Kementrian Lembaga: KPAI

  • KPAI: 80.000 Anak di Bawah 10 Tahun Jadi Korban Judol
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 November 2024

    KPAI: 80.000 Anak di Bawah 10 Tahun Jadi Korban Judol Megapolitan 21 November 2024

    KPAI: 80.000 Anak di Bawah 10 Tahun Jadi Korban Judol
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap, ada sekitar 80.000 anak berusia di bawah 10 tahun di seluruh Indonesia yang menjadi korban judi
    online 
    (judol). 
    Data tersebut diperoleh KPAI dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
    “Yang usia di bawah 10 tahun mencapai 80.000 anak,” ujar Komisioner KPAI Sub Klaster Anak Korban Pornografi dan Cybercrime, Kawiyan, saat diwawancarai
    Kompas.com
    , Kamis (21/11/2024).
    Sementara, anak hingga usia 19 tahun yang menjadi korban judi
    online
     jumlahnya mencapai 197.540. 
    Kawiyan mengungkapkan, banyak anak menjadi korban judi
    online
     karena maraknya penggunaan internet sejak dini. 
    Ada sekitar 88,9 persen anak usia lima tahun ke atas yang sudah memegang gawai sendiri dan terkoneksi internet. Kondisi ini menyebabkan anak menjadi sasaran empuk para bandar judi
    online
    .
    Biasanya, kata Kawiyan, para bandar menggunakan cara-cara menarik untuk mempromosikan judi
    online
    agar anak-anak penasaran mencobanya. Salah satunya, melalui game
    online.
    “Game
    online
    juga jadi banyak pintu masuk judi
    online
    ,” ungkap Kawiyan.
    Ditambah lagi, kata Kawiyan, adanya sistem transaksi keuangan digital memudahkan anak untuk melakukan deposit judi
    online
    .
    Kawiyan mengatakan, judi
    online
    bisa dilakukan di mana saja, termasuk kamar anak.
    Oleh karenanya, orangtua diminta ekstra waspada memantau aktivitas anak di ponsel, agar tak terjerumus judi 
    online.
     
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        Kasus Ivan Sugianto di Surabaya, dari Suruh Siswa Menggonggong hingga Terindikasi Terlibat Judi "Online"
                        Surabaya

    4 Kasus Ivan Sugianto di Surabaya, dari Suruh Siswa Menggonggong hingga Terindikasi Terlibat Judi "Online" Surabaya

    Kasus Ivan Sugianto di Surabaya, dari Suruh Siswa Menggonggong hingga Terindikasi Terlibat Judi “Online”
    Editor
    KOMPAS.com

    Ivan Sugianto
    , pengusaha yang ditahan karena menyuruh seorang siswa SMA untuk sujud dan menggonggong, kini juga terindikasi terlibat judi
    online
    sehingga rekeningnya diblokir oleh Pusat Penelitian dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
    Pengamat kepolisian dan hukum pidana mengatakan polisi wajib menyelidiki temuan PPATK terkait pengusaha asal
    Surabaya
    tersebut.
    Pasalnya, menurut pengamat, PPATK tak mungkin memblokir rekening seseorang tanpa ada indikasi kuat yang mengarah pada pencucian uang.
    “Jangan sampai informasi pelanggaran hukum lainnya ini malah menguap dan tidak dituntaskan karena itu akan jadi blunder, polisi akan dianggap melindungi Ivan,” kata pengamat kepolisian dari
    Institute for Security and Strategic Studies
    (ISESS) Bambang Rukminto pada Minggu (17/11).
    Namun, Polrestabes Surabaya dan Polda Jawa Timur hingga Minggu (17/11P) menyatakan bahwa mereka sejauh ini hanya “fokus” menangani kasus dugaan intimidasi terhadap Ivan.
    Sosok Ivan menjadi sorotan warganet setelah videonya saat membentak siswa SMA bernama EN viral di media sosial.
    Ivan disebut tak terima dengan lelucon “rambut seperti pudel” yang diutarakan oleh EN, siswa SMA Kristen Gloria 2, kepada anaknya yang merupakan siswa SMA Cita Hati Surabaya.
    Dia lalu mendatangi sekolah EN, lalu menyuruh EN meminta maaf dengan cara sujud dan menggonggong. Cara ini, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), “arogan” serta “merendahkan martabat anak”.
    Kasus itu kemudian dilaporkan ke polisi oleh SMA Kristen Gloria 2. Polisi lalu menangkap Ivan pada Kamis (14/11) di Bandara Juanda Surabaya.
    Dia dijerat dengan pasal berlapis, yakni pasal 80 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Anak dan Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP dengan ancaman hukuman tiga tahun penjara.
    Ivan sempat menyampaikan permintaan maaf atas tindakannya melalui pesan video. Saat itu, dia menyatakan akan menyerahkan diri ke Polrestabes Surabaya.
    Namun setelah itu, belum ada respons dari pihak Ivan termasuk soal temuan PPATK.
    Berikut fakta-fakta yang terungkap sejauh ini terkait kasus yang menjerat Ivan.
    Penelusuran ini masih berkembang dan PPATK juga masih menghitung nominalnya.
    “Yang kami bekukan rekening IS untuk Valhalla Club dan yang terkaitnya,” kata Ivan. Valhalla yang dia maksud adalah sebuah klub malam di Surabaya.
    Saat menelusuri aliran dananya, Ivan mengatakan tim analis PPATK menemukan sejumlah transaksi terkait dengan judi
    online.
    Pada Minggu (17/11), PPATK menyatakan belum ada perkembangan terbaru yang bisa disampaikan soal temuan ini.
    Namun Humas PPATK, Natsir Kongah, mengatakan analisis itu mereka lakukan berdasarkan laporan yang disampaikan oleh penyedia jasa keuangan.
    Hasil analisis, kata dia, biasanya juga mereka serahkan kepada penegak hukum.
    Soal temuan ini, pakar hukum pidana dari Universitas Trisaksi, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan ketika rekening seseorang dibekukan oleh PPATK berarti ada sejumlah transaksi yang terjadi secara berkelanjutan dan mengarah pada dugaan pencucian uang.
    “Itu tidak hanya pada satu momen. Karena itu, orang ini dijerat TPPU [tindak pidana pencucian uang,” kata Fickar.
    “Artinya kalau dia punya usaha, di balik kegiatan usahanya itu ada penyamaran hasil kejahatan, hasil yang ilegal menjadi legal,” sambungnya.
    Bambang Rukminto dari ISESS juga berpendapat senada. Menurutnya, PPATK tak mungkin memblokir rekening seseorang tanpa dasar yang kuat.
    “PPATK bisa disomasi kalau itu tidak benar, jadi pasti tidak sembarangan memblokir rekening seseorang, pasti ada aliran dana yang dicurigai,” kata Bambang.
    Menurutnya, polisi semestinya bisa proaktif mengusut temuan PPATK itu tanpa perlu ada yang melaporkan.
    “Polisi bisa membuat laporan model A berdasarkan temuan PPATK, enggak perlu menunggu ada pelapor,” kata Bambang.
    “Tinggal bagaimana komitmen kepolisian untuk menindak lanjuti dalam penyelidikan juga membukanya secara transparan.”
    Namun sejauh ini, Polrestabes Surabaya menyatakan pihaknya “tidak menangani” temuan PPATK itu.
    “Yang kami tangani hanya masalah laporan dari SMA Gloria, kasus untuk anak itu. Kalau yang lain-lain, sampai sekarang belum ada,” kata Kepala Seksi Humas Polrestabes Surabaya, AKP Rina Shanty Dewi, kepada wartawan Mustofa El Abdy yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
    Foto-foto itu kemudian memicu spekulasi warganet yang mengaitkan tindakan Ivan dengan relasinya Ivan dengan aparat.
    Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Harianto, merespons spekulasi itu dan mengatakan bahwa perwira menengah di dalam foto tersebut “bukan bekingan atau rekan bisnis” Ivan.
    “Foto tersebut diambil 18 September 2024. Ivan S dan pamen TNI sudah bersahabat sejak lama,” kata Hariyanto melalui keterangan tertulis.
    Hariyanto mengatakan, tindakan Ivan tidak berkaitan dengan perwira TNI yang berfoto bersamanya.
    “Mereka berteman seperti layaknya sahabat biasa dan tidak ada hubungan bisnis, apalagi sampai menjadi beking,” ujar Hariyanto.
    Sementara itu, polisi merespons foto tersebut dengan menyatakan bahwa mereka “fokus pada penanganan kasus”.
    “Kami fokus ke penanganan perkaranya saja, soal yang lain-lain itu enggak. Pokoknya masyarakat boleh percaya kepada polisi. Dengan ditahannya Ivan, itu kan berarti menyatakan bahwa polisi itu serius untuk penanganan perkara ini,” ujar AKP Rina Shanty Dewi.
    Kuasa hukum EN, Reifon Cristabella, mengatakan bahwa tindakan dugaan intimidasi terhadap kliennya pertama kali terjadi di lingkungan sekolah pada 21 Oktober 2024.
    “Tidak ada yang melerai kecuali security dan ayah korban,” kata Bella.
    Namun, ketika dilerai, Ivan tidak memberi izin. Tak lama setelahnya, EN dipindahkan ke satu ruangan di dalam sekolah.
    Pada saat dipindahkan, sangat disayangkan, kejadian yang saya sebutkan di depan, berlutut dan menggonggong terulang kembali,” jelas Bella.
    Bella juga mengeklaim “tidak pernah terjadi perkelahian antara EN dan anak Ivan.
    Dia menyebut bahwa kedua anak itu baru mengenal dan bertatap muka ketika Ivan mendatangi korban dan keluarganya ke sekolah. Menurut Bella, “tidak pernah ada aksi bullying atau perkelahian”.
    “Kami justru mempertanyakan, orang-orang dewasa yang datang itu siapa dan kapasitasnya sebagai apa dan untuk apa datang di situ,” tutur Bella.
    Pihak sekolah memutuskan melaporkan kejadian itu ke polisi lantaran membuat para orang tua siswa merasa resah dan terintimidasi.
    Korban dan keluarganya pun disebut sempat trauma dan masih butuh waktu untuk memulihkan diri atas apa yang terjadi.
    Ketua KPAI, Ai Maryati, mengecam tindakan Ivan karena dianggap main hakim sendiri dan telah “merendahkan martabat anak”.
    Dia mengingatkan orang tua untuk bisa menahan diri saat menghadapi konflik antar-sesama anak.
    “Orang tua itu kan orang dewasa, jadi perilaku yang merendahkan harkat dan martabat anak itu tidak boleh terjadi. Itu yang kami sesalkan. Kami melihatnya sebagai arogansi, dan ada relasi kuasa yang sangat timpang,” kata Ai ketika dihubungi.
    Selain itu, Ai juga menegaskan bahwa penyelesaian konflik antar-anak semestinya dilakukan secara hati-hati dan mengutamakan kepentingan terbaik anak.
    Penyelesaian dengan cara yang dilakukan Ivan, menurutnya, hanya akan membuat anak trauma.
    Ai mengatakan, KPAI akan memastikan korban dan keluarganya mendapat pendampingan dan pemulihan.
    Kembali ke kasus Ivan, Bambang Rukminto mengatakan besar kemungkinan kasus ini akan bergulir panjang dan menguak kasus hukum lainnya.
    Sebelumnya pernah terjadi kasus dengan pola serupa pada Rafael Alun Sambodo, mantan pegawai Pajak yang divonis korupsi setelah tindakan arogan putranya menganiaya seorang anak.
    Sementara itu, Fickar mengatakan, mengemukanya dugaan lain terkait Ivan adalah “berkah akibat viral”.
    “Satu kasus membuka siapa sebenarnya orang ini. Mungkin karena merasa banyak kenalannya, dia merasa arogan dan merasa posisinya di atas hukum. Jadi ketika dia membela anaknya, dia lakukan dengan cara-cara yang arogan juga,” kata Fickar.
    Wartawan di Surabaya, Jawa Timur, Mustofa El Abdy berkontribusi dalam liputan ini.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Siswi MI Diperkosa-Dibunuh, KPAI: Autopsi Jasad Korban-Tangkap Pelaku!

    Siswi MI Diperkosa-Dibunuh, KPAI: Autopsi Jasad Korban-Tangkap Pelaku!

    Jakarta

    Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) prihatin dengan kasus dugaan pemerkosaan dan pembunuhan siswi madrasah ibtidaiyah (MI) berusia 7 tahun di Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim). KPAI berharap pelaku segera ditangkap.

    “Yang segera harus dilakukan adalah penangkapan pelaku dan autopsi anak korban serta pendampingan psikologis keluarga,” kata Komisioner KPAI Diyah Puspitarini kepada wartawan, Kamis (14/11/2024).

    “KPAI sangat prihatin kejadian ini menimpa ananda yang berusia 7 tahun dan sepulang sekolah. Seharusnya anak bisa pulang dengan aman ternyata kondisi tidak demikian,” imbuhnya.

    Diyah mengatakan anak yang meninggal tidak wajar wajib untuk diautopsi. KPAI berharap polisi segera menangkap pelaku.

    “KPAI mengingatkan bahwa anak yang meninggal dengan tidak wajar wajib untuk diautopsi agar anak mendapat kejelasan penyebab kematian. ⁠KPAI mengimbau agar kepolisian segera dapat menemukan dan menangkap pelaku sesegera mungkin karena ini sangat mengganggu anak-anak lainnya yang khawatir dan takut untuk bersekolah,” jelasnya.

    Diyah meminta pekerja sosial segera diturunkan untuk menggali informasi dari keluarga dan teman korban. KPAI juga mengingatkan terkait penanganan kasus anak yang harus diproses cepat seperti dalam UU Perlindungan Anak.

    KPAI mengingatkan agar identitas anak tetap dilindungi. KPAI berharap pelaku mendapatkan hukum yang berat.

    “Dengan kasus ini KPAI memastikan bahwa ada pelanggaran terhadap UU PA terkait dengan kekerasan seksual, kekerasan fisik dan penghilangan nyawa, maka KPAI berharap pelaku dihukum seberat-beratnya. Termasuk pelanggaran berlapis dengan UU TPKS dan karena ada unsur kesengajaan penghilangan nyawa berarti termasuk juga adanya perencanaan pasal 340 KUHP,” katanya.

    “Iya kami atensi agar pelaku segera ditangkap dan diberikan hukuman pemberatan,” jelasnya.

    Aris mengatakan banyak faktor yang membuat pelaku tega memperkosa anak di bawah umur. Faktor di antaranya adalah gangguan mental atau kepribadian.

    “Beberapa pelaku mungkin memiliki gangguan mental, seperti psikopati, skizofrenia, atau gangguan kepribadian antisosial, yang dapat membuat mereka kurang memiliki empati, kontrol impuls, atau kesadaran moral. Namun, tidak semua orang dengan gangguan mental akan melakukan kejahatan seperti ini, gangguan tersebut hanyalah salah satu dari banyak faktor,” katanya.

    “Beberapa pelaku mengalami penyimpangan seksual yang membuat mereka tertarik secara seksual pada anak-anak (pedofilia). Ini sering kali menjadi faktor signifikan dalam kejahatan yang melibatkan pelecehan seksual terhadap anak,” sambungnya.

  • KPAI Dukung Wacana Komdigi Batasi Anak Akses Medsos

    KPAI Dukung Wacana Komdigi Batasi Anak Akses Medsos

    Jakarta

    Bareskrim Polri membongkar 47 kasus tindak pidana pornografi anak dalam kurun waktu enam bulan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku prihatin karena anak masih menjadi sasaran eksploitasi seksual.

    “Pada hari ini kita menyaksikan bahwa anak-anak masih menjadi objek eksploitasi seks dan pornografi,” ujar Komisioner KPAI Kawiyan dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (13/11/2024).

    Dia mengatakan berdasarkan undang-undang (UU), anak-anak harus dilindungi dari paparan pornografi.

    “Padahal sebagaimana diatur oleh Pasal 11 dan 15 UU nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi, bahwa anak-anak tidak boleh dilibatkan baik sebagai pemain, sebagai talent di dalam hal distribusi pornografi dan porno aksi,” jelas dia.

    Kawiyan menyatakan dukungan atas langkah tegas yang dilakukan oleh Bareskrim Polri. Termasuk menindaklanjuti pelaku dengan hukuman sesuai dengan UU yang berlaku.

    Selain itu, KPAI juga berharap Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dapat sekuatnya untuk melindungi anak-anak. Salah satunya, kata Kawiyan, dengan cara melakukan tindakan yang tegas terhadap konten-konten yang berada di ranah digital, di media sosial, pornografi dan sebagainya, website.

    Masih pada kesempatan yang sama, Kawiyan mendukung penuh wacana Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, yang menyatakan akan melakukan pembatasan akses anak terhadap internet dan media sosial.

    “Saya kira kalau hari ini kita bukan lagi sekadar menimbang, tapi kita dukung segera melakukan langkah tegas memberikan pembatasan anak, akses anak dari internet dan digital demi melindungi anak-anak kita dari segala bentuk kekerasan yang terjadi di ranah digital,” tegasnya.

    Tak lupa dia juga menekankan tentang pentingnya pemantauan orang tua untuk mencegah dan mengantisipasi segala bentuk pornografi di ranah digital. Sebab, lanjutnya, di era serba digital ini, anak dapat dengan mudah berinteraksi dengan siapapun.

    “Kita mengajak orang tua dan keluarga untuk lebih waspada terhadap aktivitas anak-anak kita terutama di dunia maya. Banyak anak yang tidak kenal di dunia nyata, tiba-tiba perkenalan di dunia maya, kemudian anak itu menjadi korban kekerasan, korban pemerasan dengan berbagai cara,” ungkapnya.

    “Oleh karena itu kita perlu memantau, melakukan pengawasan terhadap pergaulan anak-anak kita di ranah digital,” imbuh Kawiyan.

    Polri Ungkap 47 Kasus Pornografi Anak

    Sebelumnya diberitakan, Polri terus mengusut kasus tindak pidana pornografi anak berbasis digital. Selama 6 bulan, Polri membongkar 47 kasus pornografi anak dan membekuk total 58 tersangka.

    “Telah melakukan pengungkapan kasus pornografi online anak yang dimulai dari Mei sampai November 2024 yaitu sebanyak 47 kasus dengan 58 tersangka,” kata Wakil Direktur Tindak Pidana Siber (Wadirtipidsiber) Bareskrim Polri Kombes Dani Kustoni dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (13/11).

    Dia menuturkan pengungkapan itu dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Pornografi Anak. Satgas ini gabungan dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Direktorat Reserse Siber Polda jajaran, dan Subdit jajaran.

    Selain menangkap puluhan pelaku, Dani menyebut Polri juga telah mengajukan blokir situs atau web pornografi online. Dalam kurun 1 semester, pengajuan blokir situs pornografi online mencapai 15.659 situs.

    “Serta telah mengajukan blokir situs atau web pornografi online sebanyak 15.659 situs atau web dan telah melakukan giat preemptif atau imbauan sebanyak 589 link kepada masyarakat,” imbuh dia.

    (ond/jbr)

  • Bermula dari Curhatan Para Korban, Kasus Pencabulan Santriwati di Tasikmalaya Terungkap

    Bermula dari Curhatan Para Korban, Kasus Pencabulan Santriwati di Tasikmalaya Terungkap

    Liputan6.com, Tasikmalaya – Sejumlah santriwati salah satu pesantren di Kecamatan Puspahiang, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat diduga menjadi korban pencabulan oknum guru ngaji mereka. “Kami datangi pondoknya, kami bicara dengan santri yang diduga dicabuli, ada yang berani bicara, ada juga yang masih belum terbuka,” ujar Ketua KPAI Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, Kamis (7/11/2024).

    Pengungkapan kasus dugaan pencabulan yang dilakukan guru ngaji santri, berasal dari curhatan para korban yang mulai berani bicara. Berdasarkan penelusuran KPAI Kabupaten Tasikmalaya, ditemukan fakta sedikitnya lima santri diduga menjadi korban pencabulan. “Selain memintai keterangan korban, sejumlah saksi turut dimintai keterangan. Tetapi memang baru satu yang berani melapor,” ujar dia.

    Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya, AKP Ridwan Budiarta mengakui satu korban santri telah melayangkan laporan dugaan asusila kepada lembaganya. “Saat ini kita sedang melakukan penyelidikan dengan meminta keterangan kepada saksi serta pihak lain,” ujar dia.

    Dalam penanganan kasus dugaan pencabulan ini, Kepolisian menggandeng KPAI Kabupaten Tasikmalaya turun tangan untuk memulihkan traumatik korban. “Ada dua orang yang dalam masa pemulihan fsikologis di KPAI,” ujar dia.

    Sementara itu, Forum Pondok Pesantren Kecamatan Puspahiang, Kabupaten Tasikmalaya, membantah oknum guru ngaji yang diduga mencabuli santrinya bagian pondok pesantren. “Saya pastikan kalau peristiwa dugaan asusila bukan di Pondok Pesantren, oknumnya saja guru ngaji,” ujar Ketua Forum Pondok Pesantren Kecamatan Puspahiang, Ajengan Koko Koswara.

    Meski tercatat sebagai lembaga pendidikan, Koko menyebut izinnya bukan pondok pesantren, melainkan lembaga pendidikan biasa. “Jadi bukan pondok pesantren, legalitasnya juga enggak ada. Kalau lembaga pendidikan mah memang ada, tetapi bukan pondok pesantren,” ujar dia.

  • KPAI Tolak Mentah-mentah Wacana Wakil Menkeu soal Pengenaan Pajak pada Judi Online

    KPAI Tolak Mentah-mentah Wacana Wakil Menkeu soal Pengenaan Pajak pada Judi Online

    GELORA.CO – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sikap menolak wacana mengenai kemungkinan pengenaan pajak pada judi online.

    “Saya berharap wacana pengenaan pajak pada judi online harus disetop. Masih banyak sumber pendapatan negara dari jalur yang halal dan tidak merusak anak-anak dan masyarakat,” kata Anggota KPAI Subklaster Anak Korban Pornografi dan Cybercrime Kawiyan saat dihubungi di Jakarta, Senin, 4 November 2024.

    Hal ini dikatakannya merespons pernyataan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu yang menyebut bahwa negara bisa mendapatkan tambahan pemasukan pajak dari sektor ekonomi bawah tanah, termasuk judi online hingga gim daring.

    “Saya sebagai Komisioner KPAI yang selama ini ikut mendukung dan menyuarakan pemberantasan judi online, prihatin atas pernyataan Anggito tersebut. Pernyataan Anggito akan menimbulkan persepsi negatif masyarakat bahwa perjudian/judi online bukanlah sesuatu yang ilegal,” kata Kawiyan.

    Menurut dia, pengenaan pajak akan membuat masyarakat menganggap judi sebagai sesuai yang legal. Padahal secara yuridis, kata dia, judi merupakan salah satu bentuk tindakan yang bertentangan dengan hukum.

    “Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) melarang praktik perjudian online,” kata Kawiyan.

    KPAI menilai wacana pengenaan pajak pada judi online dapat merusak masyarakat.

    “Pihak-pihak yang selama ini menganggap judi online sebagai sesuai yang ilegal, akan berpendapat judi online menjadi legal, dibolehkan oleh pemerintah dan juga dipungut pajaknya. Pengaruh yang sama juga akan terjadi pada anak-anak yang selama ini dilindungi dan dijauhkan dari praktik judi online,” katanya.

    Menurut dia, pihak yang paling dirugikan dari praktik judi dan judi online adalah anak-anak. Kebanyakan pelaku judi online adalah orang dewasa. Jika mereka terlibat judi online, maka akan berdampak pada keluarga dan anak-anak.

    “Uang yang mestinya dipakai untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti membeli beras, lauk-pauk, bayar uang sekolah, membeli peralatan sekolah, beli vitamin, atau bayar BPJS, malah dipakai untuk judi online,” ujar Kawiyan.

  • Kasus Pegawai Komdigi Terseret Judi Online Meluas, KPAI Sampai Turun Tangan Desak Polri Temukan ‘Big Bos’ Sesungguhnya

    Kasus Pegawai Komdigi Terseret Judi Online Meluas, KPAI Sampai Turun Tangan Desak Polri Temukan ‘Big Bos’ Sesungguhnya

    GELORA.CO – Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra meminta Polri mengusut tuntas kasus judi online yang melibatkan oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

    Langkah Polri memang perlu diapresiasi soal memberantas judi online, tetapi KPAI meminta agar pelaku utama atau dalang sesungguhnya turut diamankan.

    “Kita yakin pelakunya tidak tunggal dan melibatkan banyak pihak. Untuk itu perlu ditelusuri sampai ke akar-akarnya, perpanjangan tangannya, yang bisa melindungi dan memuluskan aksi kejahatan mengerikan ini,” kata Jasra Putra saat dihubungi di Jakarta, Minggu (3/11/2024).

    Menurutnya, banyak oknum ASN dan Polri tergiur dengan besarnya uang yang ditawarkan untuk memuluskan bisnis judi online di Indonesia.

    “Industri candu ini mampu merangsek para penegak hukum kita, pemegang regulator, bahkan pembuat kebijakan. Bahkan menggoda para oknum APH (aparat penegak hukum) kita,” katanya.

    Padahal, seharusnya pihak-pihak tersebut memiliki tanggung jawab untuk melindungi masyarakat termasuk anak-anak dari bahaya judi online.

    Pihaknya menambahkan maraknya judi online dapat mengancam cita-cita mewujudkan Indonesia Emas 2045.

    “Anak-anak kita ketika dewasa akan menjadi pecandu berat dari berbagai produksi industri candu. Tentu akan menjadi beban sosial yang sangat berat di masa depan dan dapat menggagalkan target Indonesia Emas,” kata Jasra Putra.

    Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah untuk membersihkan jajaran pegawainya dari unsur-unsur yang terlibat judi online.

    KPAI juga meminta agar perekrutan ASN, terutama di Kementerian Komdigi, dilaksanakan dengan lebih ketat untuk memastikan pegawai yang diterima adalah sosok yang berintegritas.

    “Kini kita tahu kerja Kemkomdigi, tidak hanya perekrutan karyawan pada umumnya, tapi perlu berintegritas,” tambah Jasra Putra.

  • Korban penganiayaan di Tebet harap polisi cepat tindaklanjuti kasus

    Korban penganiayaan di Tebet harap polisi cepat tindaklanjuti kasus

    Jakarta (ANTARA) – Kuasa hukum siswa korban penganiayaan di Tebet, Jakarta Selatan berinisial AA (16) berharap polisi bisa cepat menindaklanjuti kasus demi bisa memberikan hukuman kepada pelaku.

    “Kami berharap unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), siapapun penyidiknya mohon proses ditindaklanjuti secepatnya, kalau pelaku memang bersalah,” kata kuasa hukum korban, Saut Hamongan kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

     

    Saut mengatakan jangan sampai kejadian ini terus berulang di sekolah yang sama ataupun di sekolah lain.

     

    “Kita selaku kuasa hukum kecewa hasil koordinasi. Padahal sudah memberi waktu dari tanggal 9-10 hingga hari ini, namun hasil hari ini sangat kecewa,” ujarnya.

    Kendati demikian, dia menambahkan sudah koordinasi dengan sekolah terkait kasus dugaan penganiayaan ini dengan bersepakat untuk terbuka dalam informasi.

     

    Ke depan, jika kasus ini tidak cepat ditangani maka pihaknya berharap Polda Metro Jaya mampu mengawal perkara.

     

    “Kami sudah siapkan 10 surat ke berbagai lembaga baik ke KPAI, Kapolres, DPR komisi II dan komisi X untuk sebagai pengawalan proses hukum,” ujarnya.

     

     

    Dikonfirmasi terpisah, Kasie Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi mengatakan laporan penganiayaan itu sudah diterima dan ditindaklanjuti oleh pihaknya.

     

    “Setelah laporan polisi kita terima, kemudian ditindaklanjuti. Kemarin, dari PPA didampingi oleh P3A, INAFIS dan sekolah dimintai keterangan,” kata Nurma.

     

    Kemudian, polisi juga sudah meminta keterangan kepada pelaku N di sekolah untuk proses penyelidikan.

     

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2024

  • Dampak Laka Maut Siswa SMK Lingga Kencana, Kemendikbud Didesak Batasi Outing Class

    Dampak Laka Maut Siswa SMK Lingga Kencana, Kemendikbud Didesak Batasi Outing Class

    Jakarta (beritajatim.com) – Kecelakaan tragis menimpa rombongan siswa SMK Lingga Kencana Depok di Subang, Jawa Barat, pada Sabtu (11/5/2024) yang menelan 11 korban jiwa menyisakan trauma mendalam. Atas peristiwa ini desakan kepada Kemendikbud untuk melakukan kebijakan pembatasan outing class menguat.

    Termasuk dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Dari KPAI mendesak Kemendikbudristek segera mengeluarkan edaran pembatasan kegiatan outing class atau perpisahan siswa di luar kota.

    Kecelakaan nahas ini terjadi saat rombongan pelajar dan guru SMK Lingga Kencana dalam perjalanan pulang dari acara perpisahan di Bandung. Bus yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan di Ciater, Subang.

    KPAI Desak Pembatasan Outing Class

    Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Aris Adi Leksono, angkat bicara terkait peristiwa ini. Ia menyerukan Kemendikbudristek untuk mengambil langkah tegas dengan menerbitkan edaran pembatasan outing class.

    “Kasus ini menjadi pelajaran penting. Kecelakaan massal seperti ini, dengan korban anak, berulang kali terjadi pada momen outing class atau perayaan kelulusan di luar kota,” ungkap Aris melansir portal resmi Nahdlatul Ulama Selasa (14/5/2024).

    Leksono menekankan pentingnya aspek keselamatan dalam penyelenggaraan outing class. Ia mengingatkan sekolah untuk selektif dalam memilih transportasi, tidak hanya berdasarkan harga murah, namun juga memastikan kelayakan dan keamanan kendaraan untuk perjalanan siswa.

    “Sekolah harus memprioritaskan keselamatan peserta didik. Jangan sampai demi murahnya biaya, mereka mengabaikan keselamatan anak,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Leksono juga mempertanyakan substansi dan manfaat dari kegiatan outing class yang kerap kali dilaksanakan di luar kota. Ia menghimbau sekolah untuk mempertimbangkan dengan matang lokasi dan kegiatan yang diselenggarakan, dan memastikan bahwa kegiatan tersebut memiliki keterkaitan yang jelas dengan materi pembelajaran.

    Aspek Keselamatan dan Substansi Kegiatan Harus Diperhatikan

    “Perlu dipertimbangkan benar-benar aspek keselamatan anak, dan apa substansi dari outing class itu untuk menunjang anak,” jelas Leksono.

    Klarifikasi dari Pihak Sekolah

    Sementara itu, dari pihak SMK Lingga Kencana, Dian Nurfarida selaku Ketua Bidang Informasi Yayasan Kesejahteraan Sosial menjelaskan bahwa acara perpisahan di Bandung merupakan agenda tahunan yang telah disepakati antara pihak sekolah dan orang tua siswa. Pemilihan tempat dan transportasi pun telah melalui proses pertimbangan dan survei yang matang.

    “Kami sudah menggunakan perusahaan otobus resmi dan berusaha memberikan yang terbaik untuk murid-murid kami,” ujar Dian.

    Kecelakaan ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak terkait keselamatan siswa dalam kegiatan sekolah. Diharapkan Kemendikbudristek dapat segera merespon desakan KPAI dan mengambil langkah-langkah pencegahan untuk meminimalisir risiko kecelakaan dalam kegiatan outing class. [aje]

  • Aksi Heroik Polisi Australia Bongkar Bejatnya Eks Kapolres Ngada Setubuhi Anak Usia 6 Tahun

    Aksi Heroik Polisi Australia Bongkar Bejatnya Eks Kapolres Ngada Setubuhi Anak Usia 6 Tahun

    PIKIRAN RAKYAT – Kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS), mengejutkan publik.

    Kejahatan ini terbongkar berkat kerja sama antara Polri dan Polisi Federal Australia (AFP). Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak dan satu orang dewasa.

    Tidak hanya itu, dia juga merekam dan menyebarluaskan video kekerasan seksual tersebut ke situs pornografi anak di dark web.

    Kasus ini bermula dari temuan Polisi Australia yang menemukan video kekerasan seksual terhadap seorang anak berusia enam tahun yang diunggah dari Kupang, ibu kota NTT. Polisi Australia kemudian meneruskan informasi ini kepada Polri, yang langsung melakukan penyelidikan.

    “Tim AFP menggunakan berbagai metodologi dan teknologi untuk mengidentifikasi korban dan bekerja sama dengan lembaga penegak hukum di Indonesia,” kata juru bicara AFP.

    Hasil penyelidikan mengarah ke Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, yang diduga memesan anak tersebut melalui seorang wanita berinisial F. F dibayar Rp3 juta untuk membawa korban ke hotel yang telah dipesan FWLS pada Juni 2024.

    Kronologi Kejahatan

    Menurut Direktur Reserse Kriminal Polda NTT, Kombes Pol. Patar Silalahi, korban utama dalam kasus ini adalah seorang anak berusia enam tahun. Namun, penyelidikan lebih lanjut mengungkap ada tiga korban anak di bawah umur lainnya, yakni berusia 13 dan 16 tahun, serta seorang dewasa berusia 20 tahun.

    Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja diduga merekam aksi kejahatannya dan mengunggahnya ke situs pornografi anak.

    “Tersangka juga merekam dan menyebarluaskan video asusilanya,” ucap Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Karo Penmas Divisi Humas Polri.

    Kronologi kejahatan ini dimulai ketika Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja memesan anak melalui aplikasi MiChat, yang dikenal sebagai platform prostitusi daring. Wanita berinisial F, yang menjadi perantara, membawa korban ke hotel di Kupang.

    Di sana, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja melakukan pelecehan seksual dan merekam aksinya. Bukti kuat ditemukan di hotel tersebut, termasuk fotokopi Surat Izin Mengemudi (SIM) milik Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

    “Tidak terbantahkan lagi, adanya fotokopi SIM di resepsionis hotel tersebut, atas nama FWSL,” ujar Patar Silalahi.

    Tindakan Hukum dan Keterlibatan Polisi Australia

    Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Dia terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan UU No. 1 Tahun 2024 tentang ITE.

    Selain itu, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja juga menghadapi komite etik internal kepolisian dan terancam diberhentikan dari institusi Polri.

    Peran Polisi Australia atau AFP dalam mengungkap kasus ini pun sangat krusial.

    “Tim AFP menggunakan berbagai metodologi dan teknologi untuk mengidentifikasi korban dan bekerja sama dengan lembaga penegak hukum di Indonesia,” kata juru bicara AFP.

    Mereka juga menyelamatkan korban dari bahaya lebih lanjut. Polisi Australia menekankan pentingnya kemitraan internasional dalam menangani kejahatan transnasional, terutama yang melibatkan eksploitasi anak.

    Dampak dan Reaksi Publik

    Kasus ini menimbulkan gelombang kecaman dari berbagai pihak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutuk keras tindakan FWLS, yang seharusnya melindungi masyarakat, justru menjadi pelaku kejahatan.

    “Ini adalah pelanggaran serius terhadap kode etik kepolisian dan hak asasi manusia,” ucap perwakilan KPAI.

    Anggota Komisi VIII DPR, Selly Andriany Gantina juga menyerukan proses hukum yang transparan dan akuntabel.

    “Proses hukum yang mendesak dan transparan sangat dibutuhkan agar keadilan bagi korban dapat terwujud,” ujarnya.

    Selly Andriany Gantina juga mendorong pemerintah untuk memperkuat perlindungan anak di Indonesia.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News