Kementrian Lembaga: KPI

  • GT World Challenge Asia Siap Digelar, InJourney Bidik Investor

    GT World Challenge Asia Siap Digelar, InJourney Bidik Investor

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pertamina Mandalika International Circuit siap menggelar GT World Challenge Asia secara perdana. Ajang ini akan diselenggarakan pada 9-11 Mei 2025 mendatang.

    Terkait hal tersebut, Direktur Utama PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney, Maya Watono pun melakukan pengecekan langsung kesiapan sirkuit untuk menyambut GT World Challenge Asia pada 16 April 2024.

    Maya Watono melakukan pengecekan langsung dan didampingi Direktur Commercial ITDC Troy Warokka, Direktur Operasional ITDC Wenda R Nabiel, dan Direktur Utama MGPA Priandhi Satria.

    Pengecekan dilakukan untuk melihat hasil pembongkaran run off, hasil pengecatan ulang, hingga penambahan gravel. InJourney merasa bangga karena perbaikan Sirkuit Mandalika yang akan digunakan untuk kejuaraan kelas dunia ini dikerjakan 100% oleh pekerja lokal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

    “InJourney sangat bangga karena perbaikan dan improvement yang dilakukan di Sirkuit Mandalika sepenuhnya dilakukan oleh pekerja lokal Lombok. Jadi 100 persen pekerja lokal Lombok yang melakukan improvement. Penyerapan tenaga kerja lokal ini tentunya akan memberikan dampak yang luas pada perekonomian daerah,” ujar Maya Watono dalam keterangan tertulis, Jumat (18/5/2025).

    Proses improvement kali ini adalah melakukan modifikasi run off Sirkuit Mandalika untuk homologasi grade 3 FIA, sehingga siap digunakan untuk ajang balapan roda empat. Sirkuit Mandalika sebelumnya terkenal dengan roda 2 dan sudah digunakan untuk ajang balap MotoGP hingga 3 kali.

    “Kita melakukan perbaikan dan improvement di dalam sirkuit dan juga homologasi, sehingga ini pertama kalinya sirkuit kita di-approve oleh dua federasi yakni FIA dan FIM,” tutur dia.

    Selain itu, penyelenggaraan GT World Challenge Asia di Mandalika akan menjadi pencapaian yang luar biasa bagi Indonesia karena akan membuka jalan bagi balapan-balapan roda empat lainnya ke Indonesia.

    InJourney sebagai holding BUMN sektor aviasi dan pariwisata terus mendorong penyelenggaraan event di berbagai destinasi pariwisata yang dikelolanya. Penyelenggaraan event telah terbukti mampu menjadi pengungkit bagi sektor pariwisata, yang pada akhirnya akan memberikan dampak yang luas pada perekonomian daerah. Termasuk event-event di kawasan Mandalika, yang diharapkan mampu menjadi katalis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Pulau Lombok khususnya Lombok Tengah.

    “Dengan semua pencapaian sejauh ini, kami berharap semakin banyak investor yang datang ke Pulau Lombok, sehingga akan mendorong perekonomian daerah. Minggu depan sudah ada investor yang akan menandatangani MoU untuk berinvestasi di Mandalika. Kami berharap ke depan akan semakin banyak investor yang menanamkan investasinya karena melihat besarnya potensi di Pulau Lombok,” ungkap Maya Watono.

    Lebih lanjut, Maya menjelaskan, peranan dari ITDC dan MGPA sebagai bagian dari InJourney adalah sebagai agent of development yang memiliki KPI yang tak bisa terukur melalui profitabilitas perusahaan.

    “Parameter yang kami terapkan di masing-masing anak perusahaan InJourney Group harus memberikan yang terbaik untuk masyarakat, karena kita tahu bahwa dari sisi pariwisata maupun investasi, multiplier effect yang dihasilkan untuk masyarakat luar biasa. Hal ini yang kita harapkan dari adanya gelaran ajang-ajang seperti ajang balap di sirkuit Mandalika. Jadi bukan semata-mata profitabilitas perusahaan, namun lebih dari itu, economic impactnya harus dirasakan langsung untuk masyarakat,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, GT World Challenge Asia yang untuk pertama kalinya diselenggarakan di Pertamina Mandalika International Circuit ini merupakan kelanjutan dari seri yang diselenggarakan di Sepang Malaysia. GT World Challenge Asia akan menghadirkan hingga 60 pebalap dengan 22 tim balap dan 33 kendaraan balap.

    Seluruh logistik dan perlengkapan tim-tim peserta sebanyak 49 kontainer telah diberangkatkan dari Sirkuit Internasional Sepang Malaysia, menuju Mandalika, Indonesia untuk dipakai pada ajang balap GT World Challenge Asia 2025 di Sirkuit Mandalika. Kehadiran GT World Challenge Asia akan semakin mengukuhkan kawasan Mandalika sebagai sport and entertainment tourism di Indonesia.

    (dpu/dpu)

  • Hasan Nasbi Bantah Mundur sebagai Kepala PCO: Saya Masih Ngantor

    Hasan Nasbi Bantah Mundur sebagai Kepala PCO: Saya Masih Ngantor

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi membantah rumor yang mengatakan bahwa dirinya akan mundur dari Kabinet Merah Putih (KMP) milik Presiden Prabowo Subianto.

    Hasan membantah isu tersebut dan menyatakan bahwa dirinya masih menjalankan tugasnya seperti biasa. 

    “Saya masih ngantor seperti biasa,” ujarnya saat dikonfirmasi Bisnis melalui pesan teks, Rabu (16/4/2025).

    Sebelumnya, Hasan Nasbi memang disarankan mundur usai pernyataan kontroversialnya soal teror kepala babi. Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti mengkritik keras pernyataan Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi untuk meminta memasak kepala babi yang dikirimkan ke kantor Tempo. 

    Ray menyatakan bahwa ucapan Hasan tidak pantas diucapkan oleh pejabat negara yang seharusnya menjadi teladan dalam berbangsa dan bernegara.

    Menanggapi pernyataan kontroversial itu, Ray pun mengajukan sejumlah tuntutan sebagai langkah penyelesaian. Dia meminta agar Hasan Nasbi mengambil cuti atau bahkan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan.

    “Mungkin beliau sedang mengalami persoalan yang rumit. Dengan cuti, saudara Hasan Nasbi kiranya bisa lebih fokus untuk menyelesaikan persoalan rumit tersebut. Tapi jika memang posisi ini dirasa tidak lagi sesuai dan pas dengan beliau, memilih mundur merupakan jalan terhormat,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (21/3/2025). 

    Di sisi lain, Hasan Nasbi mengklarifikasi dan menjelaskan arti pernyataan ‘dimasak saja’ saat ditanya oleh wartawan mengenai sikap Istana terhadap teror yang menimpa jurnalis Tempo.

    Saat dikonfirmasi Bisnis, Hasan mengemukakan bahwa pernyataan ‘dimasak saja’ tidak dimaksudkan untuk melecehkan kebebasan pers, melainkan caranya untuk mengecilkan aksi teror tersebut.  

    Hasan mengaku hanya menyempurnakan respons dari salah seorang jurnalis Tempo Francisca Christy Rosana terhadap teror kepala babi tersebut yang diunggahnya melalui akun X agar peneror mengirimkan daging babi secara utuh dan bukan hanya kepala saja.

    Dia menyebut bahwa pernyataan kepala babi itu sebaiknya dimasak saja, justru dapat membuat peneror kehilangan tujuannya dalam menebar ketakutan dengan memperkecil aksi tersebut.  

    “Justru respons yang benar itu adalah dengan mengecilkan si peneror. Kalau dia tidak mendapatkan efek ketakutan yang diinginkan, maka KPI [Key Performance Indicator] penerornya tidak tercapai,” ujarnya kepada Bisnis melalui sambungan telepon, Sabtu (22/3/2025).

    Menanggapi kritik bahwa pernyataannya dianggap meremehkan kebebasan pers, Hasan menegaskan bahwa pemerintah tidak mengekang kebebasan media.

    Hal ini pun menurutnya sudah dilakukan melalui praktik sehari-hari.

    “Soal kebebasan pers, pemerintah tidak pakai teori lagi, tapi sudah pembuktian. Tidak ada media atau wartawan yang diperkarakan, tidak ada yang dilarang bikin berita, podcast, atau masuk ke Istana karena bersikap kritis,” tegas Hasan.

  • Jurnalis Asing Diwajibkan Lapor Polisi, Akademisi: Ini Ancaman Demokrasi

    Jurnalis Asing Diwajibkan Lapor Polisi, Akademisi: Ini Ancaman Demokrasi

    Yogyakarta (beritajatim.com)– Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Terhadap Orang Asing memantik reaksi keras dari komunitas pers di Indonesia bahkan akademisi. Pasalnya, beleid ini memuat ketentuan yang mengharuskan jurnalis asing mengantongi Surat Keterangan Kepolisian (SKK) jika hendak melakukan peliputan di wilayah tertentu di Indonesia.

    Ketentuan tersebut dinilai problematik karena dianggap berpotensi membatasi ruang gerak jurnalis asing dan mengancam prinsip dasar kebebasan pers. Kecaman datang dari berbagai kalangan, termasuk akademisi.

    Menurut Dr. Wisnu Prasetya Utomo, dosen komunikasi politik dan jurnalisme dari Universitas Gadjah Mada, kebijakan tersebut tidak seharusnya dikeluarkan oleh Kepolisian karena menyangkut wilayah yang sudah diatur dalam Undang-Undang Pers. “Polisi bukan lembaga yang berwenang mengatur kegiatan jurnalistik. Ini sudah masuk ranah Dewan Pers dan Kementerian Komunikasi,” tegasnya dalam siaran pers kemarin.

    Wisnu menilai, aturan itu bersifat overreaching atau melebihi batas kewenangan lembaga, dan dikhawatirkan memperlemah ekosistem pers nasional. Terlebih lagi, ketentuan ini disebut-sebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

    Polri berdalih aturan tersebut dibuat demi menjaga stabilitas nasional dan keselamatan jurnalis asing selama bertugas. Namun, publik mempertanyakan urgensi hingga proses pembentukan aturan itu, yang tidak melibatkan stakeholder utama di dunia pers, seperti Dewan Pers, KPI, organisasi jurnalis, hingga perusahaan media.

    “Kalau alasannya stabilitas, ya selesaikan masalahnya, bukan malah membatasi pemberitaan,” tambah Wisnu. Ia khawatir, langkah ini justru menciptakan kesan bahwa pemerintah menutup-nutupi kondisi dalam negeri dari sorotan dunia internasional.

    Dalam beberapa tahun terakhir, media asing diketahui aktif meliput situasi sosial-politik Indonesia, terutama isu-isu demokrasi dan HAM. Sementara itu, banyak jurnalis lokal justru menghadapi tekanan dan kekerasan saat menjalankan tugasnya.

    “Keberadaan media asing sangat penting karena mereka menjadi penghubung antara isu domestik dan komunitas global. Mereka membantu menyuarakan ketika jurnalis lokal dibungkam,” ujar Wisnu.

    Ia pun mendesak agar Perpol ini segera ditinjau ulang dengan melibatkan komunitas pers. Ia menegaskan bahwa negara yang menjunjung demokrasi semestinya tidak membuat regulasi yang menghalangi kebebasan berekspresi dan berpendapat.

    “Jika ingin mengatur atau mengawasi pers, libatkan semua pihak. Jangan buat aturan sepihak yang bisa merusak fondasi demokrasi,” pungkasnya. [aje]

  • Dukung Revisi UU Penyiaran Dibahas Lagi, KPI Tekankan Perlu Penyesuaian dengan Era Digital

    Dukung Revisi UU Penyiaran Dibahas Lagi, KPI Tekankan Perlu Penyesuaian dengan Era Digital

    Surabaya (beritajatim.com) – Revisi terhadap Undang-Undang Penyiaran No.32 Tahun 2002 resmi kembali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Tulus Santoso, menyambut baik langkah DPR RI tersebut dan menyatakan dukungan penuh atas inisiatif pembaruan regulasi yang dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.

    “Kami pastinya mendukung langkah legislatif untuk merevisi UU Penyiaran. Karena memang UU Penyiaran kita sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Sehingga perlu untuk disesuaikan,” ujar Tulus Santoso saat mengunjungi Radio Suara Surabaya, Jumat (11/4/2025).

    Sebagai Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Tulus menyoroti pesatnya perkembangan teknologi yang berdampak langsung pada dinamika sektor penyiaran, terutama maraknya paparan konten audio visual melalui platform digital.

    “Kehadiran UU Penyiaran untuk menjaga agar pemanfaatan sumber daya publik, yakni frekuensi tidak menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat. TV dan radio melalui UU Penyiaran tahun 2002 sudah diatur sangat ketat, tapi bagaimana dengan konten audio visual yang saat ini penetrasinya lebih masif dan hadir setiap waktu digenggaman masyarakat melalui gawai,” jelasnya.

    Menurut Tulus, pertanyaan dari masyarakat terkait konten di media digital semakin sering muncul saat KPI melakukan sosialisasi atau edukasi publik. Banyak masyarakat merasa terganggu dengan konten visual yang dinilai meresahkan, namun belum tersentuh oleh regulasi saat ini.

    Menanggapi kekhawatiran bahwa revisi UU Penyiaran bisa mengancam kebebasan pers dan ekspresi, Tulus menilai perlu ada ruang dialog terbuka agar tak terjadi salah persepsi antara publik dan pembuat undang-undang.

    “Menurut saya, kekhawatiran wajar muncul. Tapi spirit revisi inikan untuk perlindungan publik, termasuk industri tempat dimana insan pers bekerja. Sehingga, kita harus juga sama-sama mengawal dan berdialog dengan pembuat undang-undang. Sehingga persepsinya bisa sama. Pertaruhan yang bahaya menurut saya kalau DPR dan pemerintah ingin membungkam pers,” ungkapnya.

    Soal isu perluasan pengaturan terhadap konten di media sosial, Tulus menganggap bahwa penolakan sebagian pihak lebih disebabkan oleh belum seragamnya pemahaman publik soal batasan konten yang patut diatur.

    “Kalau kita sering membuat konten yang positif, edukatif, kemudian kita juga enggan dengan konten yang sekadar mempertontonkan sensualitas, maka seharusnya pengaturan itu menjadi baik,” katanya.

    Saat ditanya apakah negara mampu mengatur konten digital, Tulus mengakui tantangannya besar. Namun, ia menegaskan bahwa negara tidak bisa tinggal diam.

    “Banyak negara dipusingkan dengan perkembangan platform digital. Tapi apakah kemudian Indonesia hanya diam saja. Eropa bisa mengeluarkan Audio Visual Media Service Directive Act, 2018. Mereka mengatur konten audio visual. Tentu bentuk pengaturannya berbeda dengan Free To Air (FTA). Selain itu, kami juga tidak dalam posisi bahwa media baru harus diatur KPI. Kami memasrahkan pada pembuat Undang-Undang. Semangat kami adalah, bahwa negara harus hadir dan kita tidak boleh kebobolan jika memang ingin melindungi masyarakat,” tegas Tulus.

    Sejauh ini, dalam pembahasan revisi tahun ini, sejumlah pemangku kepentingan sudah diundang kembali oleh DPR. Termasuk di antaranya asosiasi lembaga penyiaran yang menyuarakan keluhan soal ketimpangan regulasi antara media konvensional dan digital, yang dinilai membuat persaingan tidak seimbang. [beq]

  • Hasan Nasbi, Teror Kepala Babi, hingga Prabowo Sentil ‘Buruknya’ Pola Komunikasi

    Hasan Nasbi, Teror Kepala Babi, hingga Prabowo Sentil ‘Buruknya’ Pola Komunikasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto telah berulangkali mengakui bahwa kualitas komunikasi kabinetnya buruk. Dia juga sempat menyinggung tentang kasus pernyataan Hasan Nasbi tentang teror kepala babi wartawan Tempo.

    Hasan Nasbi adalah Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi. Tim PCO berawal dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan bertahana hingga kini.  

    Dalam wawancara bersama enam jurnalis senior di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Minggu (6/4/2025), pertanyaan yang disampaikan langsung ke Prabowo adalah ihwal komunikasi pemerintahannya yang buruk. Kepala Negara pun langsung mengakui dan mengambil tanggung jawab tersebut. 

    Prabowo mengakui beberapa orang di pemerintahannya adalah figur baru yang baru pertama kali merasakan bekerja di cabang kekuasaan eksekutif. 

    “Sebagian menteri-menteri senior ada yang dari kabinet lama, tapi banyak yang baru. Jadi mungkin kurang waspada, kurang hati-hati dalam mengucap. Saya kira itu saya yang bisa saya jelaskan. saya belum ketemu setelah, saya juga kaget masalah kepala babi,” ujarnya sebagaimana ditayangkan melalui YouTube Narasi, dikutip Kamis (10/4/2025). 

    Presiden ke-8 itu menilai bahwa teror yang dikirim ke Tempo bisa jadi adalah upaya adu domba yang dilakukan pihak tertentu. Meski demikian, dia mengakui ucapan Hasan dalam merespons teror itu teledor dan keliru. 

    “Benar itu ucapan yang menurut saya teledor, itu yah, keliru itu. Saya kira beliau menyesal. Tapi ini alasan yang saya bisa kasih mungkin karena baru dalam posisi pemerintahan yang selalu disorot,” kata Prabowo. 

    Kemudian, Prabowo kembali mengakui komunikasi pemerintahannya yang buruk di kesempatan lain. Kali ini, di depan perwakilan investor dan pelaku usaha di berbagai sektor pada acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI, Selasa (8/4/2025). 

    Pria yang juga Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu menyatakan bertanggung jawab atas komunikasi dari pemerintahannya. 

    “Saya kemarin sadar, beberapa minggu lalu sudah mulai sadar bahwa komunikasi dari pemerintah yang saya pimpin memang agak kurang. Dan itu adalah tanggung jawab saya dan saya ingin memberi penjelasan kenapa,” ujarnya di Menara Mandiri, Jakarta, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (8/4//2025).

    Prabowo mengatakan bahwa dirinya enggan berbicara mengenai performa maupun kinerjanya sebelum ada bukti nyata. Oleh sebab itu, dia mengaku selalu meminta agar penyampaian hasil kinerja yang dilakukannya untuk ditunda.

    “Saya berpendapat sebenarnya rakyat pun akan menilai dengan hasil ya. Saya memang sering diejek karena saya juga membuka kesempatan untuk diejek. Dan saya suka, saya bilang saya tidak suka orang yang hanya omon-omon. Akhirnya omon-omon jadi apa itu? Jadi populer ya dipakai di seluruh Indonesia,” terang Ketua Umum Partai Gerindra itu. 

    Apabila dirunut ke belakang, Prabowo sebelumnya juga sudah pernah menyoroti komunikasi Kabinet Merah Putih secara terbuka. Pada Sidang Kabinet Paripurna, 21 Maret 2025, dia mengakui perlunya memperbaiki komunikasi kepada masyarakat. 

    “Mungkin karena banyaknya inisiatif, banyaknya terobosan kita, banyaknya kebijakan kita, mungkin narasi ke rakyat, mungkin kurang sempurna, kurang intensif. Ini saya kira kita perlu perbaiki komunikasi kita kepada rakyat,” kata Prabowo dilansir dari Antara, Sabtu (22/3/2025).

    Kontroversi Hasan Nasbi

    Pernyataan Hasan yang panen kritik dari publik berawal saat dirinya dimintai respons oleh wartawan ketika jurnalis Tempo, Fransisca Christy Rosana (Cica), mendapatkan teror berupa paket berisi kepala babi pada Maret 2025 lalu. 

    Hasan menyampaikan kelakar itu ketika wartawan memintai tanggapannya sebagai Kepala PCO. Ironinya, pernyataan itu dilemparkan olehnya setelah Sidang Kabinet Paripurna, di mana Prabowo di antaranya berpesan agar pejabatnya memperbaiki komunikasi kepada rakyat. 

    “Sudah dimasak aja,” ujar Hasan kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

    Usai mendapatkan banyak kritik, Hasan mengklarifikasi dan menjelaskan soal responsnya itu. Dia menyatakan tidak bermaksud melecehkan kebebasan pers atau mengecilkan teror tersebut. 

    Hasan mengaku hanya menyempurnakan respons dari Francisca, jurnalis Tempo yang menerima kiriman kepala babi tersebut. Fransisca diketahui sempat berkelakar bahwa harusnya pengirim kepala babi itu mengirim daging secara utuh, bukan kepala saja.

    Menurut Hasan, pernyataan yang disampaikan olehnya itu untuk membuat peneror kehilangan tujuannya dalam menebar ketakutan dengan memperkecil aksi tersebut.  

    “Justru respons yang benar itu adalah dengan mengecilkan si peneror. Kalau dia tidak mendapatkan efek ketakutan yang diinginkan, maka KPI [Key Performance Indicator] penerornya tidak tercapai,” ujarnya kepada Bisnis melalui sambungan telepon, Sabtu (22/3/2025).

    Menanggapi kritik bahwa pernyataannya dianggap meremehkan kebebasan pers, Hasan menegaskan bahwa pemerintah tidak mengekang kebebasan media. Hal ini pun menurutnya sudah dilakukan melalui praktik sehari-hari. 

    “Soal kebebasan pers, pemerintah tidak pakai teori lagi, tapi sudah pembuktian. Tidak ada media atau wartawan yang diperkarakan, tidak ada yang dilarang bikin berita, podcast, atau masuk ke Istana karena bersikap kritis,” tegasnya.  

    Bisnis telah meminta tanggapan terbaru dari Hasan Nasbi usai Presiden Prabowo mengakui buruknya komunikasi Kabinet Merah Putih. Namun, belum ada respons yang diberikan sampai berita ini dinaikkan. 

  • Kilang Cilacap Ajak Gapoktan Kalijaran Studi Banding Manajamen & Pengelolaan Pertanian

    Kilang Cilacap Ajak Gapoktan Kalijaran Studi Banding Manajamen & Pengelolaan Pertanian

    TRIBUNJATENG.COM, Cilacap – Berbagai upaya dilakukan Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU IV Cilacap untuk terus meningkatkan kapasitas kelompok mitra binaannya. Seperti terhadap Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Margo Sugih, Desa Kalijaran, Kecamatan Maos, Cilacap yang diajak melakukan studi banding manajemen kelompok & pengelolaan pertanian.

    Diketahui, Gapoktan Margo Sugih merupakan binaan Kilang Cilacap yang berkolaborasi dalam pengelolaan Masyarakat Pengelola Pertanian Berkelanjutan (MAPAN). Sebuah program pertanian berbasis energi baru terbarukan yang memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) sebagai sumber energi terutama untuk kebutuhan irigasi sawah.

    Area Manager Communication, Relations & CSR Kilang Cilacap, Cecep Supriyatna menyebutkan kegiatan ini sebagai pembekalan & peningkatan kapasitas dalam manajemen kelompok. “Selain itu, penting bagi kelompok memiliki pandangan baru dalam pengelolaan pertanian yang berinovasi terutama dalam penggunaan pupuk kimia maupun organik,” katanya, Rabu (9/4/2025). 

    Kegiatan studi banding dilakukan di dua lokasi, masing-masing di di PT Agrojawadwipa Desa Jeruklegi Kulon, Kecamatan Jeruklegi untuk materi pengelolaan pertanian. Sedangkan terkait manajemen kelompok dilakukan di Kampoeng Kepiting, Kelurahan Kutawaru, Cilacap Tengah. 

    Di PT Agrojawadwipa, peserta mendapat materi dari fasilitator, Sukardi didampingi Rokhmad Saifudin & Fathur selaku Penyuluh Pertanian Maos terkait pertanian inovatif & ramah lingkungan.

    Dalam kegiatan ini Gapoktan Margo Sugih mendapatkan materi tentang metode pertanian lahan tadah hujan, metode pengairan, hingga penggunan pupuk yang tidak berlebihan. “Kami juga bagikan pengetahuan tata cara pembuatan pupuk yang baik untuk tanaman,” ungkap Sukardi.

    Sedangkan di Kampoeng Kepiting yang juga binaan Kilang Cilacap, gapoktan didampingi fasilitator Rato & Warrie selaku pengelola dan motor penggerak kelompok. Peserta didorong untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam manajemen kelompok baik secara administrasi maupun resolusi konflik. 

    “Kami mendapatkan pembelajaran dengan berbagai metode kegiatan seperti pengelolaan wisata terintegrasi untuk meningktakan animo pengunjung, penjelasan materi bagaimana pembagian job desk dalam kegiatan, dan menikmati hidangan khas Kampung Kepiting,” kata Priyanto, Ketua Gapoktan Margo Sugih. 

    Melalui hidangan yang disuguhkan, peserta diberikan kesadaran pentingnya sebuah produk sebagai media peningkatan perekonomian yang dapat dirasakan oleh seluruh anggota kelompok. “Sehingga kelompok mampu berkembang hingga memberikan modal sosial untuk lingkungan masyarakat,” kata Rato. 

    Seperti diketahui, sebagai bagian dari Subholding Refining & Petrochemical Pertamina, Kilang Cilacap berkomitmen menjalankan operasional berkelanjutan berstandar Health, Safety, Security, & Environment (HSSE). Unit ini aktif dalam inovasi energi hijau dan pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi sirkular.

    Inisiatif Kilang Cilacap ini berpedoman pada prinsip Environmental, Social, Governance (ESG) dan senantiasa mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Khususnya tujuan pertama, tanpa kemiskinan; kedua, mengakhiri kelaparan & mencapai ketahanan pangan; ketiga, memastikan kehidupan yang sehat, serta ketujuh belas, menguatkan ukuran implementasi & merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan. (*)

  • Golkar Sarankan Prabowo Evaluasi Hasan Nasbi: Bisa Pergantian atau Perbaikan  – Halaman all

    Golkar Sarankan Prabowo Evaluasi Hasan Nasbi: Bisa Pergantian atau Perbaikan  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, menyarankan Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi.

    Hal ini merespons pernyataan Prabowo yang mengakui jika Hasan Nasbi teledor saat mengomentari aksi teror kepala babi terhadap redaksi Tempo.

    “Intinya evaluasi,” kata Sarmuji saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (8/4/2025).

    Sarmuji menegaskan, pencopotan atau evaluasi semuanya tergantung presiden sebagai kepala negara.

    “Kalau itu terserah presidennya. Tetapi saya ingin menekankan begini, sebenarnya tidak ada gelap, yang ada adalah ketiadaan cahaya,” ujarnya.

    Dia menjelaskan bahwa fungsi komunikasi pemerintahan adalah menghadirkan cahaya, yakni memberikan informasi yang valid dan otoritatif, serta narasi positif.

    “Sehingga orang memandang pemerintah itu atau memandang negara ini tidak gelap karena kehadiran cahaya dari komunikasi pemerintah,” ucap Sarmuji.

    Sarmuji meminta Hasan Nasbi untuk belajar dari kesalahan.

    Menurutnya, ada dua opsi yang bisa diambil terhadap Hasan Nasbi, yakni perbaikan atau penggantian.

    “Ya evaluasi kan ada dua kemungkinan tadi, bisa perbaikan, bisa pergantian. Kalau memang bisa diperbaiki dalam proses ini, mungkin ada proses belajar untuk tidak menjawab dengan tergesa-gesa untuk lebih memiliki perspektif yang positif terhadap masukan orang lain atau lebih berempati terhadap kondisi orang lain ya itu bagus juga,” tegasnya.

    Sebelumnya, Prabowo mengaku salah jika komunikasi di pemerintahannya masih kurang baik.

    Hal itu diutarakan Prabowo dalam wawancara bersama enam pemimpin redaksi media massa di Hambalang, Jawa Barat, Minggu, 6 April 2025.

    Awalnya, Prabowo merespons pernyataan Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi yang mengomentari soal teror kepala babi.

    Menurut ketua umum Partai Gerindra itu, ucapan Hasan Nasbi kala menanggapi peristiwa dimaksud adalah salah dan keliru.

    Kata Prabowo, ada kemungkinan Hasan Nasbi telah menyesali apa yang sudah disampaikannya.

    “Tapi, bener itu ucapan yang menurut saya teledor, itu ya keliru. Ya, saya kira beliau menyesal,” kata Prabowo dikutip dari YouTube Kompas.id, Senin (7/4/2025).

    Prabowo menilai kesalahan Hasan Nasbi disebabkan karena ia baru berkecimpung di pemerintahan.

    Maka dari itu, orang-orang baru di pemerintahan belum beradaptasi ihwal bagaimana merespons sesuatu yang disorot masyarakat.

    “Banyak yang baru. Jadi, mungkin kurang waspada, kurang hati-hati dalam mengucap. Saya kira itu yang bisa saya jelaskan. Saya belum ketemu sih sebetulnya. Setelah, saya juga kaget,” tutur Prabowo.

    Sebagai kepala negara, Prabowo mengaku salah jika komunikasi di pemerintahannya masih kurang baik.

    Sebab, sejak awal memimpin negara, Prabowo memang berorientasi kepada hasil kerja.

    “Tapi, bahwa komunikasi kurang baik, itu sebetulnya saya anggap itu saya yang bersalah. Karena fokus kita deliver. Kerja, rakyat nunggu keputusan,” ujarnya.

    Untuk diketahui, redaksi Tempo mendapat teror kepala babi pada Kamis, 20 Maret 2025, yang ditujukan kepada salah satu jurnalis Tempo, yakni Francisca Christi, oleh pengirim anonim.

    Terkait ini, Hasan Nasbi sebelumnya melontarkan pernyataan yang menyebut agar kiriman kepala babi ke redaksi Tempo “dimasak saja”.

    Hal ini disampaikan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 21 Maret 2025 malam, ketika ditanya awak media soal aksi teror kepala babi tersebut.

    Namun terbaru, Hasan juga memberikan penjelasan bahwa sebetulnya dirinya setuju dengan sikap Francisca, yang menanggapi teror itu dengan candaan pula, yakni mengaku lain kali akan memasak kepala babi tersebut lebih enak.

    “Justru saya setuju dengan Francisca menyikapi teror itu. Kan Francisca merecehkan teror itu sehingga KPI si peneror enggak kesampaian kan. Ya berarti kan salah orang itu, berarti kan enggak sampai itu,” kata Hasan Nasbi.
     

  • KKJ Tolak Perpol 3/2025 yang Wajibkan Jurnalis Asing ‘Izin’ Polisi: Ini Ancaman Besar

    KKJ Tolak Perpol 3/2025 yang Wajibkan Jurnalis Asing ‘Izin’ Polisi: Ini Ancaman Besar

    PIKIRAN RAKYAT – Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) dengan tegas menolak Peraturan Kepolisian Republik Indonesia (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 yang disahkan pada 10 Maret 2025.

    Salah satu ketentuan dalam kebijakan ini adalah “me-wajibkan jurnalis asing memiliki Surat Keterangan Kepolisian (SKK) untuk dapat melakukan kerja-kerja jurnalistik di Indonesia.”

    Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk pembangkangan terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran.

    Tidak hanya dinilai melampaui batas kewenangan institusi kepolisian, aturan ini juga dianggap sebagai ancaman besar bagi kebebasan pers dan demokrasi yang dijamin oleh konstitusi.

    “Selama ini, perizinan kerja-kerja jurnalis asing telah memiliki kerangka hukum yang jelas. Yakni, di bawah kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (sekarang menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital) dan pengawasan dilakukan oleh Dewan Pers,” demikian, dikutip dari rilis resmi KKJ, Sabtu, 5 April 2025.

    “Kepolisian tidak memiliki mandat hukum dalam mengatur kerja jurnalistik, baik terhadap jurnalis nasional maupun asing,” lebih lanjut KKJ mengingatkan.

    Pengambilalihan otoritas dalam Perpol No.3 Tahun 2025 ini dianggap sebagai langkah pelemahan sistemik dalam kerja-kerja jurnalistik dan independensi pers.

    “Ini juga berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum yang menjadi celah penyalahgunaan wewenang, serta dapat digunakan secara bebas untuk membenarkan tindakan penghalangan-halangan kerja jurnalistik dengan dalih aktifitas illegal,” ucap KKJ.

    KKJ menyatakan bahwa Perpol No. 3 Tahun 2025 melanggar prinsip kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi, membuka ruang represif bagi jurnalis dalam negeri dan asing, serta memperpanjang birokrasi kerja jurnalistik di Indonesia.

    Kebijakan ini juga berisiko menimbulkan tumpang tindih kewenangan, yang seharusnya menjadi tanggung jawab Dewan Pers dan Kementerian Komunikasi dan Digital.

    Selain itu, kebijakan ini dianggap tidak partisipatif karena tidak melibatkan pemangku kepentingan yang terdampak, seperti Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia, dan organisasi jurnalis.

    KKJ juga menilai bahwa kebijakan ini “berpotensi membatasi dan atau melanggar hak atas informasi” yang merupakan hak dasar setiap warga negara.

    4 Tuntutan KKJ

    Menyikapi hal ini, KKJ menuntut dan menyerukan agar:

    1. Kapolri segera mencabut atau menghapus Pasal 5 Ayat (1) dalam Perpol No. 3 Tahun 2025 yang mewajibkan surat keterangan kepolisian bagi jurnalis asing yang melakukan peliputan di Indonesia.

    2. Pemerintah Indonesia tidak menerbitkan peraturan-peraturan lainnya yang mengancam kerja-kerja jurnalistik dan kebebasan pers.

    3. Mendorong partisipasi publik dalam proses penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan hak atas informasi.

    4. Mengajak seluruh lapisan masyarakat secara bersama-sama menolak Perpol ini agar tidak melemahkan kemerdekaan pers dan demokrasi di Indonesia. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Jurnalis Asing Butuh ‘Izin’ Polisi sebelum Liputan di Indonesia, Dewan Pers Buka Suara

    Jurnalis Asing Butuh ‘Izin’ Polisi sebelum Liputan di Indonesia, Dewan Pers Buka Suara

    PIKIRAN RAKYAT – Jurnalis asing yang ingin meliput di Indonesia dinilai ‘dipersulit’ oleh negara. Pasalnya, mereka wajib terlebih dahulu mendapatkan surat keterangan kepolisian (SKK), berdasarkan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian terhadap Orang Asing.

    Menanggapinya, Dewan Pers minta peraturan tersebut ditinjau kembali. Menurut Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, penerbitan Perpol 3 Tahun 2025 begitu mengecewakan.

    Hal ini lantaran proses penyusunan peraturan tidak melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), organisasi jurnalis, dan perusahaan pers terkait.

    “Mengingat salah satu klausul yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik yang kami yakini organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan,” ujar Ninik, dalam siaran pers, Jumat, 4 April 2025.

    Dewan Pers berpendapat bahwa Perpol 3/2025 bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, karena dalam pertimbangannya tidak mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

    Perpol ini mengatur tentang pekerjaan jurnalistik, yang mencakup enam kegiatan utama, yaitu mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyiarkan berita, yang sudah diatur dalam UU Pers. Dalam hal pengawasan, itu adalah wewenang Dewan Pers, termasuk untuk jurnalis asing.

    Selain itu, UU Penyiaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 mengatur izin bagi lembaga penyiaran asing dan jurnalis asing yang ingin meliput di Indonesia, yang menjadi kewenangan Kemkominfo.

    Dewan Pers juga merasa bingung dengan penggunaan rujukan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang sudah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023.

    Pasal 15 ayat (2) menyebutkan bahwa kepolisian memiliki kewenangan untuk mengawasi orang asing di Indonesia dengan koordinasi lembaga terkait, namun tidak mengacu pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 yang mengatur izin masuk WNA, termasuk jurnalis asing ke Indonesia.

    “Pengaturan Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antarlembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” ujar Ninik Rahayu.

    “Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis, professional, independent, menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers,” tutur dia menandaskan. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Dewan Pers Minta Polri Tinjau Ulang Perpol Izin Liputan Jurnalis Asing

    Dewan Pers Minta Polri Tinjau Ulang Perpol Izin Liputan Jurnalis Asing

    loading…

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyesalkan Perpol 3/2025. Foto/Dok SindoNews/Danandaya

    JAKARTA – Dewan Pers meminta Polri meninjau ulang aturan penerbitan Surat Keterangan Kepolisian (SKK) untuk jurnalis asing. Aturan itu termaktub dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 Tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing.

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyesalkan Perpol 3/2025. Sebab, kata dia, penyusunan aturan itu tak melibatkan organisasi wartawan seperti Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Organisasi Jurnalis, dan Perusahaan Pers. “Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers merekomendasikan peninjauan kembali Perpol 3/2025,” ujar Ninik dalam keterangan tertulis, Jumat (4/4/2025).

    Selain itu, Ninik menjelaskan, usulan peninjauan ulang aturan itu didasari atas potensi melanggar UU Nomor 40/1999 tentang Pers dan UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran. Padahal, kata dia, Perpol ini mengatur kerja jurnalistik pers seperti mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyiarkan berita sebagaimana diatur dalam UU Pers dan UU Penyiaran.

    “Perpol 3/2025 bertentangan dengan pengaturan yang lebih tinggi yaitu pada bagian pertimbangan tidak mempertimbangkan UU Nomor 40/1999 tentang Pers dan UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran,” terang Ninik.

    Ninik mengaku bingung pada bagian pertimbangan pembentukan perpol itu lantaran merujuk Pasal 15 ayat (2) UU Polri yang mengatur kewenangan polisi untuk mengawasi orang asing yang berada di wilayah NKRI dengan koordinasi instansi terkait. Padahal, kata dia, Perpol itu tak merujuk UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang mengatur pemberian izin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia. Ia pun menlai, aturan di perpol tumpang tindih dengan regulasi lain.

    “Pengaturan Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” terang Ninik.

    Di sisi lain, Ninik menilai, keberadaan perpol itu bisa menghambat indepedensi kerja pers meski, aturan itu dinyatakan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan bagi jurnalis asing.

    “Karenanya, berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis; profesional; independen; menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi, dan menegakkan kemerdekaan pers,” tegasnya.

    Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho buka suara soal pemberitaan yang mengaitkan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang penerbitan Surat Keterangan Kepolisian (SKK) bagi jurnalis asing yang bertugas di Indonesia. Pada pernyataan yang beredar sebelumnya disebutkan bahwa SKK menjadi kewajiban bagi jurnalis asing.