Kementrian Lembaga: Komisi Yudisial

  • Hakim Agama Batam Ditusuk, KY Kaji Pembentukan Polisi Khusus Pengadilan

    Hakim Agama Batam Ditusuk, KY Kaji Pembentukan Polisi Khusus Pengadilan

    loading…

    Komisi Yudisial (KY) berencana mengkaji pembentukan satuan polisi khusus pengadilan yang bertugas melindungi hakim. FOTO/DOK.SINDOnews

    JAKARTA Komisi Yudisial (KY) berencana mengkaji pembentukan satuan polisi khusus pengadilan yang bertugas melindungi hakim. Perlindungan penting diberikan setelah adanya insiden penusukan Hakim Pengadilan Agama Batam berinisial G oleh orang tak dikenal saat hendak berangkat kerja dari kediamannya, Kamis (6/3/2025).

    Anggota KY Binziad Kadafi mengatakan, Komisis Yudisial sudah menerjunkan tim untuk menelusuri kasus penusukan hakim di Batam. KY juga berkoordinasi dengan kepolisian setempat guna memastikan peristiwa ini ditangani dengan tuntas dan transparan.

    “KY mendukung sepenuhnya langkah kepolisian untuk menangkap dan memproses pelaku sesuai hukum yang berlaku. Terlepas dari motif pelaku, KY memandang insiden ini sebagai alarm untuk terus mendorong komitmen yang kuat dalam memberikan perlindungan terhadap hakim,” ujar Kadafi, Jumat (7/3/2025).

    Kadafi mengatakan, KY mendorong penerapan efektif Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 dan 6 Tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan Pengadilan dan Persidangan. Hal ini tidak hanya dalam konteks persidangan, tetapi juga perlindungan terhadap hakim dan petugas pengadilan di luar lingkungan pengadilan.

    “KY saat ini juga sedang mengkaji pembentukan satuan polisi khusus pengadilan yang bertugas memastikan keamanan hakim, aparatur peradilan, dan lingkungan peradilan secara menyeluruh,” tutur Kadafi.

    “Kajian ini mencakup kewenangan, struktur kelembagaan, mekanisme koordinasi dengan kepolisian, serta sumber daya yang diperlukan,” tegas Kadafi.

    Menurutnya, gagasan mengenai sistem pengamanan yang lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan sangat krusial agar hakim lebih independen dalam mewujudkan keadilan bagi pihak-pihak berperkara, bebas dari kekerasan, ancaman, dan rasa takut.

    (abd)

  • Alasan KY Gelar Seleksi Calon Hakim Agung Usai Sempat Terkendala Efisiensi

    Alasan KY Gelar Seleksi Calon Hakim Agung Usai Sempat Terkendala Efisiensi

    Jakarta

    Komisi Yudisial (KY) membuka seleksi calon hakim agung dan calon hakim adhoc Hak Asasi Manusia di Mahkamah Agung tahun 2025. KY memastikan dapat tetap menggelar seleksi tersebut meski sebelumnya sempat terdampak efisiensi anggaran.

    Sebelumnya diberitakan, KY sempat mengungkap tidak dapat melaksanakan seleksi calon hakim agung karena terdampak efisiensi anggaran. Tetapi anggaran KY saat ini telah direkonstruksi sehingga tetap dapat menggelar seleksi calon hakim agung dan calon hakim adhoc HAM.

    Diketahui pada 11 Februari 2025, terdapat rekonstruksi anggaran sehingga efisiensi anggaran KY menjadi Rp 74,7 miliar dari semula anggaran KY dipotong Rp 100 miliar. Dengan demikian, pagu efektif Komisi Yudisial pada 2025 menjadi Rp 109.826.343.000,- (Rp 109,8 miliar).

    “Adanya rekonstruksi anggaran ini menjadikan KY dapat melaksanakan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA Tahun 2025,” kata Ketua bidang Rekrutmen Hakim, M Taufiq HZ, kepada wartawan, Kamis (6/3/2025).

    KY Buka Seleksi Hakim Agung dan Hakim Adhoc HAM

    Komisi Yudisial (KY) membuka seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) Tahun 2025. Para calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM dapat mulai mendaftar sejak hari ini Kamis (6/3) hingga Kamis (27/3).

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    adSlot.innerHTML = “;

    console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    console.log(“✅ GPT script loaded!”);
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;

    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
    ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad

    console.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
    entries.forEach(function(entry) {
    if (entry.isIntersecting) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);

    setTimeout(function () {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    }
    }, viewTimeThreshold);
    }
    } else {
    console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.5 });

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (adSlot) {
    ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
    observer.observe(adSlot);
    }
    });

    Proses seleksi calon hakim agung tersebut dilakukan sesuai permintaan MA untuk mengisi jabatan 17 hakim agung dan 3 ad hoc HAM di MA yang kosong.

    Adapun rekrutmen tersebut dibuka berdasarkan surat kekosongan jabatan yang disampaikan melalui surat Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial pada 17 Februari 2025.

    “Ada 20 calon hakim yang dibutuhkan, hakim agung dan hakim ad hoc, yang terdiri dari 5 hakim agung untuk kamar pidana, 3 hakim agung untuk kamar perdata, 2 hakim agung untuk kamar agama, 1 hakim agung untuk Tata Usaha Negara, 5 hakim agung untuk Tata Usaha Negara khusus pajak, dan hakim agung untuk kamar militer 1 orang, serta hakim ad-hoc HAM 3 orang, jadi total 20,” kata Jubir KY, Mukti Fajar, dalam konferensi pers, Kamis (6/3/2025).

    Selain itu Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY, M Taufiq HZ meminta calon hakim agung dan calon hakim adhoc untuk berhati-hati terhadap proses seleksi. Sebab KY tidak memungut biaya apapun terkait proses rekrutmen tersebut.

    “Dalam proses seleksi, peserta tidak dipungut biaya apapun. Peserta seleksi juga diminta untuk mengabaikan pihak-pihak yang menjanjikan dapat membantu keberhasilan atau kelulusan dalam proses seleksi,” kata M Taufiq.

    Pendaftaran calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA dilakukan secara online melalui laman www.rekrutmen.komisiyudisial.go.id. Pendaftaran dibuka mulai tanggal 6 hingga 27 Maret 2025 pukul 24.00 WIB.

    Berkas dapat diserahkan calon hakim agung dan calon hakim adhoc dapat diakses pada situs www.rekrutmen.komisiyudisial.go.id. Seleksi akan dilakukan secara bertahap, meliputi seleksi administrasi, seleksi kualitas, seleksi kesehatan dan kepribadian, dan wawancara.

    (yld/dhn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Alasan KY Gelar Seleksi Calon Hakim Agung Usai Sempat Terkendala Efisiensi

    KY Buka Seleksi 17 Calon Hakim Agung dan 3 Calon Hakim Adhoc

    Jakarta

    Komisi Yudisial (KY) membuka seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) Tahun 2025. Para calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM dapat mulai mendaftar sejak hari ini Kamis (6/3) hingga Kamis (27/3).

    Proses seleksi calon hakim agung tersebut dilakukan sesuai permintaan MA untuk mengisi jabatan 17 hakim agung dan 3 ad hoc HAM di MA yang kosong. Adapun rekrutmen tersebut dibuka berdasarkan surat kekosongan jabatan yang disampaikan melalui surat Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial pada 17 Februari 2025.

    “Ada 20 calon hakim yang dibutuhkan, hakim agung dan hakim ad hoc, yang terdiri dari 5 hakim agung untuk kamar pidana, 3 hakim agung untuk kamar perdata, 2 hakim agung untuk kamar agama, 1 hakim agung untuk Tata Usaha Negara, 5 hakim agung untuk Tata Usaha Negara khusus pajak, dan hakim agung untuk kamar militer 1 orang, serta hakim ad-hoc HAM 3 orang, jadi total 20,” kata Jubir KY, Mukti Fajar, dalam konferensi pers, Kamis (6/3/2025).

    Selain itu Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY, M Taufiq HZ meminta calon hakim agung dan calon hakim adhoc untuk berhati-hati terhadap proses seleksi. Sebab KY tidak memungut biaya apapun terkait proses rekrutmen tersebut.

    “Dalam proses seleksi, peserta tidak dipungut biaya apapun. Peserta seleksi juga diminta untuk mengabaikan pihak-pihak yang menjanjikan dapat membantu keberhasilan atau kelulusan dalam proses seleksi,” kata M Taufiq.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    adSlot.innerHTML = “;

    console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    console.log(“✅ GPT script loaded!”);
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;

    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
    ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad

    console.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
    entries.forEach(function(entry) {
    if (entry.isIntersecting) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);

    setTimeout(function () {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    }
    }, viewTimeThreshold);
    }
    } else {
    console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.5 });

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (adSlot) {
    ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
    observer.observe(adSlot);
    }
    });

    Pendaftaran calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA dilakukan secara online melalui laman www.rekrutmen.komisiyudisial.go.id. Pendaftaran dibuka mulai tanggal 6 hingga 27 Maret 2025 pukul 24.00 WIB.

    Berkas dapat diserahkan calon hakim agung dan calon hakim adhoc dapat diakses pada situs www.rekrutmen.komisiyudisial.go.id. Seleksi akan dilakukan secara bertahap, meliputi seleksi administrasi, seleksi kualitas, seleksi kesehatan dan kepribadian, dan wawancara.

    “Berkas terkait persyaratan dipindai dan disimpan dalam format PDF kemudian diunggah di laman www.rekrutmen.komisiyudisial.go.id,” kata M Taufiq.

    Khusus calon hakim agung, peserta juga diminta menyiapkan karya profesi berupa putusan pengadilan tingkat pertama dan putusan tingkat banding bagi hakim karier, surat tuntutan (requisitor) bagi jaksa, gugatan dan pembelaan bagi advokat, dan karya ilmiah yang telah dipublikasikan bagi akademisi.

    Selain itu, calon hakim agung juga wajib melengkapi surat rekomendasi dari 3 orang yang mengetahui dengan baik integritas, kualitas (kapasitas) dan kinerja calon hakim agung, paling lambat 16 April 2025.

  • Komisi III DPR Minta Bawas MA dan KY Usut Kejanggalan Prosedural Putusan Kasus Korupsi Alex Denni – Halaman all

    Komisi III DPR Minta Bawas MA dan KY Usut Kejanggalan Prosedural Putusan Kasus Korupsi Alex Denni – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA Kasus korupsi yang melibatkan Alex Denni, mantan Deputi Kementerian PANRB, kembali mencuat setelah Komisi III DPR RI menemukan sejumlah kejanggalan prosedural dalam putusan kasasi yang dijatuhkan terhadapnya.

    Ketua Komisi III, Habiburokhman, secara tegas mencurigai adanya dugaan pemalsuan dalam proses hukum yang dijalani Alex Denni.

    Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang dihadiri oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) dan keluarga Alex Denni beberapa waktu lalu, Habiburokhman mengungkapkan dugaan pemalsuan putusan perkara Alex Denny.

    “Ada dugaan pemalsuan putusan karena ada orang meninggal bisa tanda tangan. Itu kan enggak mungkin kalau enggak palsu,” kata dia, dalam rilisnya Senin (3/3/2025).

    Dari RDPU itu, Komisi III DPR RI memutuskan akan meminta Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) untuk mengusut tuntas kejanggalan prosedural dalam kasus Alex Denni. 

    “Khususnya terkait hakim yang telah meninggal dunia namun tercatat menandatangani putusan serta mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh agar tidak terjadi kembali disparitas putusan,” kata Lola Nelria Oktavia, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Nasdem, yang membacakan keputusan RDPU. 

    Kasus ini bermula dari Alex Denni sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Parardhya Mitra Karti dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana penjara 1 tahun dalam perkara korupsi proyek pengadaan proyek Distinct Job Manual (DJM) di PT Telkom.

    Hal itu sebagaimana putusan Pengadilan Negeri (PN) Bandung bernomor 1460/PID/B/2006/PN.BDG, diperkuat Pengadilan Tinggi (PT) dengan nomor putusan 166/PID/2008/PT.BDG dan 163.K/Pid.Sus/2013 di tahap kasasi. 

    Meski putusan kasasi sudah dikeluarkan pada 2013, namun eksekusi baru dilakukan pada 2024, hingga memicu sorotan PBHI.

    Menurut PBHI, dalam proses hukum tersebut ditemukan adanya nama hakim yang sudah meninggal dunia pada 7 September 2013, namun tercatat menandatangani putusan yang baru diumumkan pada 14 November 2013. 

    “Bagaimana bisa putusan yang diumumkan pada Juni 2013 baru ditandatangani enam bulan setelahnya? Ini jelas tidak sah,” kata Ketua PBHI, Julius Ibrani.

    Tak hanya itu, PBHI juga menemukan fakta bahwa Alex Denni tidak menerima salinan putusan kasasi dan pemberitahuan resmi mengenai putusan tersebut sejak 2013. 

    Tercatat bahwa hanya putusan kasasi Alex Denni yang dipublikasikan, sementara dua putusan di tingkat pertama dan banding tidak ada dalam publikasi resmi.

    Lebih lanjut, Julius mengungkapkan bahwa salah satu hakim dalam perkara ini, Imron Anwari, berasal dari Peradilan Militer. 

    “PBHI menelusuri pemeriksaan perkara Kasasi di tahun 2010, 2011, dan 2012, faktanya tidak ada satu pun perkara di Peradilan Umum yang diperiksa oleh Hakim Peradilan Militer, kecuali Perkara Alex Denni,” imbuh Julius. 

    Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB, Alex Denni mengungkap nantinya akan ada 70 persen angkatan kerja di instansi pemerintah diisi kelompok milenial (Tribunnews.com/ Danang Triatmojo)

    Selain dua kejanggalan tersebut, PBHI juga menemukan sederet kejanggalan lain yang memperkuat dugaan pemalsuan putusan. 

    Dari sisi administrasi dan transparansi, misalnya, hanya putusan Alex Denni di tingkat kasasi yang dipublikasikan sementara dua putusan di tingkat pertama dan tingkat banding tidak dipublikasikan. 

    Begitu pula dengan putusan terhadap Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah, dua pejabat Telkom yang terlibat dalam perkara yang sama dengan Alex Denni, juga tidak ditemukan dalam publikasi resmi baik di tingkat pertama, banding, hingga kasasi.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan Tim PBHI di Kepaniteraan MA maupun di Kepaniteraan PN Bandung, ditemukan fakta bahwa Alex Denni tidak pernah menerima Relaas Pemberitahuan Putusan Kasasi dari MA dan Salinan Putusan Kasasi dari MA sejak 2013 hingga kini. 

    Bahkan, di PN Bandung dan MA juga tidak ada dokumen Relaas Pemberitahuan Kasasi. 

    Menanggapi temuan tersebut, Benny Utama, Anggota Komisi III dari Fraksi Golkar, mengaku sangat prihatin dengan transparansi dalam kasus ini.

    “Banyak sekali kejanggalan dalam perkara ini, termasuk soal transparansi dengan tidak dipublikasikannya putusan. Begitu juga dengan eksekusinya. Aneh rasanya sudah 12 tahun baru dieksekusi. Jadi, permohonan Peninjauan Kembali Alex Denni ini arus dimaksimalkan sebagai upaya terakhir kita,” ujar Benny.

  • Razman Yakin Tak Langgar Hukum soal Ribut di Ruang Sidang

    Razman Yakin Tak Langgar Hukum soal Ribut di Ruang Sidang

    Razman Yakin Tak Langgar Hukum soal Ribut di Ruang Sidang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pengacara
    Razman Arif Nasution
    yakin bahwa ia dan pengacara Firdaus Oiwobo tidak melanggar hukum terkait keributan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang membuatnya dilaporkan ke polisi.
    Hal ini disampaikan Razman seusai diperiksa oleh penyidik Bareskrim Polri terkait laporan PN Jakut soal keributan yang melibatkan Razman dan Firdaus.
    “Pertanyaan itu tadi sekitar 24 pertanyaan. Dan, kami juga setelah melihat video, apakah itu dari CCTV, apakah itu video resmi dari pengadilan, kok kayaknya, ya unsurnya sulit untuk dikatakan bahwa kami melanggar di tiga pasal itu,” ujar Razman saat memberikan keterangan di Lobi Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
    Razman mengakui, dalam video tersebut, ia terekam kamera menaikturunkan tangannya ke atas meja.
    Namun, ia merasa bahwa hal itu bukanlah sebuah masalah.
    “Kami lihat betul, saya pun kaget tadi, saya kaget tadi, begitu runutnya video itu. Dan memang saya cuma gini ke meja itu gitu (gerakan tangan naik turun, pelan),” kata Razman.
    Razman menegaskan, dia dan Firdaus tidak bermaksud untuk menyerang institusi manapun, baik itu institusi kehakiman, kejaksaan, maupun polisi.
    Namun, ia hanya ingin melakukan koreksi terhadap oknum-oknum yang tidak mau ia sebutkan namanya.
    “Kalau bicara oknum itu adalah sebuah koreksi di mana harus memang dilakukan. Apalagi berdasarkan keterangan dari penerima pengaduan di Komisi Yudisial bahwa ada oknum. Dari yang, ya, menangani banyak perkara saat ini juga pernah dilaporkan. Tapi enggak usah sebut nama, tapi saya kira ini koreksi,” kata Razman.
    Dalam kasus ini, Razman dan tim hukumnya telah menyiapkan sejumlah ahli, yaitu ahli bahasa dan ahli pidana.
    Sebelumnya, Razman dan tim kuasa hukumnya dilaporkan oleh
    PN Jakarta Utara
    pada 11 Februari 2025 atas perintah Mahkamah Agung.
    Hukum yang menjerat Razman dkk adalah Pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 207 tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia, dan Pasal 217 tentang kegaduhan di ruang sidang.
    Keributan itu terjadi ketika Hotman Paris dihadirkan sebagai saksi korban dalam kasus pencemaran nama baik yang menempatkan Razman sebagai terdakwa.
    Saat itu, Razman protes keras karena sidang digelar secara tertutup, padahal sidang-sidang sebelumnya diadakan terbuka.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Minta Bawas MA dan Komisi Yudisial Usut Kejanggalan dalam Kasus Alex Denni

    DPR Minta Bawas MA dan Komisi Yudisial Usut Kejanggalan dalam Kasus Alex Denni

    loading…

    Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR bersama Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) dan Keluarga Alex Denni yang digelar di Komisi III DPR, Senin (24/2/2025). FOTO/IST

    JAKARTA – DPR akan meminta Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial untuk mengusut tuntas kejanggalan prosedural dalam kasus Alex Denni, mantan Deputi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

    Hal ini merupakan salah satu kesimpulan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR bersama Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) dan Keluarga Alex Denni yang digelar di Komisi III DPR RI, Senin (24/2/2025).

    Pengusutan kejanggalan prosedural kasus Alex Deni ini terutama terkait hakim yang telah meninggal dunia tapi tercatat menandatangani putusan kasasi. Komisi III juga akan mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh agar tidak terjadi kembali disparitas putusan seperti yang terjadi pada Alex Denni.

    “Ada dugaan pemalsuan putusan karena orang sudah meninggal bisa tanda tangan. Itu, kan, tidak mungkin,” kata Ketua Komisi III DPR Habiburokhman yang memimpin RDPU di Jakarta, Senin (24/2/2025).

    Dalam keputusannya, Habiburokhman juga akan memberikan masukan terhadap MA agar memberikan atensi terhadap permohonan Peninjauan Kembali (PK) Alex Denni dengan mempertimbangkan jaminan Business Jusgment Rules (BJR) serta mengevaluasi pemberlakuan Pasal 55 KUHP terhadap Alex Denni terkait putusan bebas atas nama Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah sesuai prinsip keadilan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya.

    “Yang melakukan saja tidak dihukum. Bagaimana mungkin ada orang yang dihukum karena membujuk untuk melakukan atau membantu untuk melakukan. Ini agak-agak ajaib,” kata Habiburokhman yang memimpin RDPU.

    Dalam RDPU tersebut, Ketua Badan Pengurus PBHI Julius Ibrani mengatakan, terdapat sejumlah kejanggalan dalam perkara Alex Denni baik secara prosedural maupun secara substansi. Salah satu temuannya adalah pencantuman nama hakim yang sudah meninggal dunia dalam putusan kasasi Alex Denni. Julius mengungkapkan, salah satu hakim yang memeriksa perkara Alex Denni di tingkat kasasi sudah meninggal sebelum tanggal putusan. Namun, namanya tetap tercantum dalam putusan.

    “Tanggal putusannya itu pada 14 November 2013. Namun, salah satu hakimnya sudah meninggal pada 7 September 2013. Jadi, jedanya lumayan itu,” katanya.

    Kejanggalan yang paling mendasar, putusan terhadap Alex Denni, baik di tingkat banding maupun kasasi bertolak belakang dengan putusan terhadap Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah. Berdasarkan eksaminasi yang dilakukan PBHI bersama tiga ahli hukum pidana, ditemukan kejanggalan baik di level administrasi pengadilan, hukum acara dan pemeriksaan perkara yang berujung pada terjadinya disparitas putusan.

    Di tingkat banding, dua pejabat Telkom tersebut dinyatakan bebas, tidak bersalah karena terbukti tidak melakukan penyalahgunaan wewenang dan tidak ada kerugian negara. Namun, dengan alat bukti yang sama, Alex Denni yang merupakan pihak swasta dan tidak punya kewenangan dalam membuat keputusan tetap dinyatakan bersalah.

  • Prabowo Sedih Hakim Masih Pada Ngekos, Komitmen Kasih Bonus Serta Tunjangan

    Prabowo Sedih Hakim Masih Pada Ngekos, Komitmen Kasih Bonus Serta Tunjangan

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Prabowo Subianto mengaku sedih dan prihatin menyaksikan fenomena hakim Tanah Air, yang menurut dia memiliki kualitas hidup rendah. Prabowo menjanjikan bonus dan tunjangan baru bagi para hakim.

    Hal itu diucapkannya dalam Sidang Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung, di kantor MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, pada Rabu, 19 Februari 2025.

    Prabowo mengatakan, beban kerja para hakim saat ini sangat berat sebab rakyat bergantung kepada putusan-putusan mereka. Namun, hak kualitas hidup berbanding terbalik dengan kewajiban hakim-hakim dalam negeri.

    “Saya bertekad untuk bekerja sama dengan legislatif kita akan bicarakan bagaimana kita harus memperbaiki kualitas hidup semua hakim,” ujar Prabowo.

    Sebagai langkah konkret, Prabowo mengeklaim telah beberapa kali mengajukan usulan pengadaan bonus atau tunjangan, demi memenuhi hajat hidup layak para hakim.

    “Itu berapa kali saya ajukan, beberapa kali ada pakar yang mengatakan Pak sebenarnya begini sebenarnya begitu, tapi hari ini saya kembali yakin bahwa kualitas hidup hakim-hakim kita harus yang terbaik,” ujar dia.

    Terutama, karena Prabowo mengaku mendapatkan laporan banyak hakim yang tidak punya rumah dinas.

    Prabowo lantas guyon, ia sedang Menteri Keuangan (Menkeu) supaya bisa segera menambah tunjangan yang dimaksud.

    “Banyak hakim kita masih kos (indekos), ini tidak boleh terjadi,” tutur Ketua Umum Partai Gerindra.

    “Menteri keuangan enggak di sini,” ujar dia lagi.

    Pengawas Hakim Kena Efisiensi

    Kebijakan efisiensi anggaran dari Presiden Prabowo Subianto terancam berdampak pada kinerja dari lembaga yang mengawasi hakim. Lembaga tersebut adalah Komisi Yudisial atau yang disingkat KY.

    Sebelumnya, Prabowo menginstruksikan efisiensi tersebut dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Hanya ada 16 lembaga yang anggarannya tidak dikurangi yakni BPK, MA, Kejaksaan, Kemenhan, Polri, BPKP, Bendahara Umum Negara, MPR, DPR, PPATK, BIN, MK, KPK, Badan Gizi Nasional, Kemekopolkam, dan Badan Ekonomi Kreatif.

    Komisi Yudisial terancam terganggu karena efisiensi yang dilakukan Presiden Prabowo. Pelayanan publik merupakan salah satu kegiatan dari lembaga yang dibuat pada 13 Agustus 2004 tersebut berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2024.

    “Adanya efisiensi anggaran sudah pasti memberikan dampak dalam rencana dan target pelaksanaan tugas di tahun 2025 termasuk pada aspek pelayanan publik dan penegakan KEPPH,” kata anggota KY, Siti Nurdjanah, kepada wartawan Pikiran-rakyat.com, Oktaviani.

    Penegakan KEPPH adalah Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang menjadi pedoman pengawasan para hakim. Komisi Yudisial tak sendirian, Mahkamah Agung ikut menjadikannya pedoman mengawasi hakimnya.

    “Sesuai dengan laporan yang disampaikan dalam beberapa pembahasan, maka dengan ini Komisi Yudisial mohon dapat dipertimbangkan nilai efisiensi dimaksud dapat diupayakan untuk di-excercise kembali sehingga pagu KY tahun 2025 sebesar Rp172.933.843.330 dengan telah mempertimbangkan efisiensi belanja,” ujarnya. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Rapat Paripurna setujui RUU KUHAP menjadi RUU usul inisiatif DPR

    Rapat Paripurna setujui RUU KUHAP menjadi RUU usul inisiatif DPR

    Jakarta (ANTARA) – Rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.

    Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengatakan bahwa usulan tersebut berdasarkan surat dari pimpinan Komisi III DPR RI tanggal 12 Februari 2025 perihal penjadwalan agenda pengambilan keputusan di rapat paripurna.

    “Apakah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, RUU usul inisiatif Komisi III DPR RI dapat disetujui menjadi RUU usul DPR RI,” kata Adies yang dijawab setuju oleh Anggota DPR RI yang hadir di rapat paripurna.

    Adapun persetujuan itu dilakukan setelah seluruh fraksi partai politik di DPR RI menyampaikan pandangannya secara tertulis mengenai RUU KUHAP sebagai RUU usul inisiatif DPR RI, oleh juru bicara fraksi masing-masing.

    Sejak memasuki masa sidang setelah masa reses awal tahun 2025, Komisi III DPR RI mulai melakukan pembicaraan mengenai RUU KUHAP dengan mengundang berbagai narasumber, di antaranya mengundang Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.

    RUU KUHAP pun masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 yang diusulkan oleh Komisi III DPR RI. Komisi III DPR RI pun menyatakan bahwa RUU KUHAP urgen untuk segera dibahas karena UU KUHP yang baru, akan berlaku pada 1 Januari 2026.

    Selain itu, pengesahan KUHAP tersebut dinilai penting karena KUHAP adalah hukum formil yang mengoperasikan pemberlakuan KUHP sebagai hukum materiil. Semangat politik hukum KUHAP haruslah sama dengan politik semangat politik hukum yang terkandung dalam KUHP.

    Untuk itu, Komisi III DPR RI memastikan bakal melibatkan sebanyak-banyaknya elemen masyarakat dalam penyerapan aspirasi terkait penyusunan RUU KUHAP.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Daftar Kementerian dan Lembaga yang Sudah Tuntas Pangkas Anggaran, Totalnya Capai Rp158,12 triliun

    Daftar Kementerian dan Lembaga yang Sudah Tuntas Pangkas Anggaran, Totalnya Capai Rp158,12 triliun

    PIKIRAN RAKYAT – Sejumlah kementerian dan lembaga telah menyelesaikan laporan pemangkasan anggaran bersama mitra komisinya di DPR. Proses ini dilakukan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 dan hasil rekonstruksi anggaran yang digelar bersama Kementerian Sekretariat Negara serta Kementerian Keuangan pada 11 Februari 2025.

    Proses Pemangkasan Anggaran

    Melalui surat pimpinan DPR tertanggal 11 Februari 2025, setiap komisi DPR RI diwajibkan menggelar rapat kerja guna mengesahkan anggaran hasil rekonstruksi. Ketua Komisi II DPR menegaskan bahwa seluruh komisi DPR harus mengundang mitra kerjanya untuk menyetujui revisi anggaran APBN 2025 sebelum batas waktu yang ditetapkan.

    Setelah mendapatkan persetujuan dari masing-masing komisi DPR, menteri atau pimpinan lembaga negara wajib menyampaikan hasil revisi anggaran ini ke Kementerian Keuangan paling lambat 21 Februari 2025. Sebelumnya, batas waktu tersebut ditetapkan pada 14 Februari 2025 namun diperpanjang guna memberi kesempatan bagi kementerian dan lembaga menyesuaikan perubahan.

    Daftar K/L yang Telah Selesaikan Pemangkasan Anggaran

    Berikut adalah daftar kementerian dan lembaga yang telah menyelesaikan pemangkasan anggaran beserta nominal yang dikurangi dari pagu anggaran tahun 2025:

    Komisi II (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah)

    Kementerian PANRB: Rp184,9 miliar dari total pagu Rp392,98 miliar Kementerian ATR/BPN: Rp2,01 triliun dari total pagu Rp6,45 triliun KPU RI: Rp843,2 miliar dari total pagu Rp3,06 triliun Bawaslu RI: Rp955 miliar dari total pagu Rp2,41 triliun Badan Kepegawaian Negara (BKN): Rp195,1 miliar dari total pagu Rp798,34 miliar Lembaga Administrasi Negara (LAN): Rp91,4 miliar dari total pagu Rp328,48 miliar Arsip Nasional RI (ANRI): Rp93,1 miliar dari total pagu Rp293,79 miliar Ombudsman RI: Rp91,6 miliar dari total pagu Rp255,59 miliar Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN): Tambahan anggaran Rp8,1 triliun dengan  pemangkasan Rp1,15 triliun Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri): Rp2,17 triliun dari total pagu Rp4,79 triliun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP): Rp34,05 miliar dari total pagu Rp89,27 miliar Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP): Rp128,7 miliar dari total pagu Rp267,13 miliar

    Komisi III (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan)

    Komisi Yudisial: Rp74,7 miliar dari total pagu Rp184,52 miliar Mahkamah Agung: Rp2,28 triliun dari total pagu Rp12,68 triliun Mahkamah Konstitusi: Rp226,1 miliar dari total pagu Rp611,47 miliar Kejaksaan Agung: Rp5,43 miliar dari total pagu Rp24,27 triliun Polri: Rp20,58 triliun dari total pagu Rp126,62 triliun KPK: Rp201 miliar dari total pagu Rp1,23 triliun PPATK: Rp109,8 miliar dari total pagu Rp354,6 miliar
    BNN: Rp998,6 miliar dari total pagu Rp2,45 triliun

    Komisi V (Bidang Infrastruktur dan Perhubungan)

    Kementerian PUPR: Rp81,38 triliun dari total pagu Rp110,95 triliun Kementerian Perhubungan: Rp17,87 triliun dari total pagu Rp31,45 triliun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PKP): Rp3,66 triliun dari total pagu Rp5,27 triliun Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi: Rp1,03 triliun dari total pagu Rp2,19 triliun BMKG: Rp1,42 triliun dari total pagu Rp2,82 triliun Basarnas: Rp486,09 miliar dari total pagu Rp1,49 triliun

    Komisi VI (Bidang Perdagangan dan Koperasi)

    Kementerian Koperasi dan UKM: Rp155,82 miliar dari total pagu Rp473,31 miliar BP Batam: Rp744,8 miliar dari total pagu Rp1,99 triliun BPKS: Rp27,4 miliar dari total pagu Rp53,49 miliar

    Komisi VII (Bidang Energi, Riset, dan Media)

    Badan Standardisasi Nasional (BSN): Rp79,6 miliar dari total pagu Rp223,86 miliar TVRI: Rp455,7 miliar dari total pagu Rp1,52 triliun RRI: Rp170,9 miliar dari total pagu Rp1,07 triliun Kementerian Pariwisata: Rp603,8 miliar dari total pagu Rp1,48 triliun

    Komisi X (Bidang Pendidikan dan Kebudayaan)

    Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah: Rp7,27 triliun dari total pagu Rp33,54 triliun Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi: Rp6,78 triliun dari total pagu Rp56,60 triliun Kementerian Kebudayaan: Rp1,09 triliun dari total pagu Rp2,37 triliun

    Komisi XI (Bidang Keuangan dan Perencanaan Nasional)

    BPKP: Rp471,49 miliar dari total pagu Rp2,28 triliun Bappenas: Rp1 triliun dari total pagu Rp1,97 triliun LKPP: Rp49,6 miliar dari total pagu Rp166,71 miliar

    Total anggaran yang dipangkas dari seluruh kementerian dan lembaga adalah sekitar Rp158,12 triliun. ​

    Pemangkasan anggaran ini merupakan bagian dari strategi efisiensi belanja negara yang dilakukan untuk menyesuaikan kebijakan fiskal di tahun 2025. Meski berdampak pada pengurangan program di beberapa kementerian dan lembaga, langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran serta memprioritaskan program yang paling mendesak.

    Dengan kebijakan ini, pemerintah berupaya memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat serta mendukung pembangunan nasional secara lebih optimal.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • PT Jakarta Bacakan Putusan Banding Harvey Moeis Hari Ini

    PT Jakarta Bacakan Putusan Banding Harvey Moeis Hari Ini

    Jakarta

    Putusan banding pengusaha Harvey Moeis atas vonis 6,5 tahun penjara dalam kasus korupsi Timah dibacakan hari ini. Diketahui, kasus tersebut merugikan negara hingga Rp 300 Triliun.

    “Putusan banding Harvey Moies dkk Kamis 13 Februari 2025,” kata Humas PT DKI Efran Basuning kepada wartawan, Selasa (11/2/2025).

    Putusan suami aktris Sandra Dewi itu akan dibacakan secara terbuka untuk umum. Tak hanya Harvey, hakim PT DKI akan membacakan putusan terhadap pengusaha money changer Helena Lim.

    “Ada beberapa (putusan yang akan dibacakan), kemungkinan Helena,” katanya.

    Seperti diketahui, Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara Rp 300 triliun. Vonis itu menuai kritikan dari berbagai pihak, bahkan menjadi atensi Presiden Prabowo Subianto.

    Jaksa akhirnya mengajukan permohonan banding karena dirasa vonis suami Sandra Dewi itu terlalu ringan. Jaksa sebelumnya menuntut Harvey 12 tahun penjara.

    Selain Harvey, jaksa juga mengajukan permohonan banding terhadap vonis 5 tahun penjara yang dijatuhkan ke Helena Lim. Banding juga diajukan untuk terdakwa lainnya dalam kasus ini, antara lain Suwito Gunawan, Robert Indiarto, Reza Andriansyah, dan Suparta.

    Di sisi lain, Komisi Yudisial (KY) masih bergerak mengusut laporan dugaan pelanggaran kode etik terhadap majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memvonis ringan Harvey Moeis.

    (taa/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu