Polisi Aktif Dilarang Duduki Jabatan Sipil, Pengamat: Polisi Itu Sipil, Bukan Kombatan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pengamat kepolisian sekaligus mantan Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti menilai, perdebatan mengenai larangan tersebut justru memperlihatkan adanya salah kaprah dalam memahami kedudukan polisi dalam sistem ketatanegaraan.
“Yang saya heran adalah dikotomi
polisi
dan
jabatan sipil
. Seolah polisi itu bukan sipil dan ‘memaksakan diri’ duduk di jabatan sipil,” kata Poengky kepada Kompas.com, Sabtu (16/11/2025).
Ia menegaskan bahwa sejak Reformasi 1998,
Polri
telah sepenuhnya menjadi institusi sipil. Hal itu ditegaskan dalam TAP MPR Nomor VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri serta UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
“Polisi itu sipil, bukan militer, bukan kombatan seperti tentara. Polisi juga tunduk pada peradilan umum. Jadi semakin jelas sipilnya,” kata Poengky.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menyatakan bahwa anggota Polri tidak lagi boleh menduduki jabatan sipil kecuali mereka telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.
Putusan pada perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu sekaligus menghapus ketentuan yang selama ini memungkinkan penempatan polisi aktif ke jabatan non-kepolisian hanya melalui izin Kapolri.
Putusan ini menjadi sorotan karena saat ini sejumlah perwira tinggi Polri menjabat pada berbagai posisi strategis di kementerian dan lembaga negara, mulai dari Ketua KPK, Sekjen KKP, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, hingga Kepala BNPT, serta jabatan-jabatan lain di berbagai kementerian baru maupun lembaga teknis.
Poengky menekankan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga Polri tetap harus mematuhi ketentuan baru tersebut.
Putusan ini tampaknya ditujukan untuk menarik kembali perwira Polri yang bertugas di luar institusi kepolisian agar kembali ke struktur Polri.
Padahal banyak penugasan itu dilakukan bukan karena keinginan Polri, melainkan karena adanya permintaan resmi dari kementerian atau lembaga terkait.
“Penugasan tersebut atas permintaan pimpinan kementerian/lembaga, bukan atas permintaan Polri. Posisi, jabatan, dan penempatan juga disesuaikan dengan aturan di kementerian/lembaga,” ujar Poengky.
Dengan adanya putusan MK ini, Poengky memperkirakan pemerintah perlu menyiapkan skema transisi agar proses penarikan pejabat berjalan tertib.
“Dengan adanya putusan MK ini, maka perlu dilakukan upaya untuk melaksanakan putusan tersebut. Kemungkinan akan ada aturan peralihan secara bertahap,” tegas dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kompolnas
-
/data/photo/2018/10/12/1776246961.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Polisi Aktif Dilarang Duduki Jabatan Sipil, Pengamat: Polisi Itu Sipil, Bukan Kombatan
-
/data/photo/2025/09/05/68babeaac05ea.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kepercayaan Publik Naik, Polri Diminta Perkuat Profesionalitas dan Humanisme
Kepercayaan Publik Naik, Polri Diminta Perkuat Profesionalitas dan Humanisme
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisioner Kompolnas Mohammad Choirul Anam atau Cak Anam menilai, hasil survei Litbang Kompas pada Oktober 2025 yang menunjukkan peningkatan kepercayaan publik terhadap Kepolisian Republik Indonesia (Polri) merupakan sinyal positif.
“Ya, salah satu yang paling penting dalam hasil survei itu adalah angka 76,2 persen kepercayaan terhadap
kepolisian
. Survei yang dilakukan
Litbang Kompas
ini memberikan beberapa hal,” ujar Cak Anam, Sabtu (15/11/2025).
Data yang dipublikasikan Litbang Kompas pada Kamis (13/11/2025), mencatat 71,5 persen responden menyatakan percaya dan 4,7 persen menyatakan sangat percaya kepada
Polri
.
Sementara itu, terdapat 2,4 persen responden yang mengaku tidak percaya dan 2,4 persen yang sangat tidak percaya. Adapun 5,3 persen responden memilih tidak menjawab atau menyatakan tidak tahu.
Menurut Cak Anam,
kepercayaan publik
yang meningkat tidak lepas dari upaya Polri dalam meningkatkan profesionalitas, humanisme, dan pengabdian kepada masyarakat.
“Ketika profesionalitas, humanisme, pengabdian yang dilakukan oleh rekan-rekan kepolisian meningkat, ini akan membawa penilaian yang baik dari masyarakat,” kata Cak Anam.
Ia menyebut temuan survei ini menjadi momentum positif di tengah dinamika publik terkait institusi kepolisian belakangan ini.
Dia menekankan pentingnya posisi Polri sebagai pilar utama dalam negara hukum dan demokrasi.
“Ini menunjukkan betapa pentingnya kepolisian di mata masyarakat. Karena memang negara kita negara hukum, negara kita negara demokratis, dan kepolisian adalah pilar utamanya,” ujar Cak Anam.
Ia menambahkan bahwa capaian tersebut harus dipertahankan dan dijadikan kekuatan untuk terus membangun profesionalitas dan kualitas pelayanan Polri.
“Angka survei tersebut harus dipertahankan dan menjadi spirit yang terus-menerus dibangun terkait profesionalitas, humanisme, dan pelayanan serta pengabdian terhadap masyarakat,” lanjutnya.
Di berbagai negara, institusi kepolisian selalu menjadi indikator penting dalam melihat kualitas demokrasi dan peradaban masyarakat. Karena itu, ia mendorong agar momentum kenaikan kepercayaan publik ini menjadi dorongan bagi internal Polri.
“Rekan-rekan kepolisian harus menjadikan momentum kepercayaan publik yang tumbuh dengan baik akhir-akhir ini sebagai spirit bahwa kepolisian adalah institusi sipil yang mengedepankan humanisme, menjauhi kekerasan, dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat,” tegas Cak Anam.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4019601/original/096143900_1652264669-polri_2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Keputusan MK Polri Aktif Dilarang Duduki Jabatan Sipil, Kompolnas: Patuhi dan Jalankan
Sebelumnya, MK menegaskan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang menduduki jabatan di luar kepolisian alias jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
MK melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang diucapkan pada Kamis (14/11), menghapus ketentuan yang selama ini menjadi celah bagi polisi aktif menduduki jabatan sipil tanpa melepas status keanggotaannya terlebih dahulu.
“Menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
MK dalam hal ini mengabulkan permohonan advokat Syamsul Jahidin dan mahasiswa Christian Adrianus Sihite untuk seluruhnya. Adapun para pemohon menguji konstitusionalitas norma Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri.
Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyatakan bahwa “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.”
Sementara itu, Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.”
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan secara substansial, Pasal 28 ayat (3) UU Polri sejatinya menegaskan satu hal penting, yaitu anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.
Artinya, kata Ridwan, jika dipahami dan dimaknai secara saksama, “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota Polri untuk menduduki jabatan di luar kepolisian.
Dari konstruksi Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri, MK menilai, frasa “yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian” dimaksudkan untuk menjelaskan norma dalam Pasal 28 ayat (3).
Namun, Mahkamah menelaah, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” ternyata sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Akibatnya, terjadi ketidakjelasan terhadap norma pasal dimaksud.
“Perumusan yang demikian berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian dan sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian,” ucap Ridwan.
Maka dari itu, Mahkamah menyimpulkan, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bersifat rancu dan menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga tidak sesuai dengan amanat Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
-

Komite Reformasi Polri Gelar Rapat Perdana 10 November 2025
Jakarta, Beritasatu.com — Setelah dilantik Presiden Prabowo Subianto, Komite Percepatan Reformasi Polri akan menggelar sidang perdana pada Senin (10/10/2025) di kantor Mabes Polri, Jakarta.
Ketua Komite Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie mengatakan dalam agenda tersebut, komite akan menyusun langkah awal sekaligus menentukan pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam proses penghimpunan aspirasi publik.
“Di dalam komite ini lengkap, ada para mantan kapolri, menteri koordinator, mantan menko, mantan ketua Kompolnas, bahkan juga mantan ketua MK seperti saya dan Pak Mahfud. Ada lima jenderal purnawirawan dan Pak kapolri sendiri ikut dalam tim,” jelas Jimly di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/11/2025).
Jimly menambahkan, komite yang dipimpin kapolri di internal institusi akan saling melengkapi dengan komite eksternal yang ia pimpin.
“Tim internal menggambarkan sikap responsif kapolri, tanda kesiapan kepolisian untuk terbuka dan memperbaiki apa pun yang perlu diperbaiki,” ujarnya.
Terkait bentuk perbaikan yang akan dilakukan, Jimly menyebut kemungkinan mencakup revisi tata kelola dan manajemen internal kepolisian. Namun, ia mengatakan rekomendasi konkret baru dapat dihasilkan setelah pembahasan mendalam bersama seluruh pemangku kepentingan.
“Apa yang perlu diubah, sistem apa yang harus diperbaiki, nanti akan kita rembukkan sambil mendengar dari semua kalangan,” ucap Jimly.
Lebih jauh, Jimly menegaskan Presiden Prabowo sangat responsif terhadap aspirasi publik mengenai kepolisian. Bahkan, presiden disebut memandang evaluasi tidak hanya perlu dilakukan pada kepolisian, tetapi juga lembaga negara lainnya.
“Salah satu aspirasi yang berkembang dan puncaknya pada Agustus lalu ialah Gerakan Nurani Bangsa, yang mengusulkan pembentukan tim ini kepada Presiden,” kata Jimly.
-

Polisi Tetapkan 8 Tersangka di Kasus Ijazah Palsu Jokowi!
Bisnis.com, JAKARTA — Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus tudingan ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Kapolda Metro Jaya, Irjen Asep Edi Suheri mengatakan pihaknya telah memiliki alat bukti yang cukup sebelum menetapkan delapan orang tersebut sebagai tersangka.
“Polda Metro Jaya telah menetapkan 8 tersangka dalam pencemaran nama baik fitnah dan manipulasi data elektronik yang dilaporkan Bapak Insinyur Jokowi,” ujar Asep di Polda Metro Jaya, Jumat (7/11/2025).
Asep mengatakan delapan tersangka ini dibagi menjadi dua klaster yakni klaster pertama ES KTR, MRF, RE, dan DHL. Selanjutnya, klaster kedua yakni RS, RHS, dan TT.
“Untuk klaster kedua, ada tiga orang yang kami tetapkan sebagai tersangka antara lain atas nama RS, RHS, dan TT,” tambahnya.
Adapun, penetapan tersangka ini dilakukan lantaran penyidik telah berkesimpulan delapan tersangka ini diduga menyebarkan tuduhan palsu dan memanipulasi dokumen ijazah dengan metode yang tidak ilmiah.
“Penyidik menyimpulkan bahwa para tersangka telah menyebarkan tuduhan palsu dan melakukan edit serta manipulasi digital terhadap dokumen ijazah dengan metode analisis yang tidak ilmiah dan menyesatkan publik,” pungkasnya.
Sekadar informasi, penetapan tersangka ini dilakukan setelah kepolisian melakukan gelar perkara pada Kamis (6/11/2025). Sebelum gelar perkara dilakukan, tim penyidik telah melakukan asesmen bersama para ahli.
Selain itu, lembaga pengawas eksternal seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turut dilibatkan dalam perkara ini agar pengusutan perkara berjalan transparan.
Adapun, Jokowi telah melaporkan langsung terkait dengan perkara ini.Dalam laporan itu, Jokowi melaporkan dugaan pelanggaran Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 305 Jo 51 ayat 1 UU ITE.
Awalnya, Jokowi memang mengakui perkara tudingan ijazah palsu ini memang kasus ringan. Namun demikian, menurutnya kasus tersebut perlu dilaporkan agar tidak berlarut-larut.
Namun, Jokowi juga mengaku heran dengan tudingan ijazah ini masih berlangsung pasca lengser jadi Presiden RI. Oleh sebab itu, laporan ini dilakukan agar persoalan ijazah tersebut bisa jelas dan tidak dipertanyakan lagi.
“Ya ini, sebetulnya masalah ringan. Urusan tuduhan ijazah palsu. Tetapi perlu dibawa ke ranah hukum, agar semua jelas dan gamblang ya,” ujarnya di Polda Metro Jaya, Rabu (30/4/2025).
-

Polda Metro Jaya Ungkap Kasus Ijazah Jokowi Hari Ini (7/11), Pengumuman Tersangka?
Bisnis.com, JAKARTA — Polda Metro Jaya bakal menggelar konferensi pers terkait dengan tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Berdasarkan undangan pers rilis dari Polda Metro Jaya, ungkap kasus ijazah ini bakal berlangsung di jam 09.00 WIB di Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Konferensi pers ini bakal dipimpin langsung Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri dan didampingi jajaran Direktorat Reskrimum Polri.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto menyatakan pihaknya bakal melakukan gelar perkara sebelum mencari tersangka dalam perkara ini.
“Iya betul [gelar perkara untuk mencari tersangka],” ujar Budi saat dikonfirmasi, dikutip Jumat (7/11/2025).
Adapun, gelar perkara itu dilakukan pada Kamis (6/11/2025). Sebelum gelar perkara dilakukan, tim penyidik telah melakukan asesmen bersama para ahli.
Selain itu, lembaga pengawas eksternal seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turut dilibatkan dalam perkara ini agar pengusutan perkara berjalan transparan.
Sekadar informasi, kasus tudingan ijazah palsu ini dilaporkan langsung oleh Jokowi ke Polda Metro Jaya pada (30/5/2025).
Awalnya, Jokowi memang mengakui perkara tudingan ijazah palsu ini memang kasus ringan. Namun demikian, menurutnya kasus tersebut perlu dilaporkan agar tidak berlarut-larut.
Jokowi juga mengaku heran dengan tudingan ijazah ini masih berlangsung pasca lengser jadi Presiden RI. Oleh sebab itu, laporan ini dilakukan agar persoalan ijazah tersebut bisa jelas dan tidak dipertanyakan lagi.
“Ya ini, sebetulnya masalah ringan. Urusan tuduhan ijazah palsu. Tetapi perlu dibawa ke ranah hukum, agar semua jelas dan gamblang ya,” ujarnya di Polda Metro Jaya, Rabu (30/4/2025).
-

Sudah Gelar Perkara, Siapa Tersangka Kasus Fitnah soal Tudingan Ijazah Palsu Jokowi?
GELORA.CO – Polda Metro Jaya segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan fitnah dan ujaran kebencian tentang tudingan ijazah palsu mantan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo atau Jokowi.
Penentuan tersangka itu dilakukan usai Polda Metro Jaya menggelar perkara kasus tersebut pada Kamis (6/11/2025). Bahwa dalam gelar perkara yang melibatkan pihak eksternal, salah satunya Kompolnas, Polda Metro akan segera menetapkan ada atau tidaknya tersangka dalam kasus itu.
“Iya betul, gelar perkara sedang berlangsung. Hari ini gelar perkaranya sedang berlangsung,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto.
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 117 saksi, termasuk 11 terlapor. Selain itu, 19 ahli juga telah dimintai keterangan, dan enam ahli lainnya dijadwalkan segera diperiksa. “Sebanyak 19 ahli telah selesai diperiksa, dan enam ahli lainnya masih dalam proses pemeriksaan,” jelas Budi.
Sebelumnya, Jokowi membuat laporan pada 30 April 2025 lalu terkait fitnah dan ujaran kebencian soal tudingan ijazah palsu. Setelah melapor, polisi meningkatkan kasus tersebut dari tahap penyelidikan ke penyidikan karena menemukan adanya unsur pidana.
Setidaknya ada 12 orang yang jadi terlapor dalam kasus tersebut, di antaranya Roy Suryo, Abraham Samad, Eggi Sudjana, Damai Hari Lubis, hingga Tifauzia Tyassuma alias dokter Tifa.
-

Polsek Pesanggrahan dapat penghargaan dari Kompolnas
Jakarta (ANTARA) – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) memberikan penghargaan kepada Polsek Pesanggrahan, Jakarta Selatan, atas inovasinya meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
“Yang pasti penghargaan ini berkat dukungan dari masyarakat. Kami berterima kasih kepada Kompolnas atas kesempatannya,” kata Kapolsek Pesanggrahan AKP Seala Syah Alam di Jakarta, Jumat.
Polsek Pesanggrahan akan terus semangat memberikan pelayanan terbaik dan selalu berada di tengah masyarakat.
Dia bersyukur atas penghargaan yang diterimanya baru-baru ini. Ia menegaskan, pencapaian tersebut tidak lepas dari dukungan masyarakat.
Menurut Seala, penghargaan itu menjadi dorongan bagi seluruh jajaran Polsek Pesanggrahan.
“Polsek Pesanggrahan akan terus hadir di tengah masyarakat sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang profesional,” katanya.
Adapun dalam perjalanannya selama empat bulan memimpin, AKP Seala melakukan berbagai pembenahan signifikan. Antara lain merombak bangunan Polsek dan memperbaiki sistem pelayanan agar lebih cepat, transparan dan mudah diakses oleh masyarakat.
Langkah ini dilakukan demi menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi petugas dan masyarakat yang datang mengurus keperluan Kepolisian.
Selain itu, dia juga dikenal sebagai sosok pemimpin yang menjunjung tinggi kesetaraan gender di lingkungan Kepolisian.
Ia mendorong seluruh anggota, baik pria maupun wanita, untuk berani tampil dan menunjukkan kinerja terbaik tanpa rasa minder. “Tetap semangat, jangan minder. Karena kesetaraan gender itu nyata adanya,” katanya.
Polsek Pesanggrahan di bawah kepemimpinan Seala juga meluncurkan fasilitas aduan masyarakat agar warga dapat berkomunikasi langsung dengan pihak Kepolisian.
Ia bahkan menyebarkan nomor pribadinya, yakni 0813-8222-5050 agar masyarakat bisa langsung melapor kepada Kapolsek jika terjadi gangguan keamanan atau membutuhkan bantuan cepat.
Dengan inovasi, keterbukaan dan pendekatan humanisnya, Polsek Pesanggrahan berkomitmen sebagai institusi yang responsif dan dekat dengan masyarakat.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

