Kementrian Lembaga: KPK

  • KPK: Gaji Besar atau Kecil Bukan Jaminan, Kalau Hati dan Pikiran Rakus Korupsi Tetap Terjadi – Page 3

    KPK: Gaji Besar atau Kecil Bukan Jaminan, Kalau Hati dan Pikiran Rakus Korupsi Tetap Terjadi – Page 3

    Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK, Agung Yudha Wibowo beranggapan pola terjadinya tindak pidana korupsi tidak jauh berbeda seperti sebelum-sebelumnya. Oleh sebab itu ia menyebut Pemda dan DPRD adalah dua aktor kunci yang menentukan hitam-putih tata kelola daerah.

    Menurutnya kolaborasi erat antara KPK, eksekutif, dan legislatif, agar upaya pemberantasan korupsi berjalan efektif.

    “Kami tidak hanya sebatas melakukan sosialisasi, tetapi juga membuka ruang dialog untuk membahas persoalan nyata yang terjadi di daerah,” ujar Agung.

    Berdasarkan Indeks Pencegahan Korupsi Daerah (IPKD) dalam Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) KPK tahun 2024, Provinsi Sumatera Utara mencatatkan skor rata-rata sebesar 75,02. Namun, pada area perencanaan, skor yang diperoleh masih tergolong rendah, yakni 63.

    Sementara itu, tujuh area lainnya—penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, pengawasan APIP, manajemen ASN, pengelolaan BMD, dan optimalisasi pajak—berhasil mencatatkan skor di atas 80.

    Namun, berdasarkan data Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) KPK terkait penanganan tindak pidana korupsi oleh aparat penegak hukum (APH) di Sumatera Utara, tercatat sebanyak 170 perkara yang ditangani sepanjang 2023 hingga Desember 2024.

    Dari jumlah tersebut diketahui terdapat beberapa modus yang dilakukan, seperti 44% terkait penyalahgunaan anggaran, 42% terkait pengadaan barang dan jasa, 7% terkait sektor perbankan, 3% terkait pemerasan atau pungutan liar (pungli), dan sisanya 4 persen mencakup modus lainnya.

    “Potensi-potensi rawan korupsi dalam tata kelola pemerintahan daerah, mulai dari perencanaan anggaran yang tidak akuntabel, pengadaan barang dan jasa yang sarat kecurangan, lemahnya pengawasan, hingga praktik jual beli jabatan dan pelayanan publik yang berbelit,” beber dia.

    KPK mendorong Pemda dan DPRD untuk bersama-sama menginventarisasi potensi korupsi pada setiap area tata kelola serta menutup celah korupsi agar tidak ada lagi kebocoran.

    “Sebagai aktor utama di daerah, Pemda dan DPRD harus mengambil peran besar dalam memastikan pelayanan publik semakin baik, perekonomian daerah meningkat, serta demokrasi lokal tumbuh sehat,” pungkas Agung.

  • Bernyanyi di KPK, Rhoma Irama: Kita Doakan Pejabat Tak Suka Rompi Oranye – Page 3

    Bernyanyi di KPK, Rhoma Irama: Kita Doakan Pejabat Tak Suka Rompi Oranye – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Penyanyi Rhoma Irama mendatangi Gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta Selatan pada, Selasa (29/4/2025). Dia mengajak pegawai hingga pimpinan KPK berdendang mengenai antikorupsi.

    Penyanyi berjuluk Raja Dangdut itu hadir dalam acara pagelaran seni musik hasil kolaborasi KPK dengan komunitas Angklung Perempuan Indonesia (API) dengan mengusung tema ‘Melalui Kesenian Angklung, Gelorakan Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia’

    Terdapat empat lagu yang dinyanyikan Rhoma Irama, yakni Indonesia, Mirasantika, Keramat, dan Judi.

    “Hari ini saya sangat mendapat kehormatan dari KPK untuk bisa gabung, memberikan pencerahan kepada khususnya para orang-orang yang punya peluang untuk melakukan korupsi,” ujar Rhoma di gedung ACLC KPK, Selasa.

    Kata Rhoma, lagu berjudul Indonesia, sengaja diciptakannya mengingat marak kasus korupsi di dalam negeri.

    “Saya pernah menciptakan lagu Indonesia ini pada tahun 1981 dulu. Memang ketika saat itu memang marah praktik korupsi,” ungkap dia.

    “Kalau ditanyakan mau bikin lagu korupsi lagi nggak? Mudah-mudahan nggak ada lagu korupsi lagi. Karena kita berharap di era Presiden Prabowo ini, korupsi betul-betul sirna dari bumi Indonesia,” lanjutnya.

    Melalui lagu pesan antikorupsi ini, Rhoma berharap dapat menyentuh hati masyarakat khususnya para pejabat publik.

    “Kita doakan agar mereka semua tidak suka kepada rompi oranye (warna rompi tahanan KPK),” ucap dia.

  • Pemda dan DPRD Diminta Benahi Integritas

    Pemda dan DPRD Diminta Benahi Integritas

    PIKIRAN RAKYAT – Korupsi di daerah masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) besar, termasuk di Sumatra Utara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sepanjang 2023 hingga Desember 2024, sudah ada 170 perkara korupsi di Sumut yang ditangani Aparat Penegak Hukum (APH), berdasarkan data Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

    Yang cukup mengejutkan, dari total kasus itu, 44 persen melibatkan penyalahgunaan anggaran, 42 persen terkait pengadaan barang dan jasa, 7 persen sektor perbankan, 3 persen pemerasan atau pungutan liar (pungli), dan 4 persen modus lainnya. Artinya, sebagian besar korupsi di daerah ini masih berkutat di area klasik: uang rakyat yang dipakai bukan untuk rakyat.

    Hal ini terungkap dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Wilayah I yang diinisiasi oleh Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah I KPK, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 28 April 2025.

    Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK, Agung Yudha Wibowo, menuturkan potensi-potensi rawan korupsi dalam tata kelola pemerintahan daerah, mulai dari perencanaan anggaran yang tidak akuntabel, kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa, lemahnya pengawasan, hingga praktik jual beli jabatan dan pelayanan publik yang berbelit.

    Oleh karena itu, KPK mendorong Pemda dan DPRD untuk bersama-sama menginventarisasi potensi korupsi pada setiap area tata kelola serta menutup celah korupsi agar tidak ada lagi kebocoran.

    “Sebagai aktor utama di daerah, Pemda dan DPRD harus mengambil peran besar dalam memastikan pelayanan publik semakin baik, perekonomian daerah meningkat, serta demokrasi lokal tumbuh sehat,” ujar Agung dalam keterangannya, Selasa, 29 April 2025.

    KPK memastikan bahwa kehadirannya di daerah bukan untuk menghakimi, melainkan untuk membantu daerah menemukan jalan terbaik membangun pemerintahan yang bersih, berintegritas, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat.

    “Untuk itu, Pemda-DPRD harus melibatkan dan memanfaatkan KPK untuk mendukung kemajuan dan kesejahteraan daerah,” ucap Agung.

    Lebih lanjut, Agung menjelaskan, Pemda dan DPRD adalah dua aktor kunci yang menentukan hitam atau putih tata kelola daerah, apakah bebas dari korupsi atau justru terjerumus dalam praktik koruptif.

    “Korupsi di daerah sering berulang dengan pola yang hampir sama. Kalau ada yang belum terungkap, itu mungkin hanya soal waktu,” tuturnya.

    Agung menegaskan, KPK akan terus berperan aktif dalam upaya pencegahan korupsi serta mendukung berbagai langkah strategis di daerah untuk memperkuat komitmen pemberantasan korupsi. Namun, ia mengingatkan KPK tidak bisa bekerja sendiri, diperlukan kolaborasi erat antara KPK, eksekutif, dan legislatif, agar upaya pemberantasan korupsi berjalan efektif.

    “Kami tidak hanya sebatas melakukan sosialisasi, tetapi juga membuka ruang dialog untuk membahas persoalan nyata yang terjadi di daerah,” ujar Agung.

    Berdasarkan Indeks Pencegahan Korupsi Daerah (IPKD) dalam Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) KPK tahun 2024, Provinsi Sumatra Utara mencatatkan skor rata-rata sebesar 75,02. Namun, pada area perencanaan, skor yang diperoleh masih tergolong rendah, yakni 63.

    Sementara itu, tujuh area lainnya yakni penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, pengawasan APIP, manajemen ASN, pengelolaan BMD, dan optimalisasi pajak berhasil mencatatkan skor di atas 80.

    Respons Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution

    Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution, mengapresiasi kegiatan Rakor Pemberantasan Korupsi ini. Ia menilai, ruang dialog yang diberikan menjadi momentum penting bagi kepala daerah untuk menyampaikan pandangan dan tantangan nyata dalam upaya pemberantasan korupsi.

    “Kami mengucapkan terima kasih kepada KPK yang hari ini tidak hanya memberikan arahan, tetapi juga membuka ruang diskusi. Ini penting, agar kami bisa menyampaikan pandangan langsung tentang persoalan korupsi di daerah masing-masing,” ucapnya.

    Kendati demikian, Bobby menuturkan, upaya pemberantasan korupsi tidak hanya bergantung pada integritas kepala daerah, tetapi juga harus diperkuat dengan pembenahan sistem politik dan tata kelola pemerintahan di daerah. Selama hampir dua bulan menjadi gubernur, ia menyebut ada lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kami yang sedang diperiksa.

    “Saya hampir dua bulan menjadi Gubernur. Saat ini, ada lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kami yang sedang diperiksa. Sehingga integritas dan moralitas sangat penting, bukan hanya untuk kepala daerah, tetapi juga untuk seluruh jajaran di bawahnya,” tuturnya.

    Bobby meminta KPK memperkuat kehadirannya di daerah, tidak hanya dalam konteks pencegahan, tetapi juga sebagai penengah dalam membangun kolaborasi yang sehat antara eksekutif dan legislatif di daerah.

    “Kami harus memastikan bahwa sistem yang ada tidak rusak dari awal, karena jika kita masuk ke dalam sistem yang sudah rusak, kita harus memilih apakah kita ingin ikut rusak atau tetap menjaga diri kita tetap bersih,” kata Bobby.

    “Oleh karena itu, kami sangat berharap peran KPK di daerah bisa lebih kuat dan lebih sering. KPK harus menjadi tempat pengaduan bagi kami, agar sistem ini bisa diperbaiki dengan lebih baik,” ujarnya menambahkan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Alasan Gubernur Jateng Kumpulkan 7.810 Kades di Semarang: Taat Aturan Tanpa Korupsi

    Alasan Gubernur Jateng Kumpulkan 7.810 Kades di Semarang: Taat Aturan Tanpa Korupsi

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – 7.810 Kepala Desa di Jawa Tengah dikumpulkan di GOR Indoor Kompleks Stadion Jatidiri Semarang untuk mengikuti Sekolah Antikorupsi, Selasa (29/4/2025). 

    Ini sesuai instruksi Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi.

    Sekolah Antikorupsi ini bertagline “Ngopeni Nglakoni Desa Tanpo Korupsi”.

    Gubernur Ahmad Luthfi mengatakan, ini penting bagi orang nomor satu di desa. 

    Sebagai pemimpin suatu desa, mereka wajib mengetahui aturan-aturan pokok, sehingga tidak melanggar ketentuan sebagaimana perundang-undangan.

    Seluruh Kades diberi pembekalan pembangunan, sehingga anggaran yang dimiliki bisa digunakan tepat sasaran dan tidak melanggar aturan.

    “Kami kumpulkan Kades sebagai upaya preventif dan preemtif terkait tindak pidana korupsi,” kata Gubernur Ahmad Luthfi, Selasa (29/4/2025).

    Sebagai pembicara kunci (keynote speaker) pada acara yang diinisiasi Gubernur Jateng itu adalah Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.

    Narasumber lainnya adalah Dirkrimsus Polda Jateng Kombes Pol Arif Budiman, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jateng Tri Handoyo, dan Jaksa Fungsional Kejati Jateng Sugeng.

    Sementara itu, moderator adalah Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Tengah, Siti Farida.

    “Para narasumber memberikan pembekalan kepada para Kades dalam pembangunan yang taat aturan,” tandasnya.

    Ahmad Luthfi menekankan, pembangunan di desa di Jawa Tengah ke depannya diharapkan bisa semakin maksimal, mengingat desa bisa menjadi pusat perekonomian.

    Terlebih, banyak potensi yang bisa dikembangkan di masing-masing daerah. (*)

  • Bobby Nasution Ajak KPK Awasi Pemerintah Daerah di Sumut

    Bobby Nasution Ajak KPK Awasi Pemerintah Daerah di Sumut

    GELORA.CO – Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Kuningan, Jakarta Selatan, kemarin, Senin (28/4).

    Kedatangan tersebut atas undangan dari lembaga antirasuah yang menggelar agenda Rapat Koordinasi Wilayah I yang diinisiasi oleh Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK.

    Berdasarkan keterangan pers yang disampaikan KPK, dalam pertemuan tersebut Bobby sempat membahas ada lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang saat ini diperiksa terkait kasus dugaan korupsi.

    “Saya hampir dua bulan menjadi Gubernur. Saat ini, ada lima Organisasi Perangkat Daerah kami yang sedang diperiksa sehingga integritas dan moralitas sangat penting, bukan hanya untuk kepala daerah, tetapi juga untuk seluruh jajaran di bawahnya,” kata Bobby dikutip dari siaran pers yang dibagikan oleh KPK, Senin (28/4).

    Menurut menantu dari Presiden RI ke-7 Joko Widodo ini, upaya pemberantasan korupsi tidak hanya bergantung pada integritas kepala daerah, melainkan juga harus diperkuat dengan pembenahan sistem politik dan tata kelola pemerintahan di daerah.

    Atas dasar itu dia meminta KPK agar memperkuat kehadiran di daerah, tidak hanya dalam konteks pencegahan, tetapi juga sebagai penengah dalam membangun kolaborasi yang sehat antara eksekutif dan legislatif di daerah.

    “Kami harus memastikan bahwa sistem yang ada tidak rusak dari awal, karena jika kita masuk ke dalam sistem yang sudah rusak, kita harus memilih: apakah kita ingin ikut rusak atau menjaga diri kita tetap bersih,” tutur Bobby.

    “Oleh karena itu, kami sangat berharap peran KPK di daerah bisa lebih kuat dan lebih sering. KPK harus menjadi tempat pengaduan bagi kami agar sistem ini bisa diperbaiki dengan lebih baik,” tandasnya.

    Sementara itu, Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK Agung Yudha Wibowo mengungkapkan Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD menjadi dua aktor kunci yang menentukan hitam-putih tata kelola daerah bebas dari korupsi atau tidak.

    “Korupsi di daerah sering berulang dengan pola yang hampir sama. Kalau ada yang belum terungkap, itu mungkin hanya soal waktu,” kata Agung.

    Dia memastikan KPK akan terus berperan aktif dalam upaya mencegah korupsi serta mendukung berbagai langkah strategis di daerah untuk memperkuat komitmen pemberantasan korupsi.

    Meskipun demikian, Agung mengingatkan KPK tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan kolaborasi erat antara KPK, eksekutif dan legislatif agar upaya pemberantasan korupsi berjalan efektif.

    “Kami tidak hanya sebatas melakukan sosialisasi, tetapi juga membuka ruang dialog untuk membahas persoalan nyata yang terjadi di daerah,” imbuhnya.

    Mengacu pada Indeks Pencegahan Korupsi Daerah (IPKD) dalam Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) KPK tahun 2024, Provinsi Sumatera Utara mencatatkan skor rata-rata sebesar 75,02.

    Namun, pada area perencanaan, skor yang diperoleh masih tergolong rendah yakni 63.

    Sementara itu, tujuh area lainnya yakni penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, pengawasan APIP, manajemen ASN, pengelolaan BMD, dan optimalisasi pajak berhasil mencatatkan skor di atas 80.

    Berdasarkan data Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) KPK terkait penanganan tindak pidana korupsi oleh aparat penegak hukum (APH) di Sumatera Utara, tercatat sebanyak 170 perkara yang ditangani sepanjang 2023 hingga Desember 2024.

    Terdapat beberapa modus yang dilakukan, seperti penyalahgunaan anggaran (44 persen), pengadaan barang dan jasa (42 persen), sektor perbankan (7 persen), pemerasan atau pungutan liar (3 persen), dan sisanya mencakup modus lain (4 persen).

    Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menambahkan pemberantasan korupsi bukan sekadar soal regulasi atau besar kecilnya gaji pejabat, melainkan tentang integritas hati dan pikiran.

    “Gaji besar atau kecil tidak menjadi jaminan. Kalau hati dan pikiran tetap rakus, korupsi akan tetap terjadi,” kata Johanis di hadapan delapan perwakilan pemerintah daerah yang hadir yakni Provinsi Sumatera Utara, Kota Pematang Siantar, Kabupaten Asahan, Kota Tebing Tinggi, Kota Tanjungbalai, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Serdang Bedagai.

    Johanis mengingatkan korupsi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat.

    “Saya berpesan, laksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Ingatlah, uang yang didapatkan dari korupsi adalah uang haram. Jangan sekali-kali membanggakan uang itu kepada keluarga,” pungkasnya.

  • Jangan Ada Lagi yang Ngadi-ngadi!

    Jangan Ada Lagi yang Ngadi-ngadi!

    GELORA.CO – Setelah menjalani berbagai proses dan desakan masyarakat setempat akhirnya proyek yang dibela Bahlil, PSN Rempang Eco City resmi batal.

    Pembatalan ini disampaikan oleh Rieke Diah Pitaloka di akun instagramnya yang menyampaikan jika Proyak Strategis Rempang Eco City sudah tidak ada lagi dalam Perpres 12 2025 tentang RPJMN 2025-2029.

    “Jadi jangan ada lagi yang ngadi-ngadi, dalam Perpres 12 2025 tentang RPJMN 2025-2029 yang ditanda tangani Presiden Prabowo sudah tidak ada lagi Proyek Strategis Nasional yang bernama Kawasan Rempang Eco City,” ungkap Rieke.

    Rieke juga menyampaikan bahwa sejak dikeluarkannya Perpres ini maka sudah tidak ada lagi intimidasi oleh siapun terhadap warga rempang.

    Diketahui bahwa rencana pembangunan Kawasan Rempang Eco City ini sempat ricuh beberapa wajktu lalu yang memakan korban warga setempat karena menolak untuk di relokasi ke wilayah lainnya.

    Bahkan Bahlil Lahadalia yang saat ini menjabat sebagai Menteri ESDM ikut turun langsung kelapangan untuk memberikan masukan pada warga.

    Tidak hanya itu, Bahlil yang memberikan dukungan untuk pembangunan Kawasan Rempang Eco City ini juga mencoba untuk membujuk masyarakat agar mau direlokasi ke wilayah lainnya dengan menyiapkan berbagai fasilitas.

    Adapun luas lahan yang mencapai 7.572 hektare di Pulau Rempang menjadi target lahan Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk pembangunan pabrik kaca.

    Rempang Eco City masuk dalam PSN 2023 yang diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023, ditandatangani pada 28 Agustus 2023.

    PT Makmur Elok Graha (MEG) berhasil menarik investor dari Tiongkok, Xinyi International Investment Limited, dengan nilai investasi USD 11,5 miliar atau setara 174 triliun rupiah sampai 2080.

    Kerjasama ini diperkirakan menarik investasi sebesar Rp381 triliun, dengan target penyerapan sekitar 306.000 tenaga kerja hingga 2080.

    PT MEG mendapat lahan seluas 17.000 hektare yang mencakup seluruh Pulau Rempang dan Pulau Subang Mas.

    Namun, 16 kampung adat Melayu yang sudah menetap sejak 1834 menolak keras proyek ini.

    2001 BP Batam terbitkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada perusahaan swasta, yang kemudian berpindah tangan ke PT MEG.

    7 September 2023 – 18 Desember 2025 terjadi konflik Tanah Rempang antara warga dan PT. MEG.

    Sedangkan Rekomendasi Untuk Mengatasi Permasalahan Ini:

    Mendukung Pemerintah Evaluasi PSN 2023 Rempang Eco City, yang saat ini sudah tidak tercantum dalam lampiran Perpres 12/2025 h.72-78Mendesak hentikan intimidasi dan kekerasan terhadap warga Pulau Rempang, siapa pun yang melakukan intimidasi berarti telah SECARA TERBUKA MELAWAN PERATURAN PRESIDEN, melanggar hukum dan wajib mendapat sanksi hukum. Mendukung Kejaksaan Agung dan KPK untuk mengusut indikasi kuat permainan hak kelola lahan 17.000 hektar kepada PT. MEG mencakup Pulau Rempang dan Pulau Subang MasMemohon Pimpinan DPR meminta BPK melakukan audit terhadap BP. BATAM terkait kasus Pulau Rempang dan Pulau Subang MasMengusulkan RDPU Komisi VI DPR RI dengan Direksi BP. BATAM, perwakilan warga Pulau Rempang dan Pulau Subang Mas, serta PT. MEG.

  • Di Hadapan Bobby Nasution, KPK Bilang Korupsi Uang Haram, Jangan Banggakan kepada Keluarga – Halaman all

    Di Hadapan Bobby Nasution, KPK Bilang Korupsi Uang Haram, Jangan Banggakan kepada Keluarga – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Wilayah I yang diinisiasi oleh Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah I KPK, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (28/4/2025).

    Salah satu kepala daerah yang diundang adalah Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution.

    Turut hadir pula tujuh perwakilan pemerintah daerah yakni, Kota Pematang Siantar, Kabupaten Asahan, Kota Tebing Tinggi, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Serdang Bedagai.

    Di hadapan Bobby Nasution dan tujuh perwakilan pemda dari wilayah Sumut, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan bahwa kunci utama dalam perjalanan pemberantasan korupsi di daerah berada di tangan pemda dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 

    Pasalnya, pemda dan DPRD merupakan aktor yang berperan dalam proses pengambil kebijakan di daerah. 

    Tanak menegaskan bahwa persoalan korupsi di Indonesia bukanlah hal baru. 

    “Sejak masa awal kemerdekaan, Bung Karno sudah menyoroti maraknya korupsi di tubuh pemerintah dan dunia usaha. Bahkan, beliau sampai menetapkan negara dalam keadaan darurat pada 1957 karena situasi tersebut,” ujar Tanak dalam siaran pers yang dirilis KPK, Selasa (29/4/2025).

    Tanak menekankan, pemberantasan korupsi bukan sekadar soal regulasi atau besar kecilnya gaji pejabat, melainkan tentang integritas hati dan pikiran. 

    “Gaji besar atau kecil tidak menjadi jaminan. Kalau hati dan pikiran tetap rakus, korupsi akan tetap terjadi,” lanjutnya. 

    Ia mengingatkan bahwa korupsi sejatinya adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat, karena uang negara berasal dari pajak yang dikumpulkan dari masyarakat.

    “Saya berpesan, laksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Ingatlah, uang yang didapatkan dari korupsi adalah uang haram. Jangan sekali-kali membanggakan uang itu kepada keluarga,” ucap Tanak. 

    Lebih jauh, ia mengajak semua pihak untuk memahami bahwa membangun negeri tanpa korupsi hanya memerlukan dua hal, yakni tidak menyalahgunakan kewenangan dan menjaga hati tetap bersih. 

    “Bicara korupsi itu sederhana, jangan manfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi, jaga intergitas, dan moralitas. Dan peran pemda dan DPRD yang bersih serta jujur juga menjadi penting dalam hal ini,” kata Tanak.

    Sementara itu, Bobby Nasution mengapresiasi kegiatan rakor pemberantasan korupsi ini. 

    Ia menilai, ruang dialog yang diberikan menjadi momentum penting bagi kepala daerah untuk menyampaikan pandangan dan tantangan nyata dalam upaya pemberantasan korupsi. 

    “Kami mengucapkan terima kasih kepada KPK yang hari ini tidak hanya memberikan arahan, tetapi juga membuka ruang diskusi. Ini penting, agar kami bisa menyampaikan pandangan langsung tentang persoalan korupsi di daerah masing-masing,” ujar Bobby.

    Kendati begitu, menantu Presiden ke-7 RI Joko Widodo ini menuturkan upaya pemberantasan korupsi tidak hanya bergantung pada integritas kepala daerah, tetapi juga harus diperkuat dengan pembenahan sistem politik dan tata kelola pemerintahan di daerah. 

    “Saya hampir dua bulan menjadi gubernur. Saat ini, ada lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kami yang sedang diperiksa. Sehingga integritas dan moralitas sangat penting, bukan hanya untuk kepala daerah, tetapi juga untuk seluruh jajaran di bawahnya,” kata Bobby. 

    Bobby meminta agar KPK memperkuat kehadirannya di daerah, tidak hanya dalam konteks pencegahan, tetapi juga sebagai penengah dalam membangun kolaborasi yang sehat antara eksekutif dan legislatif di daerah. 

    “Kami harus memastikan bahwa sistem yang ada tidak rusak dari awal, karena jika kita masuk ke dalam sistem yang sudah rusak, kita harus memilih: apakah kita ingin ikut rusak atau tetap menjaga diri kita tetap bersih. Oleh karena itu, kami sangat berharap peran KPK di daerah bisa lebih kuat dan lebih sering. KPK harus menjadi tempat pengaduan bagi kami, agar sistem ini bisa diperbaiki dengan lebih baik,” tuturnya.

     

  • Korupsi Taspen: Dana Pensiun Dirampok
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 April 2025

    Korupsi Taspen: Dana Pensiun Dirampok Nasional 29 April 2025

    Korupsi Taspen: Dana Pensiun Dirampok
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    DI NEGERI
    yang dihuni berjuta harapan masa tua, ironi ini terjadi:
    dana pensiun
    yang semestinya menjadi sandaran hari senja, justru dirampok terang benderang.
    PT Taspen, lembaga negara yang diberi amanah mengelola dana pensiun para abdi negara, kini terseret dalam pusaran korupsi. Skandal investasi fiktif senilai Rp 1 triliun membuktikan, bahkan hak hidup para pensiunan pun tak lagi sakral di mata sebagian pejabat.
    Dalam pengungkapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terungkap betapa investasi bodong menjadi alat memperkaya diri.
    Mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius NS Kosasih, bersama petinggi PT Insight Investment Management, diduga menggelapkan dana yang bukan hanya angka di atas kertas, tetapi harga diri dan masa depan para pensiunan.
    Kasus ini bermula dari tahun 2019, saat Taspen menempatkan dana investasi di reksa dana RD I-Next G2. Angka yang fantastis: Rp 1 triliun.
    Prosedurnya? Buram. Tata kelolanya? Terabaikan. Risiko? Seolah tak perlu dihitung.
    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam audit terakhir menyatakan dengan tegas: kerugian negara akibat investasi bodong ini mencapai Rp 1 triliun.
    Uang itu menguap, meninggalkan lubang besar di fondasi keuangan negara, sekaligus menampar logika manajemen risiko yang semestinya ketat di lembaga pengelola dana rakyat.
    Ironisnya, ini bukan pertama kali dana publik dijadikan bancakan. Yang membedakan, kali ini yang dirampok bukan sembarang dana: ini dana pensiun. Hak orang-orang yang di masa mudanya berpeluh untuk republik ini.
    KPK bergerak. Tak sekadar mengejar bayang-bayang, KPK menahan Antonius Kosasih dan Ekiawan Heri Primaryanto. Enam apartemen mewah di Tangerang Selatan, uang tunai Rp 150 miliar disita sebagai bukti kejahatan yang telanjang.
    Namun, penahanan ini seolah membuka luka lama: mengapa lembaga seperti Taspen bisa begitu mudah mengabaikan prinsip kehati-hatian?
    Di mana fungsi pengawasan internal, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kementerian BUMN saat investasi sebesar itu berjalan tanpa dasar yang kuat?
    Lebih dari sekadar penyimpangan administrasi, ini adalah penghianatan terhadap mandat sosial. Dana yang dikelola Taspen bukan dana modal ventura, bukan dana spekulasi, melainkan dana kesejahteraan puluhan juta orang tua bangsa.
    Kasus Taspen adalah cermin retak dari ketidakmampuan negara melindungi dana publik. Betapa mudahnya nilai Rp 1 triliun—yang seharusnya menopang hidup para pensiunan—diobral untuk keserakahan segelintir orang.
    Ini bukan semata kegagalan individu. Ini adalah kegagalan sistemik. Kegagalan yang memperlihatkan betapa pengawasan BUMN masih lemah, betapa akuntabilitas manajemen keuangan negara masih menjadi jargon kosong.
    Pertanyaannya: sampai kapan kita membiarkan institusi-institusi strategis kita menjadi ladang perburuan rente? Sampai kapan kita menutup mata terhadap pengkhianatan yang dilakukan oleh mereka yang diberi mandat untuk mengabdi?
    Dalam sistem yang sehat, kepercayaan adalah modal. Jika kepercayaan itu dirusak oleh tangan-tangan kotor, seluruh bangunan negara ikut rapuh.
    Mungkin bagi sebagian pejabat, kerugian Rp 1 triliun hanyalah satu laporan di meja. Namun, bagi pensiunan guru di kampung, bagi mantan abdi negara yang menggantungkan masa tuanya pada Taspen, Rp 1 triliun adalah jaminan makan, kesehatan, dan martabat.
    Dalam setiap rupiah yang dirampok, ada peluh, ada air mata, ada rasa percaya yang dicabik-cabik. Itulah yang tidak tercermin dalam neraca keuangan, tapi menganga dalam batin rakyat.
    Mengelola dana pensiun bukan hanya urusan bisnis. Ia adalah urusan keadilan antargenerasi. Ia adalah bentuk penghormatan negara terhadap jasa warga yang membangun negeri ini. Ketika negara gagal menjaga dana itu, negara juga gagal menjaga rasa keadilan.
    Mereka yang kini ditahan, tentu harus diadili dengan proses hukum yang adil dan transparan. Namun, tugas negara tidak berhenti di situ. Lebih dari itu, perlu ada pembenahan total terhadap sistem pengelolaan dana pensiun.
    Transparansi investasi harus menjadi prinsip utama. Otoritas pengawasan keuangan harus diperkuat secara nyata, bukan hanya seremonial.
    Keterlibatan publik, termasuk para pensiunan, dalam mengawasi jalannya investasi harus difasilitasi.
    Dan yang paling penting: pengkhianatan terhadap amanah publik harus diberi hukuman seberat-beratnya agar menjadi pelajaran keras bagi siapapun yang tergoda menyentuh dana publik.
    Jika tidak, maka jangan salahkan rakyat jika mereka kian kehilangan kepercayaan pada negara.
    Ada yang lebih berat dari sekadar menuntut pertanggungjawaban hukum: menuntut pertanggungjawaban moral.
    Mereka yang bermain-main dengan dana pensiun tidak sekadar melanggar hukum, mereka menghancurkan nilai dasar penghormatan terhadap masa tua, terhadap jasa, terhadap keadaban publik.
    Dalam setiap negara yang bermartabat, dana pensiun adalah jantung kesejahteraan sosial. Ketika jantung itu dirusak oleh keserakahan, maka penyakit kronis dalam tubuh republik akan segera menyebar.
    Korupsi Taspen
    bukan sekadar soal uang; ini soal bagaimana negara menghargai rakyatnya.
    Kini publik menanti: bukan hanya siapa yang masuk penjara, tapi juga apakah pemerintah akan sungguh-sungguh memperbaiki sistem pengelolaan dana publik.
    Jika kasus Taspen hanya berakhir dengan hukuman kepada individu tanpa reformasi struktural, kita hanya mengulang siklus busuk yang sama: skandal demi skandal, permintaan maaf demi permintaan maaf, tanpa perubahan berarti.
    Sebaliknya, jika kita berani memperbaiki, maka kasus ini bisa menjadi momentum penting: membangun ulang tata kelola keuangan negara yang berorientasi pada integritas dan keadilan sosial.
    Sebab dalam republik yang sehat, masa tua rakyatnya adalah cermin masa depan bangsanya. Dan kita tidak akan pernah menjadi bangsa besar jika dana pensiun pun tak bisa kita jaga.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Kasus Korupsi Mbak Ita: Permintaan Uang Rp 16 M, Vitamin untuk Aparat hingga Modus Bersihkan Jejak
                        Regional

    6 Kasus Korupsi Mbak Ita: Permintaan Uang Rp 16 M, Vitamin untuk Aparat hingga Modus Bersihkan Jejak Regional

    Kasus Korupsi Mbak Ita: Permintaan Uang Rp 16 M, Vitamin untuk Aparat hingga Modus Bersihkan Jejak
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com
    – Sejumlah fakta terungkap pada sidang kedua kasus korupsi mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu alias
    Mbak Ita
    dan suaminya, Alwin Basri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (28/4/2025). 
    Dalam persidangan tersebut, tiga saksi dihadirkan yakni Camat Gayamsari sekaligus mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, Eko Yuniarto, Camat Genuk Suroto dan Camat Semarang Selatan, Ronny Cahyo Nugroho.
    Fakta apa saja yang terungkap? 
    Dalam persidangan tersebut, mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, Eko Yuniarto yang dihadirkan sebagai saksi menyebutkan Alwin Basri, suami Mbak Ita meminta uang Rp 16 miliar kepada para camat. 
    “Itu angka yang diminta beliau (Alwin) Rp 16 miliar, beliau meralat minimal Rp 16 miliar,” kata Eko di persidangan. 
    Sebelumnya, Alwin yang menjabat sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Kota Semarang sempat meminta Rp 20 miliar kepada para camat. 
    “Waktu itu mau nego, pada waktu itu beliau hanya menyampaikan itu,” ucapnya. 
    Dalam pertemuan tersebut, Eko juga sempat melakukan negosiasi dengan rekannya agar anggaran yang diminta oleh Alwin bisa berkurang. 
    “Bagaimana agar Rp 10 miliar, respons Pak Alwin minta Rp 16 miliar,” ungkap Eko. 
    Selain soal Rp 16 juta, dalam persidangan tersebut Eko mengaku diminta membuang
    handphone
    dan bukti transfer oleh Mbak Ita saat kasus korupsi di Pemerintah Kota Semarang mulai tercium. 
    “Perintahnya nomor tetap, waktu itu mungkin ada keterkaitan kejadian pemeriksaan KPK,” kata Eko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.
    Selain itu, Eko juga diminta oleh Mbak Ita agar tidak menghadiri panggilan KPK di kantor BPK Jawa Tengah. 
    “Saat itu kami diundang Bu Ita (terdakwa) untuk tidak hadir,” ujarnya. 
    Dalam pertemuan tersebut, Mbak Ita juga memintanya agar Eko tenang karena sudah ada pengondisian oleh terdakwa. 
    “Pokoknya tak usah datang begitu,” tambah Eko menirukan perintah Mbak Ita. 
    Sidang yang dilaksanakan pada Senin (28/4/2025), mengungkap adanya aliran dana yang diistilahkan sebagai “vitamin” mengalir ke sejumlah instansi. 
    Aliran dana tersebut bersumber dari Martono, Ketua Gapensi Kota Semarang, kemudian diserahkan melalui Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, Eko Yuniarto dan mantan Camat Gajahmungkur, Ade Bhakti. 
    Berdasarkan keterangan Eko yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang tersebut, menyampaikan bahwa ada uang dari Martono yang mengalir ke Polrestabes Semarang dan kejaksaan. 
    “Di kejaksaan melalui kasi intel, yang di Polrestabes melalui Kanit Tipikor Polrestabes Semarang,” kata Eko saat menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin. 
    Dia menyebutkan, saat itu diperintahkan oleh Martono untuk memberikan uang ke sejumlah instansi dengan Ade Bhakti yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Damkar Kota Semarang. 
    “Saya dan Pak Ade Bhakti pada waktu itu (yang menyerahkan) tapi Pak Martono yang berkomunikasi dengan pihak institusi itu,” ungkapnya. 
    Camat Genuk, Kota Semarang, Suroto mengaku diminta mengembalikan uang sebanyak Rp 614 juta ke Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Tengah. 
    Uang ratusan juta yang dikembalikan itu atas permintaan Alwin Basri, suami mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu alias Mbak Ita. 
    “Ada pemeriksaan BPK terkait aspal dan lain lain sehingga ada temuan. Waktu itu yang harus dikembalikan Rp 614 juta,” kata Suroto saat menjadi saksi kasus korupsi Alwin dan Mbak Ita di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.
    Waktu itu, uang dari para camat diserahkan ke Alwin kemudian Mbak Ita menyerahkan uang tersebut ke BPK. 
    “Yang meminta bapak (Alwi) yang menyerahkan Bu Wali (Mbak Ita),” ungkapnya. 
    Hal yang sama juga dikatakan Eko Yuniarto, Camat Gayamsari sekaligus mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang. 
    Dia mengaku sejumlah camat di Kota Semarang juga diminta untuk mengembalikan sejumlah uang karena ada temuan BPK. 
    Uang yang dikembalikan tersebut merupakan proyek di sejumlah kecamatan yang diakomodir oleh Ketua Gapensi Kota Semarang, Martono yang saat ini menjadi terdakwa di kasus tersebut.
    Eko selaku Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang juga sempat dipertemukan dengan Martono oleh Alwin. 
    Dalam pertemuan tersebut dibicarakan soal proyek di sejumlah kecamatan hingga akhirnya ada temuan oleh BPK. 
    “Kami tak pernah meminta uang tersebut tapi itu jadi temuan di seluruh kecamatan. Termasuk uang kontrak pengadaan langsung. Di dalam ranca anggaran biaya sudah masuk dan dokumen ada tapi kami harus kembalikan,” tambahnya. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Bobby Nasution 7 Jam di KPK, Ungkap 5 OPD Sumut Diperiksa soal Korupsi
                        Nasional

    10 Bobby Nasution 7 Jam di KPK, Ungkap 5 OPD Sumut Diperiksa soal Korupsi Nasional

    Bobby Nasution 7 Jam di KPK, Ungkap 5 OPD Sumut Diperiksa soal Korupsi
    Editor
    KOMPAS.com
    – Gubernur Sumatera Utara (Sumut)
    Bobby Nasution
    mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) di Jakarta, Senin (28/4/2025).
    Kehadirannya bukan dalam rangka pemeriksaan, melainkan untuk mengikuti kegiatan koordinasi dan supervisi (korsup) antarkelembagaan yang digelar oleh KPK bersama pemerintah daerah di wilayah Sumatera.
    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa Bobby hadir dalam rangka kegiatan koordinasi dan supervisi yang memang ditujukan untuk wilayah Sumatera Utara.
    “Giat Korsup, khususnya wilayah Sumatera Utara,” kata Budi, dalam pesan singkat, Senin.
    Bobby sendiri menyampaikan bahwa dirinya diundang KPK dalam forum yang melibatkan delapan daerah, termasuk provinsi dan tujuh kabupaten/kota di Sumatera.
    “Jadi, tadi kami diundang ada delapan daerah, termasuk provinsi dan tujuh kabupaten kota. Dan seluruh provinsi dan kabupaten kota nanti di Sumatera akan diundang semua. Cuma ini jadwalnya kami, delapan daerah,” ujar Bobby di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
    Dalam forum itu, Bobby yang berada di KPK selama sekitar tujuh jam, dari pukul 09.00 hingga 16.00 WIB, mengungkapkan bahwa pembahasan utama adalah seputar potensi praktik korupsi di daerah.
    “Ya dari segala sisi tadi (potensi korupsi) dibahas mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan,” kata Bobby.
     
    Bobby juga menyoroti pentingnya pencegahan korupsi, khususnya dalam aspek penyusunan anggaran dan peningkatan pendapatan daerah.
    Menurut dia, koordinasi antara pemerintah daerah dengan DPRD juga menjadi bagian penting dalam upaya pemberantasan korupsi.
    “Ya yang dibahas penegakan, pencegahan antikorupsi, koordinasi antara pemerintah daerah dan DPRD, penyusunan anggaran, dan optimalisasi pendapatan,” ujar dia.
    Dalam pertemuan itu, Bobby juga mengungkapkan soal adanya lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Sumatera Utara yang saat ini sedang diperiksa terkait dugaan korupsi.
    “Saya hampir dua bulan menjadi Gubernur. Saat ini, ada lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kami yang sedang diperiksa. Sehingga integritas dan moralitas sangat penting, bukan hanya untuk kepala daerah, tetapi juga untuk seluruh jajaran di bawahnya,” ujarnya dalam siaran pers resmi KPK.
    Ia menekankan pentingnya kehadiran KPK tidak hanya dalam konteks pencegahan, tetapi juga sebagai fasilitator yang membantu memperkuat kolaborasi yang sehat antara pihak eksekutif dan legislatif di daerah.
    “Kami harus memastikan bahwa sistem yang ada tidak rusak dari awal, karena jika kita masuk ke dalam sistem yang sudah rusak, kita harus memilih, apakah kita ingin ikut rusak atau tetap menjaga diri kita tetap bersih,” ucap Bobby.
    “KPK harus menjadi tempat pengaduan bagi kami, agar sistem ini bisa diperbaiki dengan lebih baik,” sambungnya.
    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK, Agung Yudha Wibowo, mengungkap sejumlah area rawan korupsi di pemerintahan daerah.
    Potensi tersebut mencakup mulai dari perencanaan anggaran yang tidak akuntabel, proses pengadaan barang dan jasa, hingga praktik jual beli jabatan.
    “Sebagai aktor utama di daerah, pemda dan DPRD harus mengambil peran besar dalam memastikan pelayanan publik semakin baik, perekonomian daerah meningkat, serta demokrasi lokal tumbuh sehat,” tegas Agung.
    (KOMPAS.COM/HARYANTI PUSPA SARI)
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.