Kementrian Lembaga: KPK

  • KPK Panggil Ridwan Kamil Seusai Lebaran Terkait Kasus BJB Rp 222 M

    KPK Panggil Ridwan Kamil Seusai Lebaran Terkait Kasus BJB Rp 222 M

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memanggil mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) setelah Lebaran 2025. Ia akan dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan iklan di lingkungan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB).

    “Bisa jadi setelah Lebaran,” kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

    KPK Dalami Aliran Dana Nonbujeter BJB

    Budi menyatakan KPK mulai mengagendakan pemanggilan sejumlah saksi, termasuk dari internal BJB dan vendor pengadaan iklan, dalam pekan ini hingga pekan depan.

    “Untuk Pak Ridwan Kamil tentunya akan kita jadwalkan sesegera mungkin setelah saksi-saksi dari internal BJB maupun pihak-pihak vendor yang memenangkan pengadaan tersebut selesai diperiksa,” jelasnya.

    Salah satu fokus penyelidikan KPK adalah dugaan adanya dana nonbujeter di lingkungan BJB. Dana ini diduga tidak dianggarkan secara resmi dan digunakan tanpa pertanggungjawaban yang jelas.

    “Kami sedang menelusuri uang tersebut digunakan untuk apa saja dan siapa yang menikmatinya. Pertanggungjawaban dana ini fiktif sehingga mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 222 miliar,” ungkap Budi terkait kasus BJB.

    Dugaan Markup dan Kerugian Negara Ratusan Miliar

    KPK mencurigai adanya markup besar-besaran dalam pengadaan iklan BJB. Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan, dugaan kerugian negara bisa mencapai ratusan miliar rupiah.

    “Potensi kerugiannya bisa sekitar setengah dari anggaran yang dialokasikan,” kata Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Sebelumnya, pada Senin (10/3/2025), KPK juga telah menggeledah rumah Ridwan Kamil dan menyita sejumlah dokumen serta barang bukti lainnya.

    Namun, Setyo menegaskan bukti-bukti yang disita masih diteliti lebih lanjut untuk menentukan relevansinya dengan kasus ini.

    “Segala sesuatu dikaji lebih lanjut. Jika tidak relevan, pasti dikembalikan,” tutupnya terkait kasus BJB.

  • Soroti Korupsi di Pertamina, Komisi III: Jangan Sensasional di Awal!

    Soroti Korupsi di Pertamina, Komisi III: Jangan Sensasional di Awal!

    Soroti Korupsi di Pertamina, Komisi III: Jangan Sensasional di Awal!
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi III
    DPR RI

    Rudianto Lallo
    meminta lembaga penegak hukum tidak sensasional dalam mengungkap kasus dugaan korupsi, termasuk perkara tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada
    PT Pertamina
    Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Rudianto meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung), maupun Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk membongkar perkara korupsi murni dalam kerangka penegakan hukum.
    “Kami tentu menyoroti agar penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum, apakah KPK, Kejaksaan, atau Polri, senantiasa meluruskan dan memurnikan hukumnya,” kata Rudianto, dalam acara Kompas.com Talks, Kamis (20/3/2025).
    Rudianto menekankan bahwa DPR sebagai pengawas kekuasaan bakal terus menyoroti tindakan lembaga penegak hukum dalam membongkar perkara dugaan tindak pidana korupsi.
    Ketua Fraksi Partai Nasdem ini pun meminta penegakan hukum tidak hanya menargetkan orang-orang tertentu.
    “Kita tidak mau penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan atau lembaga penegak hukum lainnya hanya dilakukan untuk menargetkan orang-orang tertentu, lalu kemudian melindungi orang-orang tertentu,” kata Rudianto.
    “Harapan kita setiap pengungkapan
    kasus korupsi
    itu betul-betul murni motifnya hukum, betul-betul pemberantasan korupsinya diluruskan, gitu. Jangan kemudian kesannya sensasional bombastis di awal dalam proses perjalanannya, kemudian itu melempem,” ucap dia.
    Rudianto pun menyinggung kasus korupsi tata kelola timah yang diusut Kejaksaan Agung.
    Ia menilai, perkara tersebut hanya bombastis di awal tanpa pembuktian yang kuat dalam proses persidangan.
    “Contoh kasus Timah (kerugian negara) Rp 300 triliun disebut dalam proses fakta persidangan hanya melibatkan pemain-pemain lapangannya saja, lalu tuntutannya tidak maksimal, malah dianulir oleh hakim pada tingkat banding menghukum lebih tinggi dari tuntutan,” kata Rudianto.
    “Kalau hakim memvonis lebih tinggi dari tuntutan, itu tamparan bagi Kejagung seharusnya. Jadi, pengungkapannya besar, tetapi fakta persidangan melempem, ini yang kita tidak mau terjadi,” tambah dia.
    Kasus yang terjadi di lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023 ditaksir telah merugikan keuangan negara senilai Rp 193,7 triliun.
    Salah satu pihak yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Riva Siahaan (RS) selaku Dirut Pertamina Patra Niaga.
    Perbuatan tersebut melibatkan dua tersangka, yakni Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
    Total ada sembilan tersangka dalam kasus ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Bakal Periksa Ridwan Kamil Soal Kasus BJB (BJBR) Usai Lebaran

    KPK Bakal Periksa Ridwan Kamil Soal Kasus BJB (BJBR) Usai Lebaran

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pemeriksaan terhadap mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam kasus pengadaan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau BJB (BJBR) bakal digelar setelah Idulfitri 2025. 

    Budi Sokmo, Kasatgas Penyidikan dari Direktorat Penyidikan KPK yang menangani kasus tersebut, mengungkap pihaknya bakal mulai memeriksa saksi-saksi dari internal BJB pada pekan ini hingga pekan depan. Mereka akan diperiksa terkait dengan pengadaan iklan yang saat ini diperkarakan lembaga antirasuah. 

    Setelah pemeriksaan pihak internal BJB itu, penyidik KPK akan memeriksa Ridwan Kamil sebagai saksi. 

    “Untuk Pak RK tentunya akan kita jadwalkan sesegera mungkin setelah saksi-saksi dari internal BJP, maupun pihak-pihak vendor yang memenangkan pengadaan tersebut kita selesai lakukan pemeriksaan. Bisa jadi setelah Lebaran,” kata Budi pada konferensi pers, Kamis (20/3/2025).

    Sebelumnya, rumah Ridwan atau RK di Bandung, Jawa Barat digeledah oleh penyidik KPK terkait dengan kasus tersebut. Kantor pusat BJB juga menjadi lokasi yang digeledah. Dari sederet upaya paksa tersebut, KPK memeroleh sejumlah bukti diduga terkait dengan perkara tersebut. 

    Untuk diketahui, KPK telah menetapkan total lima orang tersangka. Dua di antaranya adalah internal BJB yakni mantan Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi (YR) serta Pimpinan Divisi Corporate Secretary (Corsec) BJB Widi Hartono (WH). 

    Tiga orang tersangka lainnya merupakan pengendali agensi yang mendapatkan proyek penempatan iklan BJB di media massa yaitu Ikin Asikin Dulmanan (ID), pengendali agensi Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM); Suhendrik (S), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress; serta Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).

    KPK menduga penempatan iklan itu dilakukan oleh total enam agensi untuk penayangan iklan di media televisi, cetak maupun elektronik. Tiga orang tersangka pengendali agensi itu masing-masing merupakan pemilik dua agensi yang memenangkan pengadaan penempatan iklan di BJB.

    Terdapat dugaan bahwa kasus korupsi itu merugikan keuangan negara hingga Rp222 miliar. Nilai itu merupakan biaya yang dikeluarkan secara fiktif oleh para tersangka kasus tersebut, dari total keseluruhan biaya pengadaan iklan di BJB yakni Rp409 miliar. 

    “Jadi yang ditempatkan berapa, maksudnya yang dikeluarkan oleh BJB itu di dalam pembayaran itu kurang lebih berapa detail, kemudian yang dibayarkan oleh agensi kepada media berapa, ini dikurangkan secara real-nya sebanyak Rp 222 miliar,” jelas Budi pada konferensi pers sebelumnya, Kamis (13/3/2025). 

  • KPK Duga SYL Gunakan Uang Korupsi untuk Pendampingan Hukum dari Visi Law Office

    KPK Duga SYL Gunakan Uang Korupsi untuk Pendampingan Hukum dari Visi Law Office

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga terdapat aliran dana uang korupsi mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL yang digunakan untuk membayar jasa pendampingan hukum dari Visi Law Office. 

    Untuk diketahui, Visi Law Office diketahui pernah memberikan bantuan hukum ke SYL saat kasusnya masih dalam tahap penyelidikan. 

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa penggeledahan yang dilakukan di kantor Visi, Rabu (19/3/2025), berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan pencucian uang. KPK menetapkan SYL sebagai tersangka pada kasus tersebut. 

    Asep menyebut, penyidiknya tengah mendalami dugaan apabila uang kasus korupsi SYL di Kementerian Pertanian (Kementan) turut mengalir ke kantor firma hukum tersebut. 

    “Di perkara TPPU [tindak pidana pencucian uang, red] itu tentu kita akan melacak ke mana saja uang hasil yang diduga hasil tindak pidana korupsi itu mengalir. Nah salah satunya karena Visi Office ini di-hire oleh SYL sebagai konsultan hukumnya waktu itu ya, penasihat hukumnya, nah kami menduga bahwa uang hasilnya tindak pidana korupsi SYL itu, itu digunakan untuk membayar,” terangnya pada konferensi pers, Kamis (20/3/2025).

    Lembaga antirasuah, terang Asep, turut mendalami keabsahan dalam proses kontrak pendampingan hukum antara keduanya. 

    “Apakah ada hal-hal lain yang misalkan dititipkan lah dan lain-lainnya gitu. Jadi sedang didalami,” kata perwira tinggi Polri bintang satu itu. 

    Sebelumnya, KPK menyebut penyidiknya telah menyita barang bukti berupa dokumen dan elektronik saat menggeledah kantor Visi Law Office. 

    Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, Visi Law Office didirikan oleh Donal Fariz dan Febri Diansyah, yang merupakan mantan juru bicara KPK. Kemudian, bekas pegawai KPK lainnya seperti Rasamala Aritonang kemudian bergabung sebagai partner. 

    Namun, kini diketahui Febri tidak lagi bekerja di bawah naungan kantor firma hukum tersebut. 

    Pada hari yang sama penggeledahan, KPK turut memeriksa Rasamala sebagai saksi. Dia juga disebut hadir di kantornya saat penggeledahan oleh KPK masih berlangsung. 

    “Infonya ikut [penggeledahan di lokasi, red,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Rabu (19/3/2025). 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Rasamala sudah pernah diperiksa oleh KPK sebagai saksi untuk kasus SYL terkait dengan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Pada Oktober 2023 lalu, Rasamala turut diperiksa bersama dengan rekan advokatnya yang juga bekas pegawai KPK, Febri Diansyah. 

    Untuk diketahui, Rasamala, Febri dan Donal Fariz juga pernah dicegah untuk bepergian ke luar negeri oleh KPK terkait dengan kasus tersebut. Febri khusunya pernah dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan SYL sebelumnya. 

    Pada sidang tersebut, Senin (3/6/2024), Febri yang saat itu masih bekerja di Visi Law Office mengungkap firma hukum tersebut mendapatkan fee sebesar Rp3,1 miliar untuk memberikan pendampingan hukum ke SYL pada tahap penyidikan.

    “Jadi untuk proses penyidikan, nilai totalnya Rp3,1 miliar untuk tiga klien dan pada saat itu kami menandatangani PJH (perjanjian jasa hukum) sekitar tanggal 10 atau 11 Oktober setelah Pak Menteri SYL sudah mundur sebagai menteri pertanian. Karena mundurnya 6 Oktober seingat saya,” ujar pria yang pernah menjadi juru bicara KPK itu di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024). 

    Sebelumnya, pada tahap penyelidikan, firma hukum itu mendapatkan fee Rp800 juta dari SYL. Dengan demikian, total fee pendampingan hukum yang mereka terima yakni Rp3,9 miliar dari SYL. 

    Adapun SYL saat ini sudah mendekam di penjara usai divonis bersalah dalam kasus pemerasan di lingkungan Kementan dan gratifikasi. Dia dijatuhi hukuman penjara 12 tahun berdasarkan putusan kasasi oleh Mahkamah Agung (MA) Februari 2025 lalu. 

    Meski sudah menjadi terpidana, kasus dugaan pencucian uang yang menjerat SYL sebagai tersangka kini masih bergulir di KPK dalam tahap penyidikan.

  • KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Fasilitas Kredit LPEI Rp 549 M

    KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Fasilitas Kredit LPEI Rp 549 M

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan dua tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Kamis (20/3/2025).

    Kedua tersangka tersebut adalah Komisaris Utama PT Petro Energy (PE) Jimmy Masrin (JM) dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi (SMD).

    Dengan ini, total tersangka dalam kasus ini menjadi lima orang, yaitu:
    1. Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi (DW)
    2. Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan (AS) 
    3. Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin (JM)
    4. Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho (NN) 
    5. Konsultan Susy Mira Dewi (SMD)

    KPK Tahan Tersangka di Rutan Jakarta Timur

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengonfirmasi penahanan ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. “KPK melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka dalam perkara LPEI pada hari ini,” ujarnya terkait kasus fasilitas kredit LPEI.

    Sebelumnya, KPK telah terlebih dahulu menahan Newin Nugroho sejak Kamis (13/3/2025). Sementara itu, Jimmy Masrin dan Susy Mira Dewi akan menjalani masa tahanan selama 20 hari, mulai 20 Maret hingga 8 April 2025, di cabang rumah tahanan negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur.

    Dugaan Benturan Kepentingan dan Kerugian Negara Rp 549 M

    KPK menduga ada benturan kepentingan antara direktur LPEI dan PT Petro Energy sebagai debitur. Diduga, terjadi kesepakatan awal untuk mempermudah pencairan kredit tanpa verifikasi yang layak.

    Selain itu, direktur LPEI diduga mengabaikan kontrol penggunaan kredit dan tetap menginstruksikan bawahannya untuk mencairkan dana meskipun tidak memenuhi syarat kelayakan.

    “Akibat fasilitas kredit khusus dari LPEI kepada PT Petro Energy, negara mengalami kerugian besar. Outstanding pokok KMKE 1 PT Petro Energy mencapai US$ 18.070.000, sedangkan outstanding pokok KMKE 2 PT Petro Energy mencapai Rp 549.144.535.027,” ungkap Asep terkait kasus fasilitas kredit LPEI.

  • KPK Sebut Pemberian Kredit LPEI untuk PT Petro Energy Rugikan Negara Rp 846,9 Miliar

    KPK Sebut Pemberian Kredit LPEI untuk PT Petro Energy Rugikan Negara Rp 846,9 Miliar

    KPK Sebut Pemberian Kredit LPEI untuk PT Petro Energy Rugikan Negara Rp 846,9 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Fasilitas kredit yang diberikan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (
    LPEI
    ) untuk
    PT Petro Energy
    merugikan negara sebesar Rp 846,9 miliar.
    Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ), Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Kamis (20/3/2025).
    “Pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini telah mengakibatkan
    kerugian negara
    sebagai berikut, untuk
    outstanding
    pokok KMKE 1 PT PE senilai 18.070.000 dollar Amerika Serikat (AS),” kata Asep.
    Kemudian, untuk
    outstanding
    pokok KMKE 2 PT Petro Energy, kata Asep, telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 549.144.535.027.
    Dengan demikian, jika ditotal, kerugian keuangan negara akibat perkara tersebut mencapai Rp 846.956.205.027 berdasarkan kurs rupiah saat ini sebesar Rp 16.480.
    Dalam konstruksi perkaranya, KPK menduga terjadi benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses
    pemberian kredit
    .
    Kemudian, Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP.
    “Direktur LPEI memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan,” tutur dia.
    Sementara itu, KPK menduga PT PE memalsukan dokumen
    purchase order
    dan
    invoice
    yang menjadi
    underlying
    pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
    Selain itu, PT PE diduga melakukan
    window dressing
    terhadap Laporan Keuangan (LK).
    “PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI,” kata dia.
    Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus
    korupsi
    pemberian fasilitas kredit oleh LPEI, pada Senin (3/3/2025).
    Mereka adalah Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI, Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI, Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku debitur dari PT Petro Energy.
    KPK telah menahan tiga tersangka dalam perkara ini.
    Mereka adalah Direktur Utama PT Petro Energy (PT PE) Newin Nugroho (NN) yang ditahan pada Kamis (13/3/2025).
    Kemudian, dua direksi PT Petro Energy (PT PE), yaitu Jimmy Masrin (JM) dan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD), ditahan pada Kamis (20/3/2025).
    Keduanya ditahan selama 20 hari, yaitu mulai 20 Maret sampai dengan 8 April 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, Jakarta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Panggil Mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil usai Lebaran – Halaman all

    KPK Panggil Mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil usai Lebaran – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadwalkan pemanggilan terhadap mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam kasus dugaan korupsi dana iklan bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

    Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidik Budi Sokmo menyebut pemanggilan terhadap Ridwan Kamil diperkirakan setelah lebaran.

    “Bisa jadi setelah lebaran,” ucap Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/3/2025).

    Dalam pekan ini, kata Budi, tim penyidik akan lebih dulu memeriksa pihak internal bank.

    Budi membeberkan, penyidik bakal memulai mendalami pengadaan iklan yang diduga dilakukan secara melawan hukum.

    “Untuk Pak Ridwan Kamil tentunya akan kita jadwalkan sesegera mungkin setelah saksi-saksi dari internal bank maupun pihak-pihak vendor yang memenangkan pengadaan tersebut kita selesai lakukan pemeriksaan,” kata dia.

    Kediaman Ridwan Kamil di kawasan Ciumbuleuit, Kota Bandung digeledah KPK Senin, 10 Maret 2025. Dari sana, tim penyidik mengamankan sejumlah dokumen yang ditengarai berkaitan dengan perkara.

    Dikutip dari Tribun Jabar, Ridwan Kamil pun telah angkat bicara mengenai penggeledahan di rumahnya.

    Ridwan Kamil membantah KPK sudah menyita duit deposito Rp70 miliar dari rumahnya.

    “Deposito itu bukan milik kami. Tidak ada uang atau deposito kami yang disita saat itu,” ujar Ridwan Kamil, dalam keterangannya, Selasa (18/3/2025).

    Sebelumnya, KPK telah menggeledah 12 tempat terkait korupsi iklan bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. KPK turut menyita deposito senilai Rp70 miliar hingga sejumlah kendaraan.

    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka.

    Mereka adalah mantan Direktur Utama bank, Yuddy Renaldi (YR); Pimpinan Divisi Corporate Secretary bank, Widi Hartono (WH); Pengendali PT Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), Ikin Asikin Dulmanan (IAD); Pengendali PT BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), Suhendrik (SUH); dan Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), R. Sophan Jaya Kusuma (RSJK).

    KPK menduga ada perbuatan melawan hukum dalam pengadaan penempatan iklan ke sejumlah media massa yang mengakibatkan negara merugi hingga Rp222 miliar.

    Yuddy Renaldi cs disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

    Kelima tersangka belum ditahan KPK. Tetapi komisi antikorupsi telah mencegah Yuddy Renaldi cs bepergian ke luar negeri.

  • Ditetapkan jadi Tersangka, KPK Tahan 3 Pihak Debitur LPEI

    Ditetapkan jadi Tersangka, KPK Tahan 3 Pihak Debitur LPEI

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi melakukan penahanan terhadap tiga dari total lima tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI.

    Pada hari ini, Kamis (20/3/2025), tim penyidik resmi menahan dua orang tersangka yakni pemilik PT PE Jimmy Masrin (JM) dan Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD). Pada pekan sebelumnya, KPK telah lebih dulu melakukan penahanan terhadap Direktur Utama PT PE Newin Nugroho (NN).

    “Yang NN ini pada minggu sebelumnya sudah kita lakukan penahanan, sehingga hari ini yang hadir adalah dua orang yaitu JM dan SMD,” jelas Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (20/3/2025). 

    Asep menjelaskan, lembaganya menduga terjadi benturan kepentingan atau conflict of interest antara sejumlah pejabat di LPEI dan debiturnya, dalam hal ini yaitu PT Petro Energy (PE). 

    Para tersangka diduga melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah pemberian kredit ekspor dari LPEI ke PT PE. 

    “Jadi, kreditnya itu sudah ada kesepakatan-kesepakatan awal, pembicaraan-pembicaraan antara petinggi LPEI yaitu direkturnya, dan debiturnya yakni PT PE,” ungkap Asep. 

    Kemudian, tersangka dari pihak LPEI diduga tidak melakukan kontrol terhadap debitur yang mendapatkan fasilitas kredit. Dari hasil penyidikan, KPK menemukan bahwa fasilitas kredit yang diterima digunakan tidak sesuai peruntukannya. 

    Petinggi LPEI saat itu yang kini ditetapkan tersangka pun tak menghiraukan penilaian bawahannya bahwa PT PE sejatinya tidak layak untuk menerima fasilitas kredit. 

    Sementara itu, dari pihak debitur, PT PE diduga memalsukan purchase order maupun invoice ekspor yang menjadi underlying untuk menerima pencairan kredit LPEI. Mereka juga diduga melakukan window dressing atas laporan keuangan mereka. 

    “Jadi, laporan keuangannya pun dibuat bagus sehingga PT PE layak untuk menerima kucuran dana dari LPEI,” terang Asep. 

    KPK menyebut PT PE menerima kucuran dana kredit ekspor senilai total sekitar Rp846 miliar. Nilai itu diduga merupakan kerugian keuangan negara pada kasus LPEI khusus untuk debitur PT PE.

    Kredit itu terbagi dalam dua termin pencairan yakni outstanding pokok Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) I PT PE senilai US$18 juta, dan dilanjutkan dalam bentuk rupiah yakni Rp549 miliar. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, terdapat lima orang yang telah ditetapkan tersangka pada kasus dugaan fraud di Eximbank itu sejak 20 Februari 2025. Dua di antaranya adalah mantan Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan (AS). Dua mantan petinggi LPEI itu saat ini belum ditahan. 

    Kemudian, tiga orang dari PT Petro Energy adalah pemilik perusahaan yakni Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama Newin Nugroho (NN) serta Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD). 

    Kasus LPEI yang melibatkan PT PE hanya sebagian dari debitur yang diduga terindikasi fraud. Total ada 11 debitur LPEI yang diusut oleh KPK saat ini. Dugaan fraud terkait dengan 11 debitur itu berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp11,7 triliun. 

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugaian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” kata Kasatgas Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers pekan lalu. 

  • KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Korupsi LPEI

    KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Korupsi LPEI

    KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Korupsi LPEI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menahan dua tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (
    LPEI
    ) pada Kamis (20/3/2025).
    Kedua tersangka itu adalah dua orang direktur
    PT Petro Energy
    (PT PE), yakni Jimmy Masrin (JM) dan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD)
    “KPK melakukan penahanan terhadap 2 orang tersangka dalam perkara LPEI pada hari Kamis, 20 Maret 2025, yaitu saudara JM dan SMD,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.
    Asep mengatakan, Jimmy dan Susy ditahan selama 20 hari, yaitu mulai 20 Maret sampai dengan 8 April 2025, di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, Jakarta.
    “Di tahan di Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Timur selama 20 hari,” ujar dia.
    Dalam kasus ini, KPK menduga terjadi benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan Debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
    Kemudian, Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP.
    “Direktur LPEI memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan,” tutur Asep.
    Sementara itu, KPK menduga PT PE memalsukan dokumen
    purchase order
    dan
    invoice
    yang menjadi underlying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
    Selain itu, PT PE diduga melakukan
    window dressing
    terhadap Laporan Keuangan (LK).
    “PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI,” kata Asep.
    KPK mengatakan, kerugian keuangan negara atas pemberian fasilitas kredit tersebut mencapai 18 juta Dollar Amerika Serikat (AS) dan Rp 549,1 miliar.
    KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI.
    Mereka adalah Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI; Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI; Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku debitur dari PT Petro Energy.
    KPK juga telah menahan Direktur Utama PT Petro Energy (PT PE) Newin Nugroho (NN) sebagai tersangka dalam perkara tersebut pada Kamis (13/3/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sirkulasi Elite dalam Pemberantasan Korupsi

    Sirkulasi Elite dalam Pemberantasan Korupsi

    Jakarta

    Kejagung takkan berani membongkar kasus korupsi jika tidak ada restu presiden ~ Mahfud MD

    Beberapa kasus korupsi belakangan ini yang dibongkar oleh Kejagung maupun KPK tidak lagi membuat publik terkejut. Kasus korupsi pun seperti serial film yang terus berlanjut tanpa akhir. Dari kasus pagar laut yang menjadi trending hingga kasus terbaru yakni LPEI yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp 11,7 triliun rupiah. Alih-alih mengapresiasi pengungkapan kasus korupsi, publik justru meyakini bahwa ini hanyalah sandiwara pergantian pemain dalam kepemimpinan Prabowo-Gibran.

    Pemberantasan korupsi pada era kepemimpinan Prabowo bukanlah angin segar bagi masyarakat. Justru, hal ini semakin menumbuhkan skeptisisme dan menutup harapan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi. Alasannya sederhana, mayoritas publik tidak setuju dengan program makan gizi gratis yang membutuhkan anggaran terlalu besar. Imbasnya, terjadi efisiensi anggaran di beberapa sektor, yang menyebabkan banyak pegawai honorer mengalami pemutusan hubungan kerja secara paksa.

    Kekhawatiran publik semakin meningkat karena pengangkatan CPNS yang semula dijadwalkan pada Maret diundur menjadi Oktober 2025. Pengunduran ini semakin menguatkan dugaan bahwa negara sedang mengalami defisit anggaran. Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak, baik di sektor pemerintahan maupun swasta seperti PHK massal di Sritex, membuat publik semakin kehilangan simpati terhadap kebijakan pemerintah. Meskipun banyak kasus korupsi terbongkar akhir-akhir ini, publik tidak lagi melihat urgensinya.


    Pergantian Pemain

    Pemberantasan korupsi yang dinilai sebagai pergantian pemain mencerminkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Dalam situasi ini, Vilfredo Pareto (1971) menyebutnya sebagai sirkulasi elite—bahwa kekuasaan hanya berpindah di antara kelompok tertentu. Perubahan yang terjadi bukanlah gebrakan yang diharapkan rakyat, melainkan sekadar pergantian elite tanpa perubahan sistematis. Sehingga, pengungkapan kasus korupsi hanya menjadi alat untuk menggulingkan satu kelompok dan menggantinya dengan kelompok lain, yang mungkin lebih baik atau bahkan lebih buruk.

    Sebagaimana pernyataan Mahfud MD, pengungkapan skandal korupsi dengan jumlah yang besar tidak lepas dari instruksi presiden. Di negara dengan sistem koruptif yang kuat, hanya segelintir orang yang berani dan mampu membongkarnya. Bahkan, KPK sebagai lembaga yang bertugas memberantas korupsi menghadapi berbagai tantangan seperti intervensi pihak lain, lemahnya independensi, dan revisi UU KPK. Hal ini membuktikan bahwa pemberantasan korupsi tidak semudah pada saat kampanye politik.

    Sekalipun Prabowo mendukung penuh pemberantasan korupsi, publik masih menilai bahwa ia terus dibayangi oleh Jokowi. Harapan publik terhadap Prabowo adalah menjadi pemimpin yang independen, tidak dikendalikan oleh siapapun. Sebagai ketua umum partai besar dengan koalisi gemuk di parlemen serta mantan Kopassus yang dikenal berjiwa ksatria, Prabowo seharusnya mampu keluar dari bayang-bayang presiden sebelumnya.

    Arah kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran masih belum jelas di depan mata. Dalam empat tahun ke depan, belum ada kepastian ke mana Indonesia akan dibawa, terutama dalam upaya pemberantasan korupsi. Apakah benar untuk menyelamatkan negara, atau hanya sekadar pergantian pemain bagi orang-orang dekat Prabowo yang belum mendapatkan jabatan.


    Berharap pada RUU Perampasan Aset

    Regulasi hukum dalam pemberantasan korupsi belum sepenuhnya maksimal. Publik menanti agar RUU Perampasan Aset segera disahkan oleh DPR. Namun, RUU ini tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, menunjukkan ketidaksepakatan lembaga legislatif dalam memberantas korupsi. Meski ada tekanan publik, DPR hingga kini masih enggan mengesahkannya dengan berbagai alasan. Padahal, RUU ini sangat penting untuk memperkuat pemberantasan korupsi.

    Jika ingin belajar dari negara sebelah, Singapura telah menerapkan regulasi perampasan aset sejak 1960 dan merevisinya pada 1993. Perampasan aset hasil tindak pidana korupsi di Singapura diatur dalam Prevention of Corruption Act (PCA) Chapter 241, yang memberikan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) kewenangan untuk menyita dan mengalihkan aset koruptor ke kas negara demi kepentingan publik.

    CPIB memiliki Power of Arrest dan Power of Investigation, yang memungkinkannya melakukan penyitaan aset tanpa surat perintah jika bukti cukup. Selain itu, Singapura juga menjalin kerja sama internasional dalam pelacakan, penyitaan, dan pengembalian aset ilegal.

    Singapura telah lama memberlakukan regulasi perampasan aset, sementara di Indonesia RUU Perampasan Aset masih menjadi misteri, dengan proses pengesahannya yang terus dilempar antara legislatif dan eksekutif, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM. Jika presiden benar-benar mendukung pemberantasan korupsi, maka ia dapat menerbitkan Perppu Perampasan Aset untuk memberikan efek jera bagi para koruptor.

    Pemberantasan korupsi di Indonesia tidak memerlukan wacana panjang untuk menggerus simpati publik. Jika rakyat tidak ingin menganggap kasus korupsi hanya sebagai pergantian pemain, maka Presiden Prabowo harus membuktikan komitmennya dengan segera menerbitkan Perppu Perampasan Aset. Meskipun langkah ini tidak mudah dalam perjalanan politik hukumnya, inilah satu-satunya cara bagi Presiden Prabowo untuk menepis prasangka buruk masyarakat terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini.

    Taufiqullah Hasbul peneliti di Akademi Hukum dan Politik (AHP)

    (mmu/mmu)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu