Kementrian Lembaga: KPK

  • KPK Hadirkan 3 Saksi di Sidang Sekjen PDIP Hasto Hari Ini

    KPK Hadirkan 3 Saksi di Sidang Sekjen PDIP Hasto Hari Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) bakal menghadirkan 3 saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

    Tim Hukum Hasto, Ronny Talapessy mengatakan tiga saksi itu yakni Sopir Kader PDIP Saeful Bahri, Ilham Yulianto dan Patrick Gerrard Masoko dari swasta.

    Selain itu, Ajudan Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Rahmat Setiawan juga turut dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kali ini.

    “Saksi Jumat, 25 April 2025, Ilham Yulianto, Rahmat Setiawan Tonidaya , Patrick Gerard,” ujar Ronny kepada wartawan, Jumat (25/4/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya telah membaca berita acara pemeriksaan (BAP) terkait dengan pemeriksaan ketiganya. Namun, Ronny mengklaim bahwa dalam BAP itu tidak ada kebaruan.

    “Saya telah membaca BAP mereka dan tidak ada yg baru. Hanya copy paste dari 2020 dan tidak ada keterkaitan sama sekali dengan Sekjen Hasto Kristiyanto,” pungkasnya.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, nampak sejumlah kepolisian menjaga ketat gedung PN Tipikor Jakarta Pusat. Sejumlah kendaraan rantis hingga pagar besi telah disiapkan aparat keamanan.

    Di samping itu, relawan dari Sekjen PDIP Hasto juga terlihat berdatangan. Selain di luar, relawan PDIP juga terlihat menjadi audiens di ruang sidang.

    Adapun, Hasto sendiri tiba sekitar 09.10 WIB. Dia terlihat mengenakan jas hitam dan kemeja berkelir putih saat dihadirkan sebagai terdakwa dalam perkara suap dan perintangan kasus penetapan anggota DPR RI 2019-2024.

  • Pengacara Heran Ada Massa Pendukung KPK di Sidang Hasto: KPK Punya Relawan?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 April 2025

    Pengacara Heran Ada Massa Pendukung KPK di Sidang Hasto: KPK Punya Relawan? Nasional 25 April 2025

    Pengacara Heran Ada Massa Pendukung KPK di Sidang Hasto: KPK Punya Relawan?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    ,
    Ronny Talapessy
    , mengaku heran dengan adanya sekelompok orang yang mengenakan atribut mendukung KPK setiap sidang Hasto digelar.
    Ronny mengatakan, sejumlah massa tersebut terus datang di setiap sidang Hasto dengan mengenakan kaus bertuliskan #SAVEKPK dan meminta kliennya diadili.
    “Saya juga heran dan bertanya-tanya, apakah KPK sekarang punya kelompok relawan?” ujar Ronny kepada
    Kompas.com
    , Jumat (25/4/2025).
    Menurut Ronny, gerombolan massa tersebut terdiri dari anak-anak remaja.
    Meski meminta Hasto diadili, ternyata mereka bahkan tidak mengetahui bagaimana persidangan berlangsung.
    “Orang-orang ini, anak-anak remaja,” tutur Ronny.
    Sebagai informasi, persidangan Hasto sebelumnya selalu dipenuhi oleh sipatisan PDI-P dan kolega Hasto, termasuk organisasi paramiliter PDI-P, Satgas Chakra Buana.
    Namun, belakangan muncul pula sekelompok orang yang menggunakan atribut mendukung KPK dan membuat situasi memanas.
    Akibatnya, sidang pada Kamis (24/4/2025) kemarin diwarnai kericuhan setelah simpatisan PDI-P mendapati orang-orang yang diduga menjadi provokator.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan suap agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
    Pada dakwaan pertama, ia disebut melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
    Sementara, pada dakwaan kedua, ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Misteri ‘Perintah Ibu’ di Kasus Harun Masiku, Kubu Hasto Bantah Terkait Megawati

    Misteri ‘Perintah Ibu’ di Kasus Harun Masiku, Kubu Hasto Bantah Terkait Megawati

    Bisnis.com, JAKARTA — Persidangan kasus Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengungkap tentang ‘perintah ibu’ dalam perkara suap pergantian antar waktu yang melibatkan Harun Masiku.

    Harun Masiku adalah politkus PDIP yang keberadaannya hilang bak ditelan rimba. Saat ini dia berstatus sebagai buronan paling dicari oleh penyidik KPK.

    Adapun pernyataan tentang ‘perintah ibu’ terbongkar saat kesaksian mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.

    Saat itu, jaksa KPK memutarkan rekaman percakapan Tio dengan mantan kader PDI Perjuangan sekaligus mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri. 

    Saeful, dalam rekaman itu, menyebutkan bahwa permohonan PAW digaransi oleh Hasto usai mendapat perintah dari “ibu”. Namun tidak disebutkan siapa “ibu” yang dimaksud. Hasto juga menyampaikan hal tersebut kepada Saeful melalui sambungan telepon sebelum Saeful menelepon Tio.

    Setelah itu dalam pembicaraan, Saeful pun bertanya kepada Tio bagaimana caranya agar permohonan itu bisa terwujud. Tio pun membenarkan rekaman percakapan melalui sambungan telepon itu.

    Merujuk ke Megawati?

    Sementara itu, penasihat hukum Hasto, Ronny Talapessy membantah jika pernyataan “perintah ibu” yang mencuat dalam persidangan merujuk ke Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
    “Bukan Bu Mega,” ujar Ronny dilansir dari Antara.

    Ronny menuding Saeful memang kerap membawa-bawa dan menggunakan nama pimpinan Partai, termasuk salah satunya Hasto, agar cepat mendapatkan uang. Hal itu, kata dia, sudah terbukti lantaran Tio juga menyampaikan fakta yang sama.

    “Jadi jangan lah kita framing-framing bahwa seolah-olah ini sudah terkait dengan pimpinan-pimpinan PDIP dan merupakan perintah dari partai,” ungkapnya.

    Kasus Hasto PDIP 

    Dalam kasus dugaan perintangan penyidikan Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka, pada rentang waktu 2019–2024.

    Sekjen DPP PDIP itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota KPU periode 2017–2022 Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019–2020.

    Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan penggantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019–2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • MAKI Tuding KPK Takut Periksa RK di Kasus Korupsi BJB

    MAKI Tuding KPK Takut Periksa RK di Kasus Korupsi BJB

    Jakarta

    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan pemeriksaan mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) merupakan kewenangan penyidik. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengaku kecewa karena KPK terkesan takut memeriksa RK.

    “Saya lebih kecewa lagi sikap KPK yang semakin tidak jelas arahnya terkait dengan Ridwan Kamil,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Jumat (25/4/2025).

    Dia lalu menyinggung soal penyitaan motor gede (moge) RK. Dia mengatakan moge tersebut akhirnya disita KPK setelah ada desakan dari publik.

    “Kemarin urusan motor Royal Enfield aja bingungnya bukan main, katanya dititipkan, setelah kita protes ‘itu tidak layak dititipkan karena bukan untuk mencari nafkah’, terus katanya diambil, tapi ketika diminta videonya atau buktinya katanya dirahasiakan,” katanya.

    Boyamin mengaku kecewa dengan KPK dalam menangani kasus dugaan korupsi di Bank BJB. Dia menuding KPK takut untuk memeriksa RK.

    “Nah pada posisi itu kemudian saya minta dipajang, nggak dipajang-pajang, eh katanya kemarin mau manggil RK sekarang mundur lagi, ngeles lagi, katanya prioritas. Jadi ini terus terang aja kecewa KPK nampak kemudian kayak takut dengan Ridwan Kamil padahal KPK dulu sangat ini kemudian seakan-akan takut kan terus terang aja saya kecewa,” tambahnya.

    “Seakan akan segan, seakan-seakan Ridwan Kamil ini tidak perlu dipanggil ujungnya kan begitu nanti kalau kita biarkan. Menurut saya tolonglah KPK untuk bertindak adil dengan memanggil RK sebagai saksi minimal itu aja,” katanya.

    “Dan nanti tersangka-tersangka segera ditahan. Menurut saya ya terus terang aja KPK belum manggil ini mengecewakan dan saya tetap mengawal dan memang harus dipanggil wong ada penggeledahan, nanti kesan masyarakat tidak adil dan KPK menjadi kaya tebang pilih, KPK akan semakin tidak dipercaya masyarakat,” sambungnya.

    “Tanggal (pemanggilan) belum. Kalau soal pemanggilan, saya menyerahkan sepenuhnya kewenangan itu kepada penyidik,” kata Setyo di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Kamis (24/4).

    Setyo menjelaskan penyidiklah yang paling memahami prioritas perkara. Namun dia memastikan proses klarifikasi atau pemanggilan terhadap RK dilakukan pihak penyidik.

    “Ya karena kan dari suatu perkara itu pasti kan ada mana yang harus diprioritaskan, mana yang ada kemudian ini bisa dikesampingkan, gitu ya. Itu pertimbangan-pertimbangan penyidik itu ya menjadi ranahnya penyidik, terutama direktur penyidikan dan para kasatgas,” ungkap Setyo.

    “Tapi pastinya ya kan dilakukan karena konteksnya sudah dilakukan penggeledahan maka harus dipertanggungjawabkan dengan pelaksanaan klarifikasi gitu,” pungkasnya.

    (azh/jbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 10
                    
                        Tangis Windy Idol, Berharap Jadi Korban di Kasus TPPU Hasbi Hasan 
                        Nasional

    10 Tangis Windy Idol, Berharap Jadi Korban di Kasus TPPU Hasbi Hasan Nasional

    Tangis Windy Idol, Berharap Jadi Korban di Kasus TPPU Hasbi Hasan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Penyanyi Windy Yunita Bastari Usman (WY) alias
    Windy Idol
    menangis dan berharap ia hanya menjadi korban dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA),
    Hasbi Hasan
    .
    Momen ini terjadi setelah Windy 5 jam diperiksa sebagai saksi
    kasus TPPU Hasbi Hasan
    di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
    Saat berjalan keluar dari Gedung KPK, Windy enggan mengungkapkan hasil pemeriksaannya kepada awak media, hanya membenarkan bahwa ia diperiksa seputar kasus TPPU Hasbi Hasan.
    “Iya, masih (seputar kasus TPPU Hasbi Hasan),” kata Windy.
    Masih diserbu pertanyaan dari awak media terkait perkaranya, Windy membantah isu yang dialamatkan padanya.
    Windy yang saat ini berstatus tersangka membantah menerima uang dan apartemen dari Hasbi Hasan.
    “Enggak, siapa yang bilang apartemen, enggak tahu aku yang apartemen siapa. Mohon ditanya ke penyidik,” ujarnya.
    Lelah diberondong pertanyaan, Windy meminta maaf karena tidak bisa memberikan pernyataan lantaran kondisinya sedang tidak baik.
    “Aku minta maaf ya kalau tidak banyak kasih jawaban ya, mohon doa saja ya, semua mohon doa saja, semoga orang-orang bisa dilembutkan hatinya dan aku di sini mudah-mudahan cuma korban ya, mohon doa saja ya,” kata Windy.
    Saat ditanya soal korban yang dimaksud, Windy mengatakan bahwa kasus TPPU yang menimpanya cukup menguras tenaga dan berdampak terhadap keluarga, pekerjaan, dan masa depannya.
    Ia berharap perkara tersebut dapat mencapai titik akhir.
    “Karena kalau dari saya pribadi sudah cukup menguras tenaga gitu, saya punya keluarga juga, saya punya kerjaan yang rusak semua, saya punya masa depan, saya pingin punya masa depan, semoga saja nanti kasusnya bisa cepat-cepat beres, sudah capek banget,” ucap dia.
    KPK menetapkan Hasbi Hasan sebagai tersangka TPPU setelah ia terjerat kasus suap pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di MA.
    Selain Hasbi, KPK juga menetapkan Windy Idol dan kakaknya, Rinaldo Septariando, sebagai tersangka.
    Berdasarkan catatan Kompas.com, Windy diperiksa penyidik pada 15 Agustus 2023, dan pada 13 Mei 2024.
    Pada Agustus 2023, Windy mengaku dicecar penyidik KPK terkait pendirian rumah produksi Athena Jaya Production.
    Menurutnya, tim penyidik lebih mengulik pembentukan perusahaan tersebut daripada aliran dana dari Hasbi Hasan.
    Meski demikian, Windy enggan menjawab apakah penyidik juga mengulik sumber permodalan perusahaan tersebut.
    “Lebih kepada, bukan aliran dana sih, lebih ngomongin ini perusahaan yang Athena Jaya,” ujar Windy saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada 15 Agustus 2023.
    Dalam perkara pokoknya, KPK menduga Hasbi Hasan menerima jatah Rp 3 miliar untuk mengkondisikan perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
    Suap diberikan oleh pengusaha sekaligus debitur KSP Intidana yang sedang berperkara di MA, Heryanto Tanaka, melalui perantara mantan Komisaris Independen Dadan Tri Yudianto.
    Dari Tanaka, Dadan menerima uang Rp 11,2 miliar dalam tujuh kali transfer.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kuasa Hukum Hasto Sebut Uang Suap PAW DPR RI Bersumber dari Harun Masiku – Halaman all

    Kuasa Hukum Hasto Sebut Uang Suap PAW DPR RI Bersumber dari Harun Masiku – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, menyatakan bahwa uang suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI 2019-2024 bersumber dari Harun Masiku.

    Febri meyakini dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal dugaan suap terhadap kliennya itu tidak terbukti.

    Pasalnya, menurut dia, apa yang menjadi dakwaan Jaksa tidak berkesesuaian dengan keterangan saksi yang telah dihadirkan dalam sidang sebelumnya.

    “Jadi tadi ada satu poin penting yang ada di dakwaan penuntut umum yang tidak terbukti,” kata Febri kepada wartawan di sela-sela persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/4/2025).

    Febri menuturkan, sebelumnya pada dakwaan, jaksa menyebut Hasto diduga menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan Rp600 juta yang diberikan dalam dua tahap.

    Akan tetapi, Wahyu dalam keterangannya pada sidang pekan lalu dan eks anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina sebagai perantara pemberi suap dalam sidang hari ini menyatakan, penyetoran uang suap itu hanya satu kali yakni 17 Desember 2019.

    Tak hanya itu, kata Febri, dari suap Rp 600 juta yang dijanjikan tersebut diketahui baru Rp200 juta yang diserahkan Tio dan kader PDIP Saeful Bahri kepada Wahyu.

    Atas hal ini, Febri pun berkesimpulan bahwasanya sumber uang suap yang selama ini dituduhkan terhadap kliennya itu justru diduga kuat berasal dari Harun Masiku yang kini berstatus buronan KPK.

    “Uangnya dari mana? Uangnya dari Harun Masiku. Itu yang tadi clear terbukti dan berkesesuaian dengan sidang sebelumnya. Jadi, kalau bisa disebut bagian penting dari dakwaan KPK tadi, itu gugur,” katanya.

    Hasto didakwa

    Hasto Kristiyanto telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan PAW Harun Masiku.

    Hal itu diungkapkan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya, yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, memberikan uang sejumlah 57.350 ribu dolar Singapura (SGD) kepada mantan anggota KPU Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatra Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu, Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Selang satu bulan, yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian, DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut. Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Harun Al Rasyid Jadi Deputi Pengawasan, Eks Penyidik KPK: Agar Penyelenggaraan Haji Bebas dari KKN – Halaman all

    Harun Al Rasyid Jadi Deputi Pengawasan, Eks Penyidik KPK: Agar Penyelenggaraan Haji Bebas dari KKN – Halaman all

    Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Al Rasyid resmi dilantik sebagai Deputi Bidang Pengawasan, Pemantauan, dan Evaluasi.

    Tayang: Jumat, 25 April 2025 01:18 WIB

    Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra

    HARUN AL RASYID – Kasatgas Penyelidik KPK Harun Al Rasyid saat ditemui awak media di Kantor Komnas HAM RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/6/2021). 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Penyelenggara (BP) Haji Republik Indonesia resmi melantik eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Al Rasyid sebagai Deputi Bidang Pengawasan, Pemantauan, dan Evaluasi.

    Adapun pelantikan itu dilakukan oleh Kepala BP Haji Mochamad Irfan Yusuf alias Gus Irfan di Asrama Haji Bekasi, Jawa Barat pada Rabu (23/4/2024) lalu.

    Tentang hal itu, eks penyidik KPK Yudi Purnomo mengatakan dipilihnya sosok Harun yang dikenal sebagai raja operasi tangkap tangan (OTT) KPK ini menjadi bentuk komitmen pencegahan korupsi khususnya dalam penyelenggaran ibadah haji.

    “Keputusan tepat dan bentuk konkret komitmen agar penyelenggaraan haji bebas dari KKN sehingga jemaah tidak dirugikan dan tidak ada penyelewengan dana haji Karena yang dipilih adalah orang yang mempunyai kapasitas untuk melakukan pengawasan secara ketat tanpa kompromi,” kata Yudi dalam keterangannya, Kamis (24/4/2025).

    Harun yang sebelumnya tergabung dalam Satgassus Pencegahan Korupsi Polri ini menurut Yudi tak usah lagi diragukan kredibilitasnya khususnya saat menangkap para koruptor.

    Meski dia disingkirkan oleh eks Ketua KPK Firli Bahuri karena tidak lulus dalam tes wawasan kebangsaan (TWK), pengalamannya tidak diragukan lagi.

    Yudi meyakini Harun yang diangkat melalui keputusan Presiden Prabowo tertanggal 8 April 2025 itu bisa memberikan kerja nyata agar penyelenggaraan haji bisa bebas dari praktek korupsi.

    “Sehingga ke depannya penyelenggaraan haji tidak akan ada lagi korupsi, kolusi dan nepotisme dalam berbagai hal seperti transportasi, konsumsi, penginapan dan lain sebagainya,” ungkapnya.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’1′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Hasbi Hasan dan Windy Idol Pernah Tur Helikopter di Bali, KPK Panggil Soal Kasus TPPU

    Hasbi Hasan dan Windy Idol Pernah Tur Helikopter di Bali, KPK Panggil Soal Kasus TPPU

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Windy Yunita alias Windy Idol soal penyidikan dugaan kasus tindak pidana pencucian uang di lingkungan Mahkamah Agung.

    Penyidik juga memanggil kakak kandung Windy Idol, Rinaldo Septariando (RS) mengenai penyidikan kasus yang sama.

    “Pemanggilan atas nama WY, wiraswasta,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Jakarta hari ini Kamis, 24 April 2025.

    Pembayaran Tur Helikopter di Bali

    KPK sudah memanggil terpidana sekaligus mantan Sekretaris Mahkamah Agung Hasbi Hasan pada Selasa, 22 April dan Rabu, 23 April 2025.

    Jaksa penuntut umum KPK juga pernah menghadirkan Windy Idol dan Rinaldo Septariando sebagai saksi sidang lanjutan Hasbi Hasan dan mantan Komisaris Wika Beton Dadan Tri Yudianto dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA pada 19 Desember 2023.

    Windy Idol mengaku pernah melakukan tur helikopter bersama Hasbi Hasan di Bali dalam sidang tersebut.

    Jaksa KPK lalu mengulik soal pembayaran tur helikopter ini. Windy berdalih tak tahu siapa yang membiayai dan tidak ingat apakah ada iuran atau tagihan padanya.

    Terpidana Suap

    Sebagai informasi, Hasbi Hasan divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta usai terbukti menerima suap pengurusan gugatan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana pada tingkat kasasi di MA.

    Ia terbukti menerima suap Rp3 miliar guna mengurus gugatan perkara kepailitan KSP pada tingkat kasasi dengan tujuan memenangkan debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka.

    Uang tersebut diterima eks Sekretaris MA Hasbi Hasan dari Heryanto melalui Dadan Tri Yudianto. Heryanto menyerahkan uang pengurusan gugatan perkara perusahaannya terhadap Dadan secara total Rp11,2 miliar.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • PAW Harun Masiku Dijamin ‘Perintah Ibu’ dan ‘Garansi Saya’, Terungkap di Sidang Hasto

    PAW Harun Masiku Dijamin ‘Perintah Ibu’ dan ‘Garansi Saya’, Terungkap di Sidang Hasto

    PIKIRAN RAKYAT – Dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutar rekaman percakapan telepon yang mengungkap peran Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    Sidang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, 24 April 2025. Jaksa menghadirkan mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina, sebagai saksi.

    Jaksa lalu memutar rekaman percakapan antara Agustiani dan mantan kader PDIP, Saeful Bahri.

    Dalam rekaman itu, Saeful menyampaikan bahwa Hasto sempat menjamin proses PAW untuk Harun Masiku dan menyebut ada “perintah dari ibu”.

    “Tadi Mas Hasto telepon lagi bilang ke Wahyu ini garansi saya, ini perintah dari ibu dan garansi saya. Jadi bagaimana caranya supaya ini terjadi,” kata Saeful dalam rekaman.

    Saeful juga mengatakan bahwa Hasto ingin agar mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan bertemu terlebih dulu dengan pengacara PDIP Donny Tri Istiqomah sebelum rapat pleno KPU.

    “Sebelum pleno itu ketemu Donny dulu biar dipaparin hukumnya. Terus kemudian yang kedua mbak Tio udah ketemu belum sama tim hukumnya,” ujar Saeful lagi dalam rekaman serupa, yang diputar di persidangan.

    Halangi Penyidikan dan Terlibat Suap Rp600 Juta?

    KPK mendakwa Hasto Kristiyanto ikut membantu pelarian Harun Masiku saat operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan pada 8 Januari 2020.

    Jaksa menyebut Hasto menyuruh Harun merendam ponselnya dan bersembunyi di kantor DPP PDIP agar tidak terlacak KPK.

    Tindakan itu dinilai jaksa sebagai bentuk merintangi penyidikan, karena Harun hingga kini masih buron.

    Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan agar Harun Masiku bisa ditetapkan sebagai anggota DPR periode 2019–2024 melalui proses PAW.

    Uang suap itu diberikan bersama-sama dengan beberapa orang dekat Hasto, yaitu Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku.

    Dari nama-nama tersebut, Donny kini telah ditetapkan sebagai tersangka, Saeful sudah divonis bersalah, dan Harun masih buron hingga saat ini. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Masalah Integritas Pendidikan, Survei KPK: 98% Mahasiswa Mencontek

    Masalah Integritas Pendidikan, Survei KPK: 98% Mahasiswa Mencontek

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan masalah integritas di lingkungan pendidikan nasional, mulai dari sekolah hingga perguruan tinggi. Temuan ini dipaparkan dalam hasil survei penilaian integritas (SPI) pendidikan 2024. 

    Dalam rilisnya, KPK menyebut perilaku mencontek masih terjadi di 78% sekolah hingga 98% kampus. Total ada 43% siswa dan 58% mahasiswa yang masih mencontek. 

    “Dengan kata lain, mencontek masih terjadi pada mayoritas sekolah maupun kampus,” kata Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Wawan Wardiana di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Kamis (24/4/2025). 

    Selain itu, KPK menemukan masalah plagiarisme di 43% kampus dan 6% sekolah. Kemudian ketidakdisiplinan akademik yang mana ada 45% siswa dan 84% mahasiswa yang pernah terlambat. Ditambah lagi, 69% siswa membeberkan masih ada guru yang telat hadir, sedangkan 96% mahasiswa menyebut masih ada dosen terlambat hadir. 

    Lalu, 96% kampus dan 64% sekolah masih memiliki masalah dosen atau guru yang pernah tak hadir tanpa alasan jelas. Tak hanya itu, ada juga masalah gratifikasi yang menjadi sorotan KPK. 

    “Masih ditemukan 30% guru atau dosen dan 18% kepala sekolah atau rektor masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali murid adalah sesuatu hal yang wajar diterima,” ujar Wawan. 

    Selain itu, 65% sekolah juga masih ada isu seputar kebiasaan orang tua memberikan bingkisan atau hadiah ke guru saat hari raya maupun kenaikan kelas. 

    “Bahkan, menurut orang tua di 22% sekolah, masih ada guru yang menerima bingkisan agar nilai siswa menjadi bagus atau agar siswa bisa lulus,” ungkap Wawan. 

    Dalam hal pengadaan barang dan jasa, KPK menemukan adanya masalah benturan kepentingan, yakni 43% sekolah dan 68% kampus yang pimpinannya menentukan vendor berdasarkan relasi pribadi. 

    Kemudian pada 26% sekolah dan 68% kampus terungkap masih adanya pihak di satuan pendidikan yang menerima komisi dari vendor. Kemudian, 75% sekolah dan 87% kampus masih ada masalah kurang transparannya pengadaan atau pembelian. 

    Ditemukan juga ada 12% sekolah yang pemanfaatan dana BOS-nya tidak sesuai. Dalam hal fraud dana BOS, KPK mencatat 17% ada masalah pemerasan atau potongan, 40% masalah nepotisme dalam pelaksanaan proyek, 47% masalah penggelembungan biaya, dan lainnya 42%. 

    Berikutnya, ada 28% sekolah yang masih ada masalah pungutan yang dikenakan di luar biaya resmi dalam penerimaan siswa baru. Kemudian, 23% sekolah dan 60% kampus masih ada pungutan biaya dalam pengajuan sertifikasi, penyetaraan jabatan, dan pengajuan dokumen. 

    Survei ini melibatkan 36.888 satuan pendidikan dan 449.865 responden. Survei KPK ini menggunakan metode online dari Whatsapp Blast, email blast, computer-assisted web interview (CAWI), dan hybrid dengan computer-assisted personal interviewing.