Kementrian Lembaga: Komisi Yudisial

  • Menyoal Kasus Hukum Direksi ASDP

    Menyoal Kasus Hukum Direksi ASDP

    Jakarta

    Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini, mengomentari kasus hukum yang menimpa mantan Dirut PT ASDP, Ira Puspadewi (IP). Didik menyoroti Ira yang disebutnya tidak menerima aliran uang sepeser pun namun kini divonis 4,5 tahun penjara dalam perkara akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP.

    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak pernah melakukan audit terhadap kerugian negara. Bahkan selama kepemimpinannya, Ira berhasil meningkatkan keuntungan perusahaan.

    Seorang eksekutif BUMN terpidana tidak menerima aliran uang satu sen pun, tidak pernah dilakukan audit dari BPK atau BPKP perihal kerugian negara (bahkan keuntungan perusahaan meningkat), tidak ada mens rea dari para terpidana, dan hanya dikategorikan lalai pada putusan PN, lalu divonis sebagai koruptor.

    Pengadilan seperti ini pantasnya disebut pengadilan apa? Sudah banyak para ahli sampai awam yang menjawab di publik, itu adalah pengadilan sesat. Ini hukum yang terjadi di Indonesia.

    Seharusnya institusi hukum, seperti sistem peradilan, menjaga kontrak, dan penegakan hukum, berfungsi sebagai “pondasi” bagi aktivitas ekonomi.

    Bila institusi ini buruk (korup, lamban, tidak independen, atau tidak dapat diprediksi), dampaknya sangat luas bagi perkembangan ekonomi. Pelaku usaha investor menahan investasi, profesional kaku dan takut mengambil keputusan, aktivitas bisnis menjadi lambat, bahkan mandek karena berhati-hati dan takut.

    Kasus peradilan ASDP yang terakhir ini semakin mengukuhkan bahwa hukum semakin sesat dan menjadi ancaman bagi profesional, BUMN dan perekonomian secara keseluruhan.

    Titik lemah dari upaya presiden Prabowo untuk memajukan ekonomi terganjal oleh praktek hukum dan peradilan, yang naif, absurd dan sembrono karena intervensi luar , setelah rangkaian banyak kasus sebelumnya seperti Karen Agustian, Tom Lembong, Nadiem Makarim dan lainnya.

    Sampai saat ini sudah banyak korban peradilan sesat, hakim dan jaksa, aparat hukum yang korup. Jika tidak ada yang melakukan reformasi hukum, maka praktek sesat ini akan terus berlangsung dan secara gamblang dipertontonkan di muka publik.

    Wajah hukum Indonesia sudah buruk sejak lama, membaik ketika reformasi dan kembali tampil sangat mengerikan. Ini terjadi di KPK, yang diidamkan pada masa reformasi, tetapi wajahnya sekarang tercoreng oleh oknum dan kasus-kasus intervensi kekuasaan busuk.

    Menurutnya, KPK sekarang sudah jauh berbeda dengan perubahan dan intervensi yang bertubi-tubi sehingga menjadi lembaga hukum yang cacat. Seperti lembaga hukum yang ada, praktik sesat sudah terjadi, seperti pada kasus terakhir, ASDP.

    Kasus ini layak dijadikan referensi dan dikaji mendalam sebagai kerusakan hukum di Indonesia dengan dampak yang luas terhadap ekonomi. Tidak usah ahli hukum yang menganalisis secara mendalam, mata dan pendengaran awam saja sudah bisa mencium bau busuk menusuk proses hukum sesat, yang terjadi pada saat ini

    Aksi Korporasi Dikriminalisasi

    Para direksi melakukan transformasi perusahaan melalui “corporate action” untuk satu tugas melayani penyeberangan di seluruh nusantara. Pilihannya terbatas karena tidak banyak tersedia pembelian kapal dalam jumlah besar.

    Peluang aksi korporasi ada dengan cara akuisisi perusahaan sejenis yang tidak berjalan optimal. Aksi ini sangat baik secara manajemen dan sukses dilakukan sehingga menambah kapasitas layanan penyeberangan, yang berguna untuk masyarakat.

    Aksi korporasi seperti ini sudah dipermasalahkan dengan kacamata hukum yang picik sehingga akan banyak CEO di masa mendatang tidak akan melakukan apa pun karena takut menghadapi aparat hukum yang naif.

    Perusahaan dilihat secara obyektif justru meraih kinerja yang bagus dan terus melebarkan sayapnya melayani masyarakat. Direksi meningkatkan laba perusahaan yang tertinggi selama ini, yakni Rp 637 miliar pada tahun 2023 dan sekaligus peringkat 7 BUMN terbaik.

    Direksi tidak mencuri satu sen pun uang perusahaan tetapi ada indikasi hukum dipengaruhi kepentingan tertentu justru memutuskan hukuman yang dholim 4,5 tahun penjara. Tuduhan merugikan negara Rp 1,25 triliun 98,5% dari nilai akuisisi PT Jembatan Nusantara sangat naif dan dibuat-buat dengan menilai kapal-kapal yang beroperasi sebagai besi tua.

    Tetapi aksi korporasi melibatkan rente transaksi dana dalam jumlah besar, yang sering dikangkangi para pemburu rente, yang berselingkuh dengan kekuasaan. Ada indikasi, meski aksi korporasi sukses tetapi ada yang tertinggal dan kecewa sehingga melakukan balas melalui hukum yang dikendalikan kekuasaan.

    Di sinilah terjadi hukum yang absurd, sesat dan melawan nurani serta akal sehat. Ini harus menjadi pelajaran sejarah hukum yang menyesatkan dan mesti ada yang menyelidiki proses gelap di balik kasus ini serta mengungkapnya agar tidak terulang kembali (komisi yudisial dan komisi kejaksaan).

    Yang naif selanjutnya adalah menghitung kerugian sesuai selera sendiri. Kapal-kapal yang dibeli dinilai sebagai besi tua dihitung secara kiloan seperti pemulung besi menyerahkan besi bekas kepada pengumpul.

    Lalu jadilah nilai kerugian sim salabim pengurangan dari nilai pembelian terhadap perhitungan ala pengumpul rombeng besi tua. BPK diabaikan padahal sudah melakukan audit dengan opini “Wajar Dengan Pengecualian” hanya untuk dua kapal dengan opportunity loss sekitar Rp 4,8-10 miliar. Jauh sekali dari Rp 1,25 triliun yang didakwakan sebagai kerugian negara.

    Para ahli pasti berpendapat bahwa mengakuisisi perusahaan rugi adalah hal lazim dalam bisnis dimana proses akuisisi yang terjadi bagian dari pengembangan perusahaan. Peluang untuk dan rugi merupakan bagian dari dinamika perusahaan.

    Dalam kasus ASDP, direksi bukan hanya melakukan hal yang benar tetapi berjuang untuk mengembangkan perusahaan. KPK yang mengangkat kasus ini mengakui tidak ada aliran uang mencurigakan. PPATK tidak menemukan aliran dana korupsi. BPK menyatakan akuisisi dilakukan sesuai ketentuan. Saksi dari komisaris dan direksi membantah tuduhan bahwa komisaris tidak menyetujui akuisisi.

    Lalu, jika fakta ini diabaikan, maka layak pengadilan ASDP ini sebagai pengadilan sesat, jaksa dan hakim yang zalim. Proses hukum di baliknya dan motivasi mengejar orang tidak bersalah ke dalam hukum perlu diselidiki.

    Didik J Rachbini
    Rektor Universitas Paramadina

    (ily/hns)

  • Survei RPI: Kepuasan Publik atas Penegakan Hukum Tembus 61,5 Persen

    Survei RPI: Kepuasan Publik atas Penegakan Hukum Tembus 61,5 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Hasil survei terbaru Rumah Politik Indonesia (RPI) menunjukkan mayoritas masyarakat puas dengan kinerja penegakan hukum di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Berdasarkan survei tersebut, tingkat kepuasan atas kinerja lembaga penegak hukum (LPH), seperti Polri, Kejaksaan, Mahkamah Konstitusi, KPK, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial berada di angka 61,5%.

    “Mayoritas responden mengapresiasi kinerja pemerintah dalam penegakan hukum dan salah satu indikatornya adalah dengan melihat pandangan publik terhadap kinerja lembaga penegak hukum atau LPH,” ujar Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas dalam rilis hasil survei RPI di Jakarta, Rabu (19/11/2025).

    Dari hasil survei RPI terlihat sebanyak 32,9% puas dengan kinerja LPH, 21,9% responden mengaku cukup puas dan responden yang merasa sangat puas sebanyak 6,7%. Lalu, sebanyak 24,5% responden mengaku sedang atau netral dan responden yang tidak puas sebanyak 4,1%. Sisanya, responden menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

    Survei RPI tersebut juga menunjukkan mayoritas masyarakat optimistis kondisi penegakan hukum ke depannya makin baik atau sebanyak 63,5% mengakui optimistis, dengan perincian 38,5% responden mengaku optimis atau yakin, lalu sebanyak 19,9% responden cukup yakin, dan 7,7 persen responden sangat yakin.

    Sementara sebanyak 23,9% responden memberikan penilaian sedang, sebanyak 3,5% responden merasa tidak yakin dan 6,5% responden memilih untuk tidak tahu atau tidak menjawab.

    Fernando mengungkapkan masyarakat juga menaruh harapan besar terhadap penegakan hukum dalam agenda pemberantasan korupsi. Hal itu terlihat saat RPI mengajukan pertanyaan tentang keyakinan publik terhadap kondisi pemberantasan korupsi apakah akan semakin baik atau tidak.

    “Untuk isu pemberantasan korupsi, mayoritas positif. Sebanyak 41,8% responden menilai sangat yakin, 19,5% responden menilainya moderat atau sedang, 17,9% responden cukup yakin, dan 5,6% responden mengaku sangat yakin. Sedangkan 4,3% responden mengaku tidak yakin dan 10,9% responden memilih tidak menjawab dan tidak tahu,” beber Fernando. 

    Merespons hasil survei RPI tersebut, Wakil Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Ali Ramadhan menilai ujian negara demokrasi sesungguhnya, adalah bagaimana supremasi hukum bisa tegak berdiri secara persisten, berkeadilan dan proporsional. 

    “Tantangan mewujudkan supremasi hukum ini kompleks, meliputi, bagaimana pemerintah bisa bekerja maksimal untuk agenda pemberantasan korupsi nonintervensi, dapat secara konsisten dan persisten diberlakukan, akses keadilan yang setara, menjaga integritas dan independensi lembaga peradilan hingga reformasi kultural di setiap entitasnya,” kata Ali.

    Menurut Ali, dari survei RPI tersebut, terlihat besarnya ekspektasi publik terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran untuk secara serius melakukan penegakan hukum. Dia menilai hasil survei RPI juga menunjukkan kinerja lembaga penegak hukum sejauh ini dapat berakselerasi dengan arah dari Presiden Prabowo yang menghendaki agar supremasi hukum bisa berlaku tegas, adil, setara dan konsisten.

    “Tentu, kinerja LPH ini memberikan kontribusi positif terhadap citra pemerintahan Prabowo-Gibran di bidang hukum. Meski harus diuji kembali melalui kinerja, output dan pandangan publik dan bisa dilihat kembali yang salah satunya melalui instrumen survei di waktu-waktu berikutnya,” pungkas Ali.

    Survei nasional RPI dilaksanakan pada 9-15 November 2025 dengan responden survei masyarakat di atas 17 tahun atau yang sudah memiliki hak pilih dan berasal dari 38 Provinsi di Indonesia. Responden kemudian diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Teknik sampling yang digunakan pada riset ini menggunakan multistage random sampling. Dan jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 1.280 responden. Sedangkan margin of error sampel sebesar 2,8% pada tingkat kepercayaan ± 95%. 

  • Kepercayaan Publik Menguat, Polri Unggul dalam Survei Nasional RPI

    Kepercayaan Publik Menguat, Polri Unggul dalam Survei Nasional RPI

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Rumah Politik Indonesia (RPI) merilis hasil survei nasional terbarunya yang memotret tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja lembaga penegak hukum (LPH) di Indonesia.

    Dalam paparan yang disampaikan di Jakarta pada Rabu, 19 November 2025, Direktur RPI Fernando Emas menyebut Polri menempati posisi teratas sebagai lembaga dengan kinerja terbaik, meski selisihnya dengan Kejaksaan Agung terbilang tipis.

    Fernando menjelaskan bahwa berdasarkan temuan survei, Polri mendapat penilaian sebesar 20,5 persen, disusul Kejaksaan Agung yang mengantongi 19,9 persen. Sementara Mahkamah Agung berada di posisi ketiga dengan 18,5 persen, kemudian Komisi Yudisial 16,5 persen, KPK 12,9 persen, dan Mahkamah Konstitusi 9,5 persen.

    “Dari data survei kita bisa dapati bahwa Polri memperoleh 20.5 persen yang tipis sekali jaraknya dengan institusi Kejaksaan Agung yang mendapat 19.9 persen… Lalu responden yang tidak menjawab sebanyak 2.2 persen,” ulasnya.

    Selain kinerja, RPI juga menyoroti tingkat kepuasan publik terhadap Polri. Hasilnya, mayoritas masyarakat menyatakan puas. Fernando merinci: masyarakat yang memberikan penilaian puas mencapai 75,7 persen, sebanyak 2,4 persen menjawab tidak puas, 15,7 persen memilih netral, dan 2,1 persen responden menyatakan tidak tahu atau tidak memberikan jawaban.

    Untuk mendalami alasan di balik penilaian positif tersebut, RPI menanyakan lebih jauh kepada responden. Jawaban yang muncul beragam, namun dominan terkait struktur Polri yang dianggap mampu menjangkau wilayah secara luas.

  • DPR Setujui 7 Calon Anggota Komisi Yudisial, Siap Dibahas di Paripurna Terdekat

    DPR Setujui 7 Calon Anggota Komisi Yudisial, Siap Dibahas di Paripurna Terdekat

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi III DPR menggelar rapat pleno pada hari ini, Rabu (19/11/2025) dengan agenda pengambilan keputusan terhadap 7 calon anggota Komisi Yudisial periode 2025-2030.

    Wakil Ketua Komisi III sekaligus pemimpin sidang rapat pleno, Sari Yuliati lebih dulu membuka rapat tersebut karena telah partisipan telah memenuhi syarat.

    Kemudian 8 fraksi lebih menyampaikan pandangan terhadap para calon anggota KY. Masing-masing fraksi menyatakan bahwa KY memiliki peran sentral untuk mengawasi kinerja para hakim.

    KY juga diminta memiliki integritas dalam melaksanakan tugasnya. Para anggota Komisi III menginginkan para calon anggota KY bertanggung jawab dan amanah selama menjalankan tugasnya.

    Kedelapan fraksi partai menyetujui 7 calon anggota KY untuk dibahas di tingkat II atau di sidang paripurna terdekat.

    “Maka dapat disimpulkan bahwa pemberian persetujuan atau tidak memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap calon anggota Komisi Yudisial masa jabatan 2025-2030 yaitu 8 fraksi memberikan persetujuan terhadap 7 calon anggota Komisi Yudisial,” kata Sari, Rabu (19/11/2025).

    Berikut daftar calon anggota KY yang diajukan yakni:

    1. F. Williem Saija – unsur mantan hakim

    2. Setyawan Hartono – unsur mantan hakim

    3. Anita kadir – unsur praktisi hukum

    4. Desmihardi – unsur praktisi hukum

    5. Andi Muhammad Asrun – unsur akademisi hukum

    6. Abdul Chair Ramadhan – unsur akademisi hukum

    7. Abhan – unsur tokoh masyarakat

    Sekadar informasi, tujuh calon nama tersebut telah dinyatakan lolos uji kelayakan dan fit and proper test dan menyingkirkan lebih dari 200 peserta. 

    Mereka dipilih berdasarkan Hasil pemilihan panitia seleksi melalui surat nomor B-61/PANSEL-KY/10/2025 tanggal 2 Oktober 2025.

  • Komisi III DPR lanjut uji kelayakan calon anggota Komisi Yudisial

    Komisi III DPR lanjut uji kelayakan calon anggota Komisi Yudisial

    Jakarta (ANTARA) – Komisi III DPR RI melanjutkan agenda uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test kepada sejumlah calon anggota Komisi Yudisial (KY) bagi para calon yang belum diuji pada Rabu ini, setelah sebelumnya agenda itu dimulai pada Senin (17/11).

    Pada agenda lanjutan ini, uji kelayakan dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI Sari Yuliati. Adapun calon anggota Komisi Yudisial yang pertama dites adalah Abhan, yang merupakan calon dari unsur masyarakat.

    “Silakan Pak, 10 menit untuk Bapak,” kata Sari saat mempersilakan Abhan untuk menyampaikan makalah terkait uji kelayakan itu di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Adapun pada Rabu ini, Komisi III DPR RI dijadwalkan menggelar uji kelayakan dan kepatutan itu terhadap tiga calon anggota KY. Selain Abhan, dua calon anggota KY lainnya yang akan diuji yakni Willem Saija dari unsur mantan hakim dan Desmihardi dari unsur praktisi hukum.

    Sedangkan empat calon anggota KY lainnya sudah menjalani uji kelayakan dan kepatutan pada Senin (17/11).

    Adapun Presiden Prabowo Subianto melalui surat tertanggal 22 Oktober 2025, menyampaikan tujuh nama calon anggota KY kepada DPR. Pengusulan ini sehubungan dengan akan berakhirnya masa jabatan anggota KY periode 2020–2025 pada 21 Desember mendatang.

    Tujuh nama yang diusulkan Presiden, yaitu F. Willem Saija dan Setyawan Hartono dari unsur mantan hakim, Anita Kadir dan Desmihardi dari unsur praktisi hukum, Andi Muhammad Asrun dan Abdul Chair Ramadhan dari unsur akademisi hukum, serta Abhan dari unsur tokoh masyarakat.

    Nama-nama yang diusulkan merupakan hasil pemilihan oleh panitia seleksi (pansel) yang dibentuk Presiden. Sebelumnya, pansel telah membuka pendaftaran calon anggota KY masa jabatan 2025–2030 pada 2–23 Juni 2025.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Imam Budilaksono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bawas MA Ungkap 19 Hakim Dijatuhi Hukuman Berat Sepanjang 2025

    Bawas MA Ungkap 19 Hakim Dijatuhi Hukuman Berat Sepanjang 2025

    Bawas MA Ungkap 19 Hakim Dijatuhi Hukuman Berat Sepanjang 2025
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung (MA) mengungkapkan bahwa sepanjang 2025, sebanyak 19 hakim dijatuhi hukuman disiplin kategori berat.
    Kepala
    Bawas MA
    Suradi mengatakan, jumlah tersebut menjadi bagian dari total 176 aparatur peradilan yang menerima berbagai jenis sanksi hingga Oktober 2025.
    Penjatuhan sanksi diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan atas pengaduan masyarakat yang masuk sepanjang tahun.
    “Rekapitulasi hukuman disiplin di tahun 2025, yang pertama dengan jabatan. Pada 2025 untuk hakim ada
    hukuman berat
    19, hukuman sedang 12, hukuman ringan 43, hingga totalnya 74 orang hakim,” ujar Suradi, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (18/11/2025).
    Selain hakim karier, Bawas juga memberikan sanksi kepada aparatur peradilan lain, seperti hakim ad hoc (4 orang), panitera (11 orang), sekretaris (10 orang), panitera muda (10 orang), jurusita, panitera pengganti, pejabat struktural, pejabat fungsional, staf pelaksana, dan tenaga PPNPN.
    Secara keseluruhan, Suradi menyebut, ada 176 aparatur yang dijatuhi hukuman disiplin hingga Oktober 2025.
    “Ini memang agak turun dari tahun 2024. Di tahun 2024 sampai dengan Desember itu ada 244 orang yang dijatuhi disiplin. Namun, ini masih berjalan sampai akhir tahun,” ucap dia.
    Dalam rapat tersebut, Suradi juga merinci tindak lanjut atas usulan penjatuhan sanksi dari
    Komisi Yudisial
    (KY) untuk 2024-2025.
    Total ada 94 hakim yang diusulkan KY untuk dijatuhi sanksi.
    “Usulan tahun 2024 jumlah usulan dari Komisi Yudisial ada 49, hakim yang diusulkan 54, dan sudah ditindaklanjuti 41. Ada 13 yang masih dalam proses,” ujar dia.
    Sementara untuk 2025, lanjut Suradi, KY mengajukan 72 usulan dengan 40 hakim yang direkomendasikan dijatuhi sanksi.
    “Yang sudah selesai ditindaklanjuti Bawas ada 25, yang masih dalam proses 15,” kata Suradi.
    Secara total, dari usulan KY 2024 dan 2025, sebanyak 66 hakim telah dijatuhi sanksi, sementara 28 lainnya masih dalam proses.
    Bawas MA juga mengungkapkan bahwa MA dan KY berencana menyelenggarakan sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) terhadap 18 hakim sepanjang 2025.
    Para hakim tersebut direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian.
    “Dari peradilan umum yang diusulkan
    Mahkamah Agung
    ada 8, yang diusulkan KY ada 7, jadi jumlahnya 15. Namun, yang sudah dilaksanakan baru 3, sisanya masih 12,” ungkap Suradi.
    Adapun dari peradilan agama, terdapat 2 hakim yang diusulkan MA.
    Sementara dari peradilan tata usaha negara, MA mengusulkan 1 hakim.
    Terkait jenis pelanggaran, Suradi mengungkap ragam pelanggaran yang membuat para hakim diusulkan untuk disidang MKH, mulai dari asusila hingga gratifikasi.
    “Pelanggaran-pelanggaran itu ada asusila, disiplin masuk kantor, gratifikasi, penelantaran istri dan anak, memalsukan dokumen kependudukan, penggelapan uang hasil lelang, pengurusan perkara, perselingkuhan, serta pelecehan. Yang paling besar itu memang pengurusan perkara,” pungkas Suradi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polemik Dugaan Ijazah Palsu Hakim MK, Anggota DPR Dilaporkan ke MKD

    Polemik Dugaan Ijazah Palsu Hakim MK, Anggota DPR Dilaporkan ke MKD

    Bisnis.com, JAKARTA – Hakim Makhamah Konstitusi Arsul Sani, kini menjadi viral karena adanya dugaan ijazah palsu yang digunakan dalam fit and proper test hakim MK.

    Dugaan ijazah palsu milik Arsul Sani ini menjadi polemik di Indonesia. Adapun Aliansi Masyarakat Pemantau Konstitusi (AMPK) telah melaporkan Komisi III ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

    Anggota AMPK, Muhammad Rizal menduga Komisi III lalai dalam proses fit and proper test hakim MK. Adapun pelaporan tidak merujuk secara perorangan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, hakim MK yang diduga terseret polemik ini adalah Arsul Sani. 

    “Kehadiran kami di MKD pada siang hari ini adalah berkaitan dengan pelaporan terhadap Komisi III. Berkaitan dengan kami menduga adanya kelalaian dalam proses fit and proper test hakim MK,” katanya kepada jurnalis di Kompleks Parlemen, Senin (17/11/2025).

    Dia berharap MKD memanggil Komisi III secara kelembagaan untuk dimintai pertanggungjawaban terkait dugaan ijazah palsu tersebut. 

    Koordinator AMPK, Betran Sulani mengatakan dugaan ijazah palsu berasal dari salah satu laporan media di Polandia. Ijazah yang diduga palsu adalah ijazah S3.

    “Kita melampirkan beberapa media-media, bahkan media Polandia juga kita sudah lampirkan dan aksi-aksi mahasiswa yang beberapa kali melaksanakan aksi di MK,” ujarnya.

    Pihaknya juga sudah melaporkan ke Bareskrim Polri agar pihak kepolisian turut mengusut dugaan ijazah palsu.

    “Kami juga melaporkan ke Bareskrim Polri terkait dengan hal yang sama agar supaya pihak kepolisian dapat menjalankan tugasnya dan masyarakat juga bisa mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya dari hasil yang ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian,” pungkas Betran.

    Respon Komisi III DPR RI

    Komisi III DPR RI menerima tujuh nama calon anggota Komisi Yudisial (KY) dari Panitia Seleksi (Pansel) yang dibentuk oleh Presiden Prabowo. Penyerahan dilakukan saat rapat dengar pendapat (RDP) di DPR, Senin (17/11/2025).

    Hasil pemilihan panitia seleksi melalui surat nomor B-61/PANSEL-KY/10/2025 tanggal 2 Oktober 2025. Setelah penjelasan Pansel, Ketua Komisi III Habiburokhman menyoroti mekanisme Pansel dalam memverifikasi keaslian ijazah dari para calon anggota KY.

    “In ikan syarat sarjana ini minimal ya, apakah ada mekanisme pengecekan ijazah calon-calon ini, dalam konteks keaslian ijazahnya juga termasuk kampusnya, kampusnya ada enggak gitu loh. Mungkin aja ada dokumennya bener ternyata kampusnya tidak ada. Gitu. Ada mekanisme seperti itu nggak, Pak?” kata politikus Gerindra itu.

    Dia menjelaskan urgensi pertanyaan tersebut dilatarbelakangi pelaporan ijazah hakim Mahkamah Konstitusi, Arsul Sani yang diduga palsu. Akibatnya, Komisi III yang kala itu menguji Arsul Sani terseret dalam polemik ini.

    “Karena kami baca ini, baca dokumen satu memang kita tidak ada kemampuan secara forensik menilai asli atau nggak, tapi pasti asli kalau dokumennya,” ujarnya.

    Terlebih, calon anggota Komisi Yudisial yang diajukan berlatar belakang pendidikan S1 hingga S3 sehingga perlu ketelitian memverifikasi keaslian ijazah.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Komisi Yudisial Dhahana Putra menegaskan pihaknya telah memeriksa keaslian ijazah sesuai prosedur dengan bukti foto copy ijazah yang mendapatkan legalisir terbaru.

    “Perlu kami sampaikan sebagai syarat formil, dari masing-masing calon itu menyampaikan dokumen ijazah yang sudah dilegalisir terbaru. Itu jadi suatu dokumen yang kita gunakan untuk proses lebih lanjut,” kata Dhahana.

  • Ditanya Situasi Peradilan Saat Ini, Calon Anggota KY: Sedih, Kecewa, Marah, Stres Juga

    Ditanya Situasi Peradilan Saat Ini, Calon Anggota KY: Sedih, Kecewa, Marah, Stres Juga

    Ditanya Situasi Peradilan Saat Ini, Calon Anggota KY: Sedih, Kecewa, Marah, Stres Juga
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Calon anggota Komisi Yudisial (KY) unsur mantan hakim, Setyawan Hartono, mengaku merasakan kesedihan, kekecewaan, kemarahan, hingga stres ketika melihat kondisi dunia peradilan dalam beberapa waktu terakhir.
    Hal itu disampaikan Setyawan saat menjawab pertanyaan Ketua Komisi III
    DPR RI
    Habiburokhman dalam menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), di Komisi III DPR RI, Senin (17/11/2025).
    Habiburokhman meminta Setyawan menilai kondisi
    peradilan
    saat ini dengan tiga pilihan: baik-baik saja, ada masalah, atau ada masalah serius.
    “Sedikit saya ingin mengajukan pertanyaan, Pak. Yang pertama, menurut Pak Setyawan, situasi dunia peradilan saat ini seperti apa, Pak? Tiga alternatif saja, baik-baik saja, ada masalah, atau ada masalah serius. Tiga pilihan itu, Pak. Jelaskan argumentasinya, Pak,” tanya Habiburokhman, di Gedung DPR RI.
    Menjawab pertanyaan ini, Setyawan menggambarkan kegelisahan yang dia rasakan sejak menjelang akhir masa tugasnya sebagai hakim pada awal 2025.
    “Jadi, dalam beberapa waktu terakhir rasanya, waktu-waktu akhir saya menjabat, saya sempat merasa sedih, kecewa, marah, dan stres juga. Jadi, di bulan-bulan itu pembahasan di semua media sosial itu selalu saja berbicara mengenai hal tidak baik tentang hakim, tentang lembaga peradilan,” ujar Setyawan.
    Ia menilai, berbagai peristiwa yang mencoreng integritas lembaga peradilan belakangan ini menunjukkan bahwa kondisi peradilan tidak berada dalam keadaan baik.
    “Jadi, rasanya kondisi lembaga peradilan saat ini jelas dalam situasi yang tidak baik-baik saja. Dan saya tidak tahu, setelah kasus PN Surabaya masih dalam proses, muncul lagi kasus di Tipikor Jakpus, yang sepertinya saya tidak tahu apa yang ada di benak mereka,” ujar dia.
    Menurut Setyawan, persoalannya bukan terletak pada keberanian atau ketakutan para hakim, tetapi pada komitmen mereka terhadap kehormatan profesi.
    “Bukan masalah takut atau tidak takut, tapi betul-betul tidak ada komitmen untuk bisa menjaga marwah peradilan, marwah hakim. Jadi, kondisinya jelas tidak baik-baik saja, Bapak,” ucap dia.
    Sebagai informasi, Komisi III DPR RI mulai menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap tujuh
    calon anggota KY
    , pada Senin (17/11/2025).
    Proses berlangsung hingga Rabu (19/11/2025) dan akan ditutup melalui rapat pleno keputusan pada Kamis, 20 November 2025.
    Berikut daftar lengkap calon anggota KY yang mengikuti uji kelayakan:
    1.
    Setyawan Hartono
    – unsur mantan hakim
    2. Abdul Chair Ramadhan – unsur akademisi hukum
    3. Andi Muhammad Asrun – unsur akademisi hukum
    4. Anita Kadir – unsur praktisi hukum
    5. Abhan – unsur tokoh masyarakat
    6. Williem Saija – unsur mantan hakim
    7. Desmihardi – unsur praktisi hukum
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
    Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
    melalui donasi.
    Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
    akun kamu.

  • Terima 7 Nama Calon Anggota Komisi Yudisial, DPR Soroti Keaslian Ijazah

    Terima 7 Nama Calon Anggota Komisi Yudisial, DPR Soroti Keaslian Ijazah

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi III DPR RI menerima tujuh nama calon anggota Komisi Yudisial (KY) dari Panitia Seleksi (Pansel) yang dibentuk oleh Presiden Prabowo. Penyerahan dilakukan saat rapat dengar pendapat (RDP) di DPR, Senin (17/11/2025).

    Hasil pemilihan panitia seleksi melalui surat nomor B-61/PANSEL-KY/10/2025 tanggal 2 Oktober 2025. Setelah penjelasan Pansel, Ketua Komisi III Habiburokhman menyoroti mekanisme Pansel dalam memverifikasi keaslian ijazah dari para calon anggota KY.

    “In ikan syarat sarjana ini minimal ya, apakah ada mekanisme pengecekan ijazah calon-calon ini, dalam konteks keaslian ijazahnya juga termasuk kampusnya, kampusnya ada enggak gitu loh. Mungkin aja ada dokumennya bener ternyata kampusnya tidak ada. Gitu. Ada mekanisme seperti itu nggak, Pak?” kata politikus Gerindra itu.

    Dia menjelaskan urgensi pertanyaan tersebut dilatarbelakangi pelaporan ijazah hakim Mahkamah Konstitusi, Arsul Sani yang diduga palsu. Akibatnya, Komisi III yang kala itu menguji Arsul Sani terseret dalam polemik ini.

    “Karena kami baca ini, baca dokumen satu memang kita tidak ada kemampuan secara forensik menilai asli atau nggak, tapi pasti asli kalau dokumennya,” ujarnya.

    Terlebih, calon anggota Komisi Yudisial yang diajukan berlatar belakang pendidikan S1 hingga S3 sehingga perlu ketelitian memverifikasi keaslian ijazah.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Komisi Yudisial Dhahana Putra menegaskan pihaknya telah memeriksa keaslian ijazah sesuai prosedur dengan bukti foto copy ijazah yang mendapatkan legalisir terbaru.

    “Perlu kami sampaikan sebagai syarat formil, dari masing-masing calon itu menyampaikan dokumen ijazah yang sudah dilegalisir terbaru. Itu jadi suatu dokumen yang kita gunakan untuk proses lebih lanjut,” kata Dhahana.

    Setelah penyerahan, Komisi III akan mengambil nomor urut dan uji makalah pada hari yang sama. Pengujian direncanakan berlangsung dalam beberapa hari ke depan.

    Berikut daftar nama calon anggota Komisi Yudisial (KY)

    1. F. Williem Saija – unsur mantan hakim

    2. Setyawan Hartono – unsur mantan hakim

    3. Anita kadir – unsur praktiksi hukum

    4. Desmihardi – unsur praktiksi hukum

    5. Andi Muhammad Asrun – unsur akademisi hukum

    6. Abdul Chair Ramadhan – unsur akademisi hukum

    7. Abhan – unsur tokoh masyarakat

  • Komisi III DPR Terima 7 Calon Anggota Komisi Yudisial, Berikut Daftarnya!

    Komisi III DPR Terima 7 Calon Anggota Komisi Yudisial, Berikut Daftarnya!

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Komisi Yudisial (KY) Dhahana Putra melimpahkan 7 nama calon anggota Komisi Yudisial ke Komisi III DPR RI.

    Penyerahan nama dilakukan dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara panitia seleksi dengan Komisi III DPR, Senin (17/11/2025), berdasarkan Hasil pemilihan panitia seleksi melalui surat nomor B-61/PANSEL-KY/10/2025 tanggal 2 Oktober 2025.

    Dhahana mengatakan nama-nama yang diajukan telah diseleksi secara objektif dan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

    “Telah menyampaikan kepada presiden hasil surat tahapan seleksi yang dilaksanakan secara objektif, transparan dan akuntabel, berdasarkan hasil tersebut, panitia seleksi menetapkan 7 calon anggota KY yang dinyatakan lulus dan memenuhi kualifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan,” kata Dhahana, Senin (17/11/2025).

    Menurutnya, para calon anggota telah memenuhi syarat seleksi mulai dari tahapan, pengumuman dan pendaftaran, seleksi administrasi, seleksi kualitas, profile asesment, rekam jejak, tanggapan masyarakat, tes wawancara, dan terakhir tes kesehatan.

    Dhahana menyampaikan 7 calon anggota KY terpilih untuk mengikuti fit and proper test bersama Komisi III DPR, setelah Pansel menguji 236 peserta.

    Ketua Komisi III Habiburokhman menjelaskan fit and proper test calon anggota KY akan dilaksanakan pada hari ini, Senin (17/11/2025), sekaligus pengundian nomor urut dan pembuatan makalah.

    Berikut daftar calon anggota KY yang menjalani fit and proper test

    1. F. Williem Saija – unsur mantan hakim
    2. Setyawan Hartono – unsur mantan hakim
    3. Anita kadir – unsur praktiksi hukum
    4. Desmihardi – unsur praktiksi hukum
    5. Andi Muhammad Asrun – unsur akademisi hukum
    6. Abdul Chair Ramadhan – unsur akademisi hukum
    7. Abhan – unsur tokoh masyarakat