Kementrian Lembaga: KPAI

  • Nestapa 20 Santri yang Dicabuli Pimpinan Ponpes di Martapura Kalsel

    Nestapa 20 Santri yang Dicabuli Pimpinan Ponpes di Martapura Kalsel

    Jakarta, Beritasatu.com – Kasus pencabulan santri di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan menggegerkan publik. Sedikitnya 20 santri diduga dicabuli oleh oknum pimpinan ponpes berinisial MR (42) yang sudah jadi tersangka.

    Pencabulan santri di ponpes Martapura terungkap setelah ada seorang pelajar perempuan berinisial AH keluar dari pesantren itu pada Jumat (10/1/2025), setelah mengetahui tindakan cabul MR.

    Langkah AH diikuti oleh para santri lain. Mereka yang selama ini diam dengan tindakan bejat MR, mulai berani bersuara. Akhirnya seorang korban berinisial ABD melaporkan kasus menimpanya itu ke Polres Banjar pada Sabtu (11/1/2025). 

    Polisi langsung menyelidiki laporan ABD dan terungkap MR diduga sudah melancarkan aksi cabul terhadap santrinya sejak 2019. Namun, para korban tidak ada yang berani melaporkan karena takut dengan ancaman pelaku.

    “Permasalahan ini sebenarnya sudah berlangsung sejak 2019, cuma kan yang namanya anak-anak penuh tekanan, ada sedikit pressing dari terlapor, jadi mereka tidak berani speak up dan melaporkan hal ini,” kata Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Banjar Ipda Anwar dikutip dari Koranbanjar.net (jaringan Beritasatu.com), Kamis (15/1/2025).

    Berdasarkan hasil investigasi awal polisi, sebanyak 20 santri diduga menjadi korban pencabulan MR. Namun, baru lima korban yang berani bersuara. 

    Sebagian dari korban sudah berusia dewasa. Mereka mengalami pelecehan saat berusia remaja atau di bawah umur, ketika masih belajar dan mondok di pesantren tersebut pada 2022.

    Korban pencabulan MR kini juga banyak yang sudah kembali ke kampungnya di luar daerah, seperti Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Kebanyakan mereka tidak berani bersuara, sehingga polisi menjadi kendala dalam mengusutnya.

    Modus Pencabulan
    Dari penuturan para santri diketahui modus MR mencabuli santrinya dengan cara memanggil korban yang disasarnya untuk masuk ke dalam kamarnya dengan alasan dirinya butuh dipijat.

    Ketika sudah berada di kamar tersangka, korban diminta melepaskan pakaian dan sarungnya. Lalu, MR diduga pura-pura kerasukan jin perempuan dan mulai mencabuli santrinya dengan alasan membuang sial.

    Satu per satu santri diduga dicabuli dengan buang sial. Selain itu para korban juga diming-imingi uang hingga hadiah dengan dalih “sedekah” agar mau melayani tersangka dan tetap diam. 

    MR meminta para korbannya tidak memberi tahu kelakuan bejatnya kepada orang lain, dan mengancam akan melaporkan mereka dengan tuduhan pencemaran nama baik jika berani bersuara.

    Polisi mengatakan MR menjadi tersangka pencabulan karena sebelumnya juga pernah menjadi korban kekerasan seksual.

    Polisi menjerat MR dengan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. MR sudah ditahan di Mapolres Banjar.

    Kasus pencabulan santri di lingkungan ponpes sudah berulang kali terjadi. Sebelumnya 12 santri menjadi korban kekerasan seksual pimpinan ponpes di Kota Baru, Jambi. Mereka terdiri dari 11 santri laki-laki dan satu santri perempuan.

    Pada Desember 2024, sebuah ponpes di Kampung Badak, Serang, Banten diserang warga karena pimpinan pesantren itu diduga telah mencabuli tiga santrinya.

    Baru-baru ini juga heboh seorang pimpinan ponpes di Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur berinisial KH ditangkap polisi atas dugaan menyodomi tujuh santrinya. 

    Bentuk Pansus
    Menteri Agama Nasaruddin Umar prihatin dengan masih terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan pesantren. Ia berjanji akan membentuk panitia khusus (pansus) untuk menindaklanjuti kasus kekerasan di lingkungan pendidikan agama.

    “Kami sangat prihatin dengan kasus kekerasan seksual di pesantren. Apalagi jika pelakunya adalah pimpinan, ini sangat memilukan. Kami akan membentuk pansus untuk menindaklanjuti kasus-kasus seperti ini,” ujar Nasaruddin saat membahas upaya perlindungan santri bersama Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah pekan lalu.

  • Polisi Fokus dan Prioritaskan Kondisi Psikologis Lolly

    Polisi Fokus dan Prioritaskan Kondisi Psikologis Lolly

    Jakarta, Beritasatu.com – Drama antara Laura Meizani atau Lolly dengan ibunya, Nikita Mirzani, masih berlanjut. Bahkan, anak perempuan 17 tahun itu nekat kabur dari rumah aman. Untuk itu, Polres Metro Jakarta Selatan bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tengah berupaya untuk memulihkan kondisi psikologisnya yang saat ini berada di Rumah Sakit (RS) Polri Kramatjati, Jakarta Timur.

    Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel), Kompol Nurma Dewi menyatakan, fokus utama saat ini adalah pemulihan kondisi psikologis atau mental Laura setelah ia dipindahkan pada Jumat, (10/1/2025) atau setelah kabur dari rumah aman dan mendatangi pengacara Razman Arif Nasution.

    “Saat ini proses pendalaman masih berlangsung. Kami telah memeriksa bersama, Laura telah dipindahkan ke RS Polri untuk perawatan dan evaluasi lebih lanjut terkait kondisi psikologisnya,” ungkap Nurma Dewi di Polres Jakarta Selatan, Senin (13/1/2025).

    Nurma menjelaskan, belum ada keputusan pasti mengenai kapan Lolly akan diperbolehkan pulang. Menurutnya, hal tersebut sepenuhnya tergantung pada keputusan pihak rumah sakit yang terus memantau keadaan mental remaja tersebut.

    “Keputusan untuk pulang sepenuhnya tergantung pada kebijakan rumah sakit, karena ada aspek psikologis (Lolly) yang harus kami tangani terlebih dahulu,” jelasnya.

    Selain itu, Nurma mengungkapkan bahwa pemindahan Laura atau Lolly ke RS Polri Kramatjati merupakan hasil keputusan bersama antara kepolisian, Kemen PPPA, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

    “Setelah rapat bersama, kami sepakat pemulihan psikis Laura adalah prioritas utama. Keputusan ini diambil secara kolektif,” ujar Nurma.

    Terkait dengan isu adanya penyidik laki-laki yang masuk ke ruang perawatan Laura tanpa izin, Nurma menyatakan pihaknya sedang menyelidiki informasi tersebut.

    “Kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait informasi tersebut. Apabila ada informasi baru, kami akan segera mengambil langkah yang diperlukan,” tandasnya.

    Nurma menegaskan, keputusan pihak kepolisian, Kemen PPPA, dan KPAI untuk memindahkan Lolly ke RS Polri adalah untuk keamanan putri Nikita Mirzani tersebut, serta memantau secara mendetail tentang kondisi psikis, psikologis atau mentalnya.

  • Menteri Meutya Hafid Mau Bikin Aturan Internet Ramah Anak

    Menteri Meutya Hafid Mau Bikin Aturan Internet Ramah Anak

    Jakarta

    Dengan lengkapnya struktur organisasi pejabat tinggi Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi), Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid akan langsung tancap gas, salah satunya menerbitkan aturan konten internet ramah anak.

    Hal itu disampaikan usai pelantikan pejabat Eselon I dan II di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Jakarta, Senin (13/1/2024).

    “Aturan mengenai perlindungan anak di internet atau ramah anak itu juga sudah siap. Saya sedang baca untuk finalisasi akhirnya,” ujar Menkomdigi Meutya.

    Meutya mengatakan proses pembuatan aturan internet ramah anak tersebut akan dilakukan Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, beserta jajarannya.

    “Ini nanti ada Pak Alex karena termasuk juga pemantauan dari ruang digital. Jadi, Pak Alex saya tugaskan dalam waktu satu bulan peraturan menteri itu bisa kita keluarkan,” ungkapnya.

    Sejak dipercayai Presiden Prabowo Subianto sebagai Menkomdigi di era Kabinet Merah Putih, Meutya Hafid salah satunya menyoroti pemanfaatan internet yang ramah anak. Kekhawatiran tersebut seiring banyak konten di dunia maya yang kurang edukasinya dan cenderung mengandung muatan negatif.

    Pada November 2024, Meutya menegaskan komitmen Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam meningkatkan perlindungan anak di internet dengan Komdigi menjalin kerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Kedua sepakat untuk membuat berbagai program, termasuk penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintahan (RPP) tentang Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggara Sistem Elektronik.

    “Kemkomdigi dan KPAI memiliki tanggung jawab bersama untuk memastikan anak-anak Indonesia terlindungi dari ancaman kejahatan digital seperti perundungan siber, penguntitan daring, eksploitasi pornografi anak, hingga judi online,” kata Meutya waktu itu.

    Meutya Hafid menekankan perlunya pengawasan yang adaptif agar selaras dengan perkembangan teknologi. Ia menyakini sinergi yang dilakukan Komdigi dan KPAI akan memberikan perubahan signifikan dalam melindungi anak-anak di era digital saat ini.

    “Kami terus memperbarui regulasi agar tetap relevan dengan tantangan zaman,” jelasnya.

    Sementara itu, Ketua KPAI Ai Maryati mengapresiasi kepada Komdigi atas upaya yang terus dilakukan untuk melindungi anak-anak Indonesia.

    “Saya melihat adanya peningkatan terhadap jumlah konten yang berhasil di-take down, hal ini bentuk komitmen nyata Kemkomdigi untuk menjaga keamanan ruang digital bagi anak-anak,” kata Ai Maryati.

    Dalam audiensi tersebut, Menkomdigi didampingi Plt. Dirjen Komunikasi Publik dan Media, Molly Prabawati. Sedangkan, KPAI Ai Maryati didampingi oleh Wakil Ketua KPAI Jasra Putra.

    (agt/fyk)

  • KPAI Desak Pemda Turun Tangan soal Siswa SD Belajar di Lantai gegara SPP

    KPAI Desak Pemda Turun Tangan soal Siswa SD Belajar di Lantai gegara SPP

    Jakarta

    Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan ada siswa SD di Medan yang disuruh belajar di lantai karena menunggak SPP. KPAI menilai tindakan ini diskriminatif.

    “Saya kira itu tidak dibenarkan, dan termasuk tindakan diskriminatif. Sekolah swasta kan juga sudah terima dana BOS, alokasinya kan bisa buat bantu anak-anak dari keluarga kurang mampu,” kata Komisioner KPAI Aris Adi Leksono kepada wartawan, Senin (13/1/2025).

    Dia lalu mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) setempat untuk bergerak. Aris menyebut tentu masalah ini bisa diselesaikan dengan banyak cara.

    “Karena pendidikan dasar di bawah kewenangan pemerintah daerah, maka harus turun menyelesaikan. Banyak skema yang bisa dijalankan untuk membantu hak pendidikan dari keluarga kurang mampu,” katanya.

    Duduk Perkara

    Sebelumnya, diketahui M (10), siswa kelas 4 di SD swasta di Kota Medan, harus menjalani hukuman dengan duduk di lantai selama dua hari pada 6-7 Januari 2025 saat kegiatan belajar-mengajar. M duduk di lantai mulai pukul 08.00 hingga 13.00 WIB.

    M dihukum oleh wali kelasnya, guru berinisial H, karena menunggak SPP selama tiga bulan, yakni Oktober hingga Desember 2024.

    “Di hari Rabu, tanggal 6 (Januari) masuk sekolah kan, jadi sekitar 3 hari itu dia memang duduknya di lantai tanpa sepengetahuan saya,” kata Kamelia kepada detikSumut, Jumat (10/1).

    Kamelia menyebutkan wali kelas membuat peraturan jika siswa yang belum mengambil rapor tidak boleh mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dia mengatakan belum mengambil rapor karena SPP anaknya selama 3 bulan belum dibayarkan.

    Peraturan itu kemudian diketahui dibuat sendiri oleh wali kelas tanpa sepengetahuan kepala sekolah. Kamelia mengaku sudah berkomunikasi dengan wali kelas jika dia belum bisa datang ke sekolah. Dirinya berniat menjual handphone-nya agar bisa melunasi uang sekolah kedua anaknya di sekolah itu.

    Sedangkan, anaknya yang lain disebut tidak mendapat perlakuan seperti itu meskipun belum membayar uang sekolah.

    “Saya sudah koordinasi hari Selasa-nya, saya bilang ibu izin saya belum bisa datang, itu rencana kemarin saya mau sempat jual HP untuk bayar uang sekolah biar (anak) dapat rapor,” ucapnya.

    Kata Pihak Yayasan

    Pihak yayasan menjelaskan jika siswa SD swasta di Medan yang dihukum duduk di lantai mendapat bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) sebesar Rp 450 ribu. Selain itu, sekolah juga menggratiskan uang sekolah siswa selama 6 bulan setiap tahunnya.

    Ketua yayasan yang menaungi SD swasta itu, Ahmad Parlindungan, mengatakan jika sekolah itu didirikan sebagai amal sosial. Sekolah itu sudah berdiri sejak 1963 dengan status wakaf.

    “Sekolah ini adalah sekolah amal sosial membantu masyarakat yang kurang mampu, anak-anak yatim bersekolah di tempat kami sejak tahun 1963 sudah berdiri dan statusnya wakaf,” kata Ahmad Parlindungan di Kantor Ombudsman Perwakilan Sumut, Senin (13/1).

    Ahmad menjelaskan jika selama Januari-Juni uang sekolah digratiskan. Sedangkan untuk Juli-Desember dikenakan Rp 60 ribu.

    “Kami di sekolah itu memberikan prioritas bantuan anak-anak sekolah 6 bulan gratis, Januari sampai Juni itu gratis. Juli sampai Desember itu dibayar uang sekolahnya dari kelas 4-6 itu Rp 60 ribu,” jelasnya.

    (azh/jbr)

  • Polres Metro Jakarta Selatan Bantah Jadikan Lolly Tersangka dalam Kasus Vadel Badjideh

    Polres Metro Jakarta Selatan Bantah Jadikan Lolly Tersangka dalam Kasus Vadel Badjideh

    Jakarta, Beritasatu.com – Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi membantah pernyataan Nikita Mirzani yang menyebut putrinya, Laura Meizani Nasseru Asry atau Lolly, kini telah menjadi tersangka dalam kasus yang melibatkan Vadel Badjideh.

    “Setelah kami koordinasi dengan penyidik dan kami tanyakan apakah ada yang disebut, untuk saat ini tidak ada penetapan tersangka. Jadi, kabar bahwa Lolly menjadi tersangka itu tidak benar,” ucap Nurma Dewi di Polres Jakarta Selatan, Senin (13/1/2025).

    Nurma mengatakan, penetapan tersangka dalam laporan Nikita Mirzani yang menuduh Vadel Badjideh sebagai pelaku tindak pidana pelecehan seksual dan pemaksaan aborsi merupakan kewenangan penyidik.

    Pihaknya juga menegaskan, rumor Lolly dijadikan tersangka atas kasus tersebut tidak benar.

    “Imbauan dari kami, biarkan penyidik bekerja. Apabila ada perubahan status tersangka, biarkan penyidik yang berkoordinasi dengan saya sebagai humas. Jika penyidik memutuskan untuk menyampaikan, mereka yang akan menyampaikannya,” tegasnya.

    Sebelumnya, Nikita Mirzani dalam unggahannya di media sosial mengungkapkan sebagai orang tua Lolly tidak terima anaknya dijadikan tersangka dalam kasus yang berkaitan dengan Vadel Badjideh.

    Nikita mengatakan, hal tersebut tidak masuk akal lantaran sejak awal ia melaporkan Vadel Badjideh yang dituduh melakukan hubungan seksual dengan Lolly.

    “Sangat mengejutkan bahwa kini anak saya malah dijadikan tersangka dalam kasus ini, yang bagi saya sangat tidak masuk akal,” jelasnya.

    Menurutnya, ada hal yang janggal dalam pelaporannya tersebut sehingga menghambat proses hukum yang sudah berjalan selama lima bulan.

    “Saya merasa ada yang menghambat proses hukum ini dan bertanya-tanya apakah ada pihak tertentu yang mencoba menghalangi laporan saya?” kata Nikita Mirzani.

    Setelah kabur dari rumah aman, Lolly saat ini tengah berada di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur. Ia dititipkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Unit PPPA Provinsi Jakarta, dan pihak Kepolisian Polres Metro Jakarta Selatan. 

    Sementara itu, hingga kini polisi masih menyelidiki dan memproses laporan Nikita Mirzani terhadap Vadel Badjideh. Pihaknya juga mengatakan, tidak pernah mengeluarkan pernyataan bahwa status Lolly berubah menjadi tersangka seperti yang disebutkan oleh Nikita Mirzani.

  • Razman Arif Nasution Klaim Lolly Lebih Nyaman Tinggal di RS Polri

    Razman Arif Nasution Klaim Lolly Lebih Nyaman Tinggal di RS Polri

    Jakarta, Beritasatu.com – Pengacara Razman Arif Nasution mengeklaim, putri Nikita Mirzani, Laura Meizani Nasseru Asry atau Lolly, kini merasa lebih nyaman tinggal di RS Polri dibandingkan saat berada di safe house (rumah aman).

    Hal tersebut disampaikan oleh kuasa hukum Vadel Badjideh tersebut ketika ditemui wartawan di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, pada Senin (13/1/2025).

    “Ketika saya berbicara dengan Lolly di dalam, dia mengaku merasa lebih nyaman di sini dibandingkan saat berada di safe house,” ujar Razman.

    Namun, Razman mengakui ada beberapa hal yang membuat Lolly merasa kurang nyaman selama berada di RS Polri, di antaranya adalah adanya orang lain di sekitar dan masuknya penyidik laki-laki ke ruang tempat Lolly dititipkan tanpa pemberitahuan sebelumnya.

    Razman mengatakan, pada kesepakatan awal apabila ada yang ingin menjenguk Lolly harus melibatkan beberapa pihak, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hingga Polres Metro Jakarta Selatan.

    “Serta kami sebagai perwakilan dari saudari Lolly, bukan penerima kuasa. Namun, kenapa penyidik bisa masuk begitu saja tanpa memberi tahu kami?” terang Razman.

    Selain itu, Razman juga menyinggung adanya informasi yang tidak sesuai dari Kementerian PPPA melalui Deputi Bidang Perlindungan Anak, yakni terkait kasus ini.

    Salah satunya adalah pemindahan lokasi ruangan penitipan Lolly yang ternyata tidak sesuai dengan informasi yang diberikan sebelumnya, dan tanpa sepengetahuan Razman Arif Nasution sebagai perwakilan dari Lolly.

    “Ternyata Lolly dipindahkan ke ruang lain, tetapi saya tidak diberi tahu. Padahal, kami sudah sepakat tentang ruang dan fasilitas yang ada di sana. Kenapa mereka tidak memberitahu saya? Ada apa ini?” sambung Razman.

    Menanggapi kejanggalan-kejanggalan tersebut, Razman menegaskan bahwa dirinya akan terus memantau perkembangan putri Nikita Mirzani tersebut untuk memastikan tidak ada pihak-pihak yang mencoba menghalangi proses ini, baik dari KPAI, Kementerian PPPA, maupun penyidik.

    “Mulai sekarang, saya akan memantau perkembangan Lolly setiap hari. Jangan coba-coba menghalangi proses ini, baik dari KPAI, Kementerian PPPA, maupun penyidik. Saya di sini dengan niat baik untuk menyelamatkan dan menjaga Lolly,” tandas Razman di RS Polri.

  • Razman Arif Nasution Pastikan Bakal Melihat Kondisi Terkini Lolly Besok

    Razman Arif Nasution Pastikan Bakal Melihat Kondisi Terkini Lolly Besok

    Jakarta, Beritasatu.com – Pengacara Razman Arif Nasution akan melihat kondisi terkini putri Nikita Mirzani, Laura Meizani Nasseru Asry (LM) atau Lolly yang dititipkan sementara oleh Polres Jakarta Selatan (Jaksel) di rumah sakit (RS) Polri dari rumah aman besok, Senin (13/1/2025).

    “Saya akan datang Senin (13/1/2025) untuk melihat keadaan Lolly, karena itu permintaan dari Lolly kepada saya untuk sering memantau dia,” jelas Razman Arif Nasution dikutip dari channel YouTube, Minggu (12/1/2025).

    Razman Arif Nasution menyebut, sebelum Lolly dibawa ke RS Polri. Putri Nikita Mirzani meminta untuk tinggal di kediamannya.

    “Sebelum dibawa ke RS Polri, Lolly meminta untuk tinggal di rumah saya. Makanya, akhirnya kami rapat bersama lembaga terkait (Polres Jaksel, Kemen PPA, KPAI) untuk menentukan tempat yang layak untuk Lolly,” lanjutnya.

     Menurutnya, pemilihan tempat penitipan Lolly di RS Polri merupakan hak dan kewajiban dari lembaga terkait.

    “Keputusan itu datang dari pihak lembaga terkait, bukan saya yang memutuskan. Ketika, mendengar tempat yang baru untuk Lolly makanya saya setuju,” ungkapnya.

    Razman Arif Nasution tidak memungkiri, dirinya membutuhkan waktu untuk membujuk Lolly agar bisa berada di tempat yang baru dan bukan di kediamannya.

    “Dia itu kan mentalnya lagi terganggu, apalagi masih di bawah umur jadi pemberitahuannya harus diberikan secara perlahan dan tidak boleh dipaksakan,” tandas Razman Arif Nasution yang akan melihat kondisi Lolly semenjak dipindah dari rumah aman.

  • KPAI Desak Guru di Grobogan yang Ajak Siswanya Mesum Dapat Pasal Pemberatan – Halaman all

    KPAI Desak Guru di Grobogan yang Ajak Siswanya Mesum Dapat Pasal Pemberatan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Komisi Perlindugan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pihak berwenang untuk memberi pasal pemberatan terhadap guru di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang diduga melakukan kekerasan terhadap siswanya yang masih duduk di bangku SMP.

    Diketahui, seorang guru wanita berinisial ST (35) dikabarkan sudah berulang kali mengajak anak didiknya sendiri yang masih berusia 16 tahun untuk berhubungan badan.

    Komisioner KPAI, Dian Sasmita menyebut kasus kekerasan seksual ini tidak dapat dinormalisasi apapun alasannya.

    Apalagi, perbuatan bejat itu telah dilakukan berulang-ulang.

    Menurut Dian, dalam kasus ini, pelaku yang seorang guru seharusnya menjadi pendidik, pembimbing, dan memberikan teladan.

    “KPAI mendesak aparat penegak hukum untuk menggunakan pasal pemberatan pidana yang ada di UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), termasuk pemenuhan hak anak korban atas restitusi,” ungkap Dian kepada Tribunnews, Jumat (10/1/2025).

    Menurut Dian, relasi kuasa yang timpang antara guru dan korban mengakibatkan posisi siswa tersebut kian rentan.

    “Ancaman, tekanan, manipulasi, dsb dapat dilakukan para pelaku kekerasan agar tujuannya terpenuhi,” ungkap Dian.

    Diketahui, guru yang berstatus janda anak satu itu sempat digerebek warga saat sedang berduaan dengan siswanya.

    Perbuatan bejat itu dilakukan di rumah pelaku.

    Korban diancam akan diberi nilai jelek agar tutup mulut.

    Bukan kali pertama terjadi, ST dengan murid yang sama sudah pernah digerebek warga.

    Kala itu, ST mengaku kapok dan tidak akan mengulangi perbuatannya.

    Namun, ternyata ST tetap mengulangi perbuatannya.

    Pendampingan untuk Korban

    Lebih lanjut, Dian mengungkapkan, korban yang masih berusia sekolah juga perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah. 

    “Pemenuhan hak anak untuk pendampingan dan pemulihan sangat penting untuk segera diberikan,” kata Dian.

    Menurutnya, perlu tenaga profesional seperti pekerja sosial, konselor, psikolog agar pemulihan anak dapat berkelanjutan dan komprehensif.

    “Intervensi pemulihan juga perlu diberikan kepada keluarga korban. Agar mereka dapat berpartisipasi mendukung pemulihan anak. Mengingat keluarga adalah support system terpenting bagi anak,” ujarnya.

    Selain itu, lembaga pendidikan perlu mengembangkan kebijakan perlindungan anak di mana memastikan setiap warga sekolah tidak melakukan kekerasan terhadap anak.

    “Sehingga setiap anak dapat menuntut ilmu dengan aman dan berkembang secara optimal,” ungkapnya.

    Mengutip catatan SIMFONI PPA, pada tahun 2023 tercatat 730 kasus kekerasaan seksual terjadi di sekolah.

    Lalu pada 2024 terdapat 447 kasus.

    “Artinya kekerasaan seksual di sekolah ada hal yang serius. Semua pihak harus mengambil peran untuk mendukung upaya pencegahan dan pengurangan risiko sehingga anak-anak kita terbebas dari segala bentuk kekerasaan dan perlakuan salah,” kata Dian.

    Korban Tak Mau Sekolah

    Sementara itu, siswa yang diajak berhubungan badan oleh bu guru di Grobogan tersebut juga enggan berangkat ke sekolah.

    Murid berinisial YS kini memutuskan untuk tidak sekolah lagi.

    Diberitakan TribunJateng.com, Kuasa Hukum Korban, Hernawan mengatakan ST dan YS mulai dekat karena sering curhat masalah keluarga.

    Korban bercerita tentang masalah dengan sang kakek, karena selama ini korban tinggal dengan sang kakek.

    Korban bercerita jika selama ini sering dimarahi kakeknya.

    Menanggapi cerita muridnya, ST sempat meminta agar korban tinggal di rumahnya agar tenang.

    ST juga mencarikan indekos untuk YS dan bersedia membayarkanya.

    Bahkan, YS sempat tinggal di rumah ST tanpa sepengetahuan orang tuanya.

    Hernawan menilai, korban yang masih berusia dini menjadi titik lemah yang dimanfaatkan oleh ST.

    “Korban baru 16 tahun, gurunya memang keterlaluan,” kata Hernawan.

    Hernawan menuturkan, saat ini korban dalam kondisi yang memilukan karena putus sekolah.

    Pihak keluarga lantas mengirim korban ke pondok pesantren.

    “Korban putus sekolah, kasihan orangnya, sekarang dipondokkan untuk mengobati mentalnya,” papar Hernawan.

    Warga Pergoki Korban di Rumah ST

    Awalnya, warga tak ada yang curiga karena selama ini mengira ST mengajari YS mengaji di rumah pelaku.

    Sampai akhirnya, tetangga melihat YS masuk ke dalam kamar mandi yang berada di belakang rumah ST.

    “Bocah itu lewat di samping rumah saya,” kata tetangga ST, Nur Rohmad.

    Rohmad mengaku memergoki YS masuk ke dalam kamar mandi sebanyak 3 kali.

    “Sudah lama. 3 kali (memergoki),” ungkapnya.

    Warga juga sudah dua kali memergoki ST dan YS mesum di dalam kamar mandi rumah.

    Saat pertama digerebek, ST berjanji untuk tidak mengulangi aksi mesumnya.

    “Waktu itu kedua kalinya dia melakukan di kamar mandi. Waktu itu saya mau wudu salat Isya,” ujar Nur Rohmad.

    Warga lalu melakukan penggerebekan pada ST dan YS.

    Akibatnya, ST kini dikabarkan berhenti bekerja sebagai guru.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Ancam Beri Nilai Jelek, Bu Guru Janda di Grobogan Paksa Siswa SMP Turuti Hubungan Suami-Istri

    (Tribunnews.com/Gilang Putranto, Nuryanti) (TribunJateng.com/fsn/Like)

  • Ibu Guru di Grobogan Ajak Siswa SMP Berbuat Mesum, Relasi Kuasa Buat Korban Kian Rentan – Halaman all

    Ibu Guru di Grobogan Ajak Siswa SMP Berbuat Mesum, Relasi Kuasa Buat Korban Kian Rentan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Publik dihebohkan dengan perbuatan tidak senonoh seorang guru agama di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang memaksa siswa laki-lakinya berhubungan badan.

    Ibu guru berinisial ST (35) itu sudah 10 kali melakukan hubungan badan dengan siswanya yang saat ini duduk di bangkul SMP dan berusia 16 tahun.

    Perbuatan bejat itu dilakukan di rumah pelaku.

    Korban diancam akan diberi nilai jelek agar tutup mulut.

    Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita menilai kasus kekerasan seksual yang dilakukan guru di Grobogan terhadap anak didiknya tidak dapat dinormalisasi, apapun alasannya.

    “Terlebih kekerasan tersebut telah dilakukan berulang-ulang. Relasi kuasa yang timpang antara guru dan korban mengakibatkan posisi anak kian rentan.”

    “Ancaman, tekanan, manipulasi, dsb dapat dilakukan para pelaku kekerasan agar tujuannya terpenuhi,” ungkap Dian kepada Tribunnews, Jumat (10/1/2025).

    Menurut Dian, dalam kasus ini, pelaku yang seorang guru seharusnya menjadi pendidik, pembimbing, dan memberikan teladan.

    Namun, justru malah melakukan kekerasan seksual.

    “KPAI mendesak aparat penegak hukum untuk menggunakan pasal pemberatan pidana yang ada di UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), termasuk pemenuhan hak anak korban atas restitusi,” tegas Dian.

    Diketahui, guru yang berstatus janda anak satu itu sempat digerebek warga saat sedang berduaan dengan siswanya.

    Bukan kali pertama terjadi, ST dengan murid yang sama sudah pernah digerebek warga.

    Kala itu, ST mengaku kapok dan tidak akan mengulangi perbuatannya.

    Namun, ternyata ST tetap mengulangi perbuatannya.

    Dian mengungkapkan, korban yang masih berusia sekolah juga perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah. 

    “Pemenuhan hak anak untuk pendampingan dan pemulihan sangat penting untuk segera diberikan,” kata Dian.

    Menurutnya, perlu tenaga profesional seperti pekerja sosial, konselor, psikolog agar pemulihan anak dapat berkelanjutan dan komprehensif.

    “Intervensi pemulihan juga perlu diberikan kepada keluarga korban. Agar mereka dapat berpartisipasi mendukung pemulihan anak. Mengingat keluarga adalah support system terpenting bagi anak,” ujarnya.

    Selain itu, lembaga pendidikan perlu mengembangkan kebijakan perlindungan anak di mana memastikan setiap warga sekolah tidak melakukan kekerasan terhadap anak.

    “Sehingga setiap anak dapat menuntut ilmu dengan aman dan berkembang secara optimal,” ungkapnya.

    Mengutip catatan SIMFONI PPA, pada tahun 2023 tercatat 730 kasus kekerasaan seksual terjadi di sekolah.

    Lalu pada 2024 terdapat 447 kasus.

    “Artinya kekerasaan seksual di sekolah ada hal yang serius. Semua pihak harus mengambil peran untuk mendukung upaya pencegahan dan pengurangan risiko sehingga anak-anak kita terbebas dari segala bentuk kekerasaan dan perlakuan salah,” kata Dian.

    Korban Tak Mau Sekolah

    Sementara itu, siswa yang diajak berhubungan badan oleh bu guru di Grobogan tersebut juga enggan berangkat ke sekolah.

    Murid berinisial YS kini memutuskan untuk tidak sekolah lagi.

    Diberitakan TribunJateng.com, Kuasa Hukum Korban, Hernawan mengatakan ST dan YS mulai dekat karena sering curhat masalah keluarga.

    Korban bercerita tentang masalah dengan sang kakek, karena selama ini korban tinggal dengan sang kakek.

    Korban bercerita jika selama ini sering dimarahi kakeknya.

    Menanggapi cerita muridnya, ST sempat meminta agar korban tinggal di rumahnya agar tenang.

    ST juga mencarikan indekos untuk YS dan bersedia membayarkanya.

    Bahkan, YS sempat tinggal di rumah ST tanpa sepengetahuan orang tuanya.

    Hernawan menilai, korban yang masih berusia dini menjadi titik lemah yang dimanfaatkan oleh ST.

    “Korban baru 16 tahun, gurunya memang keterlaluan,” kata Hernawan.

    Hernawan menuturkan, saat ini korban dalam kondisi yang memilukan karena putus sekolah.

    Pihak keluarga lantas mengirim korban ke pondok pesantren.

    “Korban putus sekolah, kasihan orangnya, sekarang dipondokkan untuk mengobati mentalnya,” papar Hernawan.

    Warga Pergoki Korban di Rumah ST

    Awalnya, warga tak ada yang curiga karena selama ini mengira ST mengajari YS mengaji di rumah pelaku.

    Sampai akhirnya, tetangga melihat YS masuk ke dalam kamar mandi yang berada di belakang rumah ST.

    “Bocah itu lewat di samping rumah saya,” kata tetangga ST, Nur Rohmad.

    Rohmad mengaku memergoki YS masuk ke dalam kamar mandi sebanyak 3 kali.

    “Sudah lama. 3 kali (memergoki)” ungkapnya.

    Warga juga sudah dua kali memergoki ST dan YS mesum di dalam kamar mandi rumah.

    Saat pertama digerebek, ST berjanji untuk tidak mengulangi aksi mesumnya.

    “Waktu itu kedua kalinya dia melakukan di kamar mandi. Waktu itu saya mau wudu salat Isya,” ujar Nur Rohmad.

    Warga lalu melakukan penggerebekan pada ST dan YS.

    Akibatnya, ST kini dikabarkan berhenti bekerja sebagai guru.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Ancam Beri Nilai Jelek, Bu Guru Janda di Grobogan Paksa Siswa SMP Turuti Hubungan Suami-Istri

    (Tribunnews.com/Gilang Putranto, Nuryanti) (TribunJateng.com/fsn/Like)

  • KPAI Desak Guru di Grobogan yang Ajak Siswanya Mesum Dapat Pasal Pemberatan – Halaman all

    KPAI: Guru Pelaku Kekerasan Seksual di Grobogan Jateng Pantas Dihukum Berat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Komisioner KPAI Dian Sasmita mendesak aparat penegak hukum untuk menggunakan pasal pemberatan pidana pada guru pelaku kekerasan seksual terhadap anak didiknya di Grobogan, Jawa Tengah.

    Perilaku oknum guru ini tidak dapat dinormalisasi apapun alasannya. Terlebih kekerasan tersebut dilakukan berulang-ulang.

    “Relasi kuasa yang timpang antara guru dan korban mengakibatkan posisi anak kian rentan. Ancaman, tekanan, manipulasi dapat dilakukan para pelaku kekerasan agar tujuannya terpenuhi,” kata dia dalam keterangannya ditulis, Jumat (10/1/2024).

    Dalam kasus ini, pelaku seorang guru yang seharusnya menjadi pendidik, pembimbing, dan memberikan teladan namun malah melakukan kekerasan.

    Adapaun pasal pemberatan pidana ada di UU Perlindungan Anak dan UU TPKS. Termasuk pemenuhan hak anak korban atas restitusi.

    Korban anak yang masih usia sekolah perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah.

    Pemenuhan hak anak untuk pendampingan dan pemulihan sangat penting untuk segera diberikan.

    Termasuk kebutuhan-kebutuhan spesifik lainnya. Pelibatan tenaga profesional seperti pekerja sosial, konselor, psikolog penting dilakukan. Agar pemulihan anak dapat berkelanjutan dan komprehensif.

    Lembaga pendidikan perlu mengembangkan kebijakan perlindungan anak di mana memastikan setiap warga sekolah tidak melakukan kekerasan terhadap anak. Sehingga setiap anak dapat menuntut ilmu dengan aman dan berkembang secara optimal.

    SIMFONI PPA tahun 2023 mencatat 730 kasus kekerasaan seksual terjadi di sekolah. Dan di tahun 2024 terdapat 447 kasus. Artinya kekerasaan seksual di sekolah ada hal yang serius.

    “Semua pihak harus mengambil peran untuk mendukung upaya pencegahan dan pengurangan risiko sehingga anak-anak kita terbebas dari segala bentuk kekerasaan dan perlakuan salah,” pesan Diah.