Kementrian Lembaga: KPK

  • Perampokan kekayaan negara ancam demokrasi dan kedaulatan RI

    Perampokan kekayaan negara ancam demokrasi dan kedaulatan RI

    Foto Istimewa

    Perampokan kekayaan negara ancam demokrasi dan kedaulatan RI
    Dalam Negeri   
    Editor: Valiant Izdiharudy Adas   
    Kamis, 20 Maret 2025 – 23:50 WIB

    Elshinta.com – Isu perampokan kekayaan negara mencuat dalam diskusi bertajuk “Merampok Indonesia, Merobek Merah Putih Kita”, yang digelar Barikade 98 di Hotel Acacia, Jakarta, Kamis (20/3). Acara ini menjadi ajang bagi para aktivis, pakar hukum, dan tokoh nasional, untuk membedah praktik mafia yang diduga menggerogoti sumber daya negara.

    Budayawan Erros Djarot menilai, hukum di Indonesia semakin kehilangan taring, saat berhadapan dengan mafia ekonomi. Sebab itu, kata dia, rakyat tak boleh tinggal diam dan harus bersatu melawan kejahatan sistematis ini.

     

    “Kalau hukum tidak bisa menyentuh mereka, kita yang harus bertindak! Jangan biarkan negara dikuasai oleh segelintir orang rakus. Ini bukan lagi sekadar persoalan korupsi, tapi sudah menjadi perampokan sistematis yang mengancam masa depan bangsa!” seru Erros dengan penuh semangat.

    Dalam kesempatan yang sama, pakar hukum tata negara Feri Amsari mengingatkan, praktik penguasaan sumber daya oleh segelintir elit bertentangan dengan konstitusi. Pasalnya, konstitusi mengamanatkan, kekayaan negara harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 

     

    “Tapi, apa yang terjadi sekarang? Yang kaya makin kaya, yang miskin semakin terpinggirkan. Jika ini terus dibiarkan, kita akan kehilangan identitas sebagai bangsa yang berdaulat,” tegasnya.

    Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tak kalah geram. Menurut dia, pemberantasan korupsi saat ini semakin dilemahkan, dan para mafia ekonomi semakin leluasa menguasai aset negara.

     

    “KPK harus kembali ke jalurnya! Mafia-mafia ini harus ditindak, bukan diberi perlindungan. Kita tidak bisa hanya berharap pada aparat hukum yang makin tumpul, rakyat harus bersuara dan ikut mengawal,” cetusnya.

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Imanuel Ebenazer, mengapresiasi semangat para aktivis dalam menjaga demokrasi tetap hidup. Menurut dia, para aktivis harus tetap bersuara, karena negara ini dibangun dengan pajak rakyat.

     

    “Saya senang bisa hadir di sini. Suasana demokrasi kita masih sehat, karena kritik terus hidup. Jangan pernah takut untuk mengkritik, karena kritik adalah bagian dari demokrasi dan Brigade 98 adalah aset,” ujarnya.

     

    Sementara itu, Wakil Ketua Umum Barikade 98, Agus Salahudin mengapresiasi kehadiran para pendekar demokrasi dalam diskusi yang diinisiasi pihaknya. Dia juga menyoroti pengesahan Undang-Undang (UU) TNI yang dilakukan Pemetintah dan DPR.

     

    Menurut Agus, pengesahan UU tersebut langkah mundur dalam demokrasi Indonesia. Terlebih, langkah itu dilakukan di tengah situasi global dan kawasan, yang berada dalam ancaman perang.

     

    “TNI dan Komisi 1 DPR gagal membaca perubahan Geostrategi dan Geopolitik, khususnya ancawan perang antar kawasan. Dalam situasi saat ini, harusnya TNI fokus pada tugas pertahanan negara,” tegasnya. (LUT)

    Sumber : Radio Elshinta

  • Kasus Hasto Kristiyanto Berlanjut, Dua Eksepsi Akan Dibacakan Hari Ini – Halaman all

    Kasus Hasto Kristiyanto Berlanjut, Dua Eksepsi Akan Dibacakan Hari Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Tim Penasihat Hukum akan menyampaikan nota keberatan (eksepsi) terhadap Dakwaan KPK.

    Pembacaan eksepsi akan dilakukan saat persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk Tindak Pidana Korupsi, pada hari ini Jumat (21/3/2025).

    “Ya, hari ini akan disampaikan 2 dokumen eksepsi, pak Hasto juga menyampaikan sendiri eksepsinya dan kemudian dilanjutkan Tim Penasihat Hukum”, kata Penasihat Hukum Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, Jumat.

    Eksepsi pribadi Hasto Kristiyanto setebal 25 halaman akan menguraikan bagaimana operasi politik dilakukan terhadap dirinya hingga duduk di kursi terdakwa hari ini. 

    Sedangkan Eksepsi Tim Penasihat Hukum setebal 130 halaman akan disampaikan secara bergantian oleh para Penasihat Hukum Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor pagi ini.

    “Kami berharap tahapan hari ini tidak saja bisa memberikan keadilan untuk Pak Hasto, tetapi juga menjadi bagian penting dari sejarah penegakan hukum di Indonesia”, terang Febri.

    Anggota Kuasa Hukum lainnya, Maqdir Ismail pun turut menambahkan bahwa eksepsi ini merupakan bentuk perlawanan secara hukum yang dilakukan oleh PDI Perjuangan.

    “Eksepsi ini merupakan bentuk perlawanan secara hukum yang dilakukan oleh PDI Perjuangan sebagai penegasan sikap penolakan terhadap segala upaya pembungkaman demokrasi yang mendompleng dan mengatas namakan pemberantasan korupsi”, kata Maqdir Ismail.

    Pada Eksepsi Tim Penasihat Hukum, akan diuraikan lebih terang benderang sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan secara kasar oleh Penyidik KPK. 

    Mulai dari tidak sahnya penyidikan, sejumlah tindakan yg melanggar KUHAP & prinsip due process of law, pelanggaran HAM tersangka, hingga empat uraian dakwaan KPK yang bersifat kabur, serta kekeliruan penerapan pasal obstruction of justice.

    Kuasa hukum lainnya, Alvon Kurnia Palm menjelaskan sebagian Eksepsi mau tidak mau harus menyinggung beberapa bagian pokok perkara. 

    Menurut Alvins, hal ini penting disampaikan untuk menunjukkan tuduhan terhadap Hasto dibangun atas bukti-bukti yang rapuh. 

    Salah satu indikasinya adalah penggunaan keterangan 13 orang Penyidik/Penyelidik KPK yang menangani perkara ini.

    “Penggunaan keterangan pihak yang menangani perkara sebagai bukti untuk menjerat pak Hasto sungguh sangat keterlaluan. Ini melanggar KUHAP, tidak sesuai dengan Putusan MK, dan praktik kasar seperti ini juga sudah pernah dipersoalkan hingga pertimbangan hakim di sebuah Putusan Mahkamah Agung di tahun 2010. Pada dasarnya, Penyidik/Penyelidik seharusnya tidak bisa jadi saksi sejak di Penyidikan dan kemudian dijadikan bukti di sidang karena konflik kepentingan. Kenapa? Karena di satu sisi Penyidik memiliki kepentingan agar perkara ini terbukti hingga di sidang sehingga keterangannya akan menyudutkan Terdakwa, di sisi lain pihak yang dibutuhkan sebagai saksi adalah orang yang benar-benar diberikan secara bebas, netral, objektif dan jujur,” papar Alvons.

    Lebih lanjut, Febri Diansyah mengatakan, penyampaian eksepsi ini, sekeras dan setajam apapun materinya tentu saja tetap dalam koridor sikap menghargai pelaksanaan tugas JPU KPK dan penghormatan sepenuhnya terhadap Yang Mulia Majelis Hakim. 

    “Kita semua berharap persidangan dan keputusan nanti benar-benar lahir dari hati dan pikiran yang jernih, tanpa intervensi pihak manapun serta tentu saja bisa memberikan keadilan bagi semua pihak,” pungkas Febri.

  • 10
                    
                        RUU TNI Disahkan, Suara Publik Diabaikan
                        Nasional

    10 RUU TNI Disahkan, Suara Publik Diabaikan Nasional

    RUU TNI Disahkan, Suara Publik Diabaikan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Protes yang dilayangkan publik tidak menyurutkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengesahkan revisi Undang-Undang TNI (
    RUU TNI
    ) menjadi undang-undang.
    RUU TNI disahkan
    DPR lewat rapat paripurna pada Kamis (20/3/2025) kemarin, meski unjuk rasa digelar di berbagai wilayah untuk menolak RUU yang dianggap bakal menghidupkan kembali dwifungsi ABRI tersebut.
    Ketua DPR
    Puan Maharani
    mengeklaim, RUU TNI yang disahkan tidak memuat pasal-pasal yang dikhawatirkan oleh publik.
    “Kami bersama pemerintah menegaskan Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tetap berlandaskan pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, serta memenuhi ketentuan hukum nasional dan internasional yang telah disahkan,” ujar Puan saat mengesahkan RUU TNI.
    Puan mengeklaim, DPR telah mendengarkan aspirasi masyarakat ketika membahas RUU TNI.
    Dia menyebutkan, pembahasannya pun dilaksanakan secara terbuka.
    Politikus PDI-P ini pun mengaku siap memberi penjelasan kepada pihak-pihak yang masih menolak dan mendemo RUU TNI.
    Ia menyatakan, apa yang mereka curigai dan khawatirkan dari RUU TNI tidak akan terjadi.
    “Kami berharap dan mengimbau adik-adik mahasiswa yang saat ini mungkin masih belum mendapatkan penjelasan atau keterangan yang dibutuhkan, kami siap memberikan penjelasan,” kata Puan.
    “Bahwa apa yang dikhawatirkan, apa yang dicurigai, bahwa ada berita-berita yang RUU TNI tidak sesuai dengan yang diharapkan, insyaallah tidak. Kami berharap RUU TNI yang tadi disahkan nantinya ke depan akan bermanfaat bagi bangsa dan negara,” imbuh dia.
    Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menambahkan, pemerintah tidak akan mengecewakan rakyat setelah RUU TNI disahkan menjadi undang-undang.
    “Izinkan saya, Menteri Pertahanan, mewakili pemerintah Republik Indonesia, menyampaikan prinsip jati diri TNI adalah tentara rakyat, tentara pejuang, tentara profesional. Kami tidak akan pernah mengecewakan rakyat Indonesia di dalam menjaga kedaulatan negara,” ujar Sjafrie.
    Senada dengan Puan, ia juga menjamin dwifungsi ABRI bakal kembali hidup seiring dengan
    pengesahan RUU TNI
    .
    Sjafrie mengeklaim, pemerintah justru berupaya membangun kekuatan TNI yang tetap berpegang teguh pada supremasi sipil.
    “Jadi tidak ada wajib militer di Indonesia lagi. Tidak ada dwifungsi di Indonesia lagi, jangankan jasad, arwahnya pun udah enggak ada,” ujar Sjafrie.
    Ketika para anggota DPR tertawa lepas dan adem-ademan di dalam gedung, mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan RUU TNI di luar.
    Demonstrasi ini lahir dari keresahan dan kekhawatiran akan kembalinya era Orde Baru setelah RUU TNI disahkan melalui rapat paripurna oleh DPR RI.
    Karena tak kunjung ada perwakilan DPR maupun pemerintah yang menemui demonstran, massa aksi berupaya menjebol salah satu pagar gerbang depan kantor wakil rakyat tersebut pada Kamis malam.
    Berbekal tali tambang, mereka bersama-sama menarik barrier beton hingga roboh, begitu pula dengan pagar setinggi lebih dari dua meter yang akhirnya jebol.
    Namun, aksi mahasiswa tersebut justru berujung pada aksi anarkis para aparat yang  memukul mundur massa begitu mereka menembus pagar.
    “Baru saja kami mulai masuk, mereka langsung menghujani kami dengan pentungan dan pukulan,” ujar Koordinator Bidang Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Muhammad Bagir Shadr,saat dihubungi
    Kompas.com
    , Jumat (21/3/2025) dini hari.
    “Beberapa massa aksi yang berada di depan menjadi korban. Mereka dipukul dan mengalami luka. Ada yang kepalanya bocor hingga tidak sadarkan diri,” kata dia.
    Salah satu peserta aksi yang berada di barisan depan juga mengalami pemukulan oleh aparat hingga kacamatanya terjatuh dan hilang.
    Pengesahan RUU TNI
    agaknya menambah panjang daftar RUU dan kebijakan yang diambil pemerintah dan DPR tanpa mempertimbangkan suara publik.
    Ketua Umum Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyatakan, DPR dan pemerintah telah menjadi tirani karena membahas hingga mengesahkan RUU TNI secepat kilat tanpa bisa menerima kritik. 
    “YLBHI mengecam keras pengesahan ini, walau kami sadar dan sudah memprediksi pembahasan dan pengesahan RUU TNI akan dilakukan dengan cara kilat dan inkonstitusional seperti ini,” kata Isnur dalam keterangannya, Kamis.
    “Ini pola yang sudah terlihat di DPR sejak Revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, UU Minerba, hingga UU BUMN. DPR bersama pemerintah telah menjadi tirani, di mana tak mentolerir perbedaan dan kritik,” ujarnya lagi.
    Isnur memandang bahwa partai politik yang berada di parlemen tak berbeda dengan pemerintah. Bahkan, menurut dia, partai politik itu kini mengikuti selera penguasa.
    “Partai-partai melalui fraksinya selayak kerbau dicucuk hidung, ikut dengan selera penguasa,” katanya.
    YLBHI juga melihat bahwa suara dan kegelisahan rakyat tak lagi menjadi pedoman maupun acuan dalam membuat Undang-Undang.
    Menurut Isnur, prinsip dan semangat negara hukum demokratis yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tak lagi menjadi dasar dan kerangka dalam menyusun UU serta berargumentasi.
    “Bahkan, suara Mahkamah Konstitusi yang berulang menegur praktik penyusunan Undang-Undang yang inkonstitusional juga tak didengar,” ujar Isnur.
    Senada dengan Isnur, Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad juga menilai RUU TNI disahkan tanpa mempertimbangkan suara publik.
    Bahkan, publik tidak dapat mengakses dokumen resmi RUU TNI yang disahkan oleh DPR.
    “Kita enggak tahu ya, karena sampai hari ini tidak di-
    upload
    ke publik naskahnya, tidak bisa diakses oleh publik dan apalagi kita perbincangkan,” ujar Hussein.
    “Jadi sampai detik ini, naskah yang resmi, yang bisa kita percaya bahwa itu benar-benar yang disahkan, itu belum bisa kita terima,” kata dia.
    Oleh sebab itu, menurut Hussein, tidak ada yang bisa menjamin bahwa RUU TNI akan menjamin supremasi sipil tetap terjaga.
    “Belum tentu. Kita masih harap-harap cemas ya dalam kondisi ini karena kita belum bisa lihat apa pasalnya,” ujar Hussein.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Bawa Satu Koper Dokumen dari Kantor DPRD OKU

    KPK Bawa Satu Koper Dokumen dari Kantor DPRD OKU

    BATURAJA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa satu koper berisi dokumen sitaan hasil penggeledahan di kantor DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Penggeledahan ini  terkait kasus suap sembilan proyek di Dinas PUPR.

    Kepala Bagian (Kabag) Persidangan DPRD OKU, Ikbal Ramadhan membenarkan hari ini pihaknya menerima dan memfasilitasi tim dari KPK.

    Petugas dari KPK dengan seragam rompi khusus bertuliskan KPK mendatangi gedung DPRD OKU sekitar pukul 10.00 WIB.

    Tim KPK melakukan penggeledahan di beberapa ruangan antara lain ruang Badan Anggaran (Banggar), Badan Musyawarah (Banmus) dan Bagian Persidangan Sekretariat DPRD OKU serta ruang Bagian Umum dan Keuangan Sekretariat DPRD OKU.

    Setelah melakukan penggeledahan selama beberapa jam, tim dari KPK membawa satu koper berisi sejumlah dokumen yang berkaitan dengan pembahasan APBD 2025.

    “Mereka sudah melakukan pemeriksaan di beberapa ruangan seperti ruang Banmus, Banggar, beberapa ruang fraksi dan ruangan sekretariat. Tim KPK juga meminta beberapa dokumen yang diperlukan terkait pembahasan APBD 2025,″ jelas Ikbal dilansir ANTARA, Kamis, 20 Maret.

    Saat proses penggeledahan, tidak ada satu pun anggota dewan yang hadir karena sedang melakukan kunjungan kerja ke berbagai daerah di Indonesia.

    “Para unsur pimpinan dan anggota dewan tidak berada di tempat karena sedang melakukan kunjungan kerja ke beberapa daerah,” jelas Ikbal.

    KPK sebelumnya menetapkan tiga anggota DPRD OKU, Sumatera Selatan sebagai tersangka atas kasus suap proyek yang ada di Dinas PUPR OKU.

    Ketiganya adalah Anggota Komisi III DPRD OKU (FJ), Ketua Komisi III DPRD OKU (FH) dan Ketua Komisi II DPRD OKU (UH).

    KPK juga menetapkan Kepala Dinas PUPR OKU (Nov) sebagai tersangka bersama dua orang tersangka dari kalangan swasta, yaitu MFZ dan ASS.

    Kasus ini mencuat setelah sejumlah anggota DPRD OKU yaitu FJ, FH, dan UH diduga meminta jatah pokok pikiran (pokir) dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) OKU tahun 2025.

    KPK mengungkap jatah pokir tersebut disepakati untuk dialihkan menjadi proyek fisik yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU dengan nilai awal mencapai Rp40 miliar.

    Namun, akibat keterbatasan anggaran, jumlah tersebut dikurangi menjadi Rp35 miliar, dengan besaran fee proyek tetap disepakati sebesar 20 persen atau senilai Rp7 miliar.

    Setelah kesepakatan tersebut, anggaran Dinas PUPR OKU mengalami lonjakan drastis dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar yang diduga akibat adanya kompromi politik terkait jatah proyek bagi anggota DPRD.

    Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Sabtu (15/3/2025) tersebut, KPK menyita uang tunai sebesar Rp2,6 miliar dari para pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka untuk dijadikan barang bukti.

  • Ketua KPK Dukung Bikin Penjara di Pulau Terpencil untuk Koruptor

    Ketua KPK Dukung Bikin Penjara di Pulau Terpencil untuk Koruptor

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto ingin membuat penjara di pulau terpencil khusus koruptor. Ketua KPK Setyo Budiyanto mendukung usulan itu dan mendorong pengelolaan lapas untuk diperbaiki.

    “Mendukung. Tapi sebelum ada pembangunan, pengelolaan lapas napi tipikor yang sudah ada, pengelolaannya diperbaiki sesuai aturan,” kata Setyo kepada detikcom, Kamis (20/3/2025).

    Setyo menyebut perihal ini adalah kewenangan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.

    “Sudah ada Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan sesuai bidang tugasnya,” katanya.

    Sebelumnya, rencana Prabowo itu disampaikan saat meluncurkan tunjangan guru ASN daerah di Plaza Insan Berprestasi, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2035). Prabowo mengatakan koruptor membuat para guru menjadi susah.

    “Saudara-saudara, koruptor-koruptor itulah yang buat guru-guru susah, dokter-dokter susah, perawat-perawat susah, petani susah. Karena itu, terima kasih dukungan Saudara-saudara,” kata Prabowo.

    Untuk itu, Prabowo berencana membangun penjara untuk koruptor. Penjara ini didesain secara khusus agar para koruptor tidak bisa leluasa keluar, apa lagi kabur.

    “Saya nanti juga akan sisihkan dana, saya akan bikin penjara yang sangat, pokoknya sangat kokoh, di suatu tempat, yang terpencil, mereka nggak bisa keluar malam hari. Kita akan cari pulau, kalau mereka mau keluar, biar ketemu sama hiu,” imbuhnya.

    (azh/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Setahun Lebih Berstatus Tersangka, Apa Kabar Penanganan Kasus Firli Bahuri? – Page 3

    Setahun Lebih Berstatus Tersangka, Apa Kabar Penanganan Kasus Firli Bahuri? – Page 3

    Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Mabes Polri membuka peluang akan mengambil alih kasus Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dari Polda Metro Jaya.

    Diketahui, sejak Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto, berjanji akan menyelesaikan kasus korupsi Firli dalam waktu maksimal dua bulan, belum ada perkembangan signifikan dalam penyelidikan.

    “Dimungkinkan bisa ditarik,” ujar Kakortas Tipikor Polri, Irjen Cahyono Wibowo, kepada wartawan, Kamis (13/2/2025).

    Cahyono menjelaskan bahwa hingga saat ini kasus dugaan pemerasan Firli terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) masih ditangani oleh penyidik Polda Metro Jaya.

    Terlebih, pemeriksaan terakhir terhadap Firli yang sudah dijadwalkan batal karena ketidakhadirannya. Cahyono pun menyebut bahwa opsi menjemput paksa Firli tetap terbuka.

    “Perintah membawa mungkin ada, ada dimungkinkan,” sebut Cahyono.

    Jenderal polisi bintang dua itu juga menyatakan tidak ada kendala dalam pengusutan korupsi eks ketua KPK itu. Pun penyidik juga telah mengantongi alat bukti terkait dengan pemerasan terhadap SYL.

    “Secara kualitas saya melihat didasarkan alat bukti ini cukup kuat. Alat buktinya juga punya kualitas yang baik sehingga kami punya kesimpulan dan keyakinan bahwa ini bisa selesai,” Cahyono menandaskan.

  • KPK: Penggeledahan Visi Law Office Terkait Dugaan Aliran Uang SYL

    KPK: Penggeledahan Visi Law Office Terkait Dugaan Aliran Uang SYL

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah kantor hukum Visi Law Office terkait penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL). Penggeledahan itu disebut terkait dugaan aliran uang SYL. 

    “Perkara TPPU tentu kita akan melacak ke mana saja uang hasil dugaan tindak pidana korupsi itu mengalir,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/3/2025). 

  • KPK Cecar Andi Narogong Soal Aliran Duit Proyek e-KTP dari Paulus Tannos ke Anggota DPR

    KPK Cecar Andi Narogong Soal Aliran Duit Proyek e-KTP dari Paulus Tannos ke Anggota DPR

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang dari Direktur PT Sandipala Arthapura, Paulus Tannos dan konsorsium proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) kepada anggota DPR RI.

    Langkah ini dilakukan dengan memeriksa Andi Agustinus alias Andi Narogong yang merupakan eks narapidana kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) sebagai saksi pada Rabu, 19 Maret kemarin. Permintaan keterangan ini dilakukan di di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

    “AN didalami terkait komitmen fee dari tersangka PT dan konsorsium ke anggota DPR,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 20 Maret.

    Adapun Andi tidak bicara apapun usai menjalani pemeriksaan. Dia memilih mengambil langkah seribu dari kejaran pewarta yang sudah menunggu.

    Selain Andi, komisi antirasuah juga sudah memanggil Sugiharto yang merupakan eks Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Ditjen Dukcapil dalam kasus korupsi e-KTP pada Senin, 17 Maret kemarin. Dia dimintai keterangan sebagai saksi dan memenuhi panggilan meski belum dirinci hasilnya.

    Sama seperti Andi, Sugiharto juga pernah terjerat dalam kasus ini. Dia kemudian bebas bersyarat pada 2024 setelah dihukum 15 tahun penjara di tingkat kasasi pada 2017.

    Diberitakan sebelumnya, kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP ini merugikan negara hingga Rp2,3 triliun jika merujuk laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    Kasus ini menyeret nama sejumlah petinggi di kementerian seperti mantan Dirjen Dukcapil Irman dan mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri Sugiharto. Selain itu, ada juga nama mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota Komisi III DPR Fraksi Hanura Miryam S Haryani, mantan anggota Komisi III DPR Markus Nari.

    Adapun KPK terakhir kali menetapkan empat tersangka baru dalam kasus e-KTP pada Agustus 2020 lalu. Mereka adalah mantan anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) sekaligus Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Husni Fahmi, dan Dirut PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tanos.

  • Kasus LPEI, KPK Sita 24 Aset Senilai Rp 882,5 Miliar

    Kasus LPEI, KPK Sita 24 Aset Senilai Rp 882,5 Miliar

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita 24 aset terkait penyidikan kasus pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Aset-aset tersebut diduga punya afiliasi dengan pihak tersangka dalam kasus LPEI ini. 

    “KPK telah melakukan penyitaan aset atas nama perusahaan yang terafilisasi dengan tersangka,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/3/2025). 

    Disebutkan Asep, 22 aset yang disita terkait kasus LPEI terletak di Jabodetabek, sedangkan dua aset lainnya di Surabaya. Nilai seluruh aset itu mencapai ratusan miliar rupiah. 

    “Terhadap ke-24 aset tersebut dilakukan penilaian berdasarkan ZNT senilai Rp 882.546.180.000,” ujar Asep. 

    KPK menduga telah terjadi benturan kepentingan antara direktur LPEI dengan pihak PT Petro Energy selaku debitur. Diduga ada kesepakatan awal demi mempermudah proses pemberian kredit. 

    Total ada lima orang tersangka dalam kasus LPEI tersebut yaitu Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi (DW), Direktur Pelaksana IV Arif Setiawan (AS), Komisaris Utama PT Petro Energy (PE) Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho (NN), dan konsultan, Susy Mira Dewi (SMD).

  • KPK Dalami Aliran Dana Kasus e-KTP ke DPR Saat Periksa Andi Narogong

    KPK Dalami Aliran Dana Kasus e-KTP ke DPR Saat Periksa Andi Narogong

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan aliran dana atau fee terkait kasus korupsi pengadaan e-KTP dari tersangka Paulus Tannos ke anggota DPR.

    Dugaan ini menjadi fokus pemeriksaan terhadap Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang hadir sebagai saksi dalam kasus tersebut pada Rabu (19/3/2025).

    “Commitment fee dari Tannos dan konsorsium ke anggota DPR,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Kamis (20/3/2025).

    Andi Narogong Bungkam seusai Pemeriksaan

    Setelah menjalani pemeriksaan terkait kasus korupsi e-KTP, Andi Narogong memilih tidak memberikan komentar kepada awak media dan langsung meninggalkan lokasi.

    Andi Narogong sebelumnya telah menjalani proses hukum atas keterlibatannya dalam kasus e-KTP. Mahkamah Agung (MA) memperberat hukumannya menjadi 13 tahun penjara, lebih berat dua tahun dari putusan banding Pengadilan Tinggi Jakarta yang menjatuhinya hukuman 11 tahun penjara.

    Vonis MA: 13 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar

    Berdasarkan laman kepaniteraan.mahkamahagung.go.id, putusan kasasi terhadap Andi Narogong diputus pada 16 September 2018 oleh Majelis Hakim Agung Mohamad Askin, Leopold Hutagalung, dan Surya Jaya.

    Dalam putusannya, MA menyatakan Andi Narogong terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam korupsi proyek e-KTP. Ia dijatuhi hukuman 13 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar US$ 2,15 juta dan Rp 1,186 miliar subsider 3 tahun kurungan.

    KPK masih terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap aliran dana dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam skandal kasus korupsi e-KTP.