Kementrian Lembaga: KPK

  • Eks Jubir KPK Johan Budi Tak Setuju Prabowo Beri Amnesti untuk Sekjen PDI-P Hasto
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Desember 2025

    Eks Jubir KPK Johan Budi Tak Setuju Prabowo Beri Amnesti untuk Sekjen PDI-P Hasto Nasional 6 Desember 2025

    Eks Jubir KPK Johan Budi Tak Setuju Prabowo Beri Amnesti untuk Sekjen PDI-P Hasto
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Juru Bicara KPK Johan Budi mengaku tidak setuju dengan pemberian amnesti kepada Sekretaris Jenderal Partai PDI-P Hasto Kristiyanto, oleh Presiden Prabowo Subianto.
    Johan mengatakan,
    amnesti untuk Hasto
    sarat kepentingan politik.
    “Saya tidak setuju kalau kewenangan konstitusi yang dimiliki Presiden Prabowo itu digunakan untuk kepentingan politik, rekonsiliasi nasional kan istilahnya. Anda tahu kan sebelum ada amnesti. Itu saya enggak setuju kalau yang itu,” ujar Johan, dalam acara diskusi Total Politik berjudul ‘Gejolak Jelang 2026: Dampak Politik Pisau Hukum Prabowo’ di Menteng, Jakarta, Sabtu (6/12/2025).
    Johan membandingkan amnesti untuk Hasto dengan dua keputusan Prabowo lainnya, yaitu abolisi untuk Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong di kasus
    korupsi
    importasi gula dan rehabilitasi untuk eks Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi serta dua direksinya di kasus korupsi akuisisi perusahaan PT JN.
    Ia mengaku setuju dengan dua keputusan ini karena hasilnya memberikan keadilan, terutama di kalangan masyarakat.
    “Kalau yang dua itu (abolisi Tom dan rehabilitasi Ira) saya setuju karena konsepnya demi keadilan masyarakat,” imbuh Johan.
    Johan menegaskan, ia tidak setuju jika amnesti diberikan untuk kepentingan politik, terutama jika amnesti ini diberikan kepada orang yang tengah dijerat kasus korupsi.
    “Yang saya soroti dan saya tidak setuju adalah memberikan amnesti untuk rekonsiliasi politik, tapi di kasus korupsi,” tutup Johan.
    Diketahui, Hasto resmi bebas dari proses hukum yang menjeratnya setelah mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo yang disetujui DPR pada Kamis (31/7/2025).
    Saat menerima amnesti, Hasto sudah divonis bersalah karena terbukti menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait Harun Masuki.
    Hasto pun divonis 3,5 tahun penjara atas perbuatannya.
    Namun, belum sempat menjalani hukumannya, ia sudah bebas dari Rutan KPK pada Kamis (31/7/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Melly Goeslaw Dukung LMKN Dibiayai Pakai APBN

    Melly Goeslaw Dukung LMKN Dibiayai Pakai APBN

    Jakarta, Beritasatu.com – Musisi sekaligus anggota Komisi X DPR, Melly Goeslaw menyatakan dukungannya terhadap usulan agar kinerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dalam mengelola royalti lagu dan musik di Indonesia dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Hal ini diungkap Melly dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama LMKN. 

    “Sebenarnya kalau saya selaku pekerja seni, saya sudah lelah dari berpuluh-puluh tahun jika ada sesuatu yang menurut saya mencurigakan di LMK ataupun LMKN, saya tidak pernah bisa berbuat apa-apa, makanya saya setuju LMKN dibiayai oleh APBN,” ungkap Melly, dikutip dari kanal YouTube dari TVR Parlemen, Sabtu (6/12/2025).

    “Saya sedikit agak setuju kalau ada APBN-nya, karena mungkin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan turun tangan di situ. Sehingga jadi pada takut gitu kalau untuk ada yang bermain curang. Ya mudah-mudahan apa pun yang nanti dipilih menjadi berkeadilan untuk semua pihak,” tegasnya.

    Melly menekankan pentingnya perbaikan sistem royalti di Indonesia, yang bukan sekadar angka, tetapi juga penghargaan atas dedikasi musisi. Ia menilai sistem ini harus dipantau secara tepat dan real-time demi kesejahteraan musisi dan pencipta lagu.

    “Buat saya royalti itu bukan hanya sekadar angka, tetapi juga penghargaan atas waktu, perasaan, tenaga dan kehidupan serta dedikasi kami untuk sebuah karya. Oleh sebab itu, LMKN memberikan pemahaman yang jelas kepada para pencipta soal tata kelola royalti, termasuk sumber royalti, pola distribusi, serta hak-hak yang melekat pada karya di ranah digital agar mereka bisa sejahtera,” tutupnya. 

  • Eks Jubir KPK Johan Budi Tak Setuju Prabowo Beri Amnesti untuk Sekjen PDI-P Hasto
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Desember 2025

    Waketum Gerindra Habiburokhman: Amnesti untuk Hasto bukan Upaya Rekonsiliasi Politik Nasional 6 Desember 2025

    Waketum Gerindra Habiburokhman: Amnesti untuk Hasto bukan Upaya Rekonsiliasi Politik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menegaskan bahwa pemberian amnesti kepada Sekretaris Jenderal Partai PDI-P Hasto Kristiyanto, bukanlah upaya rekonsiliasi politik.
    Hal ini disampaikan
    Habiburokhman
    untuk menjawab anggapan dari mantan Pimpinan KPK
    Johan Budi
    , yang menilai Prabowo Subianto berusaha melakukan rekonsiliasi dengan PDI-P melalui amnesti untuk Hasto.
    “Pak Johan Budi mengatakan amnesti (untuk Hasto) sebagai bentuk rekonsiliasi, bukan itu,” kata Habiburokhman, dalam acara diskusi ‘Gejolak Jelang 2026: Dampak Politik Pisau Hukum Prabowo’ di Menteng, Jakarta, Sabtu (6/12/2025).
    Habiburokhman menuturkan, pemberian amnesti kepada Hasto justru menjadi bukti bahwa Prabowo tidak ingin menggunakan hukum untuk membalas dendam politik.
    “Justru Pak Prabowo mau meluruskan bahwa kami ini enggak mau menggunakan hukum sebagai alasan untuk mengeksekusi dendam politik,” ujar dia.
    Ia menambahkan, Prabowo tidak akan mempidanakan seseorang karena ada dendam politik yang belum selesai.
    “Kami ingin menegaskan sikap
    gentleman
    kita, sikap
    gentleman
    Pak Prabowo. Enggak ada karena dendam politik, orang di-tipikorkan, enggak ada,” ujar Habiburokhman.
    Sebelum giliran Habiburokhman menyampaikan pendapatnya, Johan Budi sempat memberikan pendapat terkait sejumlah keputusan Prabowo untuk menggunakan hak prerogatifnya.
    Ada tiga kasus yang disinggung Johan: Abolisi untuk Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula, rehabilitasi untuk eks Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi dan dua direksinya dalam kasus korupsi akuisisi perusahaan PT JN, serta amnesti untuk Hasto Kristiyanto dalam kasus suap penanganan perkara terkait Harun Masiko.
    Johan menegaskan bahwa dirinya setuju dengan keputusan Prabowo “mengampuni” Tom Lembong dan Ira Puspadewi, tetapi tidak dengan amnesti untuk Hasto.
    “Saya tidak setuju kalau kewenangan konstitusi yang dimiliki Presiden Prabowo itu digunakan untuk kepentingan politik, rekonsiliasi nasional kan istilahnya. Anda tahu kan sebelum ada amnesti, itu saya enggak setuju kalau yang itu,” kata Johan, dalam acara yang sama.
    Ia menegaskan bahwa abolisi untuk Tom dan rehabilitasi untuk Ira menjawab pertanyaan di masyarakat sekaligus memberikan rasa keadilan.
    Namun, pemberian amnesti untuk Hasto tidak memenuhi aspek-aspek ini.
    “Kalau politik kan bisa banyak hal, tapi kalau amnesti itu saya enggak setuju, tolong dicatat itu,” tegas Johan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MPR Dorong Pemimpin Administrasi Publik Berintegritas-Berwawasan Kebangsaan

    MPR Dorong Pemimpin Administrasi Publik Berintegritas-Berwawasan Kebangsaan

    Jakarta

    Sekretariat Jenderal (Setjen) MPR RI menggelar kegiatan ‘Menyapa Sahabat Kebangsaan’ di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (FISIP UNPAD). Kegiatan itu mengangkat tema ‘Pemimpin Administrasi Publik yang Berintegritas dan Berwawasan Kebangsaan’.

    Dalam kegiatan ini, Kepala Biro Humas dan Sistem Informasi Setjen MPR Anies Mayangsari Muninggar menegaskan pemimpin administrasi publik harus kompeten, berintegritas, dan berwawasan kebangsaan.

    Nilai dasar integritas meliputi jujur, akuntabel, dan etis. Sedangkan nilai wawasan kebangsaan antara lain nilai nasionalisme, persatuan, dan kesejahteraan.

    “Pemimpin administrasi publik yang berintegritas dan berwawasan kebangsaan adalah sosok yang menjadikan Pancasila sebagai jiwa, konstitusi sebagai kompas, dan NKRI sebagai rumah bersama,” kata Anies, dalam keterangannya, Sabtu (6/12/2025).

    Anies menekankan pentingnya pemimpin administrasi publik memiliki integritas dan wawasan kebangsaan karena adanya tantangan yang dihadapi administrasi publik Indonesia, yaitu tantangan integritas, tantangan penegakan hukum, dan tantangan kepercayaan publik.

    “Skor ini menunjukkan bahwa persepsi korupsi di sektor publik masih tinggi dan menghambat terwujudnya birokrasi yang bersih,” ujar Anies.

    Sedangkan tantangan penegakan hukum, Anies mengungkapkan data resmi dari Statistik Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2024 menunjukkan lebih dari 85% penyidikan korupsi berasal dari pengadaan barang/jasa serta gratifikasi dan penyuapan.

    Dalam tantangan kepercayaan publik, lanjut Anies, data GoodStats 2025 mencatat 60% masyarakat menyatakan cukup percaya pada lembaga negara dengan angka sangat percaya masih di bawah 25%.

    “Data ini menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik masih moderat namun belum kokoh dan sangat dipengaruhi oleh kualitas integritas pemimpin publik,” kata Anies.

    Menurut Anies, Indonesia membutuhkan bukan hanya pejabat, tetapi pemimpin yang berani jujur, berani melayani, dan berani menjaga kehormatan negara.

    Oleh karena itu, Anies berharap mahasiswa administrasi publik sebagai calon penyelenggara pemerintahan (perencana, analis, birokrat, pemimpin) perlu menyiapkan diri sebagai generasi penerus yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kokoh secara moral dan nasionalisme.

    Sementara itu, Staf Pengajar Departemen Administrasi Publik FISIP UNPAD Slamet Usman Ismanto mengatakan seorang pemimpin administrasi publik harus memberikan hope (harapan).

    “Karena seorang pemimpin administrasi publik akan membuat keputusan. Seorang pemimpin administrasi publik juga harus menjadi teladan,” kata Slamet.

    Terkait dengan harapan, keputusan, dan teladan, lanjut Slamet, seorang pemimpin administrasi publik harus memiliki kemampuan literasi data dan literasi teknologi. Kemampuan literasi ini bisa diperoleh dengan cara membangun karakter yang dimulai dengan kebiasaan atau habit.

    “Keberhasilan dipengaruhi oleh komitmen dan konsistensi. Ini membutuhkan mentor dan latihan. Masa depan bukan direncanakan, tetapi diciptakan,” pesan Slamet.

    Kegiatan hasil kerja sama Biro Humas dan Sistem Informasi Setjen MPR dan Himpunan Mahasiswa Administrasi Publik FISIP UNPAD ini turut dihadiri oleh Ketua Program Studi Administrasi Publik FISIP UNPAD Dr Nina Karlina dan para mahasiswa yang tergabung dalam Hima Administrasi Publik FISIP UNPAD.

    (anl/ega)

  • Menteri Macam Apa Dia? Mundur!

    Menteri Macam Apa Dia? Mundur!

    GELORA.CO — Mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji mengeluarkan kritik paling keras sejauh ini yang pernah disampaikan seorang mantan petinggi kepolisian atas bencana banjir dan longsor di tiga provinsi di Sumatra, beberapa waktu lalu.

    Menurut Susno bencana ini bukan sebab alam, melainkan akibat ulah manusia yang serakah yang mengangkangi hukum dan aturan yang ada.

    Susno mengatakan penebangan hutan yang masif dan pertambangan merupakan sumber utama bencana yang mengakibatkan banjir dan longsor sehingga desa-desa hilang ditelan lumpur, dan jutaan kubik gelondongan kayu terbawa arus, menyisakan pemandangan memilukan.

    Dalam suara yang terdengar menahan emosi, dalam acara On Point di Kompas TV, Jumat (5/12/2012), Susno mengatakan hujan itu rahmat Allah. 

    “Tapi menjadi bencana karena manusia—karena hutan ditebangi oleh orang-orang serakah,” katanya.

    Susno mengaku geram dan marah saat mendengar pernyataan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni soal bencana ini saat dipanggil DPR.

    Sebab kata Susno Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, tidak mau menyebut 20 perusahaan pemilik izin yang akan dicabut dan menunggu arahan Presiden.

    “Tidak wajar seorang menteri berkata begitu. Mengapa tidak wajar? Itu tanggung jawab teknis dia. Jangan melempar tanggung jawab pada presiden,” kata Susno.

    Sebab katanya sebagai menteri, Raja Juli adalah pembantu presiden dan sudah diberi kewenangan itu.

    Susno yakin saat Raja Juli menerbitkan izin itu tidak memberi tahu Presiden atau tidak seizin Presiden.

    “Presiden banyak tugasnya. Urusan teknis kehutanan sudah diserahkan pada menteri. Dia yang tanda tangan, dia yang bertanggung jawab,” ujarnya.

    Karenanya Susno mengecam Raja Juli yang menolak permintaan DPR sebagai wakil rakyat.

    “Ini korbannya sudah ribuan loh. Wajar DPR minta data itu ke Menhut. Di jawab dong, tidak harus minta izin presiden dulu,” kata Susno.

    “Ini menteri macam apa dia? Kalau semua menteri seperti itu ya gawat kita ini. Kasihan presidennya.

    Presiden dikit-dikit presiden, jangan melempar masalah pada presiden. Dia pembantu presiden dan yang harus bertanggung jawab. Harus bertanggung jawab,” papar Susno.

    Menurutnya Raja Juli harus menjelaskan kepada publik dan DPR.

    “Kalau merasa bersalah, mundur. Anda melihat dengan sudah terjadinya bencana, mundur menjadi jawaban. Salah satu tanggung jawab sosial, mundur. Kemudian tanggung jawab hukum. Kalau memang itu ada pelanggaran hukum, ikuti sesuai norma hukum yang berlaku,” papar Susno.

    Apalagi kata Susno dalam beberapa kesempatan sudah sangat jelas Presiden Prabowo menyatakan akan memberangus maling uang negara.

    “Makanya perlu ini diselidiki, izinnya itu benar apa tidak. Memang secara formal ada izinnya, rtetapi pemberian izin ini sesuai ketentuan apa tidak gitu kan. Akan membahayakan masyarakat apa enggak. Mereka kan ahli semua di kementerian itu. Ahli teknis di bidang perkayuan,” kata Susno.

    Jika dari para stafnya menyarankan izin tidak diberikan karena berbahaya, menurut Susno, sangat mungkin keputusan pemberi izin berbeda dengan pandangan stafnya.

    “Misalnya sudah ada saran staf bahwa Pak jangan diterbitkan izin di situ. Bahaya tapi masih nekad menerbitkan itu.

    Harus bertanggung jawab,” kata Susno.

    Menurut Susno, penyidikan tidak sulit, karena ada izin, ada aturan, ada ketentuan teknis, ada pemilik kayu, dan ada pejabat yang menandatangani.

    “Maling itu tidak selalu memikul kayu. Maling bisa yang berlindung di balik izin. Ini semua bisa ditelusuri,” paparnya.

    Ia meminta Polri, Kejaksaan, KPK, dan PPATK turun bersama.

    “Jangan cuma satgas. Ini sudah ‘korban nasional’. Ribuan jiwa melayang. Jangan sampai hilang begitu saja seperti kasus-kasus yang dulu,” katanya.

    Susno menyoroti tajam para pejabat di Jakarta yang mengeluarkan izin pembalakan tanpa memahami kondisi lapangan.

    “Orang-orang yang tanda tangan izin itu duduk di ruangan AC di Jakarta. Tidak turun ke lapangan. Begitu jutaan kubik kayu hanyut, barulah terkaget-kaget,” ujarnya.

    Ia menegaskan, pemilik kayu gelondongan yang kini berserakan di sungai dan pemukiman bukanlah misteri.

    “Kayu itu tidak mungkin gaib. Ada pemiliknya, ada izinnya, ada yang menebang,” tegasnya.

    Dengan suara bergetar Susno mengaku terluka oleh pernyataan sejumlah pejabat yang menurutnya tidak berempati.

    “Ada pejabat bilang bencana ini cuma mencekam di media sosial. Ada yang bilang kayu-kayu itu bukan dari pembalakan liar tapi kayu lapuk roboh. Ke mana otaknya?”

    Di tengah warga yang kehilangan keluarga, harta, dan tanah leluhur, pernyataan itu seperti garam di luka.

    “Ribuan orang mati. Banyak masih hilang. Rakyat menjerit. Kok dijawab dengan alasan kayu lapuk? Menyakitkan sekali,” kata Susno.

     

    Susno mengingatkan bahwa warga sekitar hutan tidak pernah menikmati keuntungan eksploitasi.

    “Rakyat di sana miskin. Mereka hanya dapat debu. Dapat bahaya. Hutan itu hutan adat mereka. Harta mereka. Tapi yang menikmati adalah orang-orang serakah itu,” kata Susno.

    Ia menegaskan bahwa hutan adalah amanat konstitusi untuk kemakmuran rakyat, bukan kelompok-kelompok tertentu.

    Menurut Susno, Presiden Prabowo telah memberi sinyal keras soal pemberantasan maling negara.

    Bagi Susno, ini momen emas bagi penegak hukum.

    “Kalau Presiden sudah bilang akan memberangus maling negara, ini lampu hijau bagi aparat. Jangan takut. Tegakkan hukum.”

    Dalam nada yang penuh getir, ia menutup penjelasannya, bahwa dirinya dan banyak rakyat kini sedang menangis.

    “Kita hanya bisa bersuara. Tidak punya kekuasaan apa-apa. Tapi negara ini punya rakyat. Dan rakyat sekarang sedang menangis,” katanya

  • KPK Bantah Sita Emas dan Uang Linda Susanti Terkait Perkara Eks Sekretaris MA: Hanya Ambil Dokumen

    KPK Bantah Sita Emas dan Uang Linda Susanti Terkait Perkara Eks Sekretaris MA: Hanya Ambil Dokumen

    Liputan6.com, Jakarta – Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu membantah tudingan penyitaan uang, emas, dan barang berharga milik Linda Susanti dalam perkara dugaan suap mantan Sekretaris MA Hasbi Hasan. Ia menegaskan KPK hanya menyita dokumen saat penggeledahan.

    “Kalau yang kami lakukan, ada kami sita, tetapi itu dokumen-dokumen. Sementara yang kami baca di media, bahwa ada beberapa barang berharga kemudian juga uang yang disita, itu yang menjadi polemik,” kata Asep kepada wartawan, Jumat (5/12/2025).

    Asep mengaku baru mengetahui laporan Linda setelah membaca pemberitaan media. Namun menurutnya, langkah Linda melapor ke Dewan Pengawas KPK adalah jalur yang tepat.

    “Nanti dari dewas akan memanggil kami dan memanggil juga pihak saudara Linda untuk membawa bukti-bukti. Dan nanti bukti-bukti tersebut akan disandingkan mana yang benar,” ujarnya.

    Ia menegaskan KPK siap membuka seluruh dokumen resmi penyitaan untuk memastikan apakah benar penyidik KPK melakukan penyitaan barang berharga atau ada pihak lain yang mengatasnamakan KPK.

    “Kalau dari kami tidak melakukan itu … nanti kami berharap dengan bukti yang saudara Linda bawa, akan disandingkan dengan bukti-bukti kami. Sehingga jelas siapa sebenarnya yang benar,” ucap Asep.

     

    Pernyataan keras dikemukakan Presiden Prabowo Subianto. Kendati telah memberikan kesempatan kepada para koruptor, hingga 100 hari pemerintahan belum ada koruptor yang melapor dan mengembalikan uang hasil korupsi.

  • Korupsi Proyek Jalan di Mempawah, KPK Periksa Arief Rinaldi Anak Gubernur Kalbar

    Korupsi Proyek Jalan di Mempawah, KPK Periksa Arief Rinaldi Anak Gubernur Kalbar

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Mempawah, Kalbar.

    Kali ini giliran Arief Rinaldi (AR), anggota DPRD Kalbar yang juga putra Gubernur Kalbar Ria Norsan, menjalani pemeriksaan. Arief diperiksa sebagai saksi di Polda Kalbar pada Kamis (4/12/2025) lalu.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan pemeriksaan tersebut. Selain Arief, penyidik juga memeriksa beberapa saksi lain, masing-masing ES seorang ibu rumah tangga, EDP notaris, dan II pegawai swasta.

    “Pemeriksaan bertempat di Polda Kalbar atas nama AR, anggota DPRD Kalbar,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (4/12/2025).

     

  • Penyidik KPK Masih di Arab, Sisir Riyadh-Mina untuk Dalami Korupsi Kuota Haji Tambahan

    Penyidik KPK Masih di Arab, Sisir Riyadh-Mina untuk Dalami Korupsi Kuota Haji Tambahan

    Liputan6.com, Jakarta – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berada Arab Saudi untuk mendalami dugaan korupsi kuota haji tambahan 2024.

    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyebut penyidik terus bergerak dari satu titik ke titik lain untuk mengecek kondisi di lapangan.

    Asep mengatakan, dari laporan foto dan dokumentasi yang diterima, penyidik sudah mendatangi Riyadh, Jeddah, hingga Mina, Pemeriksaan dilakukan di berbagai titik, termasuk hotel dan layanan transportasi yang berkaitan dengan tambahan kuota tersebut.

    “Belum (pulang). Jadi sedang diceklah tempat yang di mana jemaah-jemaah itu terkonsentrasi. Salah satu itu kan ini. Betul. Hotel, transportasi kemudian juga secara lain,” kata dia kepada wartawan, Jumat (5/12/2025).

    Menurut Asep, keberangkatan penyidik ke Arab Saudi bukan tanpa dasar. Ia menyebut penyidii saat ini tengah memeriksa ketersediaan fasilitas yang menampung kuota tambahan.

    “Jadi kita akan membuktikan atau akan mencari informasi apakah fasilitas yang di sana itu memang benar tersedia. Karena kami memiliki pemahaman bahwa ketika negara dalam hal ini, Arab Saudi memberikan kuota, sudah pasti sudah siap dengan fasilitasnya,” ujar dia.

     

  • Diusut Dewas, Digugat di Praperadilan

    Diusut Dewas, Digugat di Praperadilan

    Jakarta

    KPK telah mengusut perkara korupsi proyek jalan di wilayah Sumatera Utara (Sumut). Dalam perjalanannya, KPK menerima desakan agar segera memeriksa Gubernur Sumut, Bobby Nasution.

    Namun, meski banyak desakan, KPK masih tak kunjung melakukan pemanggilan terhadap Bobby. Sampai akhirnya, pihak deputi, penyidik, hingga jaksa KPK, dipanggil oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

    Pemanggilan terhadap deputi, penyidik, hingga jaksa KPK dilakukan oleh Dewas setelah adanya aduan dari Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia. Aduan ini pun langsung ditindaklanjuti oleh Dewas.

    Ketua Dewas KPK, Gusrizal, mengonfirmasi pemanggilan penyidik KPK selaku Kasatgas Penyidikan KPK AKBP Rossa Purba Bekti. Gusrizal mengatakan Rossa dipanggil Rabu (3/12), pukul 10.00 WIB.

    “Rossa dipanggil jam 10.00 WIB. Benar (pemanggilan) di Gedung C1,” ujar Gusrizal kepada wartawan, Rabu (3/12).

    Gusrizal juga menjelaskan, pemeriksaan terhadap Rossa ini berkaitan dengan pemanggilan Gubernur Sumut Bobby Nasution terkait perkara korupsi jalan Sumut dalam persidangan di PN Tipikor Medan.

    “Masaalah pemanggilan Gubernur Sumut,” tuturnya.

    Pihak KPK, melalui juru bicara, Budi Prasetyo, mengatakan, KPK menghormati pemanggilan ini dan menilainya sebagai bentuk pengawasan dalam memastikan pengusutan perkara yang dilakukan penyidik sudah sesuai ketentuan.

    “Mari kita hormati prosesnya, bahwa pemeriksaan oleh Dewas adalah bagian dari pengawasan guna memastikan setiap pelaksanaan tugas di KPK tidak hanya sesuai dengan ketentuan dan prosedur, namun juga memedomani nilai-nilai etik dan perilaku sebagai insan KPK,” ujar juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (4/12).

    Di sisi lain, Budi memastikan bahwa proses penanganan perkara korupsi proyek jalan Sumut sudah dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Dia mengatakan semua tahapan juga sudah dilalui dalam penanganan perkara ini.

    “Dalam proses penanganan perkara ini, kami pastikan telah sesuai dengan proses hukum dan peraturan perundangan yang berlaku, mulai dari tindakan-tindakan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan,” jelas Budi.

    MAKI Ajukan Praperadilan Minta KPK Periksa Bobby

    Desakan agar KPK segera memanggil dan memeriksa Bobby di kasus korupsi proyek jalan Sumut ini kembali muncul. Kali ini, desakan disampaikan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) lewat pengajuan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

    MAKI mengajukan praperadilan terkait dugaan penghentian penyidikan kasus korupsi proyek jalan di Sumatera Utara (Sumut). MAKI meminta hakim memerintahkan KPK untuk memanggil Gubernur Sumut, Bobby Nasution, terkait kasus tersebut.

    Permohonan praperadilan yang diajukan MAKI teregister dengan nomor perkara 157/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. Sidang perdana digelar hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (5/12).

    Termohon dalam praperadilan ini yaitu NKRI cq pemerintah negara cq pimpinan KPK RI. Namun, Termohon tidak hadir dan meminta penundaan waktu selama satu pekan untuk menjawab permohonan MAKI.

    “Jadi sidang saya tunda hari Jumat (12/12) depan jam 10.00 WIB pagi dengan acara kehadiran Termohon,” ujar hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Budi Setiawan.

    Ditemui usai sidang, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan penyidikan kasus korupsi jalan di Sumut diduga dihentikan karena KPK tidak pernah memeriksa Bobby sebagai saksi di tahap penyidikan. MAKI juga menduga KPK telah mengabaikan atau tidak menjalankan perintah Hakim Pengadilan Tipikor Medan untuk memanggil Bobby sebagai saksi di persidangan terdakwa Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara (Sumut) Topan Obaja Putra Ginting.

    “Sampai kapanpun kalau belum diperiksa ya kita gugat lagi,” ujar Boyamin.

    MAKI memohon hakim memerintahkan KPK menghadirkan Rektor USU Muryanto Amin dalam persidangan Topan Ginting. MAKI juga memohon hakim memerintahkan KPK membawa bukti uang Rp 2,8 miliar untuk dimohonkan penyitaan sebagai penebusan kesalahan karena tidak dicantumkannya dalam surat dakwaan Topan Ginting.

    “Muryanto Amin yang dipanggil dua kali tidak hadir juga tidak dipanggil paksa. Terus surat dakwaan menghilangkan duit Rp 2,8 miliar yang hasil OTT (operasi tangkap tangan). Terus ada beberapa yang isu teman-teman yang ke Dewan Pengawas itu kan ada penghalangan atau penghambatan oleh Satgas, Kepala Satgas untuk menggeledah, menyita dan sebagainya,” ujar Boyamin.

    “Jadi ini kan masuk kategori seperti KUHAP tadi, penelantaran perkara itu adalah dengan cara menelantarkan atau menghentikan secara tidak sah,” tambahnya.

    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka ialah:
    – Topan Ginting (TOP), Kadis PUPR Provinsi Sumut
    – Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut
    – Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Sumut
    – M Akhirun Pilang (KIR), Dirut PT DNG
    – M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT RN.

    Topan diduga mengatur perusahaan swasta pemenang lelang untuk memperoleh keuntungan ekonomi. KPK menduga Topan mendapat janji fee Rp 8 miliar dari pihak swasta yang dimenangkan dalam proyek jalan senilai Rp 231,8 miliar itu.

    KPK mengatakan Akhirun dan Rayhan telah menarik duit Rp 2 miliar yang diduga akan dibagikan ke pejabat yang membantu mereka mendapat proyek.

    Halaman 2 dari 2

    (dhn/whn)

  • 8
                    
                        Prabowo Merasa Sering Diejek sebagai "Rambo Podium"
                        Nasional

    8 Prabowo Merasa Sering Diejek sebagai "Rambo Podium" Nasional

    Prabowo Merasa Sering Diejek sebagai “Rambo Podium”
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto membantah anggapan bahwa dirinya “Rambo podium” alias hanya berani berbicara di depan podium soal penegakan hukum.
    “Kalau saya bicara, saya sering diejek, Prabowo itu Rambo di podium, hanya berani di podium. Tapi begitu nanti Jaksa Agung, KPK, bertindak (mereka bilang), ‘Ah, begitu Prabowo bertindak semena-mena’, tidak,” kata Prabowo dalam pidato di puncak HUT ke-61 Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (5/12/2025).
    Meski dia dinilai sebagai ”
    Rambo podium
    “, tetapi ketika dirinya benar-benar menegakkan hukum melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dia merasa dianggap semena-mena.
    Kepala Negara menegaskan, ia tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum.
    Siapa pun yang melanggar hukum akan diusutnya.
    Oleh karena itu, ia meminta semua pihak taat kepada hukum.
    Pelaku ekonomi pun harus taat membayar pajak.
    “Kepada sahabat-sahabat, kawan-kawan, kawan-kawan yang berkecimpung di ekonomi, patuhilah hukum, bayarlah pajakmu, patuhi semua ketentuan. Rakyat kita sudah tidak mau dipermainkan lagi, mereka pintar-pintar, mereka mengerti,” ucap Prabowo.
    Ia pun mengajak para koruptor untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar, kemudian mengembalikan semua uang negara.
    Uang itu, lanjut Prabowo, akan digunakan untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan warga.
    “Saya berkata siapa yang melanggar hukum, kembalilah ke jalan yang benar. Kalau kau tobat, yang kau utang kepada negara ya kau bayar. Emang bikin jembatan pakai apa? Rakyat kita susah, rakyat kita perlu rumah, perlu sekolah yang baik, tidak bisa bangun sekolah hanya dengan omong-omong,” jelasnya.
    Di sisi lain, Prabowo mempersilakan orang lain tetap gaduh dan mencari-cari kesalahannya.
    Ia meyakini bahwa masyarakat akan mampu menilai sendiri siapa yang bekerja dan siapa yang hanya modal berbicara.
    “Ada yang suka ribut saja, gaduh saja, ya tapi kalau dia mau gaduh silakan saja. Tapi saya percaya rakyat kita mengerti siapa yang bekerja dan siapa yang hanya bisa omong, omong, omong saja,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.