Kementrian Lembaga: KPK

  • Hakim Tolak Eksepsi Hasto Kristiyanto, Sidang Lanjut ke Pembuktian

    Hakim Tolak Eksepsi Hasto Kristiyanto, Sidang Lanjut ke Pembuktian

    Jakarta

    Majelis hakim menolak eksepsi atau nota keberatan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Sidang kasus dugaan suap pengurusan penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan itu dilanjutkan ke tahap pembuktian.

    “Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum Terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima,” ujar ketua majelis hakim Rios Rahmanto saat membacakan amar putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (11/4/2025).

    Hakim menyatakan eksepsi Hasto masuk materi pokok perkara. Hakim memerintahkan jaksa menghadirkan saksi dalam sidang selanjutnya.

    “Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst atas nama Terdakwa Hasto Kristiyanto berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut di atas,” imbuh hakim.

    KPK sebelumnya mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.

    Selain itu, Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.

    (mib/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Menanti Janji Ekstradisi Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos

    Menanti Janji Ekstradisi Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos

    Bisnis.com, JAKARTA – Sudah dua bulan berselang sejak surat permintaan diteken Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, ekstradisi buron kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos tak kunjung terealisasi. 

    Surat permintaan ekstradisi Paulus Tannos diteken pada Februari 2025. Bahkan, Supratman mengaku bahwa pemulangan Paulus Tannos merupakan salah satu isu aktual yang menjadi fokus dalam kementeriannya itu. 

    “Saya juga sudah menandatangani surat untuk permintaan ekstradisi yang bersangkutan [Paulus Tannos],” ujarnya dalam rapat, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).

    Pemulangan buronan, khususnya kasus korupsi, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk memulangkan Paulus Tannos, Kementerian Hukum telah berkoordinasi dan berkomunikasi dengan seluruh aparat penegak hukum (APH) terkait, mulai dari KPK, Kejagung, hingga Polri.

    Namun, belum ada kepastian kapan seluruh dokumen dan syarat-syarat yang dibutuhkan dapat selesai atau rampung untuk diserahkan kepada pemerintah Singapura. 

    “Kami bersama-sama semua untuk melengkapi dokumen supaya secepatnya dan alhamdulillah kemarin harusnya sih dokumennya Insyaallah sesegera mungkin,” tuturnya kala itu. 

    Eks Ketua Baleg DPR ini menuturkan dirinya telah berkonsultasi dengan Jaksa Agung terkait dengan letter confirmation dan sudah dikirimkan kepada Kementerian Hukum sebagai kelengkapan persyaratan ekstradisi.

    Menurutnya, adanya peluang Paulus Tannos diekstradisi lantaran tak lepas dari hubungan baik antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Singapura. 

    Kemudian juga terus dilakukaan koordinasi antara KPK dan Kementerian Hukum, karena nanti yang mengirim surat permohonan untuk ekstradisi adalah kementerian Hukum. Sementara itu, perihal teknisnya akan ditangani oleh KPK dan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri.

    “Harus optimis [dikabulkan ekstradisi]. Kan ini dua negara sahabat dan sudah menandatangani perjanjian ekstradisi,” pungkasnya.

    Was-was Menanti Kabar dari Singapura 

    Supratman menjelaskan, dokumen-dokumen permohonan ekstradisi itu akan dihadirkan di Pengadilan Singapura. Untuk diketahui, Paulus mengajukan gugatan terhadap penahanan sementaranya oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). 

    Politisi Partai Gerindra itu mengatakan bahwa pemerintah Singapura bakal menginformasikan pemerintah Indonesia apabila ada kekurangan di sisi pemberkasan. 

    “Prinsipnya ada yang kurang pasti disampaikan ke kita, tetapi sepengetahuan saya semua yang dibutuhkan sudah kami lengkapi semua,” kata Supratman. 

    Adapun mantan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Divisi Hubungan Internasional Polri akan menjemput Tannos dari Singapura, apabila putusan pengadilan menolak gugatan buron itu. 

    Untuk diketahui, Paulus ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di Bandara Changi pada 17 Januari 2024. 

    Adapun Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    Dia diduga mengganti identitasnya dan memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

    Adapun, Tannos dan Miryam adalah dua dari empat orang tersangka baru kasus e-KTP yang ditetapkan pada 2019 silam. Dua tersangka lainnya yakni Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya serta Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi telah dieksekusi ke lapas usai mendapatkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. 

    Pada kasus tersebut, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Tannos diduga diperkaya Rp145,85 miliar; Miryam Haryani diduga diperkaya US$1,2 juta; manajemen bersama konsorsium PNRI sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar; Husni Fahmi diduga diperkaya senilai US$20.000 dan Rp10 juta.

    Komisi Pemberantasan Korupsi turut menduga bahwa tersangka Isnu berkongkalikong dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan PPK Kemendagri Sugiharto dalam mengatur pemenang proyek.

    Isnu meminta agar perusahaan penggarap proyek ini nantinya bersedia memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri agar bisa masuk dalam konsorsium penggarap e-KTP. 

    Adapun, konsorsium itu adalah Perum PNRI, PT Sandipala Arthaputra, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, dan PT Sucofindo. Pemimpin konsorsium disepakati berasal dari BUMN, yaitu PNRI agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan KTP-el.

    Atas perbuatannya, semua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    Sebelum penetapan tersangka baru sekitar enam tahun yang lalu, KPK telah menetapkan tersangka hingga membawa sederet pihak ke pengadilan salah satunya mantan Ketua DPR Setya Novanto. 

    KPK Usut Commitment Fee Kasus E-KTP

    Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya memeriksa pengusaha Andi Narogong dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP pada Rabu (19/3/2025). 

    Andi dihadirkan sebagai saksi untuk buron kasus e-KTP Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos (PLS). Paulus kini masih dalam tahanan sementra otoritas Singapura dan menggugat penahanannya di pengadilan setempat. 

    Pada pemeriksaan Andi, KPK mendalami dugaan soal adanya commitment fee pada proyek e-KTP yang berasal dari Tannos untuk anggota DPR.

    “Hasil pemeriksaan Andi Narogong: Commitment fee dari Tannos dan konsorsium ke anggota DPR,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto.

    Saat ini, KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. Berdasarkan catatan Bisnis, hanya Miryam yang belakangan ini sudah kembali diperiksa penyidik KPK. 

    Sementara itu, usai ditangkap dan ditahan oleh otoritas Singapura, Tannos saat ini masih menjalani proses persidangan terkait dengan gugatan atas penahanannya. Pihak pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Kementerian Hukum pun telah melengkapi seluruh berkas permohonan ekstradisi Tannos ke pemerintah Singapura. 

    Pada keterangan terpisah, Tessa menyebut proses yang bergulir di Singapura dan pemeriksaan saksi untuk Tannos dilakukan beriringan agar penyidikan bisa segera dirampungkan. 

    “Bila nanti yang bersangkutan jadi diekstradisi ke Indonesia, maka berkasnya sudah siap dan tinggal dilimpahkan. Jadi sudah tidak perlu lagi ada proses lebih lanjut kecuali pemeriksaan sebagai tersangka,” ungkap Tessa. 

  • Usut Dugaan Korupsi Iklan BJB, KPK Jadwalkan Pemanggilan Ridwan Kamil

    Usut Dugaan Korupsi Iklan BJB, KPK Jadwalkan Pemanggilan Ridwan Kamil

    PIKIRAN RAKYAT – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika memastikan, pihaknya akan memanggil Mantan Gubernur, Ridwan Kamil terkait dugaan korupsi proyek pengadaan iklan pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten atau Bank BJB periode 2021-2023.

    Pemanggilan terhadap Ridwan Kamil berhubungan dengan alat bukti yang disita oleh KPK beberapa waktu lalu.

    “Tentu akan ada klarifikasi dari yang bersangkutan (Ridwan Kamil) mengenai alat bukti yang sudah disita dari rumah yang bersangkutan,” kata Tessa di Jakarta, Kamis, 10 April 2025 seperti dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara.

    Dalam kesempatan itu, Tessa belum menjelaskan jadwal pemanggilan Ridwan. Namun, dirinya meminta semua pihak menunggu pemeriksaan dalam kasus itu.

    KPK Masih Periksa Internal Bank BJB

    Hingga saat ini, KPK belum selesai memeriksa saksi-saksi internal Bank BJB, termasuk pihak vendor yang memenangkan pengadaan iklan tersebut.

    “Belum selesai. Pemeriksaan masih berlangsung,” katanya.

    Sebelumnya, Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo mengatakan, pihaknya akan memeriksa RK usai periksaan internal Bank BJB dan vendor.

    “Terhadap Ridwan Kamil, akan kami jadwalkan sesegera mungkin usai pemeriksaan saksi-saksi dari internal BJB dan vendor yang memenangkan pengadaan tersebut,” kata Budi di Jakarta, Jumat, 21 Maret 2025.

    Untuk diketahui, KPK pada 10 Maret 2025 telah menggeledah kediaman Ridwan Kamil guna penyelidikan lebih lanjut kasus dugaan korupsi pada Bank BJB. Lembaga antirasuah itu berhasil menyita sejumlah dokumen.

    Dalam kasus tersebut, kerugiaan negara diprediksi mencapai Rp222 miliar.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Ketua KPK Buka Suara soal Masuk Tim Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Danantara – Halaman all

    Ketua KPK Buka Suara soal Masuk Tim Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Danantara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menyebut tidak ada pembahasan terkait jabatan ketua KPK yang masuk dalam struktur Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

    Untuk diketahui, Ketua KPK masuk jajaran Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Danantara bersama Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ketua Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kapolri, dan Jaksa Agung. 

    Mereka bakal memantau pengelolaan dana sebesar Rp 14 ribu triliun.

    “Belum ada pembahasan,” ujar Setyo kepada wartawan, Kamis (10/4/2025).

    Sebelumnya KPK memastikan tidak akan ada konflik kepentingan kendati mereka masuk sebagai salah satu tim Komite Pengawasan dan Akuntabilitas BPI Danantara.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, setiap keputusan yang nantinya diambil komisi antikorupsi tidak akan memengaruhi objektivitas.

    “KPK menegaskan bahwa tidak akan ada konflik kepentingan dalam kepengurusan KPK di Danantara. KPK yang terlibat dalam komite pengawasan dan akuntabilitas Danantara akan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil tidak mempengaruhi objektivitas KPK dalam menjalankan tugasnya,” kata Tessa dalam keterangannya, Senin (7/4/2025).

    Selain itu, Tessa memastikan bahwa independensi KPK dalam penegakan hukum akan tetap terjaga dengan baik. 

    Apabila terjadi korupsi di Danantara, KPK bakal mengusut permasalahan tersebut dengan objektif, meskipun lembaga antirasuah masuk dalam kepengurusan.

    “Dalam hal terjadi permasalahan hukum yang melibatkan Danantara, KPK akan bertindak secara profesional dan objektif, mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun, termasuk dalam kepengurusan tersebut,” ujar Tessa.

    Di samping itu, Tessa juga meluruskan perihal penunjukan KPK di Danantara yang disebut diwakilkan oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto.

    Tessa menjelaskan bahwa keterlibatan KPK di Danantara adalah sebagai lembaga.

    “Penunjukan KPK sebagai salah satu tim Komite Pengawasan dan Akuntabilitas BPI Danantara tersebut adalah kepada KPK sebagai institusi, bukan merujuk kepada kapasitas personal, dalam hal ini Ketua KPK Setyo Budiyanto,” katanya.

    Oleh karena itu, lanjut Tessa, setiap evaluasi, saran, dan masukan yang nantinya disampaikan KPK, adalah suatu keputusan organisasi.

    Ia mengatakan, melalui kolaborasi dengan tim Komite Pengawasan dan Akuntabilitas lainnya, yang terdiri atas ketua PPATK, ketua BPK, kepala BPKP, kapolri dan jaksa agung, KPK berkomitmen untuk terus mendukung upaya-upaya perbaikan dan pembangunan negara, dengan melaksanakan pengawasan kepada BPI Danantara secara profesional dengan mengedepankan tata kelola yang baik.

    “KPK akan terus mengevaluasi efektivitas keterlibatan KPK, untuk langkah-langkah perbaikan selanjutnya,” kata Tessa.

    Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan BPI Danantara pada Senin, 24 Februari 2025. 

    Danantara bertugas mengelola dividen BUMN bertanggung jawab langsung kepada presiden.

    Badan itu memiliki Komite Pengawasan dan Akuntabilitas yang terdiri dari ketua PPATK, ketua KPK, ketua BPKP, ketua BPK, kapolri, dan Jaksa Agung.

     

     

  • KPK dan PPATK Jamin Independensi Jika Ada Kasus Hukum Danantara

    KPK dan PPATK Jamin Independensi Jika Ada Kasus Hukum Danantara

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah ikut menyertakan sejumlah lembaga untuk masuk ke dalam Komite Pengawas dan Akuntabilitas pada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara. Dua dari lima lembaga yang diikutsertakan adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    Untuk diketahui, terdapat lima lembaga yang diikutsertakan sebagai Komite Pengawas dan Akuntabilitas Danantara yaitu Ketua KPK, Kepala PPATK, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kapolri serta Jaksa Agung.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menjelaskan, penunjukan Ketua KPK dalam komite tersebut bukan merujuk pada kapasitas personal melainkan institusi. Dia memastikan setiap evaluasi, saran dan masukan yang nantinya disampaikan KPK adalah suatu keputusan organisasi.

    “Melalui kolaborasi dengan tim Komite Pengawasan dan Akuntabilitas lainnya, yang terdiri atas Ketua PPATK, Ketua BPK, Kepala BPKP, Kapolri dan Jaksa Agung, KPK berkomitmen untuk terus mendukung upaya-upaya perbaikan dan pembangunan negara, dengan melaksanakan pengawasan kepada BPI Danantara secara profesional dengan mengedepankan tata kelola yang baik,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Kamis (10/4/2025).

    Lembaga antirasuah, terang Tessa, menyampaikan bahwa tidak akan ada konflik kepentingan kepengurusan KPK di dalam Danantara. Dia menyebut lembaganya akan memastikan setiap keputusan yang diambil tidak akan memengaruhi objektivitas KPK.

    Tessa juga memastikan independensi KPK dalam penegakan uhkum akan tetap terjaga. Dia menjamin apabila ada kasus yang menjerat Danantara, maka KPK akan tetap bersifat objektif dan profesional.

    “Dalam hal terjadi permasalahan hukum yang melibatkan Danantara, KPK akan bertindak secara profesional dan objektif, mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun, termasuk dalam kepengurusan tersebut,” ujarnya.

    Di sisi lain, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa lembaganya juga memiliki independensi dalam melaksanakan tugas dan fungsi organisasi. Hal itu termasuk dalam menjalankan fungsi pengawasan dan akuntabilitas Danantara.

    “Menjadi bagian dari Danantara dalam rangka memenuhi harapan Bapak Presiden serta publik agar akuntabilitas dapat dijaga sedini mungkin dalam setiap proses bisnis/organisasi yang dilakukan oleh Danantara,” ujar Ivan kepada wartawan, Kamis (10/4/2025).

    Menurut Ivan, keberadaan komite tersebut di mana PPATK menjadi salah satu bagian darinya merupakan bukti pemerintah memegang prinsip zero tolerance terhadap segala bentuk penyimpangan.

    Sebagaimana disampaikan KPK, Ivan menyebut lembaganya juga akan tetap menjalankan fungsinya apabila ditemukan permasalahan hukum di Danantara.

    “Dalam hal terjadi permasalahan hukum, rezim APU-PPT-PSPM yang menjadi lingkup tugas dan kewenangan PPATK akan menjalankan fungsinya secara independen untuk melakukan penegakkan hukum sesuai aturan yang berlaku,” jelasnya.

    Untuk diketahui, Danantara resmi diluncurkan pada 24 Februari lalu. Sovereign wealth fund (SWF) baru RI itu mengelola aset-aset BUMN ratusan triliun rupiah. Danantara baru saja resmi menggenggam portofolio aset saham 13 emiten BUMN senilai total Rp761,8 triliun melalui perusahaan Holding Operasional PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) atau BKI, melalui proses inbreng.

    CEO Danantara, yang juga Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani berharap agar seluruh proses yang akan dijalankan setelah proses pengalihan saham tersebut lancar dan memicu sentimen positif dari pasar.

    “Kita akan selalu menjaga itu sehingga sentimen positif ini bisa terus terjaga. Ini bisa kami buktikan dengan mengutamakan tata kelola usaha yang benar, transparansi, akuntabilitas dan juga integrita,” kata Rosan saat ditemui pada sela acara gelar griya di rumah dinasnya, Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Selasa (1/4/2025).

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, pada 22 Maret 2025, pemerintah resmi mengalihkan saham mayoritas di 13 BUMN berstatus perusahaan terbuka dari Negara RI ke PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) atau BKI sebagai bagian dari pembentukan Holding Operasional Danantara.

    Pengalihan itu merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 15/2025 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Biro Klasifikasi Indonesiauntuk pendirian Holding Operasional. 

    PP tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang No. 1/2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang- Undang No. 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara RI melalui Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).

    Pengalihan saham dengan skema inbreng kepada BKI dilaporkan manajemen 13 emiten BUMN melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia pada Senin (24/3/2025).

    Adapun, 13 BUMN itu termasuk 4 emiten bank BUMN dan 4 emiten kontraktor BUMN. Empat anggota bank pelat merah ialah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia(Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN).

    Selanjutnya, empat emiten BUMN karya, yaitu PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI), dan PT PP (Persero) Tbk. (PTPP).

    Ditambah dengan lima BUMN di sektor lainnya, yaitu PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR), PT Garuda Indonesia(Persero) Tbk. (GIAA), dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS).

  • KPK Sebut 1 Pimpinan DPR Belum Sampaikan LHKPN, Siapa Dia?

    KPK Sebut 1 Pimpinan DPR Belum Sampaikan LHKPN, Siapa Dia?

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan masih ada satu dari lima pimpinan DPR periode 2024-2029 yang belum menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tahun pelaporan 2024. Padahal, batas akhir waktunya penyampaiannya jatuh pada Jumat (11/4/2025) besok. 

    “Untuk informasinya, empat sudah, satu masih belum dan ini nanti kita akan update lagi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (10/4/2025). 

    KPK belum berencana melayangkan teguran terhadap yang bersangkutan. Hal itu mengingat, masih ada waktu baginya untuk menyampaikan LHKPN tepat waktu hingga besok. “Peneguran tentunya akan dilakukan bila adanya keterlambatan. Masih ada waktu satu hari lagi,” ujar Tessa. 

    Sementara itu, hingga 9 April 2025, KPK mencatat masih terdapat 16.867 penyelenggara negara atau wajib lapor yang belum menyampaikan LHKPN. Dari eksekutif, yang belum menyampaikan LHKPN sebanyak 12.423 orang; dari legislatif ada 3.456 orang; dari yudikatif ada 7 orang; dari BUMN/BUMD ada 981 orang. 

    KPK telah memperpanjang batas akhir waktu pelaporan LHKPN menjadi 11 April 2025. Dengan perpanjangan ini, para wajib lapor dapat patuh menyampaikan LHKPN, baik dalam hal ketepatan waktu maupun kebenaran aset dan harta yang dilaporkan. 

    KPK juga mengimbau pimpinan atau satuan pengawas internal pada masing-masing lembaga untuk proaktif memantau dan mengawasi kepatuhan pelaporan LHKPN. KPK siap membantu dan mendampingi jika ada kendala yang dihadapi para wajib lapor dalam menyampaikan LHKPN. 

    “Di sisi lain, KPK menyampaikan apresiasi kepada para PN/WL yang telah melaksanakan kewajiban pelaporan LHKPN ini, yakni sebanyak 399.925 PN/WL. Kepatuhan dalam pelaporan LHKPN ini menjadi salah satu teladan baik dalam langkah awal pencegahan korupsi,” ujar Tessa. 

    KPK selanjutnya akan melakukan verifikasi administratif atas LHKPN yang telah dilaporkan. Jika telah dinyatakan lengkap, LHKPN tersebut akan dipublikasikan agar publik dapat mengaksesnya sebagai bentuk transparansi.

  • KPK Catat 16.867 Pejabat Belum Lapor LHKPN

    KPK Catat 16.867 Pejabat Belum Lapor LHKPN

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat 16.867 penyelenggara negara belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), jelang batas akhir pelaporan 11 April 2025. 

    Berdasarkan data KPK yang ditarik per 9 April 2025, 16.867 penyelenggara negara wajib lapor (WL) LHKPN itu sebesar 4% dari total WL LHKPN sebanyak 416.723 orang. 

    Batas waktu pelaporan sebelumnya sudah diperpanjang hingga 11 April, dari sebelumnya 31 Maret 2025. Perpanjangan dilakukan karena masih libur Idulfitri 2025. 

    “KPK berharap melalui perpanjangan batas waktu pelaporan hingga 11 April 2025 ini, para PN/WL dapat menyampaikan LHKPN-nya secara patuh, baik patuh terkait ketepatan waktu maupun patuh dalam kebenaran dan kelengkapan aset dan harta yang dilaporkan dalam LHKPN,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (10/4/2025). 

    Secara terperinci, total WL LHKPN dari cabang eksekutif yang sudah menyampaikan LHKPN ke KPK sebanyak 320.647 orang dari total 333.027 WL. Tingkat pelaporannya sebesar 96,28%. Masih ada 12.423 orang WL yang belum lapor. 

    Sementara itu, terdapat 17.439 orang dari total 20.877 orang WL dari cabang legislatif yang sudah menyampaikan LHKPN. Tingkat pelaporannya mencapai 83,53%, dengan sebanyak 3.456 WL belum melapor. 

    Dari ribuan orang WL legislatif yang belum melapor itu, satu di antaranya adalah pimpinan DPR RI. Namun, dia tak mengungkap lebih lanjut siapa pimpinan DPR yang belum menyampaikan LHKPN ke KPK. 

    “Untuk informasinya, empat [pimpinan DPR, red] sudah, satu masih belum, dan ini nanti kita akan update lagi,” ujarnya. 

    Kemudian, 17.925 WL dari total 17.931 WL cabang yudikatif sudah menyampaikan LHKPN ke KPK. Tingkat pelaporannya merupakan yang tertinggi yaitu 99,97%, dengan tujuh orang WL yang belum melaporkan harta kekayaannya ke KPK. 

    Selanjutnya, terdapat 43.914 dari 44.888 wajib lapor dari BUMN/BUMD yang tercatat telah menyampaikan LHKPN. Tingkat pelaporannya mencapai 97,83%, di mana terdapat 981 orang WL yang belum menyampaikan LHKPN. 

    Lembaga antirasuah mengimbau kepada pimpinan atau satuan pengawas internal pada masing-masing institusi agar secara proaktif memantau dan mengawasi kepatuhan pelaporan LHKPN para wajib lapor di instansinya. Pihak KPK memastikan bakal membantu dan memberikan pendampingan untuk mengisi LHKPN. 

    “Atas setiap pelaporan LHKPN tersebut, KPK selanjutnya melakukan verifikasi administratif. Kemudian jika sudah dinyatakan lengkap, LHKPN akan dipublikasikan agar masyarakat dapat mengaksesnya secara terbuka sebagai bentuk transparansi,” kata Tessa. 

  • Satu Pimpinan DPR Belum Lapor LHKPN ke KPK, Batas Waktu Makin Dekat

    Satu Pimpinan DPR Belum Lapor LHKPN ke KPK, Batas Waktu Makin Dekat

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, satu dari lima pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Padahal, waktu pelaporan sudah mendekati batas akhir yaitu 11 April 2025.

    “Untuk informasinya, empat (pimpinan DPR) sudah (lapor LHKPN), satu masih belum, dan ini nanti kita akan update lagi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 10 April 2025.

    Tessa menyampaikan, KPK belum menegur pihak yang belum menyerahkan LHKPN lantaran masih tersisa satu hari lagi untuk melaporkan.

    Kendati demikian, lembaga antirasuah belum menyebut nama wakil rakyat yang belum melaporkan harta kekayaan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, satu pimpinan DPR tersebut adalah Adies Kadir dari Fraksi Golkar.

    “Peneguran tentunya akan dilakukan bila adanya keterlambatan. Masih ada waktu 1 hari lagi,” ujar Tessa.

    16 Ribu Penyelenggara Negara Belum Lapor LHKPN

    Sementara itu, Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan, masih ada 16 ribu penyelenggara negara yang belum melaporkan harta kekayaan ke lembaga antirasuah menjelang batas akhir pelaporan.

    “Per tanggal 9 April 2025, masih terdapat 16.867 penyelenggara negara atau wajib lapor yang belum menyampaikan LHKPN, dari total 416.723 wajib lapor atau masih ada sekitar 4 persen yang belum melaporkan harta kekayaannya,” kata Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Kamis, 10 April 2025.

    KPK berharap melalui perpanjangan batas waktu pelaporan hingga 11 April 2025 ini, para penyelenggara negara dan wajib lapor dapat menyampaikan LHKPN secara patuh, dalam hal ini patuh terkait ketepatan waktu maupun patuh dalam kebenaran dan kelengkapan aset serta harta yang dilaporkan dalam LHKPN.

    “KPK juga mengimbau kepada pimpinan atau satuan pengawas internal pada masing-masing institusi agar secara proaktif memantau dan mengawasi kepatuhan pelaporan LHKPN para PN/WL di instansinya,” ujar Budi.

    Budi menuturkan, jika dalam pengisian dan pelaporan LHKPN mengalami kendala, KPK juga terbuka untuk melakukan perbantuan dan pendampingan. Di sisi lain, KPK menyampaikan apresiasi kepada 399.925 penyelenggara negara dan wajib lapor yang telah melaksanakan kewajiban melaporkan LHKPN.

    “Kepatuhan dalam pelaporan LHKPN ini menjadi salah satu teladan baik dalam langkah awal pencegahan korupsi,” tuturnya.

    Dari bidang eksekutif terdapat 320.647 yang sudah lapor dari total 333.027 wajib lapor, sehingga masih ada 12.423 penyelenggara negara dan wajib lapor yang belum lapor atau persentase pelaporannya mencapai 96,28 persen.

    “Sementara, pada bidang Legislatif tercatat 20.877 jumlah wajib lapor, dimana 17.439 diantaranya telah melapor atau masih ada 3.456 yang belum melapor, sehingga persentase pelaporannya 83,53 persen,” ucap Budi.

    Kemudian pada bidang yudikatif, kata Budi, terdapat 17.931 jumlah wajib lapor, sebanyak 17.925 di antaranya telah melapor atau persentase pelaporan mencapai 99,97 persen. Dengan demikian tinggal tujuh orang yang belum menyampaikan pelaporan LHKPN.

    “Selain itu, pada BUMN/BUMD tercatat 43.914 PN/WL telah lapor dari total 44.888 wajib lapor. Dengan kata lain masih ada 981 PN/WL yang belum melapor atau persentase pelaporannya mencapai 97,83 persen,” kata Budi.

    “Atas setiap pelaporan LHKPN tersebut, KPK selanjutnya melakukan verifikasi administratif. Kemudian jika sudah dinyatakan lengkap, LHKPN akan dipublikasikan agar masyarakat dapat mengaksesnya secara terbuka sebagai bentuk transparansi,” ucapnya menambahkan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Eks Dirjen Pajak dan Sekjen Kemenkeu Bungkam Usai Diperiksa KPK di Kasus LPEI

    Eks Dirjen Pajak dan Sekjen Kemenkeu Bungkam Usai Diperiksa KPK di Kasus LPEI

    Bisnis.com, JAKARTA — Dua orang mantan direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Hadiyanto dan Robert Pakpahan bungkam usai diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit ekspor, Kamis (10/4/2025). 

    Untuk diketahui, Robert dan Hadiyanto diperiksa oleh penyidik KPK pagi hingga sore ini. Hadiyanto terpantau lebih dulu keluar dari ruang pemeriksaan KPK di lantai 2 Gedung Merah Putih sekitar pukul 15.49 WIB, sedangkan Robert diperiksa lebih lama yakni hingga 18.14 WIB. 

    Keduanya sama sekali tak berkomentar ketika meninggalkan Gedung KPK. Wartawan sempat bertanya soal apa yang didalami tim penyidik saat pemeriksaan, maupun pengetahuan kedua saksi terkait dengan kasus yang diduga merugikan keuangan negara hingga total Rp11,7 triliun itu. 

    Adapun Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto juga belum membeberkan apa saja materi pemeriksaan yang didalami penyidik terhadap Hadiyanto dan Robert. 

    “Ya nanti kita akan update secepat mungkin, tapi yang jelas dua saksi hari ini untuk perkara LPEI telah hadir dan masih ada yang dilakukan pemeriksaan,” ungkap Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (10/4/2025), sore. 

    Adapun Hadiyanto dan Robert diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk para tersangka yang telah ditetapkan KPK. Berdasarkan penelusuran Bisnis, kedua mantan direktur LPEI itu pernah menjabat sebagai eselon I Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Hadiyanto pernah menjabat sebagai Sekjen dan Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu, sedangkan Robert pernah menjabat Dirjen Pajak. 

    Di sisi lain, keduanya juga pernah menjabat sebagai komisaris di beberapa BUMN. Hadiyanto pernah menduduki komisaris di PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. sementara itu Robert kini masih menjabat komisaris PT Danareksa (Persero). 

    Sejauh ini, lembaga antirasuah telah menetapkan sebanyak lima orang tersangka. Dua mantan direktur LPEI yang ditetapkan tersangka adalah bekas Direktur Pelaksana LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Arif Setiawan (AS). 

    Kemudian, tiga orang berasal dari salah satu debitur LPEI, PT Petro Energy yakni pemilik perusahaan Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama Newin Nugroho (NN) serta Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD). 

    Pada konferensi pers, Kamis (20/3/2025), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut PT PE menerima kucuran dana kredit ekspor senilai total sekitar Rp846 miliar. Nilai itu diduga merupakan kerugian keuangan negara pada kasus LPEI khusus untuk debitur PT PE.

    Kredit itu terbagi dalam dua termin pencairan yakni outstanding pokok Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) I PT PE senilai US$18 juta, dan dilanjutkan dalam bentuk rupiah yakni Rp549 miliar. 

    Kasus LPEI yang melibatkan PT PE hanya sebagian dari debitur yang diduga terindikasi fraud. Total ada 11 debitur LPEI yang diusut oleh KPK saat ini. Dugaan fraud terkait dengan 11 debitur itu berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp11,7 triliun. 

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugaian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” kata Kasatgas Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers sebelumnya. 

  • 16.867 Pejabat Belum Sampaikan LHKPN hingga Jelang Batas Akhir

    16.867 Pejabat Belum Sampaikan LHKPN hingga Jelang Batas Akhir

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan masih banyak penyelenggara negara (PN) dan wajib lapor (WL) yang belum menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tahun pelaporan 2024. Lembaga antikorupsi itu mengingatkan mereka untuk segera menyampaikan laporan tersebut. 

    “Adapun per tanggal 9 April 2025, masih terdapat 16.867 PN atau WL yang belum menyampaikan LHKPN dari total 416.723 wajib lapor, atau masih ada sekitar 4% yang belum melaporkan harta kekayaannya,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (10/4/2025). 

    Dari eksekutif, yang belum menyampaikan LHKPN sebanyak 12.423 orang, dari legislatif ada 3.456 orang, dari yudikatif ada tujuh orang, dan dari BUMN/BUMD ada 981 orang. 

    KPK telah memperpanjang batas akhir waktu pelaporan LHKPN menjadi 11 April 2025. Dengan perpanjangan ini, para wajib lapor dapat patuh menyampaikan LHKPN, baik dalam hal ketepatan waktu maupun kebenaran aset dan harta yang dilaporkan. 

    KPK juga mengimbau pimpinan atau satuan pengawas internal pada masing-masing lembaga untuk proaktif memantau dan mengawasi kepatuhan pelaporan LHKPN. KPK siap membantu dan mendampingi jika ada kendala yang dihadapi para wajib lapor dalam menyampaikan LHKPN. 

    “Di sisi lain, KPK menyampaikan apresiasi kepada para PN atau WL yang telah melaksanakan kewajiban pelaporan LHKPN ini, yakni sebanyak 399.925 PN atau WL. Kepatuhan dalam pelaporan LHKPN ini menjadi salah satu teladan baik dalam langkah awal pencegahan korupsi,” ujar Tessa. 

    KPK selanjutnya akan melakukan verifikasi administratif atas LHKPN yang telah dilaporkan. Jika telah dinyatakan lengkap, LHKPN tersebut akan dipublikasikan agar publik dapat mengaksesnya sebagai bentuk transparansi.