Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku keberatan mengenai kebijakan efisiensi di beberapa badan pemerintah, termasuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Hal ini menghambat kinerja mereka dalam melakukan pengawasan terhadap anak-anak di seluruh Indonesia.
Kementrian Lembaga: KPAI
-

KPAI Khawatir Anak Terpapar Iklan-Fitur di Medsos yang Tak Sesuai Usia
Video: KPAI Khawatir Anak Terpapar Iklan-Fitur di Medsos yang Tak Sesuai Usia
2,573 Views | Rabu, 12 Feb 2025 22:40 WIB
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) khawatir anak terpapar layanan fitur dan iklan yang tak sesuai dengan umur mereka. KPAI menyebut harus ada aturan untuk mengatasi hal ini.
Ammaarza Akhmal – 20DETIK
-

Ada 240 Laporan Kasus Anak Korban Kerasan Fisik dan Psikis Selama 2024
JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan ada 240 kasus anak korban kekerasan fisik dan psikis selama 2024.
Dari laporan KPAI, kasus tertinggi adalah anak korban penganiayaan, pengeroyokan, perkelahian, anak korban kekerasan psikis, anak korban pembunuhan, dan anak korban tawuran.
Selain itu, KPAI juga memantau dengan serius kasus anak yang mengakhiri hidupnya, filisida yaitu anak korban pembunuhan oleh orang tua atau anggota keluarga terdekat hingga familisida atau pembunuhan satu keluarga termasuk anak, oleh ayah.
Menurut Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, meningkatnya kekerasan fisik psikis terhadap anak dipengaruhi oleh beberapa faktor.
“Misalnya, budaya kekerasan masih dianggap hal biasa, lemahnya pengawasan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, serta dampak dari game online atau media sosial pada anak,” kata Jasra, Selasa, 11 Februari.
Selain itu, KPAI juga menerima sebanyak 41 kasus anak korban pornografi dan kejahatan dunia maya (Cyber Crime).
“Kasus yang paling sering dilaporkan adalah anak korban kejahatan seksual dan perundungan di dunia maya,” ujarnya.
Jasra mengatakan, penyebab utama dari masalah ini adalah kesenjangan antara pesatnya perkembangan teknologi dan media sosial. Kemudian rendahnya tingkat literasi digital pada anak-anak dan orang tua.
“Hal ini mengakibatkan lemahnya pengawasan serta meningkatnya penyalahgunaan dalam penggunaan media sosial, yang berakibat pada munculnya kejahatan lainnya pada anak,” katanya.
-

Video: KPAI Berharap Cek Kesehatan Gratis Ramah Disabilitas
Video: KPAI Berharap Cek Kesehatan Gratis Ramah Disabilitas
-
/data/photo/2025/02/11/67ab1e2581939.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPAI Dorong Pemerintah Segera Evaluasi Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis
KPAI Dorong Pemerintah Segera Evaluasi Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Perlindungan Anak Indonesia (
KPAI
) berharap pemerintah segera melakukan evaluasi dan tidak terlalu lama dalam melakukan uji coba atau
pilotingprogram makan bergizi gratis
(MBG).
Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono mengatakan, jika tidak segera dilakukan merata maka akan terjadi dampak buruk pada program ini. Salah satunya terjadi disparitas atau bahkan diskriminasi.
“Saya kira jangan lama-lama
piloting
-nya. Perlu kemudian semua merasakan. Karena kalau semakin lama akan terjadi disparitas, akan terjadi diskriminasi,” kata Aris dalam jumpa pers di Kantor KPAI, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025).
Pasalnya, berdasarkan pemantauan KPAI, uji coba
makan bergizi gratis
bahkan baru menyasar sekolah dan itu belum seluruhnya.
Aris pun menanyakan bagaimana pelaksanaan makan bergizi gratis untuk fasilitas pendidikan seperti pondok pesantren maupun madrasah.
“Masa cuma beberapa sekolah yang jumlahnya ribuan, ratusan ribu sekolah, cuma sekolah, tidak menyentuh madrasah pesantren,” ujarnya.
Dia kemudian mengingatkan bahwa masih banyak anak Indonesia yang sangat berharap memperoleh makan bergizi gratis di tempat pendidikannya.
Oleh karena itu, menurut Aris, saat ini kesempatan yang paling baik untuk pemerintah segera melakukan evaluasi program tersebut.
“Ya pemerintah jangan sungkan-sungkan, malu-malu untuk melakukan evaluasi, jadi nanti betul-betul bisa terselesaikan, semua anak betul-betul dapat makanannya atau tidak,” katanya.Aris mengatakan, evaluasi akan menjadi patokan apakah tujuan dari program tersebut yakni mendukung tumbuh kembang anak benar-benar bakal tercapai atau tidak.
Dalam evaluasi itu, Aris menyarankan agar pemerintah juga melibatkan keluarga untuk mendukung makan bergizi gratis.
Dia mencontohkan, banyaknya anak-anak yang mendapatkan makan bergizi gratis di sekolah, tetapi tetap jajan atau makan makanan yang tidak bergizi ketika di luar sekolah.
“Jangan sampai keinginannya baik, tapi karena keluarga tidak teredukasi sehingga anak makan sembarangan lagi di rumah, ya tetap saja hasilnya enggak baik,” ujar Aris.
Sebagai informasi, pemerintah memulai program makan bergizi gratis pada 6 Januari 2025, dengan anggaran sebesar Rp 71 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/4294077/original/020895600_1673967305-kkrasan_seksual.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kementerian PPPA dan KPAI Butuh Rekayasa Ulang Tugas Pokok dan Fungsinya
Fikri mengharapkan, KemenPPPA dan KPAI tidak bisa lagi sekadar berharap anggaran kembali seperti semula. Lebih dari itu, mereka harus berani melakukan rekayasa ulang (re-engineering) secara menyeluruh.
Langkah “re-engineering” ini diharapkan mampu menjadikan KemenPPPA dan KPAI sebagai garda terdepan dalam penguatan keluarga di Indonesia.
“Dengan fokus pada akar masalah, bukan hanya gejala, kedua lembaga ini dapat memberikan kontribusi yang jauh lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Jika sudah menata ulang tugas pokok dan fungsinya, kemudian dipaparkan secara rinci kepada Bappenas dan Kemenkeu, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Dengan anggaran yang terbatas, dibutuhkan sinergi antar-Kementerian/Lembaga terkait. KemenPPPA dan KPAI harus mampu melengkapi dan mendukung satu sama lain,
“KPPPA dan KPAI juga harus membangun kerja sama erat dengan pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” kata Fikri.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5108574/original/076167300_1737730937-Menkomdigi_Meutya_Hafid_saat_mengunjungi_Ruang_Publik_Terpadu_Ramah_Anak__RPTRA__Intiland_Teduh_di_Semper_Barat__Jakarta_Utara.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Meutya Hafid akan Sanksi Platform Digital yang Lambat Tindak Konten Pornografi Anak – Page 3
“SAMAN adalah bukti komitmen kami untuk menjaga ruang digital tetap sehat dan aman, terutama bagi anak-anak. Ditambah dengan sanksi tegas, kami yakin platform akan lebih bertanggung jawab,” kata Meutya Hafid.
Berdasarkan laporan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada 2021-2023 terdapat 481 kasus anak jadi korban pornografi dan kejahatan siber.
Data UNICEF mencatat, 1 dari 3 anak di dunia pernah terpapar konten tak pantas di internet. Untuk itulah, mengikuti langkah-langkah seperti Australia dan Uni Eropa, Menkomdigi Meutya Hafid menekankan pentingnya kebijakan untuk keamanan digital.
“Indonesia tidak boleh tertinggal. Dengan SAMAN, kita mengambil langkah besar dalam melindungi masyarakat dari bahaya konten negatif,” katanya.
Langkah ini dilakukan untuk menciptakan ekosistem digital lebih aman dan sehat. Hal ini juga menjadi sinyal tegas bahwa pemerintah tidak akan berkompromi terhadap ancaman keamanan digital.
-

Megawati: Children’s Rights harapan baru masa depan anak di dunia
Jakarta (ANTARA) – Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri meyakini bahwa World Leaders Summit on Children’s Rights yang dibahas di Vatikan pada hari ini, Senin (3/2), bisa memperkuat hubungan antar dunia untuk lebih memperhatikan anak-anak di seluruh dunia.
“Saya percaya, bahwa Children’s Rights yang dibahas di Roma ini memiliki legitimasi historis dan akan memperkuat harapan baru bagi masa depan anak-anak kita,” kata Megawati dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
“Mengapa? Sebab di Roma inilah nilai-nilai cinta kasih, kemanusiaan, keadilan, dan keberpihakan pada yang miskin, atau option to the poor, selalu menjadi pegangan dalam menghadapi berbagai tantangan jaman,” sambungnya.
Menurutnya, anak-anak di seluruh dunia menghadapi tantangan yang tidak mudah.
Apalagi, di tengah tantangan global saat ini, anak-anak justru dihadapkan minimnya perhatian, pelayanan kesehatan, pendidikan, serta dihadapkan dengan rasa takut.
Ketua Dewan Pengarah BRIN ini pun mengulas soal Indonesia yang telah membuat langkah signifikan dalam menegakkan hak-hak anak.
Pasalnya, konstitusi telah menjamin hak setiap anak untuk bertahan hidup, tumbuh, dan terlindungi dari kekerasan dan diskriminasi.
Termasuk, amanat konstitusi ini dijalankan melalui pembentukan suatu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang ia ketika menjadi Presiden Kelima RI pada tahun 2002.
“Namun demikian, ada berbagai tantangan untuk memenuhi hak-hak tersebut. Anak-anak kita akan menanggung beban terberat akibat krisis global saat ini,” ujar Megawati.
“Krisis ini dipicu oleh perubahan iklim, kerawanan pangan, ketidakadilan digital, pertarungan geopolitik, dan kesenjangan sosial-ekonomi yang terus berlanjut,” lanjut dia.
Putri Proklamator Bung Karno ini turut menyinggung soal perubahan iklim yang mengancam kelangsungan hidup umat manusia dan bumi.
Megawati menilai sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia semakin sering menghadapi bencana ekologis.
Ia mengatakan semua aspek ini memengaruhi akses terhadap pendidikan, kesehatan, pangan dan gizi, serta kerusakan tatanan kehidupan seperti infrastruktur sekolah.
“Dampaknya, anak-anak yang miskin dan sudah terpinggirkan menjadi semakin rentan,” ungkap Megawati.
Ia menambahkan kesenjangan digital juga telah menciptakan penjajahan bentuk baru. Meskipun teknologi ini menawarkan peluang besar untuk belajar dan berkembang, kurangnya akses dan literasi yang merata semakin memperbesar kesenjangan yang ada.
Dalam kesempatan ini, Megawati didampingi putranya Mohamad Rizki Pratama dan putrinya yang juga Ketua DPR RI Puan Maharani, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Bintang Puspayoga, Dubes Indonesia untuk Tunisia Zuhairi Misrawi, dan Guru Besar Fakultas Hubungan Internasional Universitas St.Petersburg Connie Rahakundini Bakrie.
Pemimpin Umat Katolik Dunia Paus Fransiskus pun membuka langsung pertemuan World Leaders Summit on Children’s Rights di Vatikan.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025 -

RI Janji Beri Sanksi Berat bagi Platform Digital yang Tolak Blokir Pornografi
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa platform digital yang menolak menghapus konten pornografi anak dalam waktu maksimal 1×4 jam setelah menerima laporan akan dikenakan denda administratif besar dan sanksi lain.
Meutya menyampaikan bahwa tidak ada toleransi bagi platform yang lalai. Sebab, masalah perlindungan anak bukan hanya soal regulasi, tapi tanggung jawab moral terhadap masa depan generasi muda.
“Melindungi anak-anak dari dampak negatif internet adalah prioritas utama,” kata Meutya dalam keteranganya, Senin (3/2/2025).
Laporan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa pada 2021–2023 terdapat 481 kasus anak menjadi korban pornografi dan kejahatan siber.
Sementara itu, UNICEF mencatat bahwa 1 dari 3 anak di dunia pernah terpapar konten tidak pantas di internet.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kominfo Nomor 522 Tahun 2024, Penyelenggara Sistem Elektronik User-Generated Content (PSE UGC) diwajibkan untuk melakukan takedown konten yang melanggar aturan dalam jangka waktu tertentu, sesuai tergantung pada tingkat urgensi pelanggaran.
Untuk konten yang terkait pornografi anak dan terorisme, PSE UGC (platform digital) harus menghapus konten tersebut dalam waktu maksimal 4 jam sejak pemberitahuan diterima.
Kebijakan ini diterapkan untuk memastikan respons cepat terhadap konten yang berpotensi mengancam keselamatan publik dan moralitas anak di ruang digital.
Selain konten pornografi anak dan terorisme, Pemerintah juga menargetkan penghapusan konten negatif lainnya yang melanggar peraturan seperti pornografi (selain pornografi anak), perjudian, aktivitas keuangan ilegal (termasuk investasi ilegal, fintech ilegal, dan pinjaman online ilegal), serta makanan, obat, dan kosmetik ilegal.
Penting untuk dicatat bahwa aturan ini berlaku khusus bagi PSE UGC di lingkup privat, sesuai ketentuan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kominfo Nomor 522 Tahun 2024.
Adapun, pemerintah telah meluncurkan SAMAN, sistem pencatatan dan dokumentasi sanksi administratif berupa denda yang nantinya akan dikenakan kepada PSE UGC (platform digital) sebagai bentuk pengawasan terhadap moderasi konten.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya dalam memperkuat pengawasan pada platform UGC sekaligus menciptakan ruang digital yang aman dan berdaya saing untuk masyarakat Indonesia.
“SAMAN adalah bukti komitmen kami untuk menjaga ruang digital tetap sehat dan aman, terutama bagi anak-anak. Ditambah dengan sanksi tegas, kami yakin platform akan lebih bertanggung jawab,” ujar Muetya.

/data/photo/2023/01/04/63b50c8622b5e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)