Kementrian Lembaga: Kompolnas

  • Wacana Polri Kembali di Bawah TNI, Direktur PUSAKA: Ancaman Demokrasi Indonesia

    Wacana Polri Kembali di Bawah TNI, Direktur PUSAKA: Ancaman Demokrasi Indonesia

    Jakatrta (beritajatim.com)– Wacana yang diusung oleh sejumlah tokoh PDIP mengenai kembalinya Polri di bawah kendali TNI memicu kontroversi. Tuduhan Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus, bahwa Polri terlibat dalam memenangkan calon kepala daerah di Pilkada 2024 semakin memperkeruh suasana. Ia bahkan menyebut institusi kepolisian sebagai “Partai Cokelat”.

    Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menuduh adanya penyalahgunaan wewenang oleh Polri dalam Pilkada Serentak 2024. Namun, tudingan ini menuai respons kritis dari berbagai pihak.

    Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Analisa Keamanan Indonesia (PUSAKA), Adhe Nuansa Wibisono, Ph.D, menyatakan keraguannya terhadap klaim tersebut.

    Menurutnya, wacana ini merupakan langkah mundur yang dapat melemahkan demokrasi Indonesia. “Sejak reformasi 1998, Polri telah dipisahkan dari TNI melalui TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemisahan ini bertujuan untuk memastikan Polri berfungsi sebagai institusi sipil yang independen,” jelas Wibisono, Senin (02/12/2024).

    Reformasi 1998 dan Ancaman Langkah Mundur

    Adhe Wibisono menegaskan bahwa penggabungan kembali Polri di bawah TNI bertentangan dengan semangat reformasi 1998. “Kembalinya Polri di bawah TNI akan menjadi langkah mundur yang membahayakan demokrasi dan penegakan hukum berbasis hak asasi manusia,” tambahnya.

    Menurut Wibisono, tudingan PDIP terhadap Polri terkait Pilkada 2024 harus dihadapi dengan pembuktian faktual. “Istilah ‘Partai Cokelat’ yang disematkan kepada Polri memerlukan klarifikasi dan bukti yang konkret. Pengawasan terhadap Polri sudah diatur melalui mekanisme internal Propam dan eksternal Kompolnas, sehingga tidak ada urgensi untuk menempatkan Polri di bawah TNI,” tegasnya.

    Prinsip Hukum dan Implikasi Demokrasi

    Lebih lanjut, Wibisono mengingatkan PDIP akan prinsip hukum “actori incumbit probatio” atau “siapa yang mendalilkan, dia yang harus membuktikan”. Ia menilai bahwa tudingan tanpa bukti dapat merugikan institusi Polri secara serius. “Jika tuduhan ini tidak dapat dibuktikan, maka PDIP berisiko menghadapi konsekuensi hukum karena telah mencemarkan nama baik institusi kepolisian,” ujar alumnus FISIP Universitas Indonesia itu.

    Risiko Paradigma Keamanan yang Represif

    Wibisono juga mengkhawatirkan dampak dari subordinasi Polri di bawah TNI. “TNI memiliki fungsi utama menjaga pertahanan negara, sedangkan Polri bertugas dalam penegakan hukum dan keamanan domestik. Jika Polri berada di bawah TNI, ada risiko terjadinya distorsi fungsi sipil yang berpotensi mengarah pada pendekatan keamanan yang represif, seperti yang terjadi pada era Orde Baru,” jelasnya.

    Menurutnya, langkah ini tidak hanya berdampak pada demokrasi domestik tetapi juga dapat merusak reputasi Indonesia di mata internasional. “Mengembalikan Polri di bawah TNI akan menciptakan preseden buruk bagi institusi demokrasi Indonesia. Dunia internasional akan meragukan komitmen Indonesia terhadap demokrasi jika wacana ini diterapkan,” tutup Wibisono.

    Wacana penggabungan Polri di bawah TNI dinilai bertentangan dengan prinsip reformasi dan berpotensi melemahkan demokrasi Indonesia.

    PDIP diharapkan memberikan bukti konkret atas tuduhannya terhadap Polri dan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap institusi demokrasi dan kepercayaan publik. (ted)

  • Awas Yang Mau Nangkap Saya Tembak!

    Awas Yang Mau Nangkap Saya Tembak!

    GELORA.CO – Tersangka kasus polisi tembak polisi di Mapolres Solok Selatan, Sumatera Barat, AKP Dadang Iskandar sempat bersikap beringas dengan mengancam menembak siapa pun yang akan menangkap dirinya.

    Setelah menembak Kasat Reskrim Solok Selatan, AKP Ulil Ryanto Anshari di Mapores Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar mengatakan akan ‘memakan’ siapa pun yang berani menangkapnya.

    “Mau apa kamu? saya makan kau!” kata Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar.

    Bahkan menurut Ketua Harian Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Arief Wicaksono, AKP Dadang Iskandar juga mengancam akan menembak anggota polisi lain, Dadang sempat mengatakan “Awas kalau ada yang mau menangkap saya, saya tembak!”

    Bahkan keberingasan AKP Dadang Iskandar tak berhenti sampai di situ, Kabag Ops Polres Solok Selatan itu juga menembak rumah Kapolres Solok Selatan AKBP Arief Mukti, usai menghabisi nyawa Kasat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Ulil Ryanto Anshari.

    Dirreskrimum Polda Sumbar Kombes Andry Kurniawan di Mapolda Sumbar pada sabtu 23 November 2024 mengatakan, pihaknya mendapati 7 selongsong peluru di sekitar rumah Kapolres berdasarkan hasil olah TKP.

    Pada saat kejadian, Kapolres Solok Selatan AKBP Arief Mukti bersama keluarga sedang ada di rumah, beruntung kejadian tersebut tidak ada korban jiwa.

    “Pak Kapolres ada di dalam rumah. (Apakah) tujuannya memang menghabisi Kapolres? Itu yang sedang kita lakukan pendalaman terhadap tersangka. Tapi dari hasil olah TKP penembakan memang satu arah,” ucap Dirreskrimum Polda Sumbar Kombes Andry Kurniawan dikutip tvOne.

    Kemudian pada saat pemeriksaan, AKP Dadang Iskandar menjadi sorotan lantaran diperlakukan istimewa dengan bebas merokok dan tidak diborgol.

    Ketua Harian Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Arief Wicaksono mengatakan, hal itu merupakan bagian dari strategi.

    “Kalau untuk diberi kesempatan merokok, itu agar semuanya keluar apa yang mau disampaikan, supaya dia rileks. Atau ini juga semacam strategi,” ujar Arief.

    Sebelumnya diberitakan, Kapolda Sumatera Barat, Irjen Suharyono menduga peristiwa itu ada kaitan tentang beking tambang ilegal. Ia menyebut bahwa Polres Solok Selatan memang sedang menangani tentang kasus tambang ilegal galian C.

    Peristiwa bermula ketika Satreskrim Polres Solok Selatan menangkap pelaku tambang ilegal. Saat pemeriksaan berlangsung di ruang Reskrim Polres Solok Selatan, aparat mendengar suara tembakan dari luar.

    “Sebelum peristiwa terjadi, salah satu anggota Polres sedang melakukan pendekatan hukum terhadap pekerjaan tambang diduga ilegal jenisnya galian C di Solok Selatan. Saat pelaksanaan tanpa diduga seorang perwira yang juga sebagai tersangka, oknum anggota kami pada posisi kontra pada penegakan hukum,” ujar Suharyono.

    Ketika petugas mendatangi lokasi parkiran, mereka menemukan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan terkapar terkena tembakan, di tempat kejadian juga terlihat mobil dinas Kabag Ops Polres Solok Selatan  AKP Dadang Iskandar bergerak meninggalkan lokasi.

  • Tak Setuju jika Polri Berada di Bawah TNI, Kompolnas: Bertentangan dengan Cita-cita Reformasi

    Tak Setuju jika Polri Berada di Bawah TNI, Kompolnas: Bertentangan dengan Cita-cita Reformasi

    Tak Setuju jika Polri Berada di Bawah TNI, Kompolnas: Bertentangan dengan Cita-cita Reformasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisioner Komisi Nasional Kepolisian (
    Kompolnas
    ), Choirul Anam, menyatakan tak setuju terhadap gagasan menempatkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah Tentara Nasional Indonesia (TNI).
    Menurutnya, gagasan tersebut bertentangan dengan semangat reformasi dan melupakan sejarah kelam masa lalu.
    “Salah satu hasil penting dari reformasi adalah pemisahan antara lembaga yang bertanggung jawab atas pertahanan dan lembaga yang mengelola keamanan dalam negeri serta penegakan hukum,” ujarnya kepada
    Kompas.com
    , Jumat (29/11/2024).
    “TNI fokus pada ancaman eksternal, sedangkan Polri bertanggung jawab pada keamanan domestik. Maka, ada pemisahan yang jelas antara keduanya,” tambah Anam.
    Dia menegaskan bahwa wacana untuk mengembalikan Polri di bawah TNI merupakan langkah mundur yang mengkhianati agenda reformasi.
    “Kita punya sejarah panjang dan kelam terkait hal ini di masa Orde Baru. Reformasi lahir untuk mengatasi itu. Jadi, jika ada gagasan seperti ini, menghianati cita-cita reformasi,” tegasnya.
    Anam juga menyoroti pentingnya menjaga profesionalisme, baik di tubuh TNI maupun Polri, sebagai bagian dari kedewasaan negara.
    Dia bilang, profesionalitas masing-masing institusi adalah fondasi untuk melayani masyarakat dengan baik dan menjaga stabilitas negara.
    “Memastikan profesionalisme di tubuh TNI dan Polri adalah pekerjaan besar yang menjadi tanggung jawab kita bersama,” jelasnya.
    “Itu adalah kepentingan seluruh bangsa, bukan hanya institusi terkait. Ada banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan untuk memastikan keduanya semakin profesional,” lanjut dia.
    Anam juga mengakui bahwa meskipun tantangan masih ada, kemajuan dalam meningkatkan profesionalisme TNI dan Polri terus terlihat.
    Hal ini, menurutnya, menjadi landasan bagi keyakinan bahwa pemisahan fungsi antara kedua lembaga harus tetap dipertahankan.
    “Jika ide untuk menempatkan Polri di bawah TNI kembali diusulkan, itu sama saja mengabaikan agenda reformasi yang telah dicapai,” ujarnya.
    “Langkah kita ke depan adalah memperkuat profesionalisme masing-masing institusi, bukan malah mencampuradukkan fungsi dan wewenang,” tegas dia.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5 Fakta Firli Bahuri Batal Penuhi Panggilan Pemeriksaan terkait Kasus Dugaan Pemerasan – Page 3

    5 Fakta Firli Bahuri Batal Penuhi Panggilan Pemeriksaan terkait Kasus Dugaan Pemerasan – Page 3

    Selain itu, Ian juga melayangkan surat kepada Kapolri hingga Kompolnas untuk meminta kasus yang menimpa kliennya dihentikan.

    Menurut dia, tuduhan-tuduhan yang dialamatkan pada akliennya tidak terbukti. Terlihat dari berkas perkara yang berulang kali dibolak-balik dari Kejaksaan ke kepolisian.

    “Pada hari ini kami sudah membuat surat kepada Kapolri, kepada Kompolnas, kepada Kapolda langsung untuk menghentikan perkara Pak Firli. Dengan cara apa? Pihak penyidik Polda Metro wajib untuk mengeluarkan SP3,” kata Penasihat Hukum Firli Bahuri, Ian Iskandar kepada wartawan, Kamis (28/11/2024).

    Ian mendesak kepolisian menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3. Bukan tanpa alasan Dia kemudian mengutip bunyi pada Pasal 109 ayat (2) KUHAP

    “Pasal 109 ayat 2 secara jelas apabila tidak ditemukan alat bukti, ya baik berupa alat bukti material atau yang lain, maka wajib untuk dilakukan SP3,” ujar dia.

  • Lemkapi sebut pemecatan AKP Dadang bentuk ketegasan Polri

    Lemkapi sebut pemecatan AKP Dadang bentuk ketegasan Polri

    Selain memproses pidana dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati, Polri juga menggelar sidang pelanggaran etika dan kode etik profesi di Mabes Polri

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) menyebut pemecatan Kepala Bagian (Kabag) Operasi Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar sebagai anggota Polri merupakan bentuk ketegasan Polri atas anggotanya yang melanggar hukum.

    “Pemecatan atau pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) merupakan ketegasan pimpinan Polri yang tidak pernah ragu memberikan sanksi tegas bagi setiap anggota Polri yang melanggar hukum, kata Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Baca juga: Polri evaluasi penggunaan senpi buntut kasus polisi tembak polisi

    Edi menjelaskan pemecatan tersebut juga merupakan upaya yang dilakukan Polri untuk menjaga muruah dan kehormatan institusi Polri di tengah masyarakat.

    “Kita harapkan dengan sanksi berat ini tidak ada lagi kasus serupa yang terjadi dalam internal Polri,” kata mantan komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini.

    Sebelumnya, AKP Dadang Iskandar menembak mati Kasatreskrim Polres Solok Selatan, Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar pada Jumat (22/11) dini hari di halaman Mapolres karena Satreskrim menangkap pelaku tambang galian C ilegal.

    Dadang juga menembaki rumah dinas Kapolres Solok Selatan AKBP Arief Mukti yang berjarak puluhan meter dari lokasi kejadian, namun Arief selamat meski dia berada di dalam rumah. Oknum polisi ini lalu menyerahkan diri ke Polda Sumbar.

    Selain memproses pidana dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati, Polri juga menggelar sidang pelanggaran etika dan kode etik profesi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.

    “Sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat,” kata di Kadiv Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho di Mabes Polri, Jakarta, Selasa malam.

    Sandi juga mengatakan atas putusan tersebut, AKP Dadang tidak mengajukan banding.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2024

  • Polisi Tembak Warga Sipil, Amnesty International Minta DPR dan Kompolnas Evaluasi Kinerja Polri – Page 3

    Polisi Tembak Warga Sipil, Amnesty International Minta DPR dan Kompolnas Evaluasi Kinerja Polri – Page 3

     

    Liputan6.com, Jakarta – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan dua insiden penembakan polisi di Semarang dan Bangka Barat ini mempertegas pola kekerasan polisi yang mengkhawatirkan.

    “Apalagi publik baru saja diguncang oleh kasus penembakan polisi senior terhadap polisi junior di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat,” ujar Usman Hamid dalam keterangannya, Rabu, (27/11/2024).

    “Rentetan peristiwa ini, yang terjadi dalam waktu berdekatan, menimbulkan pertanyaan besar: Apa yang salah dengan kepolisian kita? Mengapa penggunaan senjata api oleh polisi, yang seharusnya menjadi langkah terakhir, justru terkesan menjadi senjata utama dan menyebabkan hilangnya nyawa manusia?,” lanjutnya.

    Di Kota Semarang, klaim pihak berwenang bahwa penembakan mati atas seorang remaja dilakukan dalam rangka menangani tawuran bukan hanya tidak legal, tidak perlu, tidak proporsional, dan tidak akuntabilitas, tetapi juga melanggar prinsip perlindungan hak asasi manusia.

    Kejadian ini berujung pada hilangnya nyawa seorang remaja, korban dari kebijakan represif yang mengutamakan kekerasan dan senjata mematikan daripada solusi pengayoman dan pengamanan yang manusiawi.

    Di Kabupaten Bangka Barat, polisi juga menembak mati seorang warga sipil yang diduga mencuri buah kelapa sawit. Tindakan ini adalah bentuk penghukuman di luar proses hukum (extra-judicial execution) yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum nasional dan internasional.

    “Kejadian-kejadian ini tidak dapat dianggap sebagai insiden terisolasi, tapi mencerminkan kegagalan sistemik dalam prosedur penggunaan senjata api dan pola pikir aparat yang cenderung represif,” ujarnya.

    Untuk itu, Amnesty International mendesak DPR RI dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk segera melakukan evaluasi kinerja Polri dan kepemimpinan Polri.

    “Tujuannya adalah untuk memastikan adanya pertanggungjawaban hukum yang tuntas atas kasus-kasus penembakan ini. Tidak hanya terhadap petugas lapangan, tetapi juga pejabat komando yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pengambilan keputusan terkait penggunaan senjata api,” kata dia.

    Komnas HAM juga perlu melakukan penyelidikan independen untuk memastikan bahwa pelanggaran oleh aparat kepolisian diproses hukum dengan adil.

    Negara juga harus merevisi aturan penggunaan senjata api, memastikan penggunaannya hanya sebagai upaya terakhir sesuai prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas dan akuntabilitas agar tetap melindungi HAM.

     

  • Kompolnas Apresiasi Langkah Cepat Polri Pecat AKP Dadang

    Kompolnas Apresiasi Langkah Cepat Polri Pecat AKP Dadang

    GELORA.CO – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendukung penuh pemecatan Kabagops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar, karena terbukti menembak Kasatreskrim Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar hingga tewas.

    “Kami mendukung penuh langkah Polri dalam menangani kasus ini. Keputusan tegas ini merupakan upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian,” kata Sekretaris Kompolnas, Irjen (Purn) Arief Wicaksono Sudiutomo, di TNCC Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 26 November 2024.

    Kompolnas juga memastikan bakal mengawasi proses penyidikan pidana terhadap Dadang yang saat ini tengah berlangsung. Termasuk mengenai motif penembakan.

    “Selain itu, kami juga akan terus mengawasi proses penyidikan pidana yang saat ini sedang berjalan untuk memastikan semua sesuai prosedur,” ujar Arief Wicaksono.

    Tak hanya itu, Arief juga mengingatkan pentingnya evaluasi di internal Polri untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

    Aksi penembakan diduga kuat terjadi karena Dadang tidak terima atas tindakan Kasatreskrim Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar yang menangkap rekanannya terkait aktivitas tambang ilegal galian tipe C.

    Peristiwa penembakan ini terjadi di pelataran parkir Mako Polres Solok Selatan, Jumat dinihari, 22 November 2024.

    Ulil pun meninggal usai dua peluru mengenai pelipis dan pipinya.

  • Infografis Geger Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan dan 4 Insiden Serupa Hebohkan Indonesia – Page 3

    Infografis Geger Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan dan 4 Insiden Serupa Hebohkan Indonesia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kasus penembakan polisi terhadap sejawatnya di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat (Sumbar), menuai perhatian publik dalam beberapa hari terakhir. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan AKP Ryanto Ulil Anshar mengembuskan napas terakhir usai ditembak AKP Dadang Iskandar.

    Kasus polisi tembak polisi ini terjadi di areal parkir Polres Solok Selatan, Sumbar, Jumat dini hari 22 November 2024. Diduga, AKP Dadang Iskandar yang menjabat Kepala Bagian Operasi tidak senang AKP Ryanto menangkap terduga penambang ilegal galian C di wilayah hukumnya.

    Kapolda Sumbar Inspektur Jenderal (Irjen) Suharyono mengatakan, korban AKP Ryanto Ulil Anshar diduga ditembak dari jarak dekat. Penyidik menemukan 2 titik bekas luka tembakan di tubuhnya hingga korban meninggal dunia.

    Terungkap pula, senjata api dinas tersangka AKP Dadang berisi 15 peluru dan yang sudah digunakan 9 peluru yang 2 di antaranya digunakan untuk menembak korban. “Tujuh lagi sedang kami dalami di mana digunakan,” kata Kapolda Sumbar di Padang, Sumbar, Jumat 22 November 2024.

    Adapun menurut Sekretaris Kompolnas Irjen (Purn) Arief Wicaksono Sudiutomo, ternyata tersangka AKP Dadang juga menembak rumah dinas Kapolres Solok Selatan. Ada temuan beberapa bekas tembakan maupun selongsong peluru.

    “Pelaku juga sempat menembak ke arah ajudan Kapolres, namun berhasil menghindar,” ujar Arief di Padang, Senin 25 November 2024.

    Setelah kejadian itu, Arief menambahkan, AKP Dadang langsung menyerahkan diri ke Mapolda Sumbar. Tersangka sekaligus menyerahkan senjata api beserta magasin yang digunakan menembak AKP Ryanto.

    Bagaimana tanggapan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terhadap kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan? Ada 4 kasus serupa menggemparkan Indonesia dalam 5 tahun terakhir. Di mana saja? Simak selengkapnya dalam rangkaian Infografis berikut ini:

  • Kapolres Diamankan Ajukan karena Mau Ditembak juga

    Kapolres Diamankan Ajukan karena Mau Ditembak juga

    GELORA.CO –  Kabag Ops Polres Solok Selatan, Sumatra Barat (Sumbar), AKP Dadang Iskandar, benar-benar brutal.

    Bagaimana tidak, setelah menembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Ryanto Ulil Anshar, pada Jumat (22/11/2024) dini hari dari jarak dekat, tindakan serupa juga ingin dilakukannya terhadap Kapolres Solok Selatan, AKBP Arief Mukti.

    Adapun hal ini disampaikan oleh Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Arief Wicaksono Sudiutomo, setelah melakukan pengecekan ke lokasi kejadian di Mapolres Solok Selatan, Minggu (24/11/2024).

    Berdasarkan pengecekan yang dilakukannya, Arief mulanya menuturkan terkait detik-detik penembakan oleh AKP Dadang terhadap AKP Ryanto.

    Dia mengatakan penembakan terjadi saat korban akan mengambil ponsel miliknya. Lalu, pada saat yang bersamaan, tersangka menembak korban dari jarak dekat.

    Arief menyebut penembakan itu dilakukan buntut Dadang tidak suka atas upaya hukum yang dilakukan Ryanto setelah menangkap pelaku tambang galian C ilegal di malam yang ama.

    “Diawali di Mapolres Solok Selatan. Kasat Reskrim hendak keluar ambil HP, setelah saya lihat rumah Kasat almarhum dengan Kabag Ops berdampingan, jadi dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Kasat dia (tersangka) tak nyaman, mendatangi, diajak ngomong.”

    “Begitu (korban) ambil HP keluar dari ruangan, di situ dieksekusi dari jarak dekat. Dan itu (peluru) sudah dikumpulkan semua saat olah TKP tim INAFIS,” kata Arief pada Senin (25/11/2024), dikutip dari Tribun Padang.

    Setelah itu, Arief juga membeberkan temuannya usai mengecek rumah dinas Kapolres Solok Selatan, AKBP Arief Mukti, yang turut ditembaki oleh Dadang.

    Dia menuturkan penembakan tersebut mengakibatkan beberapa bagian rumah dinas Kapolres mengalami kerusakan.

    “Yang ada bekas itu kaca depan, itu tembus sampai ke kursi tamu, lalu di tempat tidur, ini ada kacanya. Kaca pertama, kaca kedua, tiga tembakan (jendela kamar), terus saya cek ke dalam tempat tidurnya kena, bolong,” imbuhnya.

    Bahkan, pada saat penembakan terjadi, AKBP Arief Mukti berada di dalam rumah dinasnya tersebut.

    Arief mengungkapkan Kapolres Solok Selatan itu selamat setelah diamankan oleh ajudannya agar menuju ke ruang tengah.

    “Rupanya begitu Kapolres dengan ajudan mendengar ada suara tembakan dua kali itu, ajudan membawa masuk ke ruang tengah, kalau engga, kena itu,” ujar Arief.

    Dia juga mengungkap adanya upaya Dadang untuk mengeksekusi Kapolres Solok Selatan dari jarak dekat seperti yang dilakukannya terhadap Ryanto.

    Namun, kata Arief, belum diketahui motif dari Dadang untuk mengeksekusi AKBP Arief.

    AKP Dadang Terancam Hukuman Mati

    AKP Dadang telah ditetapkan menjadi tersangka dalam penembakan terhadap AKP Ryanto dan terancam hukuman mati.

    Direskrimum Polda Sumbar, Kombes Andry Kurniawan, mengungkapkan pihaknya menjerat Dadang dengan pasal berlapis, yaitu terkait pembunuhan berencana.

    “Berdasarkan bukti yang cukup, kita lakukan penahanan terhadap yagn bersangkutan. Penyidik telah menjerat dengan pasal berlapis mulai dari pembunuhan berencana 340 KUHP, subsidair 338, dan 351 ayat 3.”

    “Iya (Dadang terancam hukuman mati) jika mengacu pada Pasal 340 KUHP,” katanya dalam konferensi pers di Mapolda Sumbar pada Sabtu (23/11/2024).

    Andry mengungkapkan penetapan tersangka terhadap Dadang setelah adanya gelar perkara yang dilakukan.

    Dalam gelar perkara tersebut, Andry mengungkapkan penyidik sudah memiliki bukti yang cukup untuk menetapkan Dadang menjadi tersangka.

    “Tim khusus yang kami bentuk sudah memeriksa sejumlah saksi, mengumpulkan barang bukti dan kita lakukan pemeriksaan secara marathon dan melanjutkan gelar perkara tadi malam.”

    “Hasil visum juga sudah kita dapatkan, sehingga kita tetapkan pelaku yang saat ini menjabat sebagai Kabag Ops Polres Solok Selatan sebagai tersangka dalam tindak pidana ini,” kata dia.

    Pada kesempatan yang sama, Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Dwi Sulistiawan, menuturkan akibat perbuatannya, AKP Dadang dijerat pasal berlapis yaitu ada pasal terkait Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) 

    “Pasal yang disangkakan adalah Pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 20023 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 5 ayat 1 huruf b juncto Pasal 8 huruf c angka 1 juncto Pasal 13 ayat huruf m Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri,” jelas Dwi.

    Dwi mengungkapkan proses terkait penyelidikan pelanggaran kode etik oleh AKP Dadang maksimal akan selesai pekan depan.

    “Apabila pemeriksaan selesai, langsung dilakukan sidang kode etik dan untuk penanganan kasus ini bisa secara bersamaan yaitu dari Dirkrimum dan Propam,” jelasnya.

  • Kapolri Ingatkan Polda Sumbar untuk Profesional Usut Kasus Polisi Tembak Polisi

    Kapolri Ingatkan Polda Sumbar untuk Profesional Usut Kasus Polisi Tembak Polisi

    Padang, Beritasatu.com – Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan jajaran Polda Sumatera Barat (Sumbar) untuk tetap profesional dalam mengusut kasus polisi tembak polisi di Polres Solok Selatan. Kasus ini menjadi perhatian serius karena melibatkan Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar sebagai pelaku, dan Kasat Reskrim Kompol (Anumerta) Ryanto Ulil Anshar sebagai korban.

    “Kapolri menekankan pentingnya pengawasan fungsional dan profesionalisme dalam kinerja serta kemandirian Polri,” ujar Sekretaris Kompolnas Irjen Polisi (Purn) Arief Wicaksono Sudiutomo, di Padang pada Senin (25/11/2024) dilansir Antara.

    Irjen Arief menegaskan Polda Sumbar, di bawah kepemimpinan Irjen Pol Suharyono, harus bekerja secara transparan dan akuntabel dalam mengungkap fakta kasus ini. Guna memastikan hal tersebut, ia akan hadir langsung dalam sidang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Dadang Iskandar.

    “Detail sidang kode etik nantinya akan saya laporkan langsung kepada Bapak Kapolri,” ungkap Arief, yang juga menjabat sebagai ketua harian Kompolnas.

    Dalam kunjungannya ke lokasi penembakan, Arief menemukan sejumlah fakta penting, yaitu bekas tembakan dan selongsong peluru di rumah dinas kapolres Solok Selatan dan percobaan penembakan terhadap ajudan kapolres. 

    Setelah peristiwa penembakan tersebut, Dadang Iskandar menyerahkan diri ke Mapolda Sumbar, membawa senjata api dan magasin yang digunakan dalam insiden tersebut.

    Berdasarkan informasi sementara, kasus polisi tembak polisi ini diduga dipicu oleh ketidaksenangan pelaku terhadap korban. Korban sebelumnya menangkap seseorang terkait kasus tambang pasir dan batu ilegal di Kabupaten Solok Selatan, yang diduga memiliki hubungan dengan pelaku.

    Kasus polisi tembak polisi ini menjadi ujian bagi integritas dan profesionalisme Polri dalam menegakkan hukum secara transparan, terutama ketika pelaku dan korban berasal dari internal institusi.