Kompolnas Tegaskan Polisi Memeras Itu Melanggar: Apapun Baju yang Dipakai
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (
Kompolnas
) Choirul Anam menegaskan, oknum polisi yang terbukti melakukan pelanggaran harus ditindak tegas.
Hal ini disampaikan Anam menanggapi kasus pemerasan kepada remaja yang dilakukan oleh dua oknum polisi di
Semarang
pada Jumat (31/1/2025).
“Apapun baju yang dipakai, ketika dia mengaku kepolisian dan melakukan tindakan tercela tersebut, pemerasan dalam konteks ini, itu enggak boleh, itu pelanggaran,” ujar Choirul Anam saat dihubungi
Kompas.com
, Senin (3/2/2025).
Untuk itu, Polri, terkhususnya bidang Propam dan Polresta Semarang, didorong untuk segera memproses dua oknum polisi yang diduga melakukan pemerasan ini.
“Kami mendorong Propam untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap mereka ini,” lanjut dia.
Anam mengatakan, pemeriksaan kepada dua oknum ini bukan hanya untuk kepentingan Polri maupun informasi kepada masyarakat, tetapi juga untuk kepentingan anggota yang terlibat itu sendiri.
“Kalau itu benar terjadi, kan dia penting untuk menjelaskan posisinya,” kata Anam.
Selain itu, penindakan dan pemeriksaan ini penting bagi Polri untuk menunjukkan sikap tegasnya dalam hal menindaklanjuti semua pelanggaran yang ada.
Peristiwa serupa juga disebutkan tidak boleh terjadi lagi ke depannya.
Diberitakan, dua anggota kepolisian di Semarang, Jawa Tengah, Aiptu Kusno (46) dan Aipda Roy Legowo (38), harus berhadapan dengan hukum setelah terbukti memeras pasangan remaja.
Tak hanya itu, mereka juga mengancam akan menembak warga yang mencoba menolong korban.
Peristiwa ini terjadi pada Jumat (31/1/2025) malam di Jalan Telaga Mas, Kelurahan Kuningan, Semarang Utara.
Insiden ini terungkap setelah korban perempuan berteriak histeris meminta pertolongan, yang akhirnya menarik perhatian warga sekitar.
“Yang tidak mau minggir mau ditembak sama pelaku. Saya juga diancam pas nyegat (ngepung). Katanya, ‘Mas, kamu yang halangi, tak tembak,’” ujar seorang saksi, Ergo, saat ditemui pada Sabtu (1/2/2025).
Kasus ini bermula ketika pasangan remaja tersebut sedang memarkirkan mobilnya di sekitar Sekolah Terang Bangsa, Semarang Barat.
Tiba-tiba, mobil merah yang berisi tiga orang, termasuk kedua anggota polisi, mendekati mereka.
Salah satu pelaku kemudian memaksa korban pria masuk ke dalam mobil merah dan meminta uang sebesar Rp 2,5 juta.
Korban lalu diarahkan ke ATM di daerah Telaga Mas untuk menarik uang.
Setelah mendapatkan uang, pelaku juga merampas KTP dan kunci mobil korban.
Namun, aksi tersebut akhirnya terbongkar setelah korban perempuan berteriak-teriak meminta tolong.
Warga yang berkerumun pun langsung mengadang mobil pelaku.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kompolnas
-

Propam Sebut Ada Dugaan AKBP Gogo Galesung Terima Uang di Kasus Bintoro, Segera Jalani Sidang Etik – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung diduga ikut menerima sejumlah uang dalam kasus pemerasan yang menjerat AKBP Bintoro.
Dugaan pemerasan yang menjerat kedua perwira menengah polisi tersebut terkait penanganan pembunuhan ABG di Hotel Senopati Jakarta Selatan pada April 2024.
Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Radjo Alriadi Harahap mengatakan indikasi kuat AKBP Gogo Galesung menerima uang terungkap berdasarkan hasil pemeriksaan.
”Ada dugaannya (AKBP Gogo Galesung menerima uang),” kata Radjo kepada wartawan, Sabtu (1/2/2025) dikutip dari tribunjakarta.com.
Namun, Radjo tidak mengungkap nominal uang yang diterima AKBP Gogo Galesung.
Ia hanya menyebutkan dugaan Gogo menerima uang selaras dengan hasil penyelidikan Bidpropam Polda Metro Jaya.
“Itu sesuai dengan hasil yang telah kami dapatkan,” ujarnya.
Hingga saat ini ada empat polisi yang menjalani penempatan khusus atau Patsus buntut kasus dugaan pemerasan terhadap anak pengusaha tersangka pembunuhan remaja.
Empat polisi yang terjerat dua di antaranya merupakan eks Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan yakni AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung.
AKBP Bintoro dimutasi ke Polda Metro Jaya dan digantikan AKBP Gogo Galesung sebagai Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan.
Senasib dengan Bintoro, AKBP Gogo Galesung pun dimutasi ke Polda Metro Jaya karena terjerat kasus yang sama.
Selain mereka, Kanit dan Kasubnit Resmob Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z dan ND terlibat.
Keempatnya disebut menyalahgunakan wewenang jabatan.
Hingga kini Propam Polda Metro sudah memeriksa 11 orang saksi terkait dugaan pemerasan yang dilakukan AKBP Bintoro Cs.
AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung bersama dua anggota lainnya telah dijebloskan ke penempatan khusus (patsus).
Propam Polda Metro Jaya pun akan menggelar sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap keempatnya pada pekan depan.
“Kami rencanakan minggu depan,” ucap Radjo.
Agenda sidang etik ini sudah dikoordinasikan dengan Bidang Humas Polda Metro Jaya.
Kompolnas Bakal Pantau Sidang Etik AKBP Bintoro Cs
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) akan ikut memantau sidang etik AKBP Bintoro Cs.
“Kami monitoring untuk kasus tersebut ya, monitoring bagaimana proses pemeriksaan yang di sana ada Patsus, terus ada juga pengamanan barang bukti, kami monitoring proses itu,” ucap Komisioner Kompolnas M Choirul Anam kepada wartawan, Kamis (30/1/2025).
Menurut Anam, langkah-langkah yang diambil Propam Polda Metro Jaya patut diapresiasi.
“Responnya cepat, penguraiannya juga lumayan detail ya,” ujar Anam.
Anam mengatakan siapa pun pihak yang masuk dalam cerita atau pun konstruksi peristiwa harus diperiksa sebagai saksi.
Anam mengungkap Kapolres Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal merupakan orang yang mendorong penanganan kasus pembunuhan ABG di Hotel Senopati cepat diselesaikan.
“Kami mendapatkan informasi memang Kapolres (Jakarta Selatan) ini salah satu yang mendorong untuk proses percepatan karena dia merasa kok kasus pidana kok lambat karena prinsip pidana itu kan harus cepat,” ucapnya
Namun demikian, Kompolnas masih perlu mendapat klarifikasi lebih jauh peran dari Kapolres apakah signifikan di dalam pengungkapan kasus pemerasan tersebut atau tidak.
“Kalau signifikan ya kita apresiasi, karena memang prinsip utama di pidana ya harus segera, cepat,” ucap Anam.
(Tribunnews.com/ Reynas/ Tribunjakarta.com/ Annas Furqon)
-

Irwasda Polda Maluku Kombes Marthin Diduga Terlibat Suap Kasus Tambang, Dikabarkan Terima Rp150 Juta – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Inspektur Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Maluku, Kombes Marthin Luther Hutagaol, terseret dalam kasus dugaan suap oleh tersangka penambangan emas ilegal (PETI) di Pulau Buru, Maluku.
Dikutip dari Tribun Ambon, namanya disebutkan oleh anggota Dirkrimsus Polda Maluku, Aipda RFT, saat yang bersangkutan meminta uang sebesar Rp150 juta dari tersangka berinisial B.
Adapun nama Kombes Marthin disebut oleh Aipda RFT demi memuluskan aksinya untuk menerima suap.
Sementara, Aipda RFT berdalih uang sebesar Rp150 juta itu agar B ditangguhkan penahanannya sebagai tersangka.
Di sisi lain, menurut informasi yang dihimpun oleh Tribun Ambon, uang yang diminta oleh Aipda RFT itu telah diterima oleh Kombes Marthin.
Sementara, meski B sudah membayarkan uang ke Aipda RFT, dia tetap ditahan di Rutan Polres Buru hingga hari ini, Sabtu (1/2/2025).
Jadi Sorotan Kompolnas
Terkait kasus ini, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Arief Sudihutomo Wicaksono, mengatakan pihak dari Paminal telah turun tangan.
Arief menuturkan pihak Divpropam akan menelusuri terkait data dan fakta soal dugaan ketidakprofesionalan anggota Polda Maluku tersebut.
“Mereka nantinya yang akan menentukan perlu tidaknya dibawa ke ranah sidang etik,” ujar Arief, Sabtu (1/2/2025).
Soal dugaan keterlibatan Kombes Marthin, Arief menyebut hal tersebut bisa saja terjadi.
“Bisa jadi demikian, semua personel Polri yang diduga terlibat,” tegasnya.
Di sisi lain, Arief mengatakan Kompolnas bakal memantau proses penyelidikan terkait kasus dugaan suap yang menyeret Kombes Marthin tersebut.
“Sepanjang itu sudah dilangkahkan secara profesional oleh fungsi pengawasan internal Polda/Polri, Kompolnas cukup memonitor,” tandasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Areis Aminnulla, mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan dengan Paminal.
“Sampai sekarang Tim Paminal masih melakukan penyelidikan di lapangan dan belum selesai, tunggu hasil lidiknya,” jelasnya, Sabtu.
Areis mengatakan jika ada anggota yang terlibat, maka dipastikan tidak hanya disanksi etik, tetapi juga akan dijatuhi sanksi pidana.
“Apabila hasil penyelidikan Paminal, kemudian digelarkan dan hasil gelar terhadap pelanggaran disiplin atau pidana yang dilakukan oleh anggota maka akan di tindak tegas,” ucapnya.
Lebih lanjut, Areis menegaskan Polda Maluku bakal menindak tegas bagi siapapun anggota yang terbukti terlibat dalam kasus ini.
“Hal ini sesuai komitmen Bapak Kapolda Maluku akan menindak tegas anggota yang melakukan pelanggaran,” tegasnya.
Sebagian artikel telah tayang di Tribun Ambon dengan judul “Oknum Anggota Dirkrimsus Polda Maluku Diduga 86 Tersangka PETI Gunung Botak: Seret Nama Irwasda”
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Ambon/Jenderal Louis MR)
-

Sidang Etik Kasus Polisi Peras Penonton di DWP Rampung, Kompolnas Desak Kasusnya Dibawa ke Pidana
Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendesak Polri membawa kasus polisi peras penonton di acara Djakarta Wharehouse Project (DWP) 2024 dibawa ke ranah pidana seusai sidang etik kasus tersebut rampung.
Anggota Kompolnas, Muhammad Choirul Anam mengatakan, sidang etik tersebut rampung pada Jumat (24/1/2025) lalu dan menyeret 35 polisi di tingkat Polsek Kemayoran hingga Polda Metro Jaya.
“Kami mengapresiasi Propam ya, yang awalnya 18, terus proses berkembang sesuai dengan penyidikan menjadi 35 orang dengan kisaran PTDH, demosi, menyatakan perbuatan itu tercela,” katanya saat dihubungi Kamis (30/1/2025).
Anam meminta Polri segera membawa kasus tersebut ke ranah pidana. Alasannya, agar anggota polisi yang terlibat tak hanya dikenai sanksi etik.
“Terkait pidana, kalau kami, simultan saja. Ya sekarang bisa diproses penyelidikannya, ya sambil menunggu banding,” ungkapnya tentang polisi memeras penonton DWP.
Anam berharap Polri tak perlu menunggu proses banding yang diajukan para polisi rampung. Apabila hal tersebut dilakukan, maka kasus tersebut bakal makin berlarut-larut.
“Ini memang pilihan, ada yang menunggu dulu, ada yang langsung simultan. Ya kami berharapnya simultan,” ungkapnya tentang kasus polisi memeras penonton DWP.
Kasus ini mencuat setelah akun X @Twt_Rave meunggah tuduhan bahwa sejumlah oknum Polri melakukan penangkapan dan pemerasan terhadap lebih dari 400 penonton asal Malaysia.
Dalam kasus pemerasan penonton DWP asal Malaysia ini, akun tersebut menyebut para penonton tersebut menjalani tes urine mendadak, dan meskipun hasil tes negatif, mereka diduga diperas hingga total 9 juta ringgit Malaysia atau setara Rp 32 miliar.
-
/data/photo/2025/01/10/6780d31d1cd32.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sidang Etik Polisi Pemeras Penonton DWP Selesai: Total 35 Anggota Terlibat, Hampir Semua Banding Megapolitan 30 Januari 2025
Sidang Etik Polisi Pemeras Penonton DWP Selesai: Total 35 Anggota Terlibat, Hampir Semua Banding
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (
Kompolnas
) Muhammad Choirul Anam menyatakan, sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait kasus polisi peras penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 telah selesai pada Jumat (24/1/2025).
Anam melaporkan, total ada 35 anggota polisi yang menjadi pelanggar dalam perkara tersebut.
“Sidang etik sudah berakhir sejak Jumat kemarin dengan 35 orang. Kami mengapresiasi Propam ya, yang awalnya 18, terus proses berkembang sesuai dengan penyidikan menjadi 35,” ujar Anam saat dihubungi
Kompas.com
, Kamis (30/1/2025).
Anam berujar, ke-35 pelanggar tersebut menerima sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan hingga demosi.
Meski begitu, Anam mengungkapkan, sebagian besar dari ke-35 pelanggar itu mengajukan banding atas sanksi yang dia terima dalam sidang KKEP.
“Soal banding, hampir semua banding. Jadi tidak beberapa (mengajukan banding). Ya hampir semua,” ungkap Anam.
Anam mengatakan, sejauh ini Kompolnas memantau proses keberlanjutan kasus pemerasan polisi terhadap penonton DWP agar tidak terhenti sampai KKEP saja. Dia berharap agar Polri melanjutkan kasus tersebut ke ranah pidana.
Anam menjelaskan bahwa proses pidana dapat berlangsung secara simultan dengan sidang banding atau diproses bersamaan.
“Terkait pidana, kalau kami, simultan saja. Ya sekarang bisa diproses penyelidikannya, ya sambil menunggu banding. Kan banding itu 21 hari pemberkasan dan 3 hari
declare
bandingnya. Jadi ada 24 hari,” ungkap Anam.
“Masing-masing orang berbeda-beda ya. Kalau yang di awal-awal, ya tinggal beberapa hari lagi. Kalau yang baru-baru kemarin, ya masih lama. Sehingga bisa simultan saja,” tambah dia.
Diberitakan sebelumnya, mulanya sebanyak 18 anggota polisi menjalani pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap 45 warga negara asing (WNA) asal Malaysia.
Pemerasan itu terjadi saat WNA asal Malaysia tersebut tengah menyaksikan Djakarta Warehouse Project (DWP) yang berlangsung di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, 13 hingga 15 Desember 2024.
Ke-18 anggota polisi berbagai macam pangkat itu berasal dari Polsek Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat, hingga Polda Metro Jaya.
Berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian, jumlah barang bukti yang sudah dikumpulkan dari hasil pemerasan itu senilai Rp 2,5 miliar.
Selepas pengumuman penanganan perkara ini oleh Div Propam Polri, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto mengeluarkan surat telegram dengan nomor ST/429/XII/KEP/2024.
Surat telegram tersebut ditandatangani oleh Karo SDM Polda Metro Jaya Kombes Pol Dwita Kumu Wardana.
Sebanyak 34 anggota dari Polsek Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polda Metro Jaya dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi berujar, 34 anggota yang dimutasi itu dalam rangka pemeriksaan kasus dugaan
pemerasan penonton DWP
asal Malaysia.
“Dalam rangka pemeriksaan (
kasus pemerasan penonton DWP
),” ujar Ade Ary saat dikonfirmasi, Kamis (26/12/2024).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Disebut Peras Bos Prodia Rp 20 Miliar, Kompolnas Desak AKBP Bintoro Diproses Pidana
Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendesak pengusutan secara tuntas kasus dugaan pemerasan anak bos Prodia senilai Rp 20 miliar oleh mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro.
Anggota Kompolnas Muhammad Choirul Anam mengatakan pihaknya siap mengawal kasus dugaan pemerasan tersebut. Kompolnas mendorong agar digelar sidang etik AKBP Bintoro dan diproses secara pidana jika ada indikasi pelanggaran hukum.
“Kami mendorong tradisi pemeriksaan yang mengurai sedetail-detailnya seperti dalam kasus-kasus sebelumnya itu bisa dilaksanakan oleh Propam, khususnya Paminal,” kata Anam saat dihubungi, Selasa (28/1/2025).
Anam juga mendesak Bidang Propam Polda Metro Jaya membawa kasus tersebut ke ranah pidana apabila ada bukti AKBP Bintoro memeras anak bos Prodia, Arif Nugroho (AN) alias Bastian dan Muhammad Bayu Hartanto yang menjadi tersangka pembunuhan gadis remaja di Jakarta Selatan.
“Jika memang ada perbuatan tercela tersebut dan memang terbukti dan ada tindakan indikasi pidana ya harus dipidana, jelas itu,” kata dia.
Anam mengapresiasi langkah Propam Polda Metro Jaya yang langsung memeriksa AKBP Bintoro setelah mencuat kasus dugaan pemerasan terhadap bos Prodia.
Kompolnas juga menghormati klaim AKBP Bintoro yang membantah memeras anak bos Prodia.
“Sambil menunggu proses pengadilan perdata, pengujian di Propam, khususnya terkait bantahan yang juga viral kami sedang monitoring proses itu, hormati proses itu dan juga akan melakukan pendalaman,” katanya.
AKBP Bintoro kini sudah ditahan oleh Propam Polda Metro Jaya dan menjalani penempatan khusus atau patsus, untuk memudahkan proses penyelidikan kasus dugaan pemerasan anak bos Prodia.
-

Kompolnas Sebut AKBP Bintoro Harus Dipidana Jika Terbukti Peras Keluarga Tersangka Kasus Pembunuhan – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, diduga melakukan pemerasan senilai Rp5 miliar terhadap keluarga tersangka kasus pembunuhan dan pemerkosaan.
Bintoro pun telah diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya terkait hal tersebut.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam, mengungkapkan bahwa sidang etik juga diperlukan untuk menguji kebenaran dalam kasus dugaan pemerasan yang diduga dilakukan oleh Bintoro itu.
“Ya, ketika terjadi satu dugaan pelanggaran etik oleh anggota kepolisian, AKBP Bintoro dan rekan-rekannya itu seperti dalam gugatan, ya saya kira memang enggak ada pilihan lain kecuali memang sidang etik di situ. Diuji di situ, diurai di situ,” ungkap Choirul Anam, kepada wartawan, Selasa (28/1/2025).
Apabila dalam sidang etik nanti Bintoro terbukti melakukan kesalahan, maka akan ditindak pidana.
“Jika memang ada perbuatan tercela tersebut dan memang terbukti ada tindak pidana, ya harus dipidana, jelas itu,” tegas Anam.
Kompolnas, kata Anam, mengingatkan institusi Polri harus tegas menindak setiap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anggotanya.
“Kita tidak bisa mentolerir apapun kejahatan dalam bentuk apapun dan ini komitmen Kompolnas sekaligus komitmen kepolisian.”
“Tindak tegas siapapun anggota yang melakukan pelanggaran, termasuk etik dan pidananya, nah itu kita harapkan,” ungkap dia.
Dalam kasus ini, Anam mengaku pihaknya akan melakukan pendalaman sembari menunggu proses pemeriksaan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya.
Kompolnas juga mengikuti dan menghormati adanya bantahan dari Bintoro terhadap tudingan yang disangkakan kepadanya.
“Oleh karenanya, ya sambil menunggu proses juga pengadilan perdata, pengujian di Propam, khususnya terkait bantahan yang juga viral, kami juga memonitoring proses dan menghormati itu dan akan juga melakukan pendalaman,” pungkas Anam.
Duduk Perkara Kasus
Duduk perkara kasus ini bermula dari laporan kepolisian yang tercatat pada April 2024 dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel.
Di mana, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mengungkapkan Bintoro meminta uang sebesar Rp5 miliar kepada keluarga tersangka.
Uang tersebut dimaksudkan sebagai imbalan untuk menghentikan penyidikan.
Tak hanya uang saja, ia juga diduga mengambil sejumlah aset milik keluarga tersangka.
“Dari kasus ini, AKBP Bintoro yang saat itu menjabat Kasatreskrim Polres Jaksel meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp5 miliar.”
“Serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley Davidson dengan janji menghentikan penyidikan,” ujar Sugeng dalam keterangannya, Minggu (26/1/2025).
Namun, meskipun uang telah diserahkan, proses hukum terhadap para tersangka tetap berjalan.
Hal ini menyebabkan tersangka yang telah menyerahkan uang tersebut merasa dirugikan.
Lalu, pada akhirnya, tersangka menggugat Bintoro ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, atas dugaan perbuatan melawan hukum.
“Ketika kasus pidana atas tersangka Arif diproses lanjut, maka tersangka yang sudah menyerahkan sejumlah uang menjadi kecewa dan menggugat ke pengadilan,” jelas Sugeng.
Dalam dokumen gugatan yang terdaftar di laman resmi SIPP PN Jakarta Selatan, Bintoro diminta untuk mengembalikan uang sebesar Rp1,6 miliar kepada penggugat.
Selain uang tunai, Bintoro juga diminta untuk mengembalikan sejumlah kendaraan mewah yang diduga diambil dari keluarga tersangka.
Sebagai informasi, saat ini kasus dugaan pemerasan yang melibatkan AKBP Bintoro masih dalam tahap pemeriksaan oleh Propam Polda Metro Jaya.
Sementara itu, proses hukum terhadap para tersangka kasus pembunuhan yang menjadi awal mula perkara ini tetap berlanjut di pengadilan.
Menanggapi pernyataan IPW, Bintoro membantah semua yang disampaikan.
Dia menegaskan tuduhan tersebut tidak benar dan siap untuk membuktikan dirinya tidak bersalah.
Bahkan, Bintoro sudah menyerahkan ponselnya untuk diperiksa penyidik Propam dan telah menjalani pemeriksaan selama sekitar delapan jam.
Bintoro juga siap jika rekening bank miliknya, istri, dan anak-anaknya harus diperiksa.
“Saya membuka diri dengan sangat transparan untuk dilakukan pengecekan terhadap percakapan HP saya.”
“Saya juga telah memberikan data seluruh rekening koran dari bank yang saya miliki,” kata Bintoro dalam video yang diterima Kompas.com, Minggu.
Tak hanya itu saja, demi membuktikan dirinya tak bersalah, Bintoro juga rela rumahnya digeledah untuk memastikan apakah benar dia menyimpan uang miliaran rupiah seperti yang dituduhkan.
“Hari ini juga saya mohon kiranya dilakukan penggeledahan di rumah atau kediaman saya untuk mencari tahu apakah ada uang miliaran yang dituduhkan kepada saya,” ujarnya.
(Tribunnews.com/Rifqah) (Kompas.com)
/data/photo/2024/12/09/6756935c94a26.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


