Kementrian Lembaga: KPAI

  • KPAI Dukung Kebijakan Penerapan Jam Malam Dedi Mulyadi, tetapi…
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Juni 2025

    KPAI Dukung Kebijakan Penerapan Jam Malam Dedi Mulyadi, tetapi… Nasional 4 Juni 2025

    KPAI Dukung Kebijakan Penerapan Jam Malam Dedi Mulyadi, tetapi…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Perlindungan Anak Indonesia (
    KPAI
    ) mendukung rencana Gubernur Jawa Barat,
    Dedi Mulyadi
    , untuk menerapkan
    jam malam
    bagi pelajar.
    Aturan soal jam malam berupa pembatasan aktivitas siswa di luar rumah sejak pukul 21.00 WIB hingga 04.00 WIB tercantum dalam Surat Edaran Gubernur Jabar Nomor 51/PA.03/Disdik.
    “Saya kira penerapan jam malam adalah langkah positif untuk memberikan perlindungan kepada anak. Tetapi kenapa sasarannya hanya untuk peserta didik,” ujar Komisioner KPAI Aris Adi Leksono kepada Kompas.com, dikutip Rabu (4/6/2025).
    Aris menuturkan, surat edaran tersebut tidak menjangkau anak-anak yang tidak berstatus peserta didik, sehingga perlu diberikan penegasan.
    “Ini perlu diberikan penjelasan ke publik. Karena angka anak tidak sekolah di Jawa Barat juga tinggi,” tuturnya.
    Karena itu, KPAI berharap penetapan kebijakan ini melibatkan unsur ekosistem perlindungan anak di tingkat RT/RW dan Desa.
    “Orangtua, PATBM, Puspaga, dan lainnya. Semua komponen sistem harus memahami tata laksana program ini, sehingga efektif penerapannya,” imbuh Aris.
    Selain itu, KPAI berharap petugas yang disiapkan untuk mengawal dan mengawasi jalannya jam malam harus memahami serta menerapkan safeguarding atau kebijakan keselamatan anak.
    Sebagai informasi, surat edaran mewajibkan semua pelajar, dari tingkat dasar hingga menengah, untuk tidak berada di luar rumah antara pukul 21.00 hingga 04.00 WIB, kecuali untuk keperluan penting atau dalam situasi darurat, seperti kegiatan sekolah atau keagamaan.
    Pelajar diperbolehkan berada di luar jika mengikuti kegiatan resmi yang diselenggarakan oleh sekolah atau lembaga pendidikan.
    Selain itu, mereka juga dapat berada di luar rumah dalam pendampingan orangtua atau saat menghadapi keadaan darurat, seperti bencana alam.
    Regulasi jam malam ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 35 Tahun 2014, yang merupakan amendemen atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
    Sanksi akan dikenakan kepada pelajar yang melanggar aturan ini, berupa pemanggilan ke guru bimbingan konseling (BK) di sekolah mereka.
    “Mereka pasti akan dipanggil ke guru BK, dan akan ada proses pendidikan selanjutnya,” ujar Gubernur Dedi Mulyadi pada Selasa (27/5/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Lewat Bahasa Sehari-hari, Ibu Bongkar Dugaan Pelecehan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di Tangsel
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Juni 2025

    Lewat Bahasa Sehari-hari, Ibu Bongkar Dugaan Pelecehan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di Tangsel Megapolitan 2 Juni 2025

    Lewat Bahasa Sehari-hari, Ibu Bongkar Dugaan Pelecehan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di Tangsel
    Tim Redaksi
    TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com –
    Keluarga korban pelecehan seksual terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) membongkar peristiwa tersebut dengan pendekatan komunikasi yang tidak biasa.
    Ibu korban menggali pengakuan sang anak, HP (17), melalui bahasa sehari-hari yang biasa mereka gunakan di rumah. Istilah tersebut yang merujuk pada tindakan pelecehan pada fisik.
    Menurut juru bicara keluarga korban, Muhammad Cahyadi, sang anak kemudian membenarkan pertanyaan itu.
    “Iya,” jawab korban yang ditiru Cahyadi saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Senin (2/6/2025).
    Ia menjelaskan, sang ibu sudah mulai merasakan gelagat aneh korban sejak Oktober-November 2024. Saat itu, ibu korban mengatakan ada perilaku yang tidak biasa dari anaknya.
    Pasalnya, sang ibu mendapati perubahan perilaku anak yang mengarah pada dugaan tindakan kekerasan seksual.
    “Mulai terlihat perilaku negatif dari korban. Ibu korban mencurigai adanya perubahan karena korban mulai menunjukkan perilaku yang belum pernah muncul,” jelas Cahyadi.
    Karena keterbatasan komunikasi anak yang termasuk kategori ABK, ibu korban menggunakan pendekatan bahasa internal keluarga untuk memudahkan anak bercerita.
    Dari pengakuan anak, nama seorang guru laki-laki disebutkan secara eksplisit dan korban berulang kali menyebut guru tersebut “jahat”.
    Temuan ini semakin menguatkan kecurigaan sang ibu terhadap kemungkinan kekerasan seksual yang dialami anaknya di lingkungan sekolah.
    Setelah mendengar pengakuan tersebut, orangtua korban segera menghubungi wali kelas dan menyampaikan kecurigaan tersebut kepada pihak sekolah.
    Namun menurut Cahyadi, sekolah baru memberikan respons setelah satu minggu laporan disampaikan.
    “Namun respons tersebut tidak berupa pertemuan formal, hanya pemanggilan biasa yang belum menyelesaikan permasalahan secara tuntas,” kata dia.
    Adapun keluarga korban melaporkan kasus ini ke berbagai lembaga. Laporan pertama disampaikan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Nasional Disabilitas (KND) pada 17 Maret 2025.
    Satu hari setelahnya, ia melaporkan ke UPTD PPA Tangerang Selatan dan diarahkan untuk melapor ke Polres Tangerang Selatan.
    Mereka pun akhirnya membuat laporan pada 18 Maret 2025 sekaligus direkomendasikan untuk melakukan visum di RSUD Serpong.
    Laporan itu teregistrasi dengan nomor TBL/B/583/11/2025/SPKT/POLRES TANGERANG SELATAN POLDA METRO JAYA pada Selasa, 18 Maret 2025 sekitar pukul 11.45 WIB.
    Kuasa hukum korban, Argus Sagittayama menyebutkan, pihak sekolah telah diberi arahan untuk berkomunikasi secara formal melalui kuasa hukum, namun hingga kini belum ada tindak lanjut atau komunikasi dari pihak sekolah.
    ”Kalau ingin bicara soal kasus ini, langsung ke pengacara saja,” kata Argus.
    Kompas.com telah menghubungi Polres Tangerang Selatan untuk mengkonfirmasi peristiwa ini. Namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada pernyataan resmi terkait peristiwa tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Supian Suri Tegaskan Koordinasi dengan KPAI Sebelum Kirim Pelajar ke Barak
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 Juni 2025

    Supian Suri Tegaskan Koordinasi dengan KPAI Sebelum Kirim Pelajar ke Barak Megapolitan 1 Juni 2025

    Supian Suri Tegaskan Koordinasi dengan KPAI Sebelum Kirim Pelajar ke Barak
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Wali Kota Depok
    , Supian Suri berujar, telah berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebelum mengirimkan pelajar bermasalah ke barak militer di Kostrad Cilodong, Depok.
    Pernyataan ini disampaikan Supian usai melepas 90 pelajar mengikuti program Pembinaan Karakter dan Bela Negara di barak militer Kostrad 1 Cilodong, Depok, Jawa Barat, pada Sabtu (31/5/2025).
    “Ya, KPAI menyampaikan beberapa rekomendasi. Kami memahami apa yang menjadi kekhawatiran, tapi kami meyakini proses ini adalah sesuatu yang sebetulnya tidak berbeda dengan mereka belajar mengajar di sekolah,” kata Supian, dikutip dari
    Warta Kota
    .
    Supian menjelaskan, meskipun dilakukan di lingkungan militer, jam belajar para siswa tidak berkurang dan kegiatan ini dirancang untuk mengisi waktu luang yang selama ini kurang terkontrol.
    “Jam pelajaran tidak digantikan dengan yang lain. Tetapi waktu di luar jam belajar yang selama ini mungkin mereka manfaatkan buat yang lain, kita masuk di sana,” ujar Supian.
    Supian memaparkan, para peserta akan dilatih kedisiplinan mulai dari bangun tidur, olahraga, makan bersama, hingga istirahat.
    Program ini juga membatasi penggunaan gadget demi memastikan fokus pembinaan.
    “Kita mewajibkan mereka istirahat saat jamnya istirahat dan tidak mengizinkan mereka membawa gadget atau HP,” jelas Supian.
    Supian berharap program ini menjadi titik balik bagi para pelajar untuk menjadi agen perubahan dan berkontribusi bagi masa depan Indonesia.
    “Kita mempunyai harapan yang kuat agar Indonesia Emas terwujud pada 2045. Program ini menjadi salah satu investasi pendidikan buat anak-anak kita,” tutur Supian.
    Meski program ini menuai kritik, Supian menegaskan bahwa pengiriman
    pelajar ke barak militer
    sepenuhnya berdasarkan persetujuan orang tua dan kesiapan anak-anak.
    “Program ini memang benar-benar mendasarkan persetujuan dari orangtua dan kesiapan dari anak-anak,” tegasnya.
    Supian juga mengungkapkan bahwa animo masyarakat sangat tinggi dengan jumlah pendaftar mencapai 378 orang, meski kuota hanya 100 peserta untuk gelombang pertama.
    “Kami akan terus berkomunikasi dengan orangtua yang belum memastikan keikutsertaan anaknya agar proses ini berjalan transparan dan sesuai kehendak bersama,” pungkas Supian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Teknologi AI bisa dimanfaatkan untuk cegah penyebaran konten judol

    Teknologi AI bisa dimanfaatkan untuk cegah penyebaran konten judol

    Ilustrasi – seseorang mengakses situs judi online. ANTARA/Lia Wanadriani Santosa

    Teknologi AI bisa dimanfaatkan untuk cegah penyebaran konten judol
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 01 Juni 2025 – 08:05 WIB

    Elshinta.com – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2017-2022, Susanto mengatakan teknologi kecerdasan buatan/artifisial (AI) dapat dimanfaatkan untuk mencegah penyebaran konten-konten judi daring atau judi online (judol).

    “Era teknologi saat ini, cukup baik jika mampu memanfaatkan AI untuk cegah penyebaran-penyebaran konten-konten judol,” kata dia saat dihubungi di Jakarta, Minggu.

    Susanto yang juga sebagai pengamat pendidikan berpendapat pemerintah perlu membangun sistem dengan mengintegrasikan AI untuk mendeteksi konten-konten judol dan menghapus secara otomatis tanpa harus menunggu pelaporan. Dia mengingatkan judi online adalah musuh bersama. Namun, dia menilai penanggulangannya belum sistemik, sehingga anak-anak bisa menjadi sasaran.

    “Kerentanan cukup tinggi adalah saat anak lekat dengan media digital, namun mereka belum memiliki self resilience (ketahanan diri) dan pada saat yang sama promosi judi masuk ranah daring. Ini sangat berbahaya bagi usia anak,” ujar Susanto.

    Dia berpendapat, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital harus membangun sistem yang punya daya cegah tinggi. Dengan begitu, tak hanya menunggu laporan untuk melakukan blokir.

    “Keterpaparan anak dalam banyak kasus karena seringkali hanya menggunakan pendekatan literasi, namun seharusnya juga melakukan proteksi,” kata dia.

    Adapun bagi anak-anak yang sudah terlanjur mengakses dan bahkan kecanduan judol bisa dilakukan rehabilitasi.

    “Kalau untuk rehabilitasi anak-anak korban judol sebaiknya yang menyediakan layanan rehabilitasi dinas sosial bersama dinas yang memiliki tugas urusan perlindungan anak di tingkat kabupaten/kota,” ujar dia.

    Merujuk data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tahun 2024, sebanyak 1.836 anak usia hingga 17 tahun di DKI Jakarta terlibat dalam judol, dengan nilai transaksi mencapai Rp2,29 miliar. Sementara itu, pada Mei 2025, DKI Jakarta tercatat menjadi salah satu wilayah di Indonesia dengan kasus judol terbanyak, selain Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Timur.

    Sumber : Antara

  • Legislator Soroti Siswa SD di Inhu Diduga Tewas Dibully: Perlu Penanganan Khusus

    Legislator Soroti Siswa SD di Inhu Diduga Tewas Dibully: Perlu Penanganan Khusus

    Jakarta

    Anggota Komisi X DPR Sabam Sinaga menyoroti kasus meninggalnya seorang siswa SD berusia 8 tahun di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, akibat dugaan perundungan atau bullying oleh kakak kelasnya. Ia mendengar korban sering mengalami perundungan karena minoritas suku dan agama.

    “Itu perlu penanganan secara khusus, ya. Dan yang kedua, bahwa isunya bully ini karena berkaitan dengan agama minoritas di sebuah sekolah,” kata Sabam kepada wartawan lewat pesannya, Sabtu (31/5).

    Legislator yang menjabat sebagai Ketua Umum Perkumpulan Kerukunan Umat Pentakosta Indonesia (PERKUPI) ini juga menyoroti kurangnya guru yang mewakili agama minoritas di sekolah-sekolah. “Mungkin saja karena keterbatasan pendidik yang berkaitan dengan agama minoritas, maka anak-anak ini tidak tertangani dengan baik, terutama ketika jam belajar agama,” imbuh dia.

    Ia lantas mengusulkan agar sekolah-sekolah di seluruh Indonesia mengacu pada UUD 1945 Pasal 28 tentang Kebebasan Beragama dengan menyediakan guru-guru dari agama minoritas. Dan hal ini perlu dituangkan dalam RUU Sisdiknas. Sabam menilai dengan kehadiran guru agama di setiap sekolah juga bisa membatasi adanya perundungan karena anak-anak yang saling berbeda keyakinan dilindungi oleh guru.

    “Maka perlu dalam usulan ke depan, bahwa sekolah-sekolah di mana pun di seluruh Indonesia ini merujuk kepada Pasal 28 Kebebasan Beragama, sebaiknya ada juga guru-guru yang minoritas itu ditempatkan,” kata legislator dapil Sumatera Utara II ini.

    Lebih lanjut, Sabam juga menekankan pentingnya peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam melakukan sosialisasi kepada anak-anak dan pendidik agar tidak terjadi lagi perundungan di sekolah. Selain itu, ia menyoroti perlunya kehadiran guru-guru, pimpinan, dan konselor di sekolah untuk menangani anak-anak yang menjadi korban perundungan secara proaktif. Bukan hanya menerima laporan siswa atau orang tua, tetapi mereka harus melihat kondisi faktual sosial anak-anak di sekolah.

    “Dengan hadirnya guru-guru minoritas, sekolah apa pun itu, ya kan? Itu menandakan hadirnya pemerintah, satu. Yang kedua, menandakan bahwa implementasi undang-undang itu terwujud,” lanjutnya.

    Sebelumnya, dilansir detikSumut, Seorang pelajar di Indragiri Hulu, Riau, inisial K (8) diduga meninggal dunia tidak wajar. Orang tua korban yang tak terima atas kematian anaknya melapor ke pihak kepolisian.

    “Jenazah K telah menjalani proses autopsi pada malam tadi. Proses ini dilakukan untuk mengungkap penyebab pasti kematian korban,” kata Kapolres Indragiri Hulu AKBP Fahrian Saleh Siregar, Selasa (27/5).

    Fahrian mengungkap laporan orang tua korban menyebut anaknya dibuli dan mengalami kekerasan fisik. Namun kasus itu masih ditangani oleh Satreskrim Polres Indragiri Hulu.

    “Belum diketahui pasti korban meninggal akibat apa. Tetapi yang jelas kita selidiki laporan orang tua korban yang mengaku anaknya mengalami bullying, ini sejumlah saksi-saksi kami periksa,” tambah Fahrian.

    (maa/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • DPR usul sekolah pekerjakan guru beragama minoritas demi siswa

    DPR usul sekolah pekerjakan guru beragama minoritas demi siswa

    Anggota Komisi X DPR RI Sabam Sinaga (ANTARA/Dokumentasi Pribadi

    DPR usul sekolah pekerjakan guru beragama minoritas demi siswa
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Sabtu, 31 Mei 2025 – 19:47 WIB

    Elshinta.com – Anggota Komisi X DPR RI Sabam Sinaga mengusulkan setiap sekolah memperkerjakan guru dari agama minoritas demi meningkatkan kesetaraan pelayanan terhadap siswa.

    “Sekolah-sekolah di mana pun di seluruh Indonesia ini merujuk pada Pasal 28 kebebasan beragama. Oleh karena itu, sebaiknya ada juga guru-guru yang minoritas itu ditempatkan,” kata Sabam dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu.

    Menurut dia, kehadiran guru dari kalangan agama minoritas di setiap sekolah dapat memberikan banyak manfaat.

    Pertama, kata dia, sekolah dapat memberikan pemahaman kepada murid akan pentingnya menghargai perbedaan agama.

    Dengan demikian, guru di setiap sekolah dapat menghindari perselisihan antarsiswa karena perbedaan agama.

    Kehadiran guru dari kalangan agama minoritas, lanjut Sabam, juga dapat memancing sekolah untuk bertindak adil terhadap siswa dari kalangan agama minoritas.

    Dengan demikian, setiap siswa dari kalangan agama minoritas akan merasakan pelayanan yang sama sehingga tidak merasa berbeda dari teman-teman yang lain.

    Sabam mencontohkan di Papua atau di Manado, mayoritas nonmuslim. Akan tetapi, negara harus menyediakan guru pendidikan agama Islam jika di situ ada siswa beragama Islam.

    “Selama ini mereka di luar kelas atau mengikuti kelas begitu saja,” jelas .

    Guna memastikan seluruh siswa dari kalangan agama mendapatkan pelayanan yang sama, Sabam juga meminta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pemantauan dan sosialisasi di sekolah.

    Sosialisasi di setiap sekolah itu, menurut dia, perlu agar siswa dan sekolah memahami pentingnya saling menjaga dan menghormati antara umat agama.

    Dengan ragam upaya tersebut, Sabam meyakini seluruh siswa dapat menjalankan kegiatan belajar dengan nyaman dan aman di sekolah.

    Sumber : Antara

  • Apresiasi Program Barak Militer Dedi Mulyadi, Kak Seto: Semua Anak Berubah Ingin Jadi TNI
                
                    
                        
                            Denpasar
                        
                        28 Mei 2025

    Apresiasi Program Barak Militer Dedi Mulyadi, Kak Seto: Semua Anak Berubah Ingin Jadi TNI Denpasar 28 Mei 2025

    Apresiasi Program Barak Militer Dedi Mulyadi, Kak Seto: Semua Anak Berubah Ingin Jadi TNI
    Tim Redaksi
    DENPASAR, KOMPAS.com
    – Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi menilai program
    pendidikan berkarakter
    yang digagas Gubernur Jawa Barat,
    Dedi Mulyadi
    , berhasil untuk perkembangan psikologi anak.
    Program tersebut mampu mengubah sikap dan karakter anak. Bahkan, ada anak yang sebelumnya bercita-cita jadi dokter, berubah ingin menjadi anggota TNI.
    “Sekarang tanya kepada anak dan lihat hasilnya, ternyata sangat cocok. Bahkan semua anak yang ingin menjadi dokter,
    lawyer
    , YouTuber berubah kok, ingin jadi anggota TNI. Alasannya apa? Mencintai Tanah Air, disiplin, jadi percaya diri, dan sebagainya,” kata
    Kak Seto
    di Denpasar, Bali, pada Rabu (28/5/2025).
    Ia mengungkapkan, anak-anak yang mengikuti program tersebut banyak yang mengaku senang dan merasa bangga.
    “Kami diizinkan untuk melihat juga dan suara anak juga menyatakan sangat bangga, sangat senang karena hidupnya teratur dan tetap diberikan waktu untuk tetap belajar,” kata dia.
    Meski diklaim sukses, Kak Seto mengatakan program mengirim anak bermasalah ke barak militer tersebut tidak serta-merta bisa diterapkan di provinsi lain.
    Menurutnya, setiap provinsi harus memiliki program tersendiri sesuai karakter kedaerahan setempat. Asalkan, bisa mengatasi persoalan anak bermasalah dan mengubah mereka menjadi lebih baik.
    “Kan ini sudah di semacam
    treatment
    oleh pendidikan nonformal di barak, dan apapun itu mau barak militer. Kalau gubernur DKI kan ke perpustakaan, ke gelanggang olahraga, ke alam bebas, monggo silakan. Pilihan masing-masing dari pemda, tapi arahnya demi kepentingan terbaik anak dan tetap ramah anak. Kami lihat bahwa Kang Dedi Mulyadi sudah cukup bijak, ada melibatkan unsur Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Dinas Perlindungan Anak untuk mengobrol,” kata dia.
    Sebagai informasi, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menjalankan program
    Pendidikan Berkarakter
    Bela Negara dalam rangka mendidik anak-anak “nakal” di Jawa Barat.
    Program tersebut bekerja sama dengan Kodam III Siliwangi.
    Di sisi lain, program ini juga tak luput dari kritik sejumlah pihak.
    Salah satunya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (
    KPAI
    ) yang mendesak Dedi Mulyadi agar menghentikan program pengiriman siswa bermasalah ke barak militer.
    Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menegaskan, penghentian program tersebut harus dilakukan hingga ada evaluasi mengenai pelaksanaan dan dampaknya terhadap anak-anak.
    “Kami sudah menyampaikan hasil pengawasan kemarin kepada pemerintah daerah. Dan hasil pengawasan kita itu pertama agar program ini untuk sementara dihentikan, sampai dilakukan evaluasi terutama terkait regulasi,” ujar Jasra saat dilansir dari
    Kompas.com
    , Senin (26/5/2025).
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Reaksi Dedi Mulyadi Usai Dijuluki Gubernur Lambe Turah

    Reaksi Dedi Mulyadi Usai Dijuluki Gubernur Lambe Turah

    Di sisi lain, Dedi mengucapkan terima kasih atas koreksi, kritik, dan saran dari seluruh pihak. Tak hanya dari Komisi X DPR RI, melainkan pula Komnas HAM dan KPAI.

    ”Termasuk temen-temen di Komisi X, yang biasanya saya dulu pernah jadi wakil ketua Komisi IV DPR RI, kritisnya anggota DPR itu biasanya kepada mitra kerja, kepada kementerian yang menjadi mitra kerja, dan koreksinya biasanya tajam,” ucapnya.

    Menurut Dedi, anggota Komisi X dan wakil ketua komisi saat ini sangat kritis terhadap gubernur Jawa Barat lantaran sudah dianggap sebagai mitra kerja.

    ”Saya lihat temen-temen di Komisi X, pak wakil ketua saya lihat, dan beberapa anggota, sangat kritis terhadap gubernur Jawa Barat. Ya alhamdulilah saya sudah dianggap sebagai mitra kerja Komisi X, dianggap kementerian mungkin saya ini,” tandasnya.

    Penulis: Arby Salim

  • IIFPG ajak atasi bersama kekerasan seksual pada perempuan dan anak

    IIFPG ajak atasi bersama kekerasan seksual pada perempuan dan anak

    “Ini adalah tugas kita bersama, bukan hanya tugas pemerintah ya. Kita juga wajib untuk bergandeng tangan untuk membantu memberantas kekerasan, kekerasan atau kegiatan yang sifatnya mengganggu atau mungkin ya sangat-sangat membutuhkan kepedulian dari

    Jakarta (ANTARA) – Ikatan Istri Fraksi Partai Golkar (IIFPG) mengajak masyarakat untuk turut serta bergerak bersama mengatasi maraknya kekerasan seksual perempuan dan anak yang sudah sangat meresahkan.

    “Ini adalah tugas kita bersama, bukan hanya tugas pemerintah ya. Kita juga wajib untuk bergandeng tangan untuk membantu memberantas kekerasan, kekerasan atau kegiatan yang sifatnya mengganggu atau mungkin ya sangat-sangat membutuhkan kepedulian dari kita semua,” kata Pembina IIFPG Sri Suparni Bahlil di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Selatan, Selasa.

    Hal tersebut disampaikannya dalam talkshow bertajuk ‘Perempuan dan Anak; Ketika Kekerasan Tersembunyi di Balik Sosok Tak Terduga’ yang diselenggarakan oleh IIFPG di Gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta, Selasa.

    Dia mengatakan maraknya kekerasan seksual pada perempuan dan anak marak yang terjadi di Indonesia sangat meresahkan dan banyak kasus kekerasan seksual yang terkuak di media sosial

    “Kita ketahui bersama bahwa fenomena kerasan terhadap perempuan dan anak ini sering terjadi, bahkan setiap detik, setiap menit kita selalu membaca di sosial media,” kata Sri Suparni.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua IIFPG Luluk Maknuniah Sarmuji menyoroti juga maraknya kekerasan seksual pada perempuan dan anak yang dilakukan oleh tokoh agama. Ia menilai bahwa salah satu modal untuk membuat suatu negara maju ialah perempuan dan anak.

    “Kekerasan perempuan itu dilakukan oleh sosok-sosok tidak diduga sebelumnya, dia mampu melakukan itu dengan tingkat pendidikannya dan tingkat keagamaannya. Kalau kita mau membuat suatu negara itu maju modal terbesar suatu negara itu perempuan dan anak,” ujar Luluk.

    Ia menegaskan bahwa banyak kasus kekerasan seksual perempuan dan anak yang tidak terlihat di mata masyarakat. Karena, menurutnya para korban kekerasan itu belum ada keberanian untuk speak up.

    “Kekerasan berbasis gender masih terjadi. Karena ternyata ada banyak sekali kasus yang tidak terblow up sama media. Terutama korbannya langsung belum ada keberanian dan belum speak up,” ujar dia.

    Juga dalam kesempatan yang sama Psikolog Ratih Ibrahim mengatakan bahwa kekerasan dalam bentuk apapun tidak dapat ditoleransi. Ia menekankan bahwa, kekerasan tidak hanya berbentuk fisik tetapi juga verbal.

    Pelaku kekerasan menurut data yang dia dapatkan, ternyata tidak terbatas gender, usia, status sosial dan ekonomi, pekerjaan, dan lain-lain.

    “Pelaku bisa merupakan sosok panutan, seperti dokter, guru, kepala sekolah, guru agama, guru mengaji,” katanya.

    Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita menjelaskan bahwa setiap jam, ada dua anak mengalami kekerasan.

    “Jadi kita berada di sini dua jam sudah ada 4 anak yang mengalami kekerasan. Berusia 13-17 tahun,” kata Dian.

    Dian mengingatkan juga, keterbatasan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak di daerah menyebabkan banyak anak korban kekerasan tidak mendapatkan perlindungan, termasuk ketiadaan rumah aman.

    Anggota Komisi VIII DPR RI Atalia Praratya menjelaskan kasus kekerasan seksual perempuan dan anak sangat marak di wilayah dapilnya yaitu di Jawa Barat.

    Ia menyinggung soal kasus pelecehan yang dilakukan oleh anggota Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

    “Saya merasa bahwa hari ini kita tidak boleh diam, kita harus bersama-sama karena kita tahu secara regulasi, pemerintah ini sudah mendorong, termasuk DPR ini mendorong terkait dengan hadirnya Undang-Undang, dari mulai Undang-Undang KDRT,” kata Atalia.

    Ia meminta agar pemerintah gencar menyosialisasikan undang-undang tersebut kepada masyarakat banyak guna mencegah kekerasan seksual perempuan dan anak terjadi lagi.

    “Saya kira bagaimana pemerintah membuat Undang-Undang ini perlu untuk disosialisasikan Karena ternyata tidak banyak yang mengetahui berkait dengan hadirnya Undang-Undang ini tentu perlu ada turunannya dan perlu diperkuat dengan perpres dan lain sebagainya,” kata Atalia.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gubernur Lemhannas sebut pendidikan militer bukan untuk anak nakal

    Gubernur Lemhannas sebut pendidikan militer bukan untuk anak nakal

    “Jangan sampai terstigma bahwa kalau orang nakal dimasukkan ke barak militer,”

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Ace Hasan Syadzily menyebutkan pendidikan militer bukan untuk anak-anak yang nakal, melainkan orang-orang terpilih dan terbaik.

    Hal tersebut menanggapi wacana pengkajian gagasan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi untuk membina siswa bermasalah melalui program pembinaan di barak militer.

    “Jangan sampai terstigma bahwa kalau orang nakal dimasukkan ke barak militer,” ujar Ace dalam konferensi pers acara Syukuran dan Orasi Kebangsaan HUT Ke-60 Lemhannas RI di Jakarta, Selasa.

    Menurut dia selain membentuk kedisiplinan dan patriotisme, kewibawaan pendidikan militer harus dijaga sebagai pendidikan yang diarahkan untuk aspek akademis, emosional, serta kepemimpinan, yang harus dibentuk berdasarkan proses sesuai dengan tumbuh kembang anak.

    Pasalnya, sambung dia, perilaku seorang anak pasti dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan sosial, lingkungan keluarga, maupun lingkungan hak asuh yang diberikan oleh orang tuanya.

    Maka dari itu terkait rencana pengkajian membina siswa bermasalah melalui program pembinaan di barak militer, Ace berharap pengkajian bisa dilihat dalam perspektif yang komprehensif dan holistik.

    Dikatakan bahwa perspektif dimaksud, yakni dengan melihat bahwa pembinaan anak-anak yang bermasalah secara perilaku harus dilihat secara utuh.

    “Tidak boleh misalnya setiap ada orang atau anak-anak yang bermasalah langsung dimasukkan ke militer,” tuturnya.

    Daripada memasukkan anak nakal ke barak militer, Ace menyarankan bahwa sebaiknya terdapat institusi lain yang bisa dijadikan tempat untuk memperbaiki perilaku anak tersebut.

    Ia menjelaskan bahwa Indonesia sebenarnya sudah memiliki institusi dimaksud, seperti lembaga pendidikan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA), dan lain sebagainya.

    Sebelumnya, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyatakan pemerintah akan mengkaji gagasan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi untuk membina siswa bermasalah melalui program pembinaan di barak militer.

    Hasan menekankan selama program tersebut tidak melanggar aturan dan hak-hak anak, serta mendapat persetujuan orang tua, maka pembinaan semacam itu dapat dipertimbangkan.

    “Jadi sepanjang tidak melanggar hal-hal yang prinsipil, sepanjang tidak melanggar hal-hal yang prinsipil. Tapi pemerintah akan periksa, akan kaji ini. Kebijakan-kebijakan yang baru, kebijakan-kebijakan yang berupa inisiatif tentu akan dibahas nanti di pemerintah,” ucap Hasan di Jakarta, Sabtu (10/5).

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.