Kementrian Lembaga: KPAI

  • Anggota DPR minta pemerintah perkuat pencegahan kasus kekerasan anak

    Anggota DPR minta pemerintah perkuat pencegahan kasus kekerasan anak

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi XIII DPR RI Anisah Syakur meminta pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait untuk memperkuat langkah pencegahan dalam menangani kasus kekerasan anak yang jumlahnya meningkat.

    Anisah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, menekankan pentingnya penanganan tuntas setiap kasus kekerasan, termasuk memastikan pendampingan psikologis, hukum, dan sosial hingga korban pulih sepenuhnya.

    Namun, menurutnya, upaya tersebut tidak akan efektif tanpa diikuti langkah pencegahan yang terukur.

    “Pertanyaannya, apa bentuk pendampingan yang dilakukan sampai tuntas? Kita harus memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan penuh, bukan hanya saat kasus muncul, tetapi sampai proses pemulihan selesai,” katanya.

    Legislator dari komisi yang membidangi hukum, HAM, moneter, dan sektor jasa keuangan itu juga menilai lemahnya langkah antisipasi membuat kasus kekerasan terhadap anak terus berulang.

    Maka dari itu, Anisah meminta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memastikan program pencegahan di sekolah dan lingkungan anak berjalan efektif.

    “Apakah tidak ada program antisipasi yang benar-benar konkret untuk mencegah kekerasan terjadi? Kalau hanya menunggu ada korban, maka kekerasan akan terus terjadi di mana-mana,” ujarnya.

    Anisah juga menyoroti masih lemahnya implementasi regulasi perlindungan anak di sekolah meski berbagai aturan telah diterbitkan.

    Dia pun meminta pemerintah memperjelas langkah konkret di lapangan. “Regulasi sudah ada, tetapi apa saja langkah nyatanya? Apa yang membuat program pencegahan tidak berjalan efektif? Ini yang perlu dijelaskan,” ujarnya.

    Ia menegaskan bahwa perlindungan anak harus menjadi prioritas negara. “Yang dibutuhkan adalah program nyata, memastikan sekolah menjadi ruang aman bagi anak-anak dan memastikan tidak ada lagi korban berikutnya,” katanya.

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Puan Minta Kasus Kematian Alvaro Segera Dibahas di Rapat DPR

    Puan Minta Kasus Kematian Alvaro Segera Dibahas di Rapat DPR

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua DPR Puan Maharani meminta kepada komisi terkait untuk membahas kasus kematian bocah bernama Alvaro yang sempat hilang selama 8 bulan.

    Puan turut berbelasungkawa atas peristiwa yang menimpa bocah 6 tahun itu. Menurutnya, hal ini merupakan sinyal situasi darurat yang harus ditanggapi secara bersama.

    Penanganan serta pencegahan merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan negara sehingga meminta kepada seluruh stakeholder terkait menindaklanjuti kasus Alvaro secara serius.

    “Di DPR, kami akan meminta komisi terkait untuk memanggil dan menindaklanjuti hal ini secara serius untuk bisa melakukan langkah-langkah yang komprehensif dan mengevaluasi,” jelas Puan kepada jurnalis di Kompleks Parlemen, Selasa (25/11/2025).

    Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Saan Mustopa. Dia mendesak Polri untuk lebih gesit mencegah dan menangani kasus kekerasan maupun penculikan anak di bawah umur.

    Saan turut meminta Komisi III bersama KPAI berkolaborasi dengan kepolisian guna menangani kasus kekerasan terhadap anak.

    “Kita sangat berharap dan meminta kepolisian untuk cepat tanggap, untuk bisa lebih gesit lagi nanti dalam menangani berbagai kasus-kasus kejahatan terutama terkait dengan soal penculikan terhadap anak-anak,” kata Saan.

    Diketahui, melansir laman Pusiknas.Polri.go.id, dalam rentang Januari hingga 12 November telah terjadi 50 kasus penculikan anak yang berumur di bawah 20 tahun.

    Sedangkan, Kementerian Perlindungan Anak dan Perempuan mencatat 14 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak hingga 3 Juli 2025.

  • DPR Desak Polri Lebih Cepat Tanggap Tangani Kasus Penculikan Anak

    DPR Desak Polri Lebih Cepat Tanggap Tangani Kasus Penculikan Anak

    Bisnis.com, JAKARTA – DPR mendesak Polri untuk lebih gesit mencegah dan menangani kasus penculikan anak seiring dengan maraknya kasus tersebut. 

    Salah satu kasusnya adalah penculikan dan penjualan anak bernama Bilqis yang hilang di Makassar kemudian ditemukan di Jambi. 

    Selain itu, melansir laman Pusiknas.Polri.go.id, dalam rentang Januari hingga 12 November telah terjadi 50 kasus penculikan anak yang berumur di bawah 20 tahun.

    “Tentu kita sangat berharap dan meminta kepolisian untuk cakap tanggapan untuk bisa lebih gesit lagi nanti dalam menangani berbagai kasus-kasus kejahatan, terutama terkait dengan soal penculikan,” kata Wakil Ketua DPR Saan Mustopa saat konferensi pers di Kompleks Parlemen, Selasa (25/11/2025).

    Saan turut meminta Komisi III bersama KPAI berkolaborasi dengan kepolisian guna menangani kasus tersebut. 

    Selain penculikan, DPR menginginkan angka kasus kekerasan terhadap anak di bawah menurun dan tidak lagi terjadi. Pasalnya, Kementerian Perlindungan Anak dan Perempuan mencatat 14 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak hingga 3 Juli 2025.

    Terbaru, kematian bocah Alvaro tengah menjadi perbincangan publik karena sempat dinyatakan hilang 8 bulan berakhir meninggal dunia.

    Puan menegaskan, agar seluruh stakeholder bekerja sama menindaklanjuti kasus tersebut melalui langkah-langkah yang komprehensif. 

    Dirinya meminta agar komisi terkait memangil pihak-pihak yang bertanggungjawab menangani perkara itu.

    “Jangan sampai hal ini kemudian terulang lagi,” pungkas Puan.

  • Kasus kematian Alvaro, DPR minta polisi harus lebih cepat tanggap

    Kasus kematian Alvaro, DPR minta polisi harus lebih cepat tanggap

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa mengatakan bahwa aparat kepolisian harus lebih cepat tanggap dalam mengusut kasus penculikan anak, berkaca pada kasus kematian Alvaro Kiano Nugroho yang sudah dinyatakan hilang sejak delapan bulan lalu.

    “Kita sangat berharap dan meminta kepolisian untuk cepat tanggap, untuk bisa lebih gesit lagi nanti dalam menangani berbagai kasus-kasus kejahatan, terutama terkait soal penculikan terhadap anak-anak,” kata Saan usai rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Menurut dia, pimpinan DPR RI juga akan meminta Komisi III DPR RI yang bermitra dengan Polri untuk mendorong hal tersebut.

    Polisi, kata Saan, perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dalam menangani kasus-kasus penculikan anak.

    Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan bahwa DPR RI prihatin atas kasus kematian Alvaro Kiano Nugroho (6), yang sudah dinyatakan hilang sejak Maret 2025.

    Puan mengatakan bahwa kasus tersebut adalah situasi darurat yang harus ditanggapi secara seksama.

    Menurut Puan, kasus penculikan hingga pembunuhan tersebut bukan hanya merupakan tanggung jawab keluarga atau sekolah, melainkan juga tanggung jawab dari negara yang harus ditangani secara serius.

    “Kami akan meminta komisi terkait untuk memanggil dan menindaklanjuti hal ini secara serius untuk bisa melakukan langkah-langkah yang komprehensif dan mengevaluasi jangan sampai hal ini kemudian terulang lagi,” katanya.

    Sebelumnya, Kepolisian Daerah Metro Jaya mengungkap kronologi kematian Alvaro Kiano Nugroho (6) yang diduga dilakukan ayah tirinya bernama Alex Iskandar dengan cara dibekap.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Budi Hermanto saat konferensi pers di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Senin (24/11), menjelaskan hal tersebut diakui tersangka yang berawal menculik korban.

    “Saat membawa korban dari salah satu masjid di wilayah Bintaro, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, dalam kondisi menangis yang tidak berhenti, sehingga dibekap sampai meninggal dunia,” katanya.

    Kemudian, polisi pun menemukan Alvaro pada Minggu (23/11) di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, dalam kondisi meninggal dunia. Selanjutnya Alex yang membunuh Alvaro pun dikabarkan mengakhiri hidupnya di dalam tahanan.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hj Ansari Tegaskan Komitmen Perjuangkan Aspirasi Rakyat Madura

    Hj Ansari Tegaskan Komitmen Perjuangkan Aspirasi Rakyat Madura

    Pamekasan (beritajatim.com) – Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan dari Daerah Pemilihan Jawa Timur XI Madura, Hj Ansari, menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan aspirasi rakyat dengan menghadirkan berbagai program sosial, pendidikan, keagamaan, hingga bantuan langsung yang menyentuh masyarakat di Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.

    Hj Ansari menunjukkan komitmen tersebut melalui beragam program yang telah dijalankan sejak dilantik sebagai anggota DPR RI pada 1 Oktober 2024. Program-program itu tidak hanya berfokus pada fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran, tetapi juga dirancang sebagai kegiatan yang bersentuhan langsung dengan warga di berbagai daerah.

    Sebagai anggota Komisi VIII DPR RI yang bermitra dengan sejumlah lembaga negara, program yang ia jalankan selaras dengan bidang tugas komisi. Mitra kerja tersebut meliputi Kementerian Agama Republik Indonesia, Kementerian Haji dan Umrah, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

    Selain itu, kemitraan juga dilakukan dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Amil Zakat Nasional, Badan Wakaf Indonesia, Badan Pengelola Keuangan Haji, hingga Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal.

    Dalam kurun waktu lebih dari satu tahun menjabat, Hj Ansari telah menggelar sejumlah program sosialisasi hingga penyaluran bantuan kepada masyarakat Madura. Program-program tersebut dilaksanakan secara bertahap di empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Pamekasan, Sampang, dan Sumenep.

    Beberapa program yang telah terlaksana antara lain sosialisasi desiminasi pengelolaan Dana Haji bersama Badan Pengelola Keuangan Haji, program Ngobrol Pendidikan Islam bersama Kementerian Agama Republik Indonesia, program Jagong Masalah Haji dan Umrah bersama Badan Penyelenggara Haji yang kini menjadi Kementerian Haji dan Umrah, serta sosialisasi program Bimbingan Masyarakat Islam.

    Hj Ansari juga menyelenggarakan sosialisasi produk halal bersama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan, dan sosialisasi berbagai perundang-undangan yang relevan dengan masyarakat.

    Selain kegiatan sosialisasi, Hj Ansari turut menyalurkan sejumlah bantuan langsung kepada masyarakat bekerja sama dengan kementerian terkait, terutama Kementerian Sosial Republik Indonesia. Bantuan tersebut meliputi kursi roda, kaki palsu, alat bantu dengar untuk warga tidak mampu, bantuan Rumah Sejahtera Terpadu, bantuan keserasian sosial berupa peningkatan jalan melalui pavingisasi, bantuan kearifan lokal bagi pekerja seni desa, serta bantuan pemberdayaan sosial bagi Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan.

    Ia juga menyalurkan beragam bantuan melalui program-program Kementerian Agama Republik Indonesia, di antaranya beasiswa Program Indonesia Pintar untuk santri dan siswa, beasiswa Kartu Indonesia Pintar untuk mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri maupun swasta, bantuan Inkubasi Bisnis Pesantren, hingga bantuan untuk renovasi masjid dan mushalla.

    Bantuan dari berbagai lembaga lain juga disalurkan secara langsung kepada masyarakat. Bantuan tersebut mencakup pengeboran air bersih di sejumlah lembaga pendidikan pesantren, renovasi gedung madrasah, bantuan ternak dari Badan Pengelola Keuangan Haji, bantuan paket sembako dari Badan Amil Zakat Nasional, serta bantuan Al-Qur’an untuk masjid dan mushalla di wilayah Madura.

    Sebagai satu-satunya perempuan Madura yang terpilih menjadi anggota DPR RI untuk periode 2024–2029, Hj Ansari juga melaksanakan tugas reses yang merupakan bagian dari siklus kerja DPR sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam setiap masa reses, ia bertemu langsung dengan masyarakat untuk mendengarkan aspirasi serta persoalan yang mereka hadapi.

    Aspirasi yang dicatat dari masyarakat tidak berhenti pada tahap penyerapan. Hj Ansari menegaskan bahwa setiap keluhan yang disampaikan kepadanya selalu diteruskan kepada kementerian terkait untuk ditindaklanjuti, kemudian diperjuangkan dalam pembahasan resmi di DPR RI sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada konstituen Madura. [pin/beq]

  • Darurat Kekerasan Anak, Ketua Komisi X Dorong Guru BK Lebih Perhatian

    Darurat Kekerasan Anak, Ketua Komisi X Dorong Guru BK Lebih Perhatian

    Darurat Kekerasan Anak, Ketua Komisi X Dorong Guru BK Lebih Perhatian
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menyorot telah terjadinya darurat kekerasan di sekolah, mengingat banyaknya kasus perundungan atau
    bullying
    di sekolah.
    “Jadi, kita kan sudah
    darurat kekerasan
    , dan pasti itu banyak sebabnya,” kata Hetifah, saat ditemui di lapangan Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam), Jakarta Pusat, Minggu (23/11/2025).
    Menurutnya, kasus-kasus tersebut harus menjadi pendorong bagi para guru bimbingan konseling (BK) untuk lebih memberi perhatian.
    Ia tak ingin para
    guru BK
    memiliki pandangan bahwa tugasnya hanya mencegah dan menangani kasus yang terjadi di lingkungan sekolah.
    Sebab, kasus perundungan juga kerap terjadi di luar sekolah bahkan di rumah.
    “Jadi berarti kan harus betul-betul dikenali. Setiap anak itu kondisinya seperti apa kalau ada perubahan. Baik guru maupun orang tuanya harus lebih
    care
    (peduli) gitu. Sekarang, enggak bisa cuek lagi,” ujar Hetifah.
    Di samping itu, ia mengingatkan peran semua pihak untuk mencegah
    kasus kekerasan
    kembali terjadi kepada anak.
    “Bukan cuma dari anak, tapi juga dari orangtua, guru, dan juga masyarakat di sekitarnya,” tegas Hetifah.
    Politikus Partai Golkar itu juga menekankan pentingnya mengetahui pergaulan, komunikasi, hingga permainan yang anak-anak akses.
    Langkah ini dinilai penting untuk mewaspadai potensi paparan paham radikalisme pada anak.
    “Dan itu bukan semata-mata karena game, tapi banyak cara-cara yang dibuat untuk penetrasi anak-anak kita. Nah, itu juga menjadi satu peringatan yang sangat serius,” ujar Hetifah.
    Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada 1.052 kasus yang dilaporkan sepanjang 2025, serta 16 persen diantaranya atau 165 kasus terjadi di lingkungan sekolah.
    Komisioner KPAI Aris Adi Leksono mengatakan hal itu tidak bisa dianggap remeh, sebab 26 kasus diantaranya berujung pada kematian. Anak-anak tersebut memilih mengakhiri hidupnya di rumah atau menggantung diri di sekolah.
    “Sepertiga (kasus bunuh diri) terjadi di satuan pendidikan,” kata Aris, dilansir dari Kompas.com, Selasa (18/11/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mengintip Celah Perekrutan Teroris di Gim Online

    Mengintip Celah Perekrutan Teroris di Gim Online

    Mengintip Celah Perekrutan Teroris di Gim Online
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pola baru dalam perekrutan anak-anak dan pelajar ke dalam jaringan terorisme dengan memanfaatkan gim online mulai menjadi perhatian.
    Karopenmas Polri Brigjen (Pol) Trunoyudo Wisnu Andiko sebelumnya mengatakan, dari asesmen Polri, faktor psikologis dan sosial anak juga memengaruhi proses perekrutan, misalnya anak-anak yang kurang perhatian orangtua atau berasal dari keluarga broken home.
    “Modus rekrutmen anak dan pelajar dengan memanfaatkan ruang digital, termasuk di antaranya media sosial,
    gim online
    , aplikasi perpesanan instan, dan situs-situs tertutup,” kata Karopenmas Polri Brigjen (Pol) Trunoyudo Wisnu Andiko dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
    Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Margaret Aliyatul Maimunah menilai upaya penegakan hukum yang dilakukan tidak hanya mencegah meluasnya dampak buruk bagi anak-anak, tetapi juga menunjukkan komitmen kuat negara dalam melindungi anak dari ancaman radikalisasi dan kekerasan.
    “Apa yang terjadi pada anak-anak menunjukkan bahwa dunia digital semakin rentan terhadap manipulasi karena keterpaparan anak terhadap internet yang tinggi, penggunaan internet tanpa pendampingan, serta minimnya literasi digital tentang bahaya jaringan terlarang,” kata Margaret.
    Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSRec) sekaligus pengamat teknologi, Pratama Persadha, menilai ada banyak pola dan celah yang dimanfaatkan perekrut teroris lewat dunia digital, termasuk gim online.
    Menurut Pratama, apa yang terjadi saat ini merupakan fenomena ancaman yang berevolusi. Menurut dia, menangani ancaman dalam ekosistem digital modern adalah hal yang paling sulit ditangani.
    “Ruang permainan daring yang awalnya dibangun sebagai sarana hiburan, komunikasi, dan kolaborasi lintas negara telah berubah menjadi ruang sosial baru yang memungkinkan interaksi anonim, intens, dan tanpa batas,” jelas Pratama.
    Di tengah ekosistem virtual ini, kelompok teroris dinilai melihat peluang besar untuk menyusup, membangun kepercayaan, dan menanamkan narasi ekstrem secara perlahan tanpa menimbulkan kecurigaan.
    “Gim online bukan lagi sekadar platform bermain, tetapi telah menjadi medium komunikasi yang memadukan percakapan suara, pesan teks, hingga ruang komunitas privat yang relatif sulit dipantau oleh penegak hukum,” jelas Pratama.
    Menurut Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini ratusan anak yang teridentifikasi direkrut kelompok teroris lewat gim online dan media sosial merupakan alarm keras bagi kita semua, bukan hanya bagi aparat penegak hukum, tetapi juga bagi pemerintah, platform digital, sekolah, dan orang tua.
    “Dari perspektif Komisi I, kami memandang persoalan ini tidak bisa disederhanakan menjadi ‘gim itu berbahaya’, tetapi bagaimana ruang digital, termasuk gim online, dipelihara agar tidak menjadi kanal rekrutmen bagi jaringan teror,” kata Amelia.
    Amelia mendorong agar kementerian dan lembaga terkait, khususnya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), BNPT, Polri, dan BSSN, ada di beberapa level sekaligus, yakni penguatan regulasi, pengawasan, dan edukasi publik.
    “Regulasi harus menempatkan kewajiban yang jelas bagi platform dan penerbit game, mekanisme pelaporan yang mudah, sistem moderasi dan safety yang serius terhadap ajakan kekerasan dan konten radikal, batasan usia yang benar-benar ditegakkan, serta kerja sama yang cepat dengan aparat ketika ada indikasi rekrutmen,” tegas Amelia.
    Pratama mengatakan bahwa kelompok teroris memanfaatkan karakteristik unik dunia game. Kelompok teroris beroperasi dengan pendekatan human-centric, yakni mendekati pemain muda yang sedang berada dalam fase pencarian identitas, rentan terhadap bujukan emosional, dan terbiasa membangun hubungan digital tanpa mengenali risiko.
    “Proses radikalisasi dilakukan secara bertahap, mulai dari membangun kedekatan dalam tim permainan, memanfaatkan ruang obrolan privat, hingga mengarahkan target bergabung ke platform lain yang lebih tertutup untuk melanjutkan proses indoktrinasi,” ujar Pratama.
    Dalam beberapa kasus luar negeri, Pratama bilang, percakapan di dalam gim bahkan digunakan untuk menyamarkan instruksi logistik atau koordinasi tindakan ilegal.
    “Meskipun belum banyak kasus yang terpublikasi secara terbuka di Indonesia, pola ancaman seperti ini telah diperingatkan oleh berbagai lembaga keamanan internasional dan tidak dapat dipandang remeh,” lanjutnya.
    Senada, Margaret dari KPAI menilai para pelaku perekrutan teroris memanfaatkan ruang digital yang tidak terawasi untuk membangun kedekatan, mengajak anak bergabung dalam grup eksklusif, dan memberi tugas-tugas tertentu yang berbahaya.
    “Skema rekrutmen ini sering kali dibungkus dengan narasi permainan, tantangan, atau aktivitas yang terlihat tidak berbahaya. Padahal kenyataannya, anak sedang dimasukkan ke dalam lingkaran eksploitasi yang mengancam keselamatan fisik maupun mental mereka,” ujar Margaret.
    Menurut Margaret, pendekatan pemulihan bagi anak korban menekankan tiga hal penting, yakni keselamatan anak, stabilitas emosional, dan pemulihan hubungan anak dengan keluarga dan lingkungannya.
    “Karena anak adalah korban eksploitasi, semua proses hukum dan penanganan harus menempatkan kepentingan terbaik anak sebagai prioritas utama,” ujar dia.
    Dia menekankan bahwa negara wajib memastikan bahwa setiap anak yang pernah tereksploitasi tidak mengalami stigma, diskriminasi, maupun labelisasi, agar mereka dapat kembali tumbuh, belajar, dan berkembang secara aman.
    Di sisi lain, meningkatnya kasus ini menunjukkan bahwa peran orang tua dan keluarga sebagai support system utama belum berjalan optimal. Untuk itu, dia menilai penting agar memperkuat hubungan kekeluargaan, terutama dalam hal pendampingan dan pengawasan aktivitas anak baik di dunia nyata maupun dunia siber.
    “Setidaknya ada tiga langkah sederhana yang dapat dilakukan keluarga secara konsisten. Pertama, membangun komunikasi yang terbuka dan penuh kepercayaan agar anak merasa aman bercerita tentang apa yang ia lihat, alami, atau temui di internet,” ujarnya.
    “Kedua, mengawasi grup-grup pertemanan anak di media sosial, memastikan bahwa grup tersebut benar-benar terkait dengan kegiatan keluarga, sekolah, atau aktivitas belajar,” lanjutnya.
    Terakhir, melakukan pengecekan gadget anak secara berkala, termasuk jejak percakapan, aplikasi, dan riwayat pencarian, dengan pendekatan yang tetap menghormati hak anak, tetapi memberikan perlindungan yang memadai.
    Pratama juga menilai peran orang tua dalam membangun komunikasi terbuka penting, agar ideologi negatif di dunia maya tidak mudah diserap anak.
    “Orang tua perlu terlibat aktif dengan membangun budaya komunikasi terbuka, mengenal gim yang dimainkan anak, dan sesekali memantau jenis interaksi yang dilakukan tanpa bersikap represif,” kata Pratama.
    Namun demikian, dia tak menyarankan pendekatan yang terlalu keras, yang menurutnya bisa berpotensi membuat anak menutup diri.
    “Pendekatan yang terlalu keras justru sering membuat anak menutup diri dan berpindah ke ruang digital yang lebih tersembunyi,” tegasnya.
    Amelia dari pihak DPR megatakan bahwa literasi digital, pendampingan orang tua, dan kapasitas sekolah juga penting untuk membaca tanda-tanda kerentanan pada anak. Seperti perubahan perilaku, ketertarikan pada konten kekerasan, atau masuk ke grup-grup tertutup yang mencurigakan.
    “Dalam pembahasan anggaran maupun rapat kerja, Komisi I akan terus mendorong program literasi digital yang menyasar keluarga dan sekolah, bukan hanya kampanye formal di level pusat,” kata dia.
    “Jadi intinya, kami di Komisi I mendorong ekosistem, negara (harus) hadir lewat regulasi dan penegakan hukum yang jelas, platform dan penerbit game tidak bisa lepas tangan, dan keluarga tidak dibiarkan sendirian. Targetnya adalah ruang digital kita tetap terbuka dan kreatif, tetapi tidak boleh dibiarkan menjadi ladang rekrutmen teroris yang merenggut masa depan anak-anak Indonesia,” tegasnya.
    Selain penguatan keluarga, pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh regulasi dan kebijakan perlindungan anak di dunia digital berjalan secara efektif. Undang-undang dan peraturan yang ada harus diimplementasikan dengan sungguh-sungguh, mulai dari pencegahan, deteksi dini, hingga penanganan dan pemulihan anak korban.
    Regulasi untuk melakukan take down terhadap konten, platform, atau gim yang berbahaya bagi anak menjadi sangat penting di tengah meningkatnya ancaman eksploitasi dan rekrutmen digital khususnya terhadap konten yang mengandung unsur radikalisme, kekerasan, atau manipulasi yang menyasar anak.
    “KPAI mendukung penuh penguatan regulasi yang memungkinkan pemerintah melakukan take down terhadap konten, platform, atau gim yang membahayakan anak,” lanjut dia.
    Dia menegaskan bahwa upaya ini juga butuh dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan aparat penegak hukum, dalam memastikan tidak ada satu pun anak yang menjadi sasaran jaringan berbahaya.
    “Ruang digital harus menjadi ruang yang aman, ramah anak, dan bebas dari ancaman eksploitasi. Dengan langkah yang terkoordinasi, pendekatan yang berpusat pada anak, serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, Indonesia dapat memastikan bahwa setiap anak terlindungi dari ancaman jaringan
    terorisme
    dan dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung potensi terbaik mereka,” tegas dia.
    Pratama menilai untuk mencegah masyarakat terjerumus dalam perekrutan teroris melalui game online, upaya pertama yang perlu dibangun adalah kesadaran digital yang matang.
    “Masyarakat perlu memahami bahwa dunia game tidak selalu sama aman seperti yang terlihat,” kata Pratama.
    Dia menegaskan bahwa pengguna, terutama anak muda, perlu mampu mengenali pola pendekatan mencurigakan seperti ajakan bergabung ke grup khusus, pembicaraan yang mulai memuat isu ideologis atau kekerasan, serta upaya seseorang membangun hubungan terlalu personal dalam waktu singkat.
    Selain peningkatan literasi digital, masyarakat juga dinilai perlu mengembangkan ketahanan psikologis agar tidak mudah dimanipulasi oleh narasi ekstrem.
    “Kelompok teroris hampir selalu memanfaatkan celah emosional seperti rasa tidak dihargai, kemarahan, atau kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar,” ujarnya.
    “Ketahanan emosional dan sosial dapat menjadi benteng penting agar seseorang tidak mudah dimasuki oleh ideologi yang menawarkan solusi semu maupun makna palsu,” lanjut dia.
    Dia menegaskan bahwa ruang pendidikan formal dan informal berperan penting untuk menanamkan kemampuan berpikir kritis dan skeptisisme sehat terhadap ajakan yang tidak jelas identitas dan tujuannya.
    Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Alexander Sabar menegaskan bahwa pihaknya memiliki Game Rating System yakni sistem klasifikasi konten dan usia yang bertujuan untuk membantu pemain memilih permainan yang sesuai dan melindungi anak-anak dari konten yang tidak pantas.
    “Jadi kita sudah punya Indonesia Game Rating System. Indonesia Game Rating System kita kan sudah lama, aturan lama. Januari 2026 akan berlaku full,” kata Alexander Rabu (19/11/2025).
    Dia mengatakan bagi platform yang tidak tunduk pada aturan – aturan yang dibuat pemerintah, pihaknya tidak segan untuk melakukan tindakan tegas.
    “Sehingga gim online yang tidak comply terhadap akuran akan ada sanksi administrasi. Modelnya surat pemberitahuan, teguran, sampai yang paling ujung (langkah terakhir) adalah pemblokiran,” ujar Alex.
    Dia menegaskan bahwa seluruh penyelenggara sistem elektronik (PSE) wajib menaati aturan untuk melindungi pengguna dari konten negatif.
    “Seluruh penyelenggaraan sistem elektronik harus comply terhadap aturan kita. Termasuk kalau mereka ada konten-konten negatif di tempat mereka dan mereka tidak mematuhi permintaan dari Komdigi untuk melakukan take down konten negatifnya itu,” ujarnya.
    “Sanksi administratifnya ada. Jadi kita kan mengaturnya sanksi administratif. Jadi berjenjang mulai dari surat teguran sampai ke pemutusan akses,” tegasnya.
    Menanggapi itu, Pratama menilai bahwa menjaga ruang digital agar tidak dikotori oleh aktivitas kriminal seperti perekrutan teroris perlu kolaborasi menyeluruh antara masyarakat, pemerintah, industri gim, dan penyedia platform.
    “Industri gim perlu memiliki mekanisme moderasi yang lebih kuat, terutama pada ruang percakapan publik dan privat. Teknologi deteksi berbasis kecerdasan buatan dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola komunikasi berbahaya tanpa melanggar privasi pengguna,” kata dia.
    Dia bilang, pemerintah dapat menyediakan pedoman keamanan digital yang jelas, memperkuat kanal pelaporan, serta membangun sistem peringatan dini lintas platform untuk mendeteksi potensi radikalisasi sejak dini.
    “Masyarakat sendiri perlu berperan aktif dalam menjaga kebersihan ruang digital dengan cara berani melaporkan akun atau percakapan yang mencurigakan, tidak menormalisasi candaan kekerasan, dan tidak memberikan ruang toleransi bagi ideologi ekstrem di komunitas daring,” jelas dia.
    “Dalam dunia gim yang sangat bergantung pada interaksi sosial, budaya komunitas menjadi benteng pertama yang sering kali lebih efektif daripada kebijakan formal. Ketika komunitas digital memiliki standar etika yang jelas, ruang bagi kelompok teroris untuk masuk akan semakin menyempit,” tegasnya.
    Amelia Anggraini menambahkan, dalam fungsi pengawasan Komisi I mendorong adanya early warning system yang terintegrasi, jadi pola rekrutmen lewat game, chat room, atau komunitas daring tidak hanya diketahui setelah terjadi, tetapi bisa dideteksi sejak dini melalui patroli siber dan kolaborasi data antar lembaga.
    “Ini juga termasuk mendorong Komdigi untuk lebih tegas kepada platform global, karena banyak server game dan aplikasi berada di luar negeri tetapi dampaknya langsung menyentuh anak-anak Indonesia,” kata Amelia.
    “Pada saat yang sama, kami selalu ingatkan bahwa kebijakan tidak boleh hanya bersifat represif ke anak atau sekadar menakut-nakuti gamer. Anak-anak tetap berhak bermain dan belajar di ruang digital,” tambahnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ledakan SMAN 72, kondisi ABH dinilai belum layak dimintai keterangan

    Ledakan SMAN 72, kondisi ABH dinilai belum layak dimintai keterangan

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya menilai kondisi anak berkonflik dengan hukum (ABH) belum layak untuk dimintai keterangan terkait ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta beberapa waktu lalu.

    “Dari dokter menyatakan itu belum (layak), karena dia (ABH) masih bengong, terus ngomong sebentar kadang masih kayak masih belum pulih sepenuhnya,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto dalam keterangannya, Jumat.

    Meski demikian, dia memastikan pihaknya tetap melakukan pemeriksaan dan mengambil keterangan dari saksi, keluarga, laboratorium forensik, serta dokter.

    Setelah dokter memutuskan kondisi ABH sudah layak untuk dimintai keterangan, sambung dia, penyidik akan langsung melakukan pemeriksaan.

    “Setelah dokter mengatakan bahwa kondisinya sudah bisa untuk dimintai keterangan, penyidik pasti akan melakukan komunikasi dengan Bapas (balai pemasyarakatan), Dinsos (Dinas Sosial DKI Jakarta), terus KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia),” ucap Budi.

    Sementara itu, Polda Metro Jaya menyebutkan masih ada tiga orang yang dirawat di sejumlah rumah sakit terkait ledakan SMAN 72 Jakarta.

    “Pasien tinggal tiga orang, masing-masing di RS Yarsi, RSCM (RS Cipto Mangunkusumo), dan RS Polri,” ujar Budi pada Kamis (20/11).

    Lebih lanjut, pihaknya juga masih berupaya meminta keterangan dari ABH, yang merupakan terduga pelaku ledakan di SMAN 72.

    “Kemarin masih dalam proses meminta keterangan saksi, keluarga ABH, puslabfor dan dokter psikologis,” tutur Budi.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hj Ansari Kembali ke Ponpes Prenduan Sumenep, Sampaikan Terima Kasih kepada Para Guru

    Hj Ansari Kembali ke Ponpes Prenduan Sumenep, Sampaikan Terima Kasih kepada Para Guru

    Sumenep (beritajatim.com) – Anggota DPR RI Dapil Jatim XI Madura, Hj Ansari, mengaku serasa kembali ke masa lalu saat menginjakkan kaki di Pondok Pesantren Al-Amin, Prenduan, Sumenep. Ia pernah menempuh pendidikan selama tiga tahun di pesantren tersebut sebelum akhirnya berkiprah sebagai wakil rakyat.

    Kunjungan itu dilakukan ketika Ansari menjadi pembicara dalam Forum Program Peningkatan Mutu Pendidikan Islam yang digagas Ditjen Pendidikan Islam Kemenag RI bersama UIN Madura. Momen tersebut mempertemukannya kembali dengan para guru yang dulu mendidiknya.

    “Jujur saat pertama kali masuk ke auditorium, saya kaget, karena ternyata banyak pesertanya yang merupakan para guru saya waktu di pesantren. Ya cukup grogi dan sungkan waktu ngisi materi di sini,” ujarnya sambil tersenyum, Kamis (20/11/2025).

    Mengisi materi bertema Kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter di Pesantren, Ansari tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada para guru yang telah membimbingnya selama mondok. Ia menyebut peran mereka sangat besar dalam perjalanan hidup dan kariernya.

    “Yang paling penting dari materi ini, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada para guru yang selama ini mendidik dan membimbing saya, sebab berkat jasa-jasa beliaulah saya bisa menjadi seperti ini,” ucapnya.

    Ansari juga memohon doa dari para guru agar dapat menjalankan amanah sebagai anggota DPR RI dengan baik. “Saya secara pribadi memohon dengan hormat, agar para guru senantiasa mendoakan, supaya kami dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota DPR RI dengan baik dan amanah,” ujarnya.

    Salah satu guru Hj Ansari, Awiyani, mengaku bangga melihat mantan siswanya kini menjadi wakil rakyat dari Madura. “Saya sangat senang dan bangga melihat salah satu siswa kami sukses seperti Mbak Ansari. Bisa menjadi anggota DPR RI perwakilan Madura. Kami doakan semoga tugasnya lancar dan selalu sukses,” katanya.

    Hj Ansari lahir di Pamekasan dan menempuh pendidikan di Pesantren Al-Amin Prenduan selama tiga tahun. Ia kemudian melanjutkan studi ke STAIN Pamekasan (kini UIN Madura). Selain itu, ia juga mengajar di lembaga pendidikan nonformal selama 14 tahun mulai dari semester lima masa kuliahnya.

    Pada Pemilu Legislatif 2024, Ansari memulai karier politik melalui PDI Perjuangan dan terpilih sebagai satu-satunya anggota DPR RI perempuan dari daerah pemilihan Madura. Saat ini ia duduk di Komisi VIII DPR RI yang bermitra dengan sejumlah kementerian dan lembaga negara, di antaranya Kementerian Agama, Kementerian Haji dan Umrah, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). [tem/beq]

  • Perundungan Kian Marak, HNW Dorong Perlindungan Anak Diperkuat

    Perundungan Kian Marak, HNW Dorong Perlindungan Anak Diperkuat

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya kasus perundungan anak yang kini dinilai sudah memasuki tahap darurat. Ia mendesak pemerintah, sekolah, keluarga, dan lembaga terkait untuk memperkuat pencegahan dan pengawasan agar kekerasan terhadap anak tidak terus berulang.

    HNW menegaskan negara harus hadir sejak tanda awal perundungan muncul, bukan setelah kasusnya membesar dan menimbulkan korban jiwa.

    Ia juga mendorong penguatan anggaran dan kewenangan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) agar upaya perlindungan anak dapat berjalan lebih efektif di lapangan.

    Sebagai contoh, Komisi VIII bekerja sama dengan KPAI, lembaga yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan perlindungan anak sesuai amanat UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

    HNW menilai kasus kekerasan terhadap anak, khususnya perundungan, sudah berada pada tahap darurat karena terus berulang di berbagai sekolah.

    “Oleh karena itu harus ada penguatan pada pengawasan di lapangan, melalui KPAI dan KPAD, agar Negara hadir pada saat gejala awal perundungan terjadi, bukan hanya ketika sudah terjadi apalagi kejadiannya semakin parah dan menimbulkan luka berat hingga kehilangan nyawa anak-anak,” tambah HNW dalam keterangan tertulis, Rabu (19/11/2025).

    Sekolah dan pemerintah perlu segera turun tangan sejak awal perundungan, dengan KPAI dan KPAD mendampingi korban serta mengedukasi siswa dan orang tua pelaku agar eskalasi tidak berlanjut menjadi lebih parah.

    “Misalnya ketentuan Pasal 9 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jelas menyebutkan bahwa Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain,” sambung HNW.

    Pada 2025, KemenPPPA mendapat alokasi Rp300,5 miliar dan KPAI Rp17 miliar. Namun, pada 2026 anggaran keduanya turun tajam menjadi Rp214,1 miliar untuk KemenPPPA dan Rp5,7 miliar untuk KPAI.

    Padahal, KemenPPPA merupakan lembaga negara yang secara khusus disebut dalam konteks perlindungan anak. Sementara itu, KPAI adalah lembaga yang dibentuk langsung melalui Undang-Undang sejak UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, diperkuat dengan perubahan di UU 35/2014, dan pengangkatannya dilakukan langsung oleh Presiden.

    HNW menekankan penguatan pencegahan dan pengawasan semakin mendesak di tengah darurat kekerasan terhadap anak, yang mencakup perundungan, kekerasan seksual, hingga kejahatan daring seperti pornografi dan TPPO.

    “Semoga dengan meningkatnya awareness kedaruratan ini, apalagi Presiden Prabowo juga sudah merespons (17/11), ada afirmasi terhadap lembaga pencegahan dan pengawasan khususnya dalam konteks kami di Komisi VIII melalui penguatan kewenangan dan anggaran bagi KemenPPPA dan KPAI,” lanjutnya.

    HNW mendorong agar penguatan regulasi perlindungan anak, termasuk mekanisme pencegahan, dimasukkan dalam Revisi UU Sisdiknas yang telah masuk Prolegnas Prioritas 2026.

    Dengan demikian, Sistem Pendidikan Nasional yang dirancang menuju Indonesia Emas menjadi sistem yang menolak dan mencegah segala bentuk kekerasan di lingkungan pendidikan, khususnya pada jenjang yang diikuti anak.

    HNW menegaskan menuju Indonesia Emas diperlukan keseriusan dalam mengatasi berbagai darurat anak, mulai dari perundungan, kejahatan seksual, hingga stunting. Ia mengingatkan bahwa cita-cita Indonesia Emas sulit tercapai jika anak-anak terus hidup dalam kecemasan akibat masalah tersebut.

    “Hanya oleh generasi Emas, yang bebas dari segala bentuk kekerasan sebagaimana amanat UU Perlindungan Anak, Indonesia Emas dapat tercapai,” pungkasnya.

    (prf/ega)