196 Anak Ditangkap saat Demo, KPAI: Alasan Ikut Diajak Teman dan Terpengaruh Medsos
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sylvana Maria Apituley, menyampaikan, alasan pelajar ikut demonstrasi di DPR adalah karena ajakan teman dan terpengaruh media sosial.
Hal ini diketahui Sylvana usai mendampingi ratusan anak di bawah umur yang ditangkap aparat kepolisian Polda Metro Jaya saat mengikuti demonstrasi di area Gedung DPR/MPR RI, Senin (25/8/2025).
“Beberapa anak menyatakan alasan ikut aksi karena diajak teman, kakak kelas, serta info dan ajakan di media sosial TikTok,” ucap Sylvana kepada Kompas.com saat dikonfirmasi, Rabu (27/8/2025).
Sylvana menyampaikan, data dari Polda Metro Jaya (PMJ) mencatat ada 196 anak laki-laki yang diamankan selama kurang lebih 20 jam di PMJ.
KPAI berkoordinasi dengan PMJ dan mengawasi langsung situasi anak-anak selama di aula gedung Reskrimum PMJ hingga dikembalikan kepada orangtuanya.
“Usia anak-anak antara 12 hingga 17 tahun, berasal dari wilayah Jakarta, Tangerang-Banten, dan Bekasi-Jawa Barat,” ujarnya.
Kepada Sylvana, ratusan pelajar itu mengakui bahwa mereka ikut aksi demonstrasi untuk menolak kenaikan gaji/tunjangan DPR.
“Sebagian besar hanya menyebutkan secara singkat tentang tujuan keikutsertaannya dalam aksi, yaitu menolak kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR-RI,” tuturnya.
Sylvana mengatakan, ada pelajar yang bersaksi bahwa ia dan dua temannya ikut diamankan oleh aparat meski tidak ikut demo.
“Mereka ikut diamankan dan menanggung risiko kelelahan selama di PMJ, padahal mereka hanya kebetulan berada di lokasi dan tidak bermaksud ikut aksi,” ucapnya.
Selain itu, kata Sylvana, lima anak menyatakan bahwa ia dan temannya mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum, yang berdampak luka di tubuh dan benjol di kepala.
KPAI mencatat bahwa selama di PMJ, anak-anak tidak didampingi oleh siapapun, yang diwajibkan sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
“Ini diakui oleh pihak PMJ dengan alasan karena anak-anak yang diamankan tidak diperiksa dan di-BAP, melainkan hanya diminta bercerita secara lisan dan tertulis pengalamannya dalam melakukan aksi,” ucapnya.
Karena itu, KPAI berkoordinasi dengan Dinas PPAPP Jakarta agar segera memberi layanan bantuan psikososial singkat bagi anak-anak.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: KPAI
-

KPAI awasi pemeriksaan ratusan anak yang ditangkap dalam aksi di DPR
Sejumlah pengunjuk rasa membawa bambu saat melakukan aksi di Jalan Letjend S Parman, depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/8/2025). (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/rwa/pri.)
KPAI awasi pemeriksaan ratusan anak yang ditangkap dalam aksi di DPR
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Selasa, 26 Agustus 2025 – 15:32 WIBElshinta.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengawasi proses pemeriksaan oleh Polda Metro Jaya terhadap ratusan anak yang terlibat unjuk rasa depan Gedung DPR/MPR/DPD RI.
Komisioner KPAI Sylvana Maria menyebutkan, pihaknya berkoordinasi dengan pihak Kepolisian serta Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta dalam pengawasan tersebut.
“Kami melakukan pengawasan lewat kordinasi dengan polisi, Dinas PPAPP dan bicara langsung dengan anak-anak yang diamankan,” kata Sylvana saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Pihaknya hendak memastikan hak anak-anak yang diamankan pihak Kepolisian itu terpenuhi.
“Dari KPAI pasti (menjamin pemenuhan hak anak). Saya sudah di Polda Metro Jaya dari jam 07.30 WIB sampai sekarang. Menunggu tunggu anak-anak yang sedang digali informasi pendalaman oleh polisi,” kata dia.
Informasi sementara, kata Sylvana, ada sebanyak 203 anak yang diamankan pihak Kepolisian dalam aksi depan Gedung Parlemen pada Senin (25/8) malam.
“Menurut info 203 anak. Tapi angka pastinya saya sedang tunggu info resmi polisi,” katanya.
Demo pada 25 Agustus yang dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat di depan Gedung DPR/MPR/DPD RI tanpa mobil komando maupun koordinator lapangan, bahkan pada aksi itu sejumlah pelajar ikut bergabung.
Pantauan di lokasi, sejumlah anak sekolah yang mengenakan pakaian putih abu-abu ikut masuk ke lokasi aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR/DPD RI pada Senin.
Padahal sebelumnya petugas Kepolisian sudah menghalau agar para siswa tidak masuk dengan tidak memberikan izin kepada mereka.
Mengetahui adanya haluan dari petugas, sejumlah massa yang berkumpul di depan Gedung DPR/MPR/DPD RI kemudian menjemput para pelajar agar bisa masuk ke lokasi demo.
Sumber : Antara
-

Orang tua tuntut Polisi bebaskan ratusan anak imbas demo di DPR
Sejumlah orang tua menuntut Polisi agar membebaskan anak mereka yang ditangkap saat demo di depan gedung DPR/MPR RI (25/8), Selasa (26/8/2025). ANTARA/Risky Syukur
Orang tua tuntut Polisi bebaskan ratusan anak imbas demo di DPR
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Selasa, 26 Agustus 2025 – 16:43 WIBElshinta.com – Sejumlah orang tua mununtut Polisi untuk membebaskan ratusan anak karena ditangkap saat demo di depan gedung DPR/MPR RI pada Senin (25/8).
Tampak di lokasi pada pukul 13.00 WIB, para orang tua menunggu di depan gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Selasa.
Mereka menuntut agar anaknya segera dibebaskan, namun mereka hanya bisa menunggu lantaran anak-anaknya masih diperiksa polisi.
Beberapa dari mereka terlihat gelisah sambil berbincang dengan sesama orang tua. Selain itu, ada juga yang mondar-mandir sambil menelepon keluarga.
Pada pukul 14.00 WIB, mereka merapat ke depan gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya bersama pers sambil menunggu waktu pembebasan anaknya.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengawasi proses pemeriksaan ratusan anak itu di Polda Metro Jaya.
Komisioner KPAI Sylvana Maria menyebutkan, pihaknya berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya serta Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta.
“Kami melakukan pengawasan lewat kordinasi dengan polisi, Dinas PPAPP dan bicara langsung dengan anak-anak itu,” kata Sylvana.
Pihaknya hendak memastikan hak mereka itu tetap terpenuhi.
“Dari KPAI pasti (menjamin pemenuhan hak anak). Saya sudah di Polda Metro Jaya dari tadi pagi jam 07.30 WIB sampai sekarang. Menunggu anak-anak yang sedang digali informasinya, pendalaman oleh polisi,” kata dia.
Informasi sementara, kata Sylvana, ada sebanyak 203 anak yang ditangkap petugas saat demo di depan DPR semalam (25/8).”Tapi angka pastinya, saya sedang tunggu info resmi polisi,” kata Sylvana.
Sumber : Antara
-

KPAI desak polisi usut potensi anak lain yang dijadikan LC di Jakbar
Ilustrasi-kekerasan seksual anak. (ANTARA/HO)
KPAI desak polisi usut potensi anak lain yang dijadikan LC di Jakbar
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Senin, 11 Agustus 2025 – 16:38 WIBElshinta.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pihak kepolisian untuk mengusut adanya potensi anak lain yang menjadi korban ekploitasi seksual dengan menjadi pemandu lagu atau Lady Companion (LC) hingga hamil di tempat hiburan malam di Jakarta Barat.
“Saya meyakini lebih dari satu (korban) kalau kita mau melihat tren dari situasi yang hampir sama. Ini juga PR (pekerjaan rumah) bagi para penegak hukum,” kata Ketua KPAI Ai Maryati ketika dikonfirmasi di Jakarta, Senin, menanggapi adanya kasus anak di bawah umur berinisial SHM (15) yang dipekerjakan sebagai LC di salah satu bar karaoke di Jakarta Barat hingga hamil lima bulan.
Dia pun tidak menyangkal bahwa Jakarta adalah sentra hiburan, termasuk hiburan malam, namun mempekerjakan anak di bawah umur hingga anak itu hamil adalah perbuatan pidana, sehingga harus diusut tuntas.
“Iya, artinya kan kita tidak bisa menutup mata Jakarta ini sentra hiburan, pariwisata, hiburan malam lah kalau boleh saya sebutkan. Tetapi ya harus mematuhi aturan dong. Tidak boleh mempekerjakan anak dalam bentuk pekerjaan terburuk, ini jelas pidana, ada eksploitasi seksual,” ujar Maryati.
Pihaknya pun tidak menoleransi alibi bahwa anak bersangkutan mencari pekerjaan sehingga melegitimasi perbuatan para pelaku.
“Jadi harus terperiksa sepenuhnya. Kalau tidak, saya kira jadi alibi bahwa misalnya anak ini kan yang mau kerja, anak ini yang cari kerja dan lain sebagainya. Padahal, sebetulnya bisa dicegah dan tidak boleh memang upaya-upaya mempekerjakan anak di bawah umur di tempat-tempat seperti itu,” katanya.
Sebelumnya, Sub Direktorat Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkap kasus eksploitasi seksual anak yang terjadi di Jakarta Barat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary menjelaskan pengungkapan kasus tersebut berdasarkan Laporan Polisi Nomor:LP/B/2248/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA, Tanggal 3 April 2025.
“Kasus berawal saat korban berinisial SHM (15) mendapat tawaran pekerjaan melalui Facebook sebagai pemandu karaoke dengan bayaran Rp125 ribu per jam di sebuah Bar di wilayah Jakarta Barat yang bernama Bar Starmoon,” kata Ade Ary dalam keterangannya, Jumat (8/8).
Setelah mulai bekerja sebagai pemandu lagu ternyata korban juga diminta untuk melayani beberapa pria untuk melakukan hubungan seksual dengan upah bayaran Rp175 ribu – Rp225 ribu.
“Kemudian orang tua SHM membuat laporan ke polisi setelah mengetahui anaknya hamil 5 bulan setelah bekerja di bar tersebut,” kata Ade Ary.
Atas dasar laporan tersebut polisi berhasil mengamankan 10 orang yang mengetahui peristiwa tersebut Pada Senin (28/7).
Ade Ary menjelaskan 10 orang tersebut yaitu TY dan RH berperan sebagai penampung, VFO berperan sebagai perantara dan perekrutan, FW, EH, NR berperan sebagai marketing atau biasa disebut mami, SS berperan sebagai akunting Bar Starmoon, OJN sebagai pemilik Bar Starmoon, HAR berperan sebagai mengantar jemput anak korban dan RH sebagai perekrut anak korban.
“Masih ada dua tersangka lagi yaitu Z yang berperan merekrut anak korban dan FS berperan mengantar jemput anak korban, keduanya berstatus DPO,” katanya.
Sedangkan barang bukti yang berhasil diamankan yaitu Kartu Keluarga, Ijazah SD dan surat keterangan lahir atas nama SHH, Ijazah SD anak korban SHM, hasil visum Et Repertum RS Polri, Fotocopy KTP palsu anak korban, ponsel anak korban, buku absen LC dan data pengeluaran.
Untuk para tersangka dijerat dengan Pasal 76D Jo Pasal 81 dan atau Pasal 76E Jo Pasal 82 dan atau Pasal 76 I Jo Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kemudian Pasal 12 dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
“Dengan ancaman pidana maksimal Rp5 miliar dan penjara paling lama 15 tahun,” kata Ade Ary.
Sumber : Antara
-

KPAI desak polisi usut potensi anak lain yang dijadikan LC di Jakbar
Ilustrasi-kekerasan seksual anak. (ANTARA/HO)
KPAI desak polisi usut potensi anak lain yang dijadikan LC di Jakbar
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Senin, 11 Agustus 2025 – 16:38 WIBElshinta.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pihak kepolisian untuk mengusut adanya potensi anak lain yang menjadi korban ekploitasi seksual dengan menjadi pemandu lagu atau Lady Companion (LC) hingga hamil di tempat hiburan malam di Jakarta Barat.
“Saya meyakini lebih dari satu (korban) kalau kita mau melihat tren dari situasi yang hampir sama. Ini juga PR (pekerjaan rumah) bagi para penegak hukum,” kata Ketua KPAI Ai Maryati ketika dikonfirmasi di Jakarta, Senin, menanggapi adanya kasus anak di bawah umur berinisial SHM (15) yang dipekerjakan sebagai LC di salah satu bar karaoke di Jakarta Barat hingga hamil lima bulan.
Dia pun tidak menyangkal bahwa Jakarta adalah sentra hiburan, termasuk hiburan malam, namun mempekerjakan anak di bawah umur hingga anak itu hamil adalah perbuatan pidana, sehingga harus diusut tuntas.
“Iya, artinya kan kita tidak bisa menutup mata Jakarta ini sentra hiburan, pariwisata, hiburan malam lah kalau boleh saya sebutkan. Tetapi ya harus mematuhi aturan dong. Tidak boleh mempekerjakan anak dalam bentuk pekerjaan terburuk, ini jelas pidana, ada eksploitasi seksual,” ujar Maryati.
Pihaknya pun tidak menoleransi alibi bahwa anak bersangkutan mencari pekerjaan sehingga melegitimasi perbuatan para pelaku.
“Jadi harus terperiksa sepenuhnya. Kalau tidak, saya kira jadi alibi bahwa misalnya anak ini kan yang mau kerja, anak ini yang cari kerja dan lain sebagainya. Padahal, sebetulnya bisa dicegah dan tidak boleh memang upaya-upaya mempekerjakan anak di bawah umur di tempat-tempat seperti itu,” katanya.
Sebelumnya, Sub Direktorat Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkap kasus eksploitasi seksual anak yang terjadi di Jakarta Barat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary menjelaskan pengungkapan kasus tersebut berdasarkan Laporan Polisi Nomor:LP/B/2248/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA, Tanggal 3 April 2025.
“Kasus berawal saat korban berinisial SHM (15) mendapat tawaran pekerjaan melalui Facebook sebagai pemandu karaoke dengan bayaran Rp125 ribu per jam di sebuah Bar di wilayah Jakarta Barat yang bernama Bar Starmoon,” kata Ade Ary dalam keterangannya, Jumat (8/8).
Setelah mulai bekerja sebagai pemandu lagu ternyata korban juga diminta untuk melayani beberapa pria untuk melakukan hubungan seksual dengan upah bayaran Rp175 ribu – Rp225 ribu.
“Kemudian orang tua SHM membuat laporan ke polisi setelah mengetahui anaknya hamil 5 bulan setelah bekerja di bar tersebut,” kata Ade Ary.
Atas dasar laporan tersebut polisi berhasil mengamankan 10 orang yang mengetahui peristiwa tersebut Pada Senin (28/7).
Ade Ary menjelaskan 10 orang tersebut yaitu TY dan RH berperan sebagai penampung, VFO berperan sebagai perantara dan perekrutan, FW, EH, NR berperan sebagai marketing atau biasa disebut mami, SS berperan sebagai akunting Bar Starmoon, OJN sebagai pemilik Bar Starmoon, HAR berperan sebagai mengantar jemput anak korban dan RH sebagai perekrut anak korban.
“Masih ada dua tersangka lagi yaitu Z yang berperan merekrut anak korban dan FS berperan mengantar jemput anak korban, keduanya berstatus DPO,” katanya.
Sedangkan barang bukti yang berhasil diamankan yaitu Kartu Keluarga, Ijazah SD dan surat keterangan lahir atas nama SHH, Ijazah SD anak korban SHM, hasil visum Et Repertum RS Polri, Fotocopy KTP palsu anak korban, ponsel anak korban, buku absen LC dan data pengeluaran.
Untuk para tersangka dijerat dengan Pasal 76D Jo Pasal 81 dan atau Pasal 76E Jo Pasal 82 dan atau Pasal 76 I Jo Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kemudian Pasal 12 dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
“Dengan ancaman pidana maksimal Rp5 miliar dan penjara paling lama 15 tahun,” kata Ade Ary.
Sumber : Antara
-

KPAI minta pemerintah blokir gim Roblox jika terbukti langgar UU
Ilustrasi game di dalam Roblox. ANTARA/HO-Roblox.
KPAI minta pemerintah blokir gim Roblox jika terbukti langgar UU
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Senin, 11 Agustus 2025 – 17:05 WIBElshinta.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah blokir gim daring Roblox jika terbukti melanggar undang-undang (UU) hak anak sesuai dengan UU No.1 Tahun 2024 tentang ITE.
“Pemerintah punya wewenang atau mandat untuk memblokir atau memutus akses gim online Roblox jika pengelola gim tersebut terbukti melanggar undang-undang sebagai penyelenggaraan sistem elektronik (PSE),” kata Komisioner KPAI Pengampu Subklaster Anak Korban Pornografi dan Cyber, Kawiyan di Jakarta, Senin.
Kawiyan menjelaskan setiap platform digital atau sistem elektronik (PSE) termasuk gim Roblox, punya kewajiban untuk memberikan pelindungan kepada anak yang mengakses atau menggunakan produk, fitur atau layanan PSE.
Kewajiban tersebut tertuang dalam Pasal 16A UU No. 1 Tahun 2024 tentang ITE.
Keempat ayat dalam Pasal 16A tersebut masing-masing berbunyi: Ayat 1 “Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memberikan pelindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses Sistem Elektronik, dan Ayat 2 berbunyi “Pelindungan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai produk, layanan, dan fitur yang dikembangkan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik.”
“Ayat 3 berbunyi ‘Dalam memberikan produk, layanan, dan fitur bagi Anak, Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menerapkan sistem teknologi dan langkah teknis operasional untuk memberikan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari tahap pengembangan sampai tahap Penyelenggaraan Sistem Elektronik’,” ucapnya.
Kemudian, ayat 4 berbunyi “Dalam memberikan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggaraan Sistem Elektronik wajib menyediakan: a. Informasi mengenai batasan minimum usia anak yang dapat menggunakan produk dan layanannya; b. Mekanisme verifikasi pengguna anak; dan c. mekanisme pelaporan penyalahgunaan produk, layanan, dan fitur yang melanggar atau berpotensi melanggar hak anak.”
Dengan demikian, menurut dia jika ada PSE yang benar-benar melakukan pelanggaran dengan mengabaikan Pasal 16A dan berakibat pada terlanggarnya hak-hak anak dan menjadikan anak sebagai korban (kekerasan, adiksi atau kecanduan, perjudian online, pornografi, eksploitasi online, dan sebagainya), maka pemerintah dapat memblokir atau memutus akses secara permanen PSE tersebut.
“Kalau Roblox juga melanggar ketentuan tersebut, pemerintah harus memblokirnya,” ucap Kawiyan.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti juga melarang anak-anak bermain Roblox karena dinilai mengandung unsur kekerasan.
Menurutnya, anak-anak cenderung meniru adegan dalam gim, termasuk kekerasan yang mereka anggap hal biasa.
Mu’ti juga menilai kecanduan bermain gim menurunkan aktivitas fisik serta mempengaruhi perkembangan motorik dan emosional. Ia mendorong orangtua mengarahkan anak ke konten edukatif.
Sumber : Antara
/data/photo/2025/08/25/68ac1fed619fa.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



