Kementrian Lembaga: KPK

  • Ganjar dan Djarot Hadiri Sidang Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

    Ganjar dan Djarot Hadiri Sidang Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPP bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah PDI Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo hingga Djarot Saiful Hidayat hadir di sidang kasus Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

    Dalam kehadirannya itu, Ganjar menyatakan bahwa dirinya ingin memberikan dukungan kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada sidang lanjutan perkara suap dan perintangan penyidikan.

    “Kita selalu dukung, semangat untuk Mas Hasto bisa menghadapi ini dengan lancar dan tegar,” kata Ganjar di ruang sidang.

    Di samping itu, Ganjar juga ditemani oleh Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat. Mereka duduk berdampingan saat sidang Hasto itu berjalan.

    Sebelumya, dalam sidang ini menghadirkan eks Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman.

    Selain Arief, Eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dan mantan Anggota Bawaslu RI Agustiani Tio Fridelina juga turut dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara yang menyeret Hasto.

    Sebelumnya, Hasto didakwa oleh jaksa dalam dakwaan pertama melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024. Perkara ini juga menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku. 

    Politisi asal Yogyakarta itu didakwa melakukan perbuatannya itu, di Kantor DPP PDIP, Jakarta. Hasto diduga dengan sengaja mencegah, merintangi dan menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pada penanganan perkara tersebut.

    Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Selain itu, Hasto juga didakwa memberikan suap kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum 2017-2022 Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW 2019–2024. 

  • Ganjar Pranowo Pakai Baju Hitam Hadiri Sidang Kasus Sekjen PDIP di Pengadilan: Semangat Mas Hasto – Halaman all

    Ganjar Pranowo Pakai Baju Hitam Hadiri Sidang Kasus Sekjen PDIP di Pengadilan: Semangat Mas Hasto – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hadir langsung menyaksikan sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

    Sidang beragendakan pembuktian jaksa KPK itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

    Ganjar hadir mengenakan kemeja hitam. 

    Dia duduk pada bangku pengunjung yang berada di baris paling depan.

    Ganjar menegaskan dukungannya kepada Sekjen PDI Perjuangan itu.

    “(Mendukung Hasto) iya tentu,” ucap Ganjar.

    Dia menyampaikan agar Hasto tetap semangat untuk menghadapi persoalan yang dihadapinya.

    “Semangat Mas Hasto. Bisa menghadapi tantangan,” ucapnya sambil mengangkat tangan kanan yang terkepal.

    Tak hanya Ganjar Pranowo, beberapa kawan sesama kader PDI Perjuangan juga tampak hadir.

    Mereka diantaranya Deddy Sitorus, Guntur Romli, dan Ono Surono.

    Istri Hasto, Maria Stefani Ekowati, turut hadir mendampingi sang suami menjalani sidang lanjutan.

    Maria tampak duduk disamping Hasto sebelum persidangan dimulai.

    Agenda Sidang

    Sidang hari ini beragenda pembuktian dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Pantauan Tribunnews.com sekira pukul 08.50 WIB, menjelang sidang lanjutan untuk perkara nomor 36/Pid Sus.TPK/2025/PN Jkt.Pst itu, puluhan pasukan Satgas Cakra Buana telah hadir di Pengadilan Tipikor.

    Mereka tampak mengenakan seragam warna hitam berlogo Satgas Cakra Buana dan baret warna merah.

    Beberapa diantara personel Satgas Cakra Buana ada juga yang mengenakan kaus yang di punggungnya bertuliskan “#BebaskanHasto”.

    Di sisi lain, pihak kepolisian tampak memperketat pengamanan jelang sidang tersebut.

    Lebih dari sepuluh barrier berukuran besar dipasang di jalan raya yang berada di depan Gedung Pengadilan Tipikor.

    Masing-masing barrier tersebut berukuran sekira 2×2 meter dan dipasang sekitar 50 meter panjangnya.

    Ratusan personel kepolisian juga tampak menggelar apel di halaman Pengadilan Tipikor.

    Usai menggelar apel, kepolisian menambah piranti pengamanan, dengan memasang pagar besi di sisi depan Gedung Pengadilan Tipikor.

    Selain itu, pada pukul 09.08 WIB, pihak kepolisian menutup ruas Jalan Bungur Besar Raya yang mengarah ke Gunung Sahari menggunakan pagar besi.

    Pagar besi tersebut dipasang melintang agar tidak ada kendaraan yang melintas.

    Sedangkan, polisi masih membuka arus lalu lintas di Jalan Bungur Besar Raya yang mengarah ke Stasiun Pasar Senen. Situasi padat merayap kendaraan terjadi di ruas jalan tersebut.

    Kasus Hasto

    Seperti diketahui   Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

     

  • KPK Ungkap Febri Diansyah Pernah Ikut Ekspose Kasus Harun Masiku

    KPK Ungkap Febri Diansyah Pernah Ikut Ekspose Kasus Harun Masiku

    Jakarta

    KPK telah memeriksa pengacara Febri Diansyah terkait perkara suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku. Febri diperiksa dalam kasus itu karena sempat mengikuti ekspose atau gelar perkara dalam kasus Harun.

    “Informasinya adalah yang bersangkutan sebagai Kepala Biro Humas mengikuti salah satu ekspose, ekspose perkara yang saat ini sedang juga ditangani oleh penyidik,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan, Kamis (17/4/2025).

    Namun belum bisa dirincikan materi lebih detail dari pemeriksaan tersebut. Materi pemeriksaan detail baru bisa disampaikan di persidangan.

    “Tapi kaitannya apa, pertanyaan-pertanyaannya saya tidak bisa sampaikan karena memang merupakan materi ya,” sebutnya.

    Diketahui Febri Diansyah diperiksa KPK Senin (14/4). Usai pemeriksaan, dirinya menegaskan sudah tidak menjabat sebagai Jubir KPK saat OTT itu.

    “Yang kedua, pada saat OTT terjadi pada tanggal 8 atau 9 Januari 2020, saya bukan lagi menjadi juru bicara KPK,” kata Febri Diansyah usai diperiksa di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/4).

    “Jadi saya hadir di rapat yang terkait dan kemudian fokus saya adalah bagaimana agar informasi tersebar pada teman-teman media secara cukup proporsional,” tuturnya.

    Febri menegaskan dari kegiatan tersebut tidak memperoleh informasi yang bersifat rahasia. Informasi yang didapatkannya pun semuanya untuk dipublikasikan ke media.

    Sedangkan Febri mengajukan pengunduran diri dari KPK secara resmi tertanggal 18 September 2020. Namun Febri masih memiliki cuti sehingga statusnya sebagai pegawai KPK secara resmi sudah ditanggalkannya pada 18 Oktober 2020.

    Yang berarti, Febri masih menjadi pegawai KPK saat pengusutan kasus tersebut. Jabatan terakhir Febri di KPK adalah Kepala Biro Humas.

    (yld/dhn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • KPK Perpanjang Masa Pencegahan Keluar Negeri Tersangka e-KTP Miryam Haryani – Halaman all

    KPK Perpanjang Masa Pencegahan Keluar Negeri Tersangka e-KTP Miryam Haryani – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa pencegahan keluar negeri terhadap mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Miryam S. Haryani.

    Miryam S Haryani merupakan satu di antara tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). 

    Perkara itu merugikan negara sebanyak Rp 2,3 triliun.

    “Aktif per tanggal 9 Februari 2025, berlaku sampai 9 Agustus 2025,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi, Kamis (17/4/2025).

    Ini adalah upaya pencegahan keluar negeri kedua terhadap Miryam. 

    KPK pertama kali melarang Miryam bepergian keluar negeri pada 30 Juli 2024.

    Penyidik KPK sempat memeriksa Miryam pada Selasa, 13 Agustus 2024. 
    Namun, setelah pemeriksaan, KPK belum menahan Miryam.

    Tessa pada waktu itu menyatakan bahwa tim penyidik mendalami pengetahuan Miryam terkait pengadaan e-KTP. 

    Selain itu, Tessa juga membeberkan alasan mengapa KPK belum menahan Miryam.

    “Bahwa penahanan ada syarat-syarat dan ketentuan, misalnya yang bersangkutan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, itu ada di penyidik kewenangannya. Kalau keluar [dari gedung KPK], tentunya penyidik atau atasan masih belum memutuskan yang bersangkutan perlu ditahan hari ini,” kata Tessa, Selasa (13/8/2024).

    Anggota DPR periode 2009–2014 Miryam S. Haryani sebelumnya telah divonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 2017 karena terbukti memberikan keterangan palsu di persidangan terkait kasus proyek e-KTP. Ia telah menjalani hukuman itu.

    Pada 13 Agustus 2019, KPK kembali menetapkan Miryam sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi paket pengadaan e-KTP tahun 2011–2013, dikenal dengan kode “uang jajan”.

    Miryam diduga meminta 100 ribu dolar Amerika Serikat (AS) kepada pejabat Kemendagri saat itu yakni Irman untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah. Duit tersebut kemudian diserahkan ke perwakilan Miryam.

    Miryam disinyalir menerima beberapa kali uang dari Irman dan Sugiharto (pejabat di Kemendagri) sepanjang 2011–2012 sejumlah sekira 1,2 juta dolar AS.

    MIRYAM S HARYANI – Mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (5/6/2018). Politisi Partai Hanura itu diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik dengan tersangka Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

    Selain Miryam, KPK juga memproses hukum Isnu Edhi Wijaya (Direktur Utama Perum Percetakan Negara/Ketua Konsorsium PNRI), Husni Fahmi (Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, PNS BPPT), dan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura Paulus Tannos.

    Paulus Tannos sempat dinyatakan buron. Ia berhasil tertangkap di Singapura dan saat ini sedang menjalani proses ekstradisi agar bisa diadili di Indonesia.

    Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • KPK Hadirkan Eks Ketua KPU hingga Wahyu Setiawan di Sidang Hasto Hari Ini

    KPK Hadirkan Eks Ketua KPU hingga Wahyu Setiawan di Sidang Hasto Hari Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Bekas Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman bakal menjadi saksi dalam perkara suap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

    Selain Arief, Eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dan mantan Anggota Bawaslu RI Agustiani Tio Fridelina juga turut dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara yang menyeret Hasto.

    Adapun, informasi ketiga saksi itu telah dikonfirmasi oleh Tim Kuasa Hukum Hasto, Ronny Talapessy. “Betul hari ini 3 saksi dari KPK,” ujar Ronny saat dihubungi, Kamis (17/4/2025).

    Nantinya, Arief Budiman hingga Wahyu Setiawan itu bakal dikonfirmasi atas keterkaitan Hasto Kristiyanto dalam perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024. 

    Sebelumnya, Hasto didakwa oleh jaksa dalam dakwaan pertama melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024. Perkara ini juga menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku. 

    Politisi asal Yogyakarta itu didakwa melakukan perbuatannya itu, di Kantor DPP PDIP, Jakarta. Hasto diduga dengan sengaja mencegah, merintangi dan menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pada penanganan perkara tersebut.

    Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Selain itu, Hasto juga didakwa memberikan suap kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum 2017-2022 Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW 2019–2024. 

    Berdasarkan dakwaan yang dibacakan, Hasto diduga memberikan suap kepada anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. Uang suap itu diberikan bersama-sama dengan tiga kader PDIP yaitu Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri serta Harun Masiku. 

    Uang suap itu berjumlah SGD57.350 serta Rp600 juta. Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun Masiku. 

  • 7 Irjen Dimutasi Kapolri pada April 2025, Ada Kapolda Jabar dan Direktur KPK

    7 Irjen Dimutasi Kapolri pada April 2025, Ada Kapolda Jabar dan Direktur KPK

    loading…

    Sebanyak 7 Perwira Tinggi (Pati) berpangkat Irjen Pol dimutasi Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pada April 2025. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Sebanyak 7 Perwira Tinggi (Pati) berpangkat Irjen Pol dimutasi Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pada April 2025. Total 49 Pati dan Perwira Menengah (Pamen) Polri dimutasi pada kesempatan kali ini.

    Mutasi para perwira Polri tertuang dalam Surat Telegram: ST/688/IV/KEP./2025 tertanggal 13 April 2025 yang ditandatangani As SDM Kapolri Irjen Pol Anwar.

    Jenderal bintang 2 yang digeser mulai dari Kapolda Jabar, Direktur di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga Sahlisosbud Kapolri. Berikut daftar nama-namanya.

    7 Irjen Digeser Kapolri pada Mutasi April 20251. Irjen Pol Akhmad Wiyagus
    Jabatan lama: Kapolda Jabar
    Jabatan baru: Astamaops Kapolri

    2. Irjen Pol Rudi Setiawan
    Jabatan lama: Pati Bareskrim penugasan pada KPK
    Jabatan baru: Kapolda Jabar

    3. Irjen Pol Aries Syarief Hidayat
    Jabatan lama: Sahlisosbud Kapolri
    Jabatan baru: Pati Sahli Kapolri dalam rangka pensiun

    4. Irjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo
    Jabatan lama: Widyaiswara Kepolisian Utama TK I Sespim Lemdiklat Polri
    Jabatan baru: Analis Kebijakan Utama Bidang Sespimti Lemdiklat Polri

    5. Irjen Pol Moh Hendra Suhartiyono
    Jabatan lama: Dosen Kepolisian Utama TK I Akpol Lemdiklat Polri
    Jabatan baru: Analis Kebijakan Utama Bidang Akpol Lemdiklat Polri

    6. Irjen Pol I Wayan Sugiri
    Jabatan lama: Pati Bareskrim Polri Penugasan pada BNN
    Jabatan baru: Pati Bareskrim Polri dalam rangka pensiun

    7. Irjen Pol Nazirwan Adji Wibowo
    Jabatan lama: Pati Sahli Kapolri penugasan pada Wantannas
    Jabatan baru: Analis Kebijakan Utama Bidang Jianstra SSDM Polri

    (jon)

  • Eks Ketua KPU Arief Budiman Bakal Hadir Sebagai Saksi Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini – Halaman all

    Eks Ketua KPU Arief Budiman Bakal Hadir Sebagai Saksi Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman bakal hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Arief dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

    Jaksa KPK, M Takdir Suhan mengatakan selain Arief, pihaknya juga menghadirkan mantan komisioner KPU yang juga terpidana dalam kasus ini yaitu Wahyu Setiawan serta eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.

    “(Saksi yang hadir) Arief Budiman mantan Ketua KPU, Agustiani Tio Fridelina dan Wahyu Setiawan,” kata Takdir saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (17/4/2025).

    Takdir menjelaskan ketiga saksi itu telah menyatakan diri bakal hadir dalam sidang tersebut.

    “Sudah konfirmasi hadir mereka,” katanya.

    Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

     

     

  • Top 3 News: Hotma Sitompul Sempat Cuci Darah Sebelum Meninggal Dunia – Page 3

    Top 3 News: Hotma Sitompul Sempat Cuci Darah Sebelum Meninggal Dunia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kabar duka menyelimuti dunia hukum Indonesia. Advokat senior, Hotma Sitompul meninggal dunia di ICU RSCM Kencana, Jakarta, pada Rabu 16 April 2025 pukul 11.15 WIB. Itulah top 3 news hari ini.

    Ruhut Sitompul, rekannya sesama advokat membenarkan kabar duka tersebut. Ia mengaku mendapat kabar meninggalnya Hotma sekitar satu jam sebelum kabar ini diumumkan.

    Ruhut mengungkapkan bahwa Hotma Sitompul telah menderita sakit dalam beberapa waktu terakhir. Pria kelahiran 1954 itu diketahui menjalani cuci darah akibat penyakit yang dideritanya.

    Sementara itu, buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus mega korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos masih tertahan di Singapura usai ditangkap otoritas setempat.

    Menurut Menteri Hukum atau Menkum Supratman Andi Agtas, Paulus Tannos belum bisa diekstradisi karena masih ada proses administrasi yang belum selesai.

    Supratman memastikan, OPHI terus memfasilitasi pihak Singapura dalam hal ini sebagai jembatan komunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk sesegera mungkin bisa melakukan ekstradasi terhadap buronan Paulus Tannos.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait pemandangan di Jalan Ikhwan Ridwan Rais, Jakarta Pusat, bikin geleng-geleng. Banyak kabel semwarut, menggelantung di atas kepala pejalan kaki maupun pengguna kendaraan.

    Kabel hitam berseliweran tak terarah. Ada yang tersangkut di pohon, atau dililitkan dengan kabel-kabel lain. Masyarakat pun dibuat risih dan terganggu.

    Rini, misalnya. Saban hari berjalan kaki menggunakan trotoar di jalan tersebut. Kantornya tidak jauh dari situ. Rini mengatakan, keberadaan kabel semrawut sangat membahayakan, selain tentunya merusak pemadangan.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Rabu 16 April 2025:

    Pengacara Hotma Sitompul akhirnya mengembalikan honor sebesar US$ 400.000 pada KPK.

  • Ekstradisi Paulus Tannos, KPK Upayakan Penuhi Dokumen Tambahan – Page 3

    Ekstradisi Paulus Tannos, KPK Upayakan Penuhi Dokumen Tambahan – Page 3

    Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus mega korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos masih tertahan di Singapura usai ditangkap otoritas setempat. Menurut Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Paulus Tannos belum bisa diekstradisi karena masih ada proses administrasi yang belum selesai.

    “Menyangkut soal ekstradisi, saat ini Direktur Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (OPHI) di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) itu ada dokumen yang lagi diminta oleh otoritas Singapura dan Insya Allah sebelum 30 April, dokumen tersebut akan segera dikirim,” kata Supratman di Kantor Kementerian Hukum Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Supratman memastikan, OPHI terus memfasilitasi pihak Singapura dalam hal ini sebagai jembatan komunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk sesegera mungkin bisa melakukan ekstradasi terhadap buronan Paulus Tannos.

    Senada dengan itu, Dirjen AHU Widodo memastikan Singapura selalu kooperatif dan optimisti kepada Indonesia untuk membantu proses ekstradisi terhadap yang bersangkutan.

    “Diperkirakan sekitar akhir April, dokumen itu sudah submit ke sana. Nanti setelah itu ada jadwal persidangannya,” jelas Widodo.

    Widodo memastikan, sejatinya semua dokumen dibutuhkan otoritas Singapura sudah masuk dan dilengkapi. Namun memang ada beberapa dokumen tambahan yang diperlukan.

    “Mungkin pihak pihak Singapura butuh penekanan dari beberapa alat bukti, ya terkait dengan Affidavit (surat pernyataan tertulis yang dibuat di bawah sumpah) dan lain sebagainya,” jelas Widodo.

     

  • KPK Hadirkan Tiga Saksi di Sidang Hasto, Ada Mantan Ketua KPU

    KPK Hadirkan Tiga Saksi di Sidang Hasto, Ada Mantan Ketua KPU

    GELORA.CO – Tiga saksi akan dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    Hal itu disampaikan Anggota Tim JPU KPK, Moch Takdir Suhan kepada RMOL pada Kamis pagi, 17 April 2025. 

    “Arief Budiman (mantan Ketua KPU), Agustiani Tio Fridelina, Wahyu Setiawan,” beber Takdir.

    Ketiganya sudah konfirmasi bakal hadir di sidang yang akan digelar sekitar pukul 09.00 WIB di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Dalam surat dakwaan, Hasto didakwa melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor Sprin.Dik/07/DIK.00/01/01/2020 tanggal 9 Januari 2020.

    Perintangan penyidikan itu dilakukan Hasto dengan cara memerintahkan Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam milik Harun Masiku ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan KPK kepada Wahyu Setiawan selaku anggota KPU periode 2017-2022.

    Selain itu, Hasto juga memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK pada saat pemeriksaan sebagai saksi pada 10 Juni 2024. Perbuatan Hasto itu mengakibatkan penyidikan atas nama tersangka Harun Masiku terhambat.

    Atas perbuatannya, Hasto didakwa dengan dakwaan Kesatu Pasal 21 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

    Hasto juga didakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan selaku anggota KPU periode 2017-2022 mengupayakan agar KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Atas perkara suap itu, Hasto didakwa dengan dakwaan Kedua Pertama Pasal 5 Ayat 1 huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP atau dakwaan Kedua-Kedua Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.