menegaskan bahwa jalur konstitusional telah ditempuh sepenuhnya melalui mekanisme aspirasi publik, kajian DPR, hingga pembahasan lintas kementerian.

    “DPR RI menerima berbagai aspirasi dari masyarakat, kelompok masyarakat, kami kemudian meminta kepada Komisi Hukum (DPR) untuk melakukan kajian terhadap perkara yang mulai dilakukan penyelidikan sejak Juli 2024. Hasil kajian hukum itu kemudian kami sampaikan kepada pemerintah terhadap perkara No 68 Pidsus PPK 2025 PN Jakpus (Jakarta Pusat),” ujar Dasco.

    Dengan telah diterbitkannya surat rehabilitasi tersebut, pemerintah menyatakan proses selanjutnya dijalankan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan putusan dalam perkara tindak pidana korupsi terhadap tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Ketiganya adalah mantan Direktur Utama Ira Puspadewi; mantan Direktur Komersial Muhammad Yusuf Hadi; mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Harry Muhammad Adhi Caksono.

    Ketiganya terjerat kasus korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara periode 2019-2022 yang disinyalir merugikan keuangan negara senilai Rp1,25 triliun.

    Ira Puspadewi dijerat pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan; Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono masing-masing dijerat empat tahun. (hen/but)

     

  • Saya Cuma Sewakan Tangki, Kenapa Dikorbankan?

    Saya Cuma Sewakan Tangki, Kenapa Dikorbankan?

    Kerry merujuk dokumen resmi dari BPKP dan KPK, bahwa sama sekali tidak ditemukan pelanggaran dalam kerja sama ini, apalagi melanggar hukum. Dia pun mengulas kesaksian Karen Agustiawan selaku mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina, yang menyatakan tidak mengetahui siapa pemilik PT OTM.

    “Saksi Hanung juga membantah pernah ditekan oleh ayah saya. Tapi framing tetap berjalan, opini tetap digoreng. Terminal Merak yang saya sewakan kepada Pertamina terbukti meningkatkan kapasitas stok BBM nasional, menekan biaya impor, menambah efisiensi distribusi. Ini manfaatnya nyata, bukan korupsi,” kata Kerry.

    Dia berharap, surat yang ditulisnya dapat terdengar oleh pemimpin negara. Dia pun menyatakan tidak meminta perlakuan istimewa atau pun pembebasan tanpa proses.

    “Saya hanya memohon proses hukum yang adil, yang tidak didikte oleh fitnah, opini, atau kepentingan tersembunyi. Biarkan keadilan berdiri di atas fakta, bukan gosip. Izinkan saya dan keluarga mendapatkan kembali hak kami sebagai warga negara yang dilindungi hukum,” ujar dia.

    “Perjuangan ini demi martabat keluarga, dan tegaknya kebenaran. Saya memohon kepada teman-teman media untuk mengawal kasus saya secara obyektif. Jika bersalah, saya siap dihukum, tapi jika kebenaran berkata lain, tolong jangan biarkan saya dikriminalisasi,” tutup Kerry.

     

  • Ira Puspadewi Dapat Rehabilitasi, Pengacara Ungkap Peluang Bebas Malam Ini
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 November 2025

    Ira Puspadewi Dapat Rehabilitasi, Pengacara Ungkap Peluang Bebas Malam Ini Nasional 25 November 2025

    Ira Puspadewi Dapat Rehabilitasi, Pengacara Ungkap Peluang Bebas Malam Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengacara eks Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, Soesilo mengatakan, kliennya bisa bebas malam ini selama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima surat Keputusan Presiden (keppres) yang akan diantar oleh Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi.
    “Tentunya, begitu surat itu diterima oleh
    KPK
    , malam ini pun seharusnya sudah bisa dibebaskan. Mensesneg akan bersurat ke KPK,” ujar Soesilo saat dihubungi Selasa (25/11/2025).
    Soesilo mengatakan, rehabilitasi yang diberikan oleh
    Presiden Prabowo Subianto
    otomatis mengembalikan hak dan martabat Ira serta dua terdakwa lainnya seperti semula.
    Sebelumnya Ira dinyatakan terlibat dan bersalah dalam kasus korupsi terkait proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
    “Karena ini bentuk pemberian hak prerogatif presiden berbentuk rehabilitasi, maka tentu rehabilitasi itu memulihkan kedudukan hak dan martabat Ibu Ira seperti sebelum terjadi perkara ini karena ada kesalahan hukum di situ,” lanjut Soesilo.
    Diberitakan, Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi untuk eks Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero),
    Ira Puspadewi
    .
    Selain Ira, dua terdakwa lain dalam perkara korupsi ASDP, yakni Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, juga diberikan rehabilitasi.
    “Setelah DPR RI menerima berbagai aspirasi dari masyarakat, kelompok masyarakat, kami kemudian meminta ke komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap penyelidikan yang mulai dilakukan sejak Juli 2024,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Istana, Jakarta, Selasa (25/11/2025).
    “Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah pada hari ini Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap 3 nama tersebut,” imbuhnya.
    Sebelumnya, Ira divonis 4,5 tahun penjara karena terbukti bersalah dalam kasus korupsi dalam proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
    “Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ira Puspadewi dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara,” ujar Hakim Ketua Sunoto saat membacakan amar putusan dalam sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).
    Sementara, dua terdakwa lainnya, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Muhammad Yusuf Hadi, dan Mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono, masing-masing dihukum 4 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan penjara.
    Ketiganya diyakini telah melanggar dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
    Para terdakwa dinyatakan melakukan korupsi karena telah memperkaya orang lain atau suatu korporasi, yaitu pemilik PT JN, Adjie.
    Proses akuisisi ini telah memperkaya Adjie sebesar Rp 1,25 triliun. Angka ini dianggap sebagai kerugian keuangan negara.
    Dalam pertimbangannya, hakim menyebutkan kalau tindakan para terdakwa bukan korupsi murni melainkan kelalaian yang menyebabkan negara rugi.
    “Perbuatan terdakwa bukan kesalahan murni untuk melakukan korupsi, tapi kelalaian berat tanpa kehati-hatian dan iktikad baik dalam prosedur dan tata kelola aksi korporasi PT ASDP,” ujar Hakim Anggota Nur Sari Baktiana.
    Para terdakwa tidak terbukti menerima sepeser pun uang hasil korupsi dalam kasus ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saya Cuma Sewakan Tangki, Kenapa Dikorbankan?

    Anak Riza Chalid Melawan, Tulis Surat di Rutan dan Bela Ayahnya

    Adapun isi surat yang ditulis Kerry di tahanan adalah sebagai berikut:

     

    Assalamualaikum Wr. Wb

    Dengan kerendahan hati, izinkan saya menulis surat ini sebagai warga negara, pengusaha, suami, anak dan ayah, yang kini diperlakukan seolah musuh negara.

    Saya bukan pejabat publik, dan tidak pernah mengambil uang negara. Nama saya dicitrakan sebagai penjahat besar, seakan saya adalah sumber masalah negeri. Di mana keadilan? Rumah saya digeledah. Saya dibawa dan diperiksa tanpa didahului panggilan atau prosedur yang benar. Lalu, tiba-tiba ditahan sejak 25 Februari 2025. Hampir delapan bulan saya mendekam, menunggu kepastian hukum.

    Selama penahanan, nama baik saya dihancurkan dan keluarga saya yamg menanggung stigma. Mirisnya, tuduhan liar terus bergulir di ruang publik. Bukan hanya saya yang menjadi korban, ayah saya juga dituduh sebagai dalang dan mendanai demonstrasi ‘Bubarkan DPR’ Agustus lalu tanpa ada satupun bukti.

    Ayah saya tidak mungkin melakukan hal tersebut, ayah saya bahkan dijadikan tersangka, dituduh sebagai beneficial owner OTM, padahal namanya tidak tercatat dan tidak pernah terlibat di perusahaan.

    Perlu saya tegaskan, fakta inti yang sering dipelintir. Saya tidak merugikan negara, tidak menjual beli minyak, apalagi mengoplos BBM secara ilegal. Bisnis saya hanyalah menyewakan tangki penyimpanan BBM kepada Pertamina. Tuduhan kerugian negara Rp 285 triliun adalah fitnah keji. Angka ini tanpa dasar audit resmi dan tidak logis, sebab aktivitas saya justru membantu negara mengamankan cadangan energi.

    Faktanya, kegiatan saya membantu negara menghemat dan memperkuat distribusi energi, dengan manfaat hingga Rp 145 miliar per bulan, terbukti di persidangan. Terminal tangki BBM ini saya beli dengan menggunakan pinjaman bank, bukan warisan, dan sampai kini setelah lebih dari 10 tahun pinjaman bank OTM pun belum lunas. Jika tangki BBM saya bermasalah, mengapa masih digunakan oleh Pertamina? Mengapa saya dikorbankan?

    Saya juga difitnah bermain golf di Thailand dengan uang korupsi Rp 170 miliar. Padahal, saya tidak pernah bermain golf. Ini adalah pembunuhan karakter.

    Saya masih dituduh merugikan negara Rp 285 triliun, padahal di dalam dakwaan saya dituduh merugikan negara atas penyewaan OTM senilai Rp 2,4 triliun dan ini adalah total nilai kontrak sewa nilai selama 10 tahun. Selama 10 tahun periode kontrak ini, tangki BBM OTM dipakai secada maksimal dan memberikan manfaat kepada negara. Bagaimana bisa saya didakwa merugikan negara senilai kontrak sewa sedangkan tangki BBM saya dipakai dengan maksimal oleh Pertamina, bukan sebuah kontrak fiktif melainkan kontrak sah. Menurut berbagai dokumen resmi, yaitu BPKP dan KPK, sama sekali tidak ditemukan pelanggaran dalam kerja sama ini yang melanggar hukum.

    Bahkan saksi Karen Agustiawan mantan dirut Pertamina menyatakan tidak tahu OTM dimiliki siapa. Saksi Hanung juga membantah pernah ditekan oleh ayah saya. Tapi framing tetap berjalan, opini tetap digoreng. Terminal merak yangg saya sewakan kepada Pertamina terbukti meningkatkan kapasitas stok BBM nasional, menekan biaya impor, menambah efisiensi distribusi. Ini manfaatnya nyata, bukan korupsi.

    Semoga apa yang saya tulis dalam surat ini, terdengar oleh pemimpin negara kita. Saya tidak minta perlakuan istimewa atau pembebasan tanpa proses. Saya hanya memohon proses hukum yang adil, yang tidak didikte oleh fitnah, opini, atau kepentingan tersembunyi. Biarkan keadilan berdiri di atas fakta, bukan gosip. Izinkan saya dan keluarga mendapatkan kembali hak kami sebagai warga negara yang dilindungi hukum.

    Perjuangan ini demi martabat keluarga, dan tegaknya kebenaran. Saya memohon kepada teman-teman media untuk mengawal kasus saya secara obyektif. Jika bersalah, says siap dihukum, tapi jika kebenaran berkata lain, tolong jangan biarkan saya dikriminalisasi.

     

    Rutan Salemba, 24 November 2025

    Muhamad Kerry Adrianto Riza

     

  • Divonis 4,5 Tahun Penjara Kini Dapat Rehabilitasi dari Prabowo

    Divonis 4,5 Tahun Penjara Kini Dapat Rehabilitasi dari Prabowo

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus dugaan korupsi dalam kerja sama usaha dan akuisisi PT JN. Lembaga antirasuah itu kemudian mulai menyelidiki pada 11 Juli 2024. Sebulan kemudian, KPK menetapkan empat tersangka. Mereka berinisial IP, MYH, HMAC, dan A.

    Pada Oktober hingga Desember 2024, KPK menyita aset tanah dan bangunan senilai Rp 1,2 triliun. Tanah dan bangunan itu tersebar di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jakarta.

    Pada Februari 2025, KPK menahan tiga tersangka. Mereka adalah Ira Puspadewi, Harry Muhammad Adhi Cakson, dan Muhammad Yusuf Hadi. KPK lalu melimpahkan perkara tersebut ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 13 Juni 2025, setelah berkas dinyatakan lengkap pada 12 Juni.

    Saat membacakan pleidoi, Ira Puspadewi mengaku dikriminalisasi dalam kasus akuisisi PT JN. Dia juga menyatakan bahwa akuisisi JN senilai Rp 1,272 triliun oleh ASDP bersifat strategis serta menguntungkan negara dan perusahaan, bukan merugikan seperti tuduhan.

    Dia mempertanyakan dasar perhitungan kerugian negara sebesar Rp 1,253 triliun yang dituduhkan kepada dirinya dan dua rekannya, dengan menyebut laporan itu berasal bukan dari BPK atau BPKP, tetapi dari auditor internal dan dosen perkapalan yang tidak bersertifikat penilai publik.

    Pengakuan ini memantik dukungan di media sosial. Tak sedikit warganet yang menilai apa yang dilakukan Ira Puspadewi sudah benar. Gelombang dukungan ini terus mengalir hingga majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta membacakan vonis pada 20 November 2025.

    Dalam putusan itu, Ira Puspadewi dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono masing‑masing divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta.

    Putusan itu memicu protes. Sejumlah kelompok masyarakat melayangkan surat ke DPR. Surat tersebut menjadi pintu masuk rehabilitasi yang dikeluarkan Prabowo.