Kementrian Lembaga: Komisi Yudisial

  • Nasib KY Setelah Dua Dekade dengan Kewenangan yang Semakin Minim

    Nasib KY Setelah Dua Dekade dengan Kewenangan yang Semakin Minim

    Nasib KY Setelah Dua Dekade dengan Kewenangan yang Semakin Minim
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Dua dekade lalu, lahir sebuah lembaga sebagai kehendak politik yang dituangkan dalam amendemen Undang-Undang Dasar 1945.
    Lembaga ini termasuk dalam cita-cita
    reformasi
    sebagai orientasi
    checks and balances
    dalam sistem kekuatan kehakiman.
    Lembaga itu dinamakan
    Komisi Yudisial
    .
    Dalam buku Risalah KY yang diterbitkan oleh Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia tahun 2013, KY digambarkan sebagai wujud pemikiran kekuasaan kehakiman yang merdeka dan tidak bisa dibiarkan tanpa kontrol sebagai wujud akuntabilitas.
    Independensi dan akuntabilitas menjadi dua sisi mata uang.
    Dalam konteks kebebasan
    hakim
    , harus ada perimbangan dengan pasangannya, yakni akuntabilitas.
    KY berada dalam latar belakang tersebut.
    Namun, setelah 20 tahun berdiri, apakah makna tersebut telah bergeser?
    Di mana peran KY dan bagaimana lembaga yang prematur ini bertahan dari gempuran dinamika politik di era reformasi?
    Ketua Komisi Yudisial RI, Amzulian Rifai, mengatakan bahwa refleksi dua dekade menjaga integritas hakim penuh dengan tantangan, salah satu tantangannya adalah
    kepercayaan publik
    .
    “Salah satu kekuatan negara-negara maju, di Australia misalnya, itu adalah
    trust
    publik. Itu bisa direfleksikan, antara lain, kalau dunia peradilan, adalah berapa banyak suatu kasus itu misalnya yang dikasasikan, berapa banyak tunggakan perkara,” kata Amzulian dalam acara Sinergitas KY dan Media Massa, di Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/11/2025) malam.
    Dia memberikan contoh bahwa Australia telah sukses menggelar perkara sampai hampir nol.
    Pada survei pertengahan tahun 2025, yang mempertanyakan kepercayaan publik kepada lembaga-lembaga negara, jika kita perhatikan, lembaga negara Mahkamah Agung berada di urutan kelima, jika saya tidak salah, di bawah lembaga TNI, Presiden, dan antara lain, Kejaksaan Agung serta KPK.
    Hal ini cukup miris, karena Indonesia digembar-gemborkan sebagai negara hukum.
    Seharusnya, kata Amzulian, Mahkamah Agung berada di posisi pertama.
    “Tapi faktanya tidak demikian,” ucapnya.
    Di sini KY mengambil peran untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga peradilan secara keseluruhan.
    KY memiliki tugas mengawasi perilaku hakim, menyeleksi calon hakim agung, hingga memberikan rekomendasi jika terbukti ada hakim yang melanggar etik.
    Amzulian pun mengakui lembaga yang ia pimpin masih banyak kekurangan, terutama di mata publik.
    “Saya cukup banyak, bukan hanya membaca media, tetapi juga berkeliling di banyak tempat di perguruan tinggi, itu umumnya mereka masih agak kecewa dengan eksistensi Komisi Yudisial. Walaupun sebenarnya kekecewaan itu hampir kepada seluruh lembaga negara,” tutur dia.
    Kendati demikian, Amzulian mengungkapkan ada banyak tugas yang KY kerjakan untuk memperbaiki wajah penegakan peradilan di Indonesia selama dua dekade berdirinya lembaga tersebut.
    Misalnya, hampir semua laporan masyarakat ditindaklanjuti oleh KY.
    Setiap minggu diadakan sidang pleno untuk memutuskan satu laporan masyarakat.
    Memang, sebagian besar laporan masyarakat harus berakhir tanpa ditindaklanjuti dengan alasan bukti yang lemah, teknis yudisial, dan bukan
    kewenangan KY
    , tetapi ada beberapa juga yang berlanjut.
    “Salah satunya memandang hakim itu tidak adil karena berbicara kepada salah satu pihak. Itu lebih keras, sedangkan kepada pihak lain itu lemah-lembut. Dinilainya itu memihak salah satu pihak. Bagaimana kami menindaklanjuti?” imbuh dia.
    Selain tindak lanjut pemeriksaan etik hakim dari laporan masyarakat dan pemberitaan media massa, KY juga mengerjakan mandatnya sebagai lembaga yang menyeleksi calon hakim agung secara ketat.
    Amzulian menjamin, langkah seleksi ini bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
    Meskipun konsekuensinya, hasil seleksi mereka kadang seluruhnya ditolak saat fit and proper test di DPR-RI.
    “Jadi itulah tugas-tugas konstitusional kami, walaupun tentu saja tidak akan pernah puas masyarakat dengan apa yang kami lakukan. Dan ternyata, masyarakat ada yang tidak tahu apa yang dilakukan oleh KY,” ujar Amzulian.
    Meski terkesan tak bertaji saat ini, KY sesungguhnya pernah sakti saat awal pendiriannya, bisa memberikan pengawasan tak hanya untuk hakim tingkat rendah, tetapi juga sampai ke level Hakim Konstitusi.
    Mereka juga punya kewenangan menjadi panitia seleksi untuk calon hakim tingkat pertama, seperti hakim pengadilan negeri, hakim pengadilan agama, hingga hakim pengadilan tata usaha negara.
    KY juga pernah memiliki kewenangan untuk memiliki perwakilan pada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
    Namun, kewenangan itu seiring waktu dipreteli lewat putusan MK.
    Kewenangan yang pertama dicabut adalah pengawasan terhadap hakim MK dan hakim agung.
    Pengkebirian ini dilakukan lewat putusan MK nomor 005/PUU-IV/2006 yang diucapkan pada 16 Agustus 2006 oleh Jimly Asshiddiqie selaku ketua MK pada saat itu.
    Putusan itu menyebut, hakim MK tidak termasuk dalam pengertian hakim yang perilaku etiknya diawasi oleh KY, sedangkan pengawasan hakim agung dikembalikan kembali kepada Mahkamah Agung.
    Kemudian, dalam putusan I/PUU-XII/2014, MK kembali mengkebiri pengawasan KY.
    Putusan ini menyebutkan KY tidak lagi bisa menempatkan orang sebagai organ pelengkap dalam Majelis Kehormatan MK (MKMK).
    Terakhir, pada putusan 43/PUU-XIII/2025, MK mencabut kewenangan KY terkait seleksi calon hakim tingkat pertama.
    MK mendalilkan, KY tak memiliki mandat tersebut dalam UUD 1945 dan sistem peradilan satu atap adalah kewenangan dari Mahkamah Agung.
    Namun, setelah dua dekade KY berdiri, wajah peradilan di Indonesia tak sepenuhnya mendapat kepercayaan publik.
    Oleh sebab itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harijanti, menilai KY harus memiliki peran yang lebih besar.
    KY tak boleh lagi hanya diberikan wewenang yang prematur, mengawasi dan memberikan rekomendasi sanksi, atau sekadar jadi pansel calon hakim agung.
    Susi kemudian mengutip ucapan dari Presiden Latvia, Egils Levits, dalam acara 10 tahun Judicial Council di negara tersebut.
    Egils menyebut KY Latvia harus memainkan peran lebih besar dan memberikan fokus pemecahan masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh siapapun selain lembaga peradilan itu sendiri.
    Dengan cara itu, KY Latvia bisa menjadi instrumen kepercayaan publik untuk melihat kembali lembaga peradilan yang bersih dan bisa dipercaya.

    It does also become a trust instrument
    , jadi KY itu akan menjadi instrumen kepercayaan,” imbuh dia.
    Susi mengatakan, harapan Presiden Latvia ini juga senada dengan kepercayaan mayoritas masyarakat di Indonesia.
    Sebab itu, DPR juga harus memikirkan bagaimana KY bisa lagi menjadi sakti dan bertaji, salah satu caranya dengan merevisi undang-undang KY.
    Saat ini, kata Susi, ada proses revisi UU Jabatan Hakim yang menjadi prioritas pembahasan DPR.
    Menurut dia, sudah selayaknya pembahasan terkait UU tersebut juga berlangsung secara paralel dengan UU KY.
    “Harusnya pembahasannya itu adalah paralel, karena pasti itu ada kaitan antara Jabatan Hakim dan KY, termasuk juga penegakan kehormatan dan integritas hakim,” kata Susi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Amandemen Konstitusi Pakistan Kukuhkan Supremasi Militer

    Amandemen Konstitusi Pakistan Kukuhkan Supremasi Militer

    Jakarta

    Pada Rabu, 12 November, parlemen Pakistan mengetuk palu sebuah paket amandemen konstitusi, yang membidik serta Mahkamah Agung dan militer.

    Amandemen yang disetujui dengan mayoritas dua pertiga di Majelis Rendah ini mengukuhkan kekuasaan Asim Munir, kepala angkatan darat yang kini naik pangkat menjadi marsekal lapangan—gelar yang dalam sejarah Pakistan baru dua kali disematkan.

    Tak hanya itu, parlemen juga sepakat membatasi kewenangan Mahkamah Agung.

    Amandemen tersebut mengubah keseimbangan kekuasaan institusional dan memperkuat supremasi militer di negara yang telah diperintah langsung oleh para jenderal selama lebih dari separuh sejarahnya selama 78 tahun.

    Dua hari sebelumnya Senat sudah meloloskannya, dan pada Kamis, 13 November, Presiden Asif Ali Zardari menorehkan tanda tangan terakhir.

    Anggota oposisi dari Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), yang didirikan oleh mantan perdana menteri Imran Khan yang saat ini dipenjara, memboikot pemungutan suara. Mereka merobek salinan rancangan undang-undangnya sebagai bentuk protes.

    Meski berdampak luas, pembahasan amandemen ke27 ini berlangsung cuma beberapa hari sebelum diloloskan.

    Perdana Menteri Shehbaz Sharif sebaliknya memuji amandemen tersebut sebagai langkah menuju harmoni institusional dan persatuan nasional.

    Pemimpin militer punya hak istimewa dan kekebalan seumur hidup

    Amandemen ke27 konstitusi Pakistan akan menciptakan posisi baru yaitu kepala angkatan pertahanan (Chief of Defense Forces/CDF) yang akan dipegang oleh kepala angkatan darat, Field Marshal Asim Munir.

    Posisi tersebut memberi kepala angkatan darat kontrol juga atas angkatan laut dan angkatan udara.

    Munir, yang menjadi kepala angkatan darat pada November 2022, dipromosikan menjadi marsekal lapangan dan diberikan pangkat bintang lima pada Mei lalu, hanya beberapa hari setelah Pakistan mengakhiri bentrokan empat hari dengan India.

    Ia adalah perwira militer Pakistan kedua, setelah Field Marshal Ayub Khan pada 1960-an, yang menyandang pangkat bintang lima.

    Amandemen terbaru memberikan Munir dan para pemimpin militer tingkat atas lainnya hak istimewa dan perlindungan seumur hidup.

    Setiap perwira yang dipromosikan menjadi marsekal lapangan, marsekal udara, atau laksamana armada kini akan mempertahankan pangkat dan hak istimewa mereka seumur hidup, tetap mengenakan seragam, dan menikmati kekebalan permanen dari proses pidana.

    Hal ini terjadi di negara yang militernya terlibat dalam berbagai kudeta dan menghadapi tuduhan melemahkan institusi demokrasi.

    Terakhir kali Pakistan mengalami pemerintahan militer langsung adalah di bawah Jenderal Pervez Musharraf, yang mengundurkan diri pada Agustus 2008.

    ‘Sangat berbahaya’ dan atau sekadar penegasan kewenangan?

    “Amandemen ini akan dianggap sebagai aturan yang kejam bahkan menurut standar hukum militer,” ujar Osama Malik, pakar hukum konstitusi senior yang berbasis di Islamabad, kepada DW.

    Ia menekankan bahwa pemberian kekebalan permanen kepada para pemimpin militer, terutama oleh para legislator terpilih, adalah sesuatu yang “sangat tercela” dan “sangat berbahaya.”

    “Jika di masa depan kepala militer menangguhkan parlemen dan menghapus sebagian konstitusi, tidak akan ada tindakan hukum yang dapat diambil terhadapnya karena adanya kekebalan absolut.”

    Namun Ahmed Bilal Mehboob, presiden think tank Pakistan Institute of Legislative Development and Transparency (PILDAT), menolak kekhawatiran bahwa amandemen tersebut meningkatkan otoritarianisme di negara bersenjata nuklir dengan lebih dari 250 juta penduduk itu.

    Menurutnya, amandemen tersebut hanya merupakan formalisasi peran marsekal lapangan dan penegasan batas-batas kewenangannya.

    “Peran Field Marshal Asim Munir diperluas dalam ranah militer dan tidak serta merta memasuki ranah sipil,” ujarnya kepada DW. “Saya tidak berpikir bahwa otoritarianisme telah dilembagakan.”

    Maria Sultan, ketua South Asian Strategic Stability Institute (SASSI) University di Islamabad, menggemakan pandangan tersebut. “Saya pikir pemberian dasar hukum dan konstitusional yang jelas ini pada peran marsekal lapangan akan memperkuat keseimbangan kekuasaan dan negara,” katanya.

    Bagaimana dampaknya terhadap lembaga peradilan?

    Perubahan konstitusional ini juga berdampak pada lembaga peradilan karena berupaya mengurangi kewenangan Mahkamah Agung.

    Sebuah Mahkamah Konstitusi Federal baru, yang dipimpin ketua mahkamahnya sendiri, akan dibentuk dan para hakimnya akan diangkat oleh pemerintah. Pengadilan ini akan memiliki yurisdiksi eksklusif atas perkara-perkara konstitusional.

    Pemerintah berpendapat bahwa reformasi diperlukan untuk mempercepat proses perkara dan meningkatkan kualitas layanan peradilan.

    Namun langkah tersebut akan mencabut kekuasaan asli Mahkamah Agung dan mengurangi peran lembaga konstitusional yang mengawasi kekuasaan pemerintah.

    Amandemen tersebut juga melarang pengadilan mempertanyakan perubahan konstitusi “dengan alasan apa pun.”

    Klausul lain memberikan kekuasaan kepada presiden untuk memindahkan hakim Pengadilan Tinggi atas rekomendasi komisi yudisial, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa hal itu dapat digunakan untuk menyingkirkan hakim yang kritis.

    “Peradilan telah melampaui batas selama beberapa waktu, dan kini legislatif serta eksekutif sedang menegaskan diri untuk menciptakan keseimbangan,” kata Mehboob dari PILDAT.

    Mengencangkan kontrol pemerintah?

    Pakar hukum memperingatkan bahwa perubahan tersebut dapat mengikis independensi dan pengawasan peradilan.

    “Amandemen ini memberikan pukulan lain terhadap demokrasi dengan semakin melemahkan peradilan independen,” kata Maleeha Lodhi, komentator politik dan mantan diplomat, kepada DW.

    Ia mengatakan amandemen tersebut “semakin memiringkan keseimbangan sipil-militer ke keuntungan pihak militer,” dan “mengencangkan kontrol pemerintah terhadap peradilan.”

    Malik, pakar hukum konstitusi, sependapat.

    “Mahkamah Agung akan berada di bawah Mahkamah Konstitusi Federal dan terikat oleh aturan-aturannya, sehingga secara teknis menjadikan yang terakhir sebagai lembaga tertinggi,” ujarnya dengan tegas. “Perubahan ini akan menghancurkan bahkan kedok peradilan yang bebas, sehingga kelompok pengacara dan masyarakat sipil seharusnya menentangnya.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Rizki Nugraha

    Lihat juga Video: KSPSI & KSPI Tolak Darurat Militer: Supremasi Sipil Amanat Reformasi

    (ita/ita)

  • Hakim PN Palembang Meninggal di Kos, KY Sarankan Ubah Sistem Penempatan

    Hakim PN Palembang Meninggal di Kos, KY Sarankan Ubah Sistem Penempatan

    Hakim PN Palembang Meninggal di Kos, KY Sarankan Ubah Sistem Penempatan
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Komisi Yudisial
    (
    KY
    ) menyoroti sistem penempatan dan mutasi para hakim usai hakim Pengadilan Negeri Palembang,
    Raden Zaenal Arief
    , meninggal dunia di kamar kos.
    Dilansir
    ANTARA
    , Jumat (14/11/2025), juru bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata menyampaikan lembaganya telah menggelar survei kesejahteraan hakim melibatkan 567 hakim.
    Salah satu rekomendasi survei adalah reformasi sistem penempatan dan mutasi.
    Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dinilai perlu mendukung transformasi sistem mutasi hakim dari pola nasional menuju sistem mutasi berbasis regional.
    “Sistem baru ini akan memperhatikan tanggung jawab sosial dan kondisi keluarga hakim, sekaligus mempertimbangkan karakteristik geografis, beban perkara, dan tingkat kerentanan wilayah penugasan,” ucap Mukti.
    Adapun Almarhum Raden Zaenal Arief yang bertugas di Palembang telah memiliki istri dan dua orang anak yang tinggal di Bandung.
    KY menilai fasilitas seperti sewa hunian memang ada, namun kedekatan si hakim dengan keluarganya tetap merupakan pilihan kondisi yang lebih baik.
    Selain itu, KY menilai, perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap klasifikasi tipe dan kelas pengadilan untuk memastikan keseimbangan beban kerja serta penghargaan profesional yang lebih proporsional.
    “Meski sudah memperoleh fasilitas rumah dinas atau biaya sewa rumah seperti rumah kos, dengan beban pekerjaan yang begitu besar dan kecenderungan menyimpan beban psikologis, penting ketika bertugas didekatkan dengan keluarganya,” ucap Mukti.
    KY juga mendorong agar dimensi psikologis hakim untuk diperhatikan sebab hakim memiliki kecenderungan mengalami tekanan psikis karena jauh dari keluarga, beban perkara tinggi, kondisi kesejahteraan, dan tekanan dalam menangani perkara.
    “Jika keluhan atau tekanan psikis hanya disimpan dan tidak diungkapkan dengan bercerita kepada ahlinya, bisa membuat kondisi psikologis atau mental hakim serta kondisi kesehatan fisik dari hakim menjadi tidak baik,” kata Mukti.
    Sebelumnya, hakim senior yang juga dikenal sebagai juru bicara PN Palembang, Raden Zaenal Arief, meninggal dunia pada Rabu (12/11).
    Almarhum ditemukan telah tiada di kamar indekosnya di kawasan Dwikora, Palembang, setelah petugas keamanan mengecek kamar Raden karena merasa janggal yang bersangkutan tidak keluar sejak pagi.
    Ketua PN Palembang Kelas IA Khusus I Nyoman Wiguna menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Raden.
    “Kami sangat kehilangan sosok hakim teladan. Almarhum bukan hanya kolega, tapi juga panutan bagi banyak hakim muda. Beliau selalu ramah, santun, dan memiliki integritas yang luar biasa dalam menjalankan tugasnya,” tutur Nyoman Wiguna.
    Menurut sejumlah kolega, almarhum sempat mengeluhkan nyeri di bagian dada beberapa hari terakhir. Namun, Raden tetap ke kantor dan menjalankan tugas tanpa banyak bicara soal kondisi kesehatannya.
    “Beliau itu tipe orang yang sangat disiplin dan berdedikasi tinggi. Walau sedang kurang sehat, tetap berusaha hadir di pengadilan. Tidak pernah sekalipun mengeluh di depan orang lain,” kenang Indra, seorang pegawai PN Palembang yang dekat dengan Raden.
    PN Palembang lantas mengurus seluruh keperluan administrasi dan prosesi pemulangan jenazah ke Bandung, Jawa Barat, untuk dimakamkan di pemakaman keluarga.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • AMSI Nilai Gugatan Mentan Amran ke Tempo Ciptakan Preseden Berbahaya bagi Ekosistem Pers

    AMSI Nilai Gugatan Mentan Amran ke Tempo Ciptakan Preseden Berbahaya bagi Ekosistem Pers

    Jakarta (beritajatim.com) – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyatakan keprihatinan mendalam atas gugatan perdata senilai Rp200 miliar yang diajukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terhadap PT Tempo Inti Media Tbk (Tempo). Gugatan tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 684/Pdt.G/2025/PN JKT SEL pada 1 Juli 2025. AMSI menilai langkah hukum itu dapat menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia.

    “Meskipun kami menghormati hak setiap warga negara untuk menggunakan jalur hukum, namun gugatan bernilai fantastis ini mengindikasikan praktik SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation), yaitu upaya membungkam media melalui beban finansial yang sangat berat,” ujar Ketua Bidang Advokasi dan Regulasi AMSI, Amrie Hakim.

    Sengketa antara Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Tempo berawal dari laporan sampul pemberitaan bertajuk “Poles-Poles Beras Busuk” yang diunggah di akun X dan Instagram Tempo.co pada 16 Mei 2025. Perkara ini telah dimediasi oleh Dewan Pers sebagai lembaga berwenang menangani sengketa pers. Menurut AMSI, penyelesaian sengketa pemberitaan semestinya dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bukan melalui gugatan perdata.

    Tempo disebut telah mematuhi seluruh rekomendasi Dewan Pers, termasuk mengganti judul poster, menyampaikan permintaan maaf, serta memoderasi konten. Hak jawab dan hak koreksi juga telah dilaksanakan. Karena itu, AMSI menilai gugatan Menteri Pertanian berpotensi melanggar jaminan konstitusional kebebasan pers sebagaimana diatur dalam Pasal 28 dan 28F UUD 1945, serta bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 6/PUU-V/2007 yang memperkuat hak istimewa pers dalam pemberitaan kepentingan publik.

    Apabila Menteri Pertanian menilai pelaksanaan putusan PPR Dewan Pers belum sepenuhnya dijalankan, AMSI menyarankan agar pengaduan kembali dilakukan melalui Dewan Pers sesuai mekanisme UU Pers. AMSI juga meminta Dewan Pers memberikan penjelasan terbuka kepada publik mengenai isi PPR agar tidak menimbulkan tafsir berbeda di antara para pihak.

    “Gugatan ini dapat menciptakan preseden berbahaya bagi ekosistem pers di Tanah Air. Jika dibiarkan, pejabat publik lain akan meniru pola ini untuk membungkam kritik, dan media akan takut memberitakan isu-isu penting yang melibatkan pejabat negara,” tegas Amrie.

    AMSI menilai nilai gugatan Rp200 miliar juga tidak proporsional. Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 864K/Sip/1973 jo. No. 459K/Sip/1975, ganti rugi dalam perkara perdata harus proporsional dengan kerugian riil yang dapat dibuktikan, bukan bersifat punitif atau menghukum.

    Terkait hal ini, AMSI mendesak pemerintah dan DPR memberi perhatian serius. “Presiden Prabowo perlu mengingatkan jajaran kabinetnya untuk menghormati kebebasan pers sesuai amanat konstitusi. Di samping itu, DPR perlu menggunakan fungsi pengawasan untuk memastikan tidak ada intimidasi terhadap pers, serta melakukan evaluasi implementasi UU Pers, khususnya perlindungan terhadap praktik SLAPP,” ujar Amrie.

    AMSI mendorong agar sengketa diselesaikan melalui dialog yang konstruktif antara pihak terkait untuk membangun komunikasi yang sehat antara pemerintah dan media. “AMSI berdiri bersama Tempo dan seluruh media yang menjalankan fungsi kontrol sosial dengan integritas. Kami mendorong dialog, bukan konfrontasi, tetapi juga tidak akan diam melihat upaya intimidasi sistematis terhadap perusahaan pers,” tegas Amrie.

    AMSI memastikan akan terus memantau perkembangan perkara ini dan menyiapkan langkah advokasi lanjutan, termasuk berkoordinasi dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. [beq]

  • KY Periksa 3 Hakim yang Vonis Tom Lembong di Kasus Impor Gula

    KY Periksa 3 Hakim yang Vonis Tom Lembong di Kasus Impor Gula

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Yudisial (KY) menyatakan telah memeriksa tiga hakim yang memutus perkara eks Mendag Tom Lembong dalam kasus korupsi impor gula.

    Tiga hakim yang menangani perkara Tom adalah Hakim Dennie Arsan Fatrika selaku hakim ketua. Sementara dua hakim anggotanya, yakni Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. 

    Juru Bicara KY Mukti Fajar mengatakan pemeriksaan Hakim Dennie itu berlangsung pada Selasa (28/10/2025). 

    “KY sudah memeriksa 3 orang hakim kasus Tom Lembong,” ujar Mukti saat dikonfirmasi, Senin (3/11/2025).

    Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik tiga hakim saat memutuskan perkara Tom Lembong. Hanya saja, hasil pemeriksaan ini tidak bisa diungkap ke publik.

    Namun demikian, Fajar mengemukakan bahwa hasil pemeriksaan ini bakal dibawa ke sidang pleno kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).

    “Hasil pemeriksaan akan dibawa ke sidang pleno untuk ditentukan apakah terbukti atau tidak adanya pelanggaran KEPPH,” tuturnya.

    Sekadar informasi, Tom Lembong sempat terjerat dalam kasus korupsi importasi gula di Kemendag periode 2015-2016. Pada intinya, perbuatan Tom dalam perkara ini yaitu telah memberikan persetujuan impor kepada perusahaan swasta. Hanya saja praktik itu dinilai menyalahi sejumlah aturan hingga menyebabkan kerugian negara.

    Adapun, Tom telah dinyatakan secara sah bersalah dan divonis pidana 4,5 tahun serta denda Rp750 juta. Setelah itu, Tom telah dibebaskan dari Rutan Klas I Cipinang, Jakarta Timur usai menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

    Tom Laporkan Hakim 

    Usai bebas, Tom Lembong langsung melayangkan laporan terhadap hakim yang telah memvonis dirinya dalam kasus impor gula ke KY. 

    Tom menekankan bahwa dirinya tidak memiliki niat melaporkan hakim dengan sifat destruktif. Oleh karena itu, dia mengklaim bahwa laporannya itu memiliki niat konstruktif 100%.

    Dia menambahkan, laporan ini juga merupakan momentum yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin lantaran telah mendapatkan atensi dari masyarakat.

    “Kami menyampaikan bahwa tujuan kami dalam mengajukan laporan termasuk para hakim Komisi Yudisial itu 100% motivasi kami adalah konstruktif. Tidak ada 0,1% pun niat destruktif,” ujar Tom di KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).

  • Kompleks DPR-MA di IKN Dibangun November, Anggarannya Rp 11,6 T

    Kompleks DPR-MA di IKN Dibangun November, Anggarannya Rp 11,6 T

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto telah berkomitmen untuk melanjutkan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) dan menjadikannya Ibu Kota Politik 2028. Selaras dengan itu, infrastruktur legislatif dan yudikatif akan mulai dibangun dalam waktu dekat.

    Komitmen kelanjutan IKN ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 yang mengatur arah pembangunan nasional, termasuk percepatan pembangunan IKN.

    Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, mengatakan pembangunan fisik tahap kedua difokuskan pada Kawasan Legislatif dan Yudikatif. Tanda tangan kontrak hasil lelang pembangunan dijadwalkan berlangsung pada akhir Oktober hingga November 2025.

    “Pasca Perpres 79, pembangunan fisik maupun non-fisik di IKN akan semakin masif. Saat ini, sekitar 7.000 pekerja konstruksi tinggal di Hunian Pekerja Konstruksi (HPK). Pada tahap kedua, jumlah pekerja diperkirakan mencapai 20.000 orang untuk mempercepat pembangunan IKN,” kata Basuki dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/11/2025).

    Basuki menjelaskan, kompleks perkantoran legislatif akan dibangun di lahan seluas 42 hektare (ha) dengan anggaran Rp 8,5 triliun untuk periode pembangunan 2025-2027. Pembangunan tersebut mencakup Gedung Sidang Paripurna, Plaza Demokrasi, Serambi Musyawarah, Museum, dan gedung kerja lainnya.

    Sementara kompleks yudikatif akan memiliki luas 15 ha dengan anggaran Rp 3,1 triliun. Di sana, akan dibangun gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Agung (MA).

    Secara keseluruhan, anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan kedua kawasan ini mencapai Rp 11,6 triliun. Proses pembangunan kedua kompleks diperkirakan memakan waktu 25 bulan dimulai pada November 2025.

    Plaza Yudikatif Foto: Dok. Otorita IKN

    Masjid hingga Basilika Rampung 2025

    Selain gedung perkantoran, pembangunan prioritas lainnya termasuk penataan Pasar Sepaku, Masjid Negara, dan Basilika ditargetkan selesai dan beroperasi akhir 2025. Fasilitas pendukung lainnya, seperti konektivitas jalan di KIPP Sub-WP 1B dan 1C, hunian, pasar, dan fasilitas pendidikan, juga tengah dipersiapkan untuk mendukung relokasi ASN ke Nusantara.

    Sebagai pendukung infrastruktur fisik, Otorita IKN juga memastikan bahwa sumber air baku di IKN bisa memenuhi kebutuhan ASN yang akan pindah ke IKN. Hal ini melalui Bendungan Sepaku Semoi dengan luas 800-900 Ha dengan kapasitas tampungan 16 juta meter kubik dan mampu menyediakan air baku 2.500 liter/detik.

    Dari ketersediaan air baku, 1.500 liter/detik akan dialirkan ke IKN dan 1.000 liter/detik dialirkan ke Balikpapan. Selain bendungan, juga telah disiapkan Intake Sepaku dengan instalasi pengolahan air dengan kapasitas 300 liter/detik. Adapun air yang mengalir IKN merupakan air yang dapat diminum.

    Pemerintahan Daerah Khusus (Pemdasus)

    Lebih lanjut, dalam rangka persiapan menuju Pemerintahan Daerah Khusus (Pemdasus), Otorita IKN menggandeng Jimly School of Law and Government (UGM) untuk merancang regulasi dan struktur Pemdasus secara komprehensif.

    Dengan dimulainya tahap persiapan pembangunan Kawasan Legislatif dan Yudikatif, IKN semakin memperkuat fondasinya sebagai pusat pemerintahan modern, inklusif, dan berkelanjutan.

    Halaman 2 dari 2

    (shc/ara)

  • K3 MPR usul semua lembaga tinggi laporkan kinerja pada Sidang Tahunan

    K3 MPR usul semua lembaga tinggi laporkan kinerja pada Sidang Tahunan

    Jakarta (ANTARA) – Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) MPR RI mengusulkan semua lembaga tinggi yang dibentuk berdasarkan konstitusi untuk menyampaikan laporan kinerjanya kepada masyarakat pada momen Sidang Tahunan MPR RI, yang biasanya digelar menjelang HUT RI.

    Ketua K3 MPR RI Taufik Basari menjelaskan lembaga tinggi itu, yakni DPR, DPD, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sebelumnya, laporan kinerja dari lembaga itu biasanya hanya disampaikan oleh Presiden dalam pidatonya.

    “Jadi, bukan melaporkan kepada MPR RI karena kedudukannya sama, tapi melaporkan kepada masyarakat melalui forum MPR RI,” kata Taufik di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Menurut dia, hal itu diusulkan agar sesuai seperti yang dilaksanakan dalam Sidang Tahunan MPR RI ketika awal-awal era reformasi. Kini laporan kinerja lembaga-lembaga itu hanya disebutkan dalam beberapa paragraf pidato Presiden.

    “Sehingga kita bisa mendapatkan satu sidang tahunan yang lebih optimal dibandingkan hanya satu kali, kemudian mendengarkan laporan kinerja ini yang diwakili oleh Presiden,” kata Taufik.

    Untuk itu, tambah Taufik, usulan tersebut akan disampaikan kepada pimpinan MPR RI sebagai bahan pengambilan keputusan.

    Selain itu, dia mengatakan K3 MPR RI juga membahas terkait kedaulatan rakyat yang dijalankan oleh para pejabat.

    Menurut dia, semua lembaga negara wajib melaksanakan amanah untuk menjalankan kedaulatan rakyat sesuai dengan kewenangannya masing-masing berdasarkan konstitusi.

    “Dan apabila kemudian keluar dari maksud dari konstitusi atau dari perintah konstitusi, maka di situ ada pelanggaran terhadap konstitusi,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Wujudkan Layanan Persidangan Bermartabat dan Inklusif, MA Susun Regulasi Strada Dilan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 Oktober 2025

    Wujudkan Layanan Persidangan Bermartabat dan Inklusif, MA Susun Regulasi Strada Dilan Nasional 7 Oktober 2025

    Wujudkan Layanan Persidangan Bermartabat dan Inklusif, MA Susun Regulasi Strada Dilan
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Kekuasaan kehakiman di Indonesia memiliki peran penting sebagai pilar negara yang independen. 
    Berdasarkan teori
    trias politica
    yang dicetuskan John Locke dan dikembangkan Montesquieu, kekuasaan kehakiman merupakan salah satu pilar kekuasaan negara.
    Cabang kekuasaan yudikatif diamanatkan kepada Mahkamah Agung (MA), badan peradilan di bawahnya, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial sesuai Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. 
    Kepala Biro Keuangan Badan Urusan Administrasi MA Edi Yuniadi mengatakan, konsep tersebut menjadi landasan utama dalam mewujudkan negara hukum di Indonesia.
    Dia menjelaskan, kekuasaan kehakiman di Indonesia dijalankan oleh MA dan badan peradilan di bawahnya, dengan fokus utama memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara atau sengketa di bidang hukum pidana, perdata, agama, dan tata usaha negara. 
    Kekuasaan tersebut lazim dengan sebutan kewenangan mengadili perkara/sengketa. 
    “Peran mengadili perkara/sengketa menjadi kekuasaan hakim yang tidak dapat diwakilkan atau memiliki otoritas penuh sebagai peran pemberi keadilan dalam penyelesaian perkara/sengketa,” kata Edi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (7/10/2025).
    Dalam konteks administratif, kewenangan MA diberikan untuk menciptakan atau membuat putusan yang disebut dengan istilah putusan hakim dan menjadi indikator kinerja utama badan peradilan.
    Edi menjelaskan, kesan pertama terhadap pengadilan dapat dilihat dari jalannya persidangan yang di dalam ruang sidang pengadilan.
    “Ruang sidang bukan sekadar tempat berlangsungnya proses hukum, tetapi juga merupakan simbol nyata dari keadilan yang ditegakkan negara,” sebutnya. 
    Menurut Edi, ruang sidang adalah ruang sakral mengingat hukum berbicara, kebenaran diuji, dan keadilan ditegakkan. 
    Oleh karenanya, pandangan terhadap ruang sidang tidak hanya berkaitan dengan aspek fisik dan arsitekturnya, tetapi memiliki nilai-nilai filosofis, psikologis, dan sosiologis yang melekat di dalamnya. 
    Dalam sistem hukum modern, pengadilan merupakan lembaga yang memiliki fungsi sentral dalam menegakkan keadilan, menyelesaikan sengketa, dan menjaga supremasi hukum. 
    Edi menilai, salah satu elemen penting dalam proses peradilan adalah ruang sidang. 
    Meskipun sering dipandang hanya sebagai tempat berlangsungnya persidangan, secara akademik ruang sidang memiliki makna yang lebih luas, baik secara normatif, simbolik, maupun sosial.
    “Ruang sidang tidak hanya menjadi arena pelaksanaan hukum, tetapi juga representasi dari integritas, profesionalisme, dan wibawa lembaga peradilan,” kata Edi. 
    Secara simbolik, kata dia, ruang sidang mencerminkan struktur dan otoritas dalam peradilan. 
    Tata letak yang hierarkis, dengan posisi majelis hakim yang lebih tinggi dari para pihak, melambangkan supremasi hukum dan independensi yudikatif. 
    Elemen-elemen, seperti palu hakim, toga, dan lambang negara memperkuat legitimasi dan otoritas negara dalam menegakkan hukum. 
    Edi menyebutkan, hal tersebut sejalan dengan teori simbolik dalam sosiologi hukum yang menyatakan bahwa aspek-aspek visual dan ritual dalam ruang sidang memperkuat persepsi publik terhadap keadilan, seperti diungkapkan Cohen (2006).
    Dari sudut pandang psikologis, ruang sidang memiliki dampak signifikan terhadap para pencari keadilan. 
    Bagi pihak awam, suasana formal ruang sidang bisa menimbulkan tekanan, ketakutan, atau kecemasan. 
    Oleh karena itu, penting bagi aparat peradilan untuk menciptakan suasana sidang yang tetap profesional namun inklusif. 
    “Secara sosiologis, ruang sidang adalah panggung sosial tempat berbagai kepentingan bertemu dan diuji oleh hukum,” ungkap Edi. 
    Peneliti seperti Habermas (1996) menyatakan, ruang publik, seperti pengadilan, harus menjamin partisipasi rasional dan setara dari semua pihak. 
    Perkembangan teknologi telah mendorong reformasi dalam sistem peradilan, termasuk perubahan dalam bentuk dan fungsi ruang sidang. 
    Implementasi sistem
    e-court
    , persidangan secara daring/
    online court
    , serta digitalisasi dokumen hukum mengubah persepsi tradisional terhadap ruang sidang. 
    Meski demikian, transformasi itu tidak boleh mengurangi esensi ruang sidang sebagai tempat yang menjunjung tinggi prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. 
    Dengan kata lain, digitalisasi harus dilihat sebagai alat, bukan pengganti dari nilai-nilai substantif peradilan.
    Sebagai lembaga peradilan tertinggi, MA memiliki tanggung jawab dalam menciptakan pelayanan peradilan yang berwibawa, profesional, dan berstandar nasional. 
    Purwarupa Gedung Kantor Pengadilan di Lingkungan MA dan badan peradilan di bawahnya merupakan salah satu upaya konkret untuk mewujudkan standarisasi ruang sidang.
    Dalam hal ini, ruang sidang tidak hanya mendukung kenyamanan dan efisiensi proses peradilan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai budaya dan sumber daya nasional.
    Hal itu sesuai dengan dikeluarkannya Keputusan Ketua Mahkamah Agung (KMA) Nomor 216/KMA/SK.PL.1.2.2./X/2023 tentang Pedoman Standarisasi Tata Ruang, Sarana Prasarana. 
    Namun, kata Edi, pada tataran implementasi, SK KMA 216/2023 belum dapat dipenuhi seluruhnya karena kondisi ruang sidang yang belum memenuhi standarisasi.  
    Oleh karena itu, diperlukan terobosan melalui suatu inovasi dalam rangka mewujudkan Standarisasi Ruang Sidang Pengadilan (Strada Dilan) pada empat lingkungan peradilan untuk mewujudkan layanan persidangan yang bermartabat, inklusif dan berkeadilan.
    Untuk mewujudkan itu, Edi mempelopori tim MA yang akan menyiapkan tiga regulasi.
    Pertama
    , pedoman standarisasi ruang sidang pengadilan di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya.
    Kedua
    , pedoman pemanfaatan PNBP Mahkamah Agung untuk mendukung standarisasi ruang sidang pengadilan di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya.
    Ketiga
    , penetapan
    pilot project
    standarisasi ruang sidang pengadilan di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya.
    Hal itu juga dilakukan Edi sebagai sebagai
    project leader
    pelaksanaan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XV yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia.
    Edi mengatakan, ketiga regulasi tersebut akan meningkatkan kualitas layanan peradilan, meningkatkan kepercayaan publik, memberikan pengalaman beracara yang lebih baik terutama bagi kelompok rentan, seperti perempuan, disabilitas, dan anak.
    “Dengan begitu, Strada Dilan dapat mewujudkan layanan persidangan yang bermartabat, inklusif, serta berkeadilan bagi masyarakat pencari keadilan maupun
    stakeholders
    pengadilan,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kubu Tom Lembong Kecewa Laporan soal Hakim Minim Tanggapan KY dan MA 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 Oktober 2025

    Kubu Tom Lembong Kecewa Laporan soal Hakim Minim Tanggapan KY dan MA Nasional 7 Oktober 2025

    Kubu Tom Lembong Kecewa Laporan soal Hakim Minim Tanggapan KY dan MA
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kubu eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong kecewa dengan lembaga pengawasan seperti Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY) imbas laporan mereka yang belum banyak ditindaklanjuti.
    Penasihat hukum Tom, Ari Yusuf mengatakan, laporan mereka terhadap majelis hakim yang menyidangkan perkara importasi gula belum mendapatkan tindak lanjut yang serius dari para lembaga pengawas ini.
    “Hal ini sangat mengecewakan kami selaku Penasihat Hukum dari Tom Lembong, karena baik Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, Inspektorat BPKP, dan Ombudsman tidak melaksanakan tugasnya secara profesional,” ujar Ari saat dihubungi Selasa (7/10/2025).
    Ari mengatakan, lembaga pengawas ini hanya melakukan pencatatan administratif tanpa memberikan kepastian hukum.
    “(Mereka) Cenderung mengedepankan administrasi dan sangat birokratis serta mengesampingkan kepastian hukum dan keadilan bagi klien kami,” imbuh Ari.
    Ari menyebutkan, pada awal laporan dimasukkan, lembaga-lembaga ini cepat memberikan respons. Tapi, laporan yang telah diterima justru tidak ditindaklanjuti lagi.
    Misalnya, laporan yang disampaikan ke KY sempat diproses pada bulan Agustus 2025. Saat itu, tim pengacara Tom diminta untuk memberikan keterangan. Tapi, hingga kini, majelis hakim belum diperiksa KY.
    “KY meminta keterangan kepada
    lawyer
    pada tanggal 28 Agustus 2025. Namun, hingga saat ini, KY belum memanggil Majelis Hakim terlapor,” kata Ari.
    Ari mengatakan, pihaknya telah bersurat kepada KY pada 11 dan 30 September 2025 agar para hakim dapat segera diperiksa dan dijatuhkan hukuman etik. Namun, laporan dari KY belum ada kejelasan lagi.
    Bernasib serupa, laporan di Bawas MA juga belum banyak perkembangan.
    “Bawas MA telah meminta keterangan kepada majelis hakim melalui Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 14 Agustus 2025 dan majelis hakim terlapor memberikan klarifikasi kepada Bawas MA pada tanggal 25 Agustus 2025,” kata Ari.
    Namun, pihaknya belum menerima hasil dari permintaan keterangan ini. Ari mengaku tidak tahu apakah keterangan dari majelis hakim diberikan secara lisan atau melalui penjelasan tertulis.
    “Tidak ada kepastian hukum yang diberikan oleh Bawas MA atas Laporan ini. Apakah majelis hakim terlapor terbukti ataukah majelis hakim terlapor tidak terbukti. Hal ini sangat kita sayangkan,” imbuhnya.
    Selain membuat laporan ke KY dan Bawas MA, kubu Tom Lembong juga melaporkan hal ini ke Ombudsman.
    Ari mengatakan, pihaknya sudah melakukan audiensi dengan Ombudsman pada tanggal 12 Agustus 2025.
    Awalnya, laporan ini rutin mendapatkan perkembangan. Namun, laporan ini juga mandeg.
    “Ombudsman menerbitkan SPDP pada tanggal 11 September 2025. Namun, setelah diterbitkannya SPDP tersebut, Ombudsman tidak menindaklanjuti SPDP tersebut,” jelas Ari.
    Lebih lanjut, laporan Tom Lembong terhadap ahli BPKP kepada pengawas internalnya juga belum ditanggapi oleh Inspektorat BPKP.
    Untuk menindaklanjuti laporan mereka, kubu Tom sempat mendatangi kantor BPKP.
    “Namun, melalui suratnya pada 13 Agustus dan 15 September 2025, pada pokoknya tidak ada kepastian dan tindak lanjut dari Inspektorat BPKP tersebut,” kata Ari.
    Sebelumnya, kubu Tom Lembong mendatangi MA, KY, dan Ombudsman pada awal Agustus 2025 untuk melaporkan majelis hakim dan sejumlah pihak terkait atas sidang perkara korupsi importasi gula yang pernah menjeratnya.
    Ada tiga orang hakim yang dilaporkan kubu Tom, yaitu Dennie Arsan Fatrika selaku ketua majelis, dan dua hakim anggotanya, Purwanto S. Abdullah, dan Alfis Setyawan.
    Ketiganya dilaporkan sebagai bentuk pengujian atau koreksi atas sistem peradilan di Indonesia.
    “Dia ingin ada evaluasi, dia ingin ada koreksi. Agar apa? Agar keadilan dan kebenaran dalam proses penegakan hukum di Indonesia ini bisa dirasakan oleh semuanya,” kata kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, saat ditemui di Kantor Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin, 4 Agustus 2025.
    Laporan Tom ini dilayangkan setelah dia mendapatkan abolisi atau penghapusan kasus oleh Presiden Prabowo Subianto.
    Zaid Mushafi mengatakan bahwa laporan ini bukan aksi balas dendam, tetapi janji Tom untuk memperbaiki hukum di Indonesia.
    Kompas.com
    telah berusaha untuk menghubungi dan mengkonfirmasi terkait perkembangan laporan ini kepada KY dan MA.
    Namun, hingga berita ini dimuat, baik KY maupun MA belum memberikan tanggapan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Demo 30 September di Jakarta, Berikut Tiga Titik Aksi Hari Ini
                        Megapolitan

    6 Demo 30 September di Jakarta, Berikut Tiga Titik Aksi Hari Ini Megapolitan

    Demo 30 September di Jakarta, Berikut Tiga Titik Aksi Hari Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Demonstrasi kembali digelar di sejumlah titik di Jakarta Pusat pada Senin (30/9/2025). Aparat gabungan dari Polri, TNI, dan Pemprov DKI dikerahkan untuk menjaga keamanan.
    Kepala Seksi Humas Polres Metro Jakarta Pusat Iptu Ruslan Basuki mengatakan, kepolisian lebih dulu menggelar
    Tactical Wall Game
    (TWG) dan apel pengamanan pada pukul 08.00 WIB.
    Setidak adanya tiga titik aksi yang bakal didatangi massa. Aksi pertama dilakukan oleh massa dari Musyawarah Rakyat Indonesia di depan Gedung DPR/MPR RI.
    Sementara itu, massa dari Mahasiswa Penggugat Peradilan Bersih bersama sejumlah elemen lain menggelar demonstrasi di kawasan Silang Selatan Monas, Gambir.
    Selain itu, kelompok Mahasiswa Penggugat Peradilan Bersih juga menggelar aksi di depan kantor Komisi Yudisial RI.
    “Untuk pengamanan, Polri bersama TNI dan Pemda DKI menurunkan sebanyak 5.240 personel gabungan di wilayah Jakarta Pusat,” ujar Ruslan.
    Ia menambahkan, kondisi lalu lintas di sekitar lokasi bersifat situasional dan akan disesuaikan dengan eskalasi jumlah massa di lapangan.
    Hingga berita ini ditayangkan, kepolisian belum merinci jam berlangsungnya aksi.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.