Kementrian Lembaga: Komisi Yudisial

  • Pernah Disanksi Etik KPK, Nurul Ghufron Lolos Seleksi Calon Hakim Agung

    Pernah Disanksi Etik KPK, Nurul Ghufron Lolos Seleksi Calon Hakim Agung

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron lolos seleksi administrasi sebagai calon Hakim Agung Kamar Pidana 2025. Ghufron dinyatakan lolos proses verifikasi berkas administrasi yang dilakukan Komisi Yudisial (KY). 

    Untuk diketahui, KY telah selesai menggelar tahapan seleksi administrasi seleksi calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Hak Asasi Manusia (HAM) 2025.

    Berdasarkan hasil sidang pleno yang digelar Senin (14/4/2025), terdapat total 161 orang calon Hakim Agung dan 18 calon Hakim Ad Hoc HAM yang lolos ke tahapan berikutnya. 

    Proses seleksi yang dilakukan itu untuk memenuhi pos jabatan lima Hakim Agung Kamar Pidana, tiga Hakim Agung Kamar Perdata, dua Hakim Agung Kamar Agama, satu Hakim Agung Kamar Militer, satu Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara (TUN), lima Hakim Agung Kamar TUN khusus pajak, serta tiga Hakim Ad Hoc HAM di MA. 

    KY mencatat telah menerima 183 pendaftar calon Hakim Agung konfirmasi dan 24 pendaftar calon Hakim Ad Hoc HAM di MA konfirmasi.

    “Namun, KY menyatakan calon yang memenuhi syarat administrasi hanya 161 orang calon hakim agung dan 18 orang calon hakim ad hoc HAM di MA. Seleksi administrasi ini diukur berdasarkan indikator kelengkapan berkas dan kesesuaian persyaratan,” ujar Anggota KY dan Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam konferensi pers daring, dikutip dari siaran pers, Selasa (15/4/2025).

    Secara terperinci, para calon hakim yang lolos seleksi administrasi itu meliputi 68 orang calon Hakim Agung Kamar Pidana, 33 Hakim Agung Kamar Perdata, 40 Hakim Agung Kamar Agama, 7 Hakim Agung Kamar Militer, 4 Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara (TUN), 9 Hakim Agung Kamar TUN khusus pajak, serta 18 Hakim Ad Hoc HAM di MA. 

    Para calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc HAM MA itu kini dapat mengikuti seleksi kualitas yang akan digelar 29-30 April 2025. Seleksi kualitas itu meliputi tes menulis makalah di tempat, studi kasus hukum, studi kasus KEPPH serta tes objektif.

    Berdasarkan profesinya, para calon Hakim Agung yang lolos seleksi administrasi itu berasal dari hakim karier sebanyak 125 orang, akademisi (12 orang), advokat (7 orang), hakim ad hoc (5 orang), dan lainnya (12 orang). 

    Ghufron adalah Dosen Hukum Universitas Jember yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua KPK 2019-2024. Dia dinyatakan lolos seleksi administrasi untuk Hakim Agung Kamar Pidana. 

    Sementara itu, calon Hakim Ad Hoc HAM di MA yang lolos administrasi berasal dari profesi advokat sebanyak 6 orang, akademisi 5 orang, hakim ad hoc 4 orang, hakim 1 orang, dan lainnya 2 orang.

    Adapun Ghufron dan koleganya, Nawawi Pomolango, Alexander Marwata dan Johanis Tanak telah menyelesaikan masa jabatannya sebagai pimpinan KPK jilid V pada akhir 2024 lalu. Hanya Johanis Tanak, yang berlatar belakang jaksa, berhasil melanjutkan periode kedua kepemimpinan di lembaga antirasuah untuk lima tahun ke depan. 

    Ghufron sebelumnya ikut menjalani seleksi calon pimpinan KPK oleh panitia seleksi (pansel), yang dipimpin Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh. Namun, akademisi itu gagal lolos pada tes profile assessment yang menyisakan hingga 20 orang calon pimpinan dan 20 calon dewan pengawas KPK. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Ghufron pernah dinyatakan terbukti melanggar etik berdasarkan vonis Majelis Etik Dewas KPK. Sanksi yang dijatuhkan ke Ghufron terkategorikan sedang, berupa teguran tertulis. 

    Pimpinan periode 2019-2024 itu terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewas (Perdewas) KPK No.3/2021. Kasus yang menjeratnya lantaran pernah menghubungi Sekjen Kementan saat itu, Kasdi Subagyono, terkait dengan mutasi salah satu pegawai di kementerian tersebut. 

    “Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa teguran tertulis yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar terperiksa selaku pimpinan KPK senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku,” ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Jumat (6/9/2024).

  • Hakim Disuap dalam Kasus CPO, Peran Pengawasan KY Dipertanyakan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 April 2025

    Hakim Disuap dalam Kasus CPO, Peran Pengawasan KY Dipertanyakan Nasional 15 April 2025

    Hakim Disuap dalam Kasus CPO, Peran Pengawasan KY Dipertanyakan
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota
    Komisi III
    DPR Hinca Panjaitan mengatakan, empat hakim yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (
    CPO
    ) menandakan banyaknya hakim yang mempunyai naluri berdagang.
    Ia melihat, banyak hakim saat ini yang melihat keadilan dapat menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan.
    “Pada realitasnya banyak hakim yang berkompromi dengan naluri dagang. Akhirnya, keadilan jadi komoditas, seolah bisa dijual dan dibeli. Menurut saya, suap terjadi karena pelaku melihat manfaat ekonomi yang melebihi risiko,” ujar Hinca lewat keterangan tertulisnya, Selasa (15/4/2025).
    Hinca mengatakan, suap terhadap hakim dapat disebabkan dua hal, yakni kekosongan moralitas atau longgarnya pengawasan
    Secara khusus, Hinca menyoroti pengawasan yang dilakukan Komisi Yudisial (KY) di lingkungan peradilan yang ia beri nilai nol besar.
    “Sudah saatnya kita mengevaluasi kelembagaan Komisi Yudisial, atau pahitnya kita bubarkan saja. Kalau Komisi Yudisial tak mampu memantau hakim, buat apa dipertahankan? Lebih jujur rasanya kita mengakui bahwa mereka gagal,” ujar Hinca.
    Di samping itu, ia juga menanggapi wacana dinaikkannya gaji hakim untuk mencegah terjadinya praktik suap.
    Menurutnya, praktik suap tetap dapat terjadi di lingkungan peradilan dengan caranya tersendiri.
    “Maka godaan suap akan tetap menemukan jalannya. Kita bisa menambah angka pendapatan setinggi langit, tetapi bila peluang lolos dari hukuman lebih menggoda, akhirnya transaksi hitam menjadi pilihan rasional,” ujar politikus Partai Demokrat itu.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga hakim sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor CPO untuk tiga perusahaan besar pada Minggu (13/4/2025) malam.
    Mereka adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat. Lalu hakim PN Jakarta Selatan,
    Djuyamto
    (DJU).
    Kejagung menduga ketiga tersangka menerima suap dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
    Muhammad Arif Nuryanta
    (MAN) sebesar Rp 22,5 miliar agar putusan perkara tiga korporasi besar itu onslag atau putusan lepas.
    Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menjelaskan, Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto pertama kali menerima suap dari Arif sebesar Rp 4,5 miliar yang dibagi rata untuk ketiganya.
    Suap senilai Rp 4,5 miliar diberikan Arif dengan pesan agar perkara ekspor CPO diatasi.
    “Uang bila dirupiahkan Rp 4,5 miliar tadi, oleh ASB dimasukkan ke dalam goodie bag. Kemudian setelah keluar dari ruangan uang tadi dibagi kepada tiga orang, yaitu masing-masing ASB sendiri, kepada AM, dan juga kepada DJU,” ujar Qohar dalam konferensi persnya, Senin (14/4/2025) dini hari.
    Selanjutnya uang suap tahap kedua diberikan Arif kepada hakim Djuyamto. Uang suap diberikan dalam mata uang dolar Amerika Serikat senilai Rp 18 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MAKI Kritik Pengawasan MA Buruk Usai 3 Hakim Jadi Tersangka Suap

    MAKI Kritik Pengawasan MA Buruk Usai 3 Hakim Jadi Tersangka Suap

    Jakarta

    Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengkritik Mahkamah Agung (MA) buntut kasus hakim dan panitera terjerat perkara suap vonis onstslag atau putusan lepas pada kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng. MAKI menilai pengawasan MA buruk.

    “Sistem pengawasan MA sangat buruk karena nyatanya baru aja jebol Surabaya, ini jebol Jakarta, bahkan Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, karena ini tipikornya kan rangkaiannya di pusat, ternyata hakimnya sebagian dari Jakarta Selatan,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin (14/4/2025).

    Boyamin menyebut kasus-kasus yang menjerat oknum MA dan petinggi peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan PN Tipikor Jakarta Pusat belum menjadikan MA mengawasi secara efisien. Boyamin pun mengaku kecewa.

    “Jadi ya kita kecewa ternyata MA belum mampu mereformasi dirinya, di mana masih banyak yang tergoda. Bahkan levelnya menurut saya itu minta digoda, bukan hanya tergoda. Karena ini uangnya cukup besar dan nampaknya sudah pada posisi mengatur. Berartikan sudah level kalau saya tuh minta digoda, bukan tidak tahan godaan,” ucapnya.

    Dia meminta MA harus membuka diri selebar-lebarnya terhadap pengawasan dari Komisi Yudisial (KY). Boyamin ingin agar KY bisa mengawasi MA secara menyeluruh, artinya tidak sebatas mengawasi perilaku hakim di bawah MA.

    “Nah ini yang menjadikan MA harus membuka diri terhadap KY untuk menilai, mengaudit keseluruhan, bukan hanya perilaku tapi juga putusan-putusan dan ada dugaan-dugaan penyimpangan ya harus didalami bersama,” ujar Boyamin.

    Sebelumnya, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat. Selain itu, ada pula 3 hakim, serta panitera muda pada PN Jakarta Utara dan pengacara yang turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

    Kasus suap dan gratifikasi itu berkaitan dengan vonis onstslag atau putusan lepas pada kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng. Majelis hakim saat itu memberikan putusan lepas pada terdakwa korporasi.

    Tiga hakim itu bersekongkol dengan Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara; serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

    (fas/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hakim-Panitera Kena Suap, Kejagung: Masalah Personal Bukan Institusi

    Hakim-Panitera Kena Suap, Kejagung: Masalah Personal Bukan Institusi

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya angkat bicara soal pemberhentian empat hakim dan panitera oleh Mahkamah Agung (MA) yang terlibat dugaan suap dalam vonis lepas kasus korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menegaskan, kasus ini murni tindakan personal, bukan kesalahan institusi. “Kita harus melihat ini tidak institusional, tetapi personal. Tindakan hukum akan fokus pada oknum,” ujar Harli di Jakarta, Senin (14/4/2025).

    Menurut Harli, langkah Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial (KY) memberhentikan sementara para hakim dan panitera yang diduga terlibat kasus suap sudah tepat. Ia menyebut tindakan administratif dan proses hukum harus berjalan beriringan.

    “MA dan KY sudah menjalankan tugas sesuai kewenangan, termasuk investigasi etik oleh KY,” tambahnya.

    Sebelumnya, Mahkamah Agung menanggapi proses hukum yang tengah dilakukan Kejagung atas dugaan gratifikasi dalam kasus vonis lepas korupsi ekspor CPO, yang menyeret Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, dan beberapa hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Juru Bicara MA Yanto menegaskan, pihaknya menghormati proses hukum dan asas praduga tak bersalah. “Hakim dan panitera yang jadi tersangka dan ditahan akan diberhentikan sementara. Bila vonis inkrah, mereka diberhentikan permanen,” jelas Yanto di Gedung MA, Jakarta Pusat terkait kasus suap hakim.

  • 4
                    
                        Dari Majelis Hakim ke Majelis Tersangka
                        Nasional

    4 Dari Majelis Hakim ke Majelis Tersangka Nasional

    Dari Majelis Hakim ke Majelis Tersangka
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    PENGADILAN
    adalah panggung terakhir keadilan. Di sanalah nasib rakyat dan negara diputuskan dalam nama hukum.
    Namun, bagaimana jika panggung itu sendiri telah ternoda? Ketika hakim tak lagi menjunjung keadilan, tetapi menjadi bagian dari skenario kejahatan, maka pengadilan kehilangan rohnya.
    Itulah yang terjadi dalam skandal suap yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.
    Penetapan tersangka terhadap Muhammad Arif oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan suap Rp 60 miliar adalah ironi hukum yang mengoyak nurani publik.
    Seorang yang seharusnya menjaga keadilan justru terjerembab dalam jebakan kekuasaan dan uang.
    Bersama tiga tersangka lain—panitera muda Wahyu Gunawan serta dua advokat, Marcella Santoso dan Ariyanto—mereka diduga merekayasa vonis untuk membebaskan tiga korporasi raksasa dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO).
    Vonis “lepas” untuk Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group bukanlah peristiwa biasa. Ini adalah putusan hukum yang berdampak pada integritas sistem peradilan, penegakan hukum antikorupsi, dan tentu saja kepercayaan publik.
    Uang suap yang mengalir diyakini menjadi pelumas atas keputusan tersebut. Maka, ruang sidang yang seharusnya suci berubah menjadi meja transaksi. Dan majelis hakim bukan lagi pembawa keadilan, melainkan bagian dari jaringan kejahatan.
    Hakim adalah simbol tertinggi moralitas dalam sistem hukum. Namun, skandal ini menyuguhkan kenyataan pahit bahwa palu keadilan bisa diarahkan oleh kekuasaan uang.
    Uang tak hanya merusak integritas individu, tetapi juga meruntuhkan institusi. Ketika hakim menjadi broker putusan, maka habis sudah daya magis hukum.
    Fakta yang diungkap Kejaksaan Agung mencengangkan: uang miliaran ditemukan dalam berbagai mata uang, dan barang-barang mewah seperti Ferrari, Nissan GT-R, Mercedes-Benz dan Lexus ditemukan dalam penggeledahan.
    Semua ini menunjukkan betapa dalamnya korupsi mengakar, bahkan di lembaga yang konon adalah benteng terakhir pencari keadilan.
    Skandal ini adalah puncak gunung es. Ia mencerminkan masalah struktural dalam sistem peradilan kita: mulai dari lemahnya pengawasan internal, budaya impunitas, hingga tidak adanya mekanisme pencegahan yang efektif.
    Yang lebih menyesakkan, lembaga setingkat Mahkamah Agung tampak selalu terlambat, baik dalam merespons, mengawasi, maupun menegakkan disiplin.
    Ketika kekuasaan kehakiman sudah bisa dibeli, maka konsep negara hukum hanya tinggal slogan.
    Korupsi di lingkungan peradilan adalah bentuk tertinggi pengkhianatan terhadap konstitusi dan mandat rakyat. Ini bukan hanya pelanggaran etika, tetapi juga pembangkangan terhadap keadaban.
    Vonis yang bisa dinegosiasikan artinya keadilan hanya tersedia bagi yang mampu membayar. Maka, rakyat kecil akan selalu kalah.
    Sementara korporasi besar, dengan dana dan koneksi, bisa keluar dari ruang sidang tanpa luka. Tak heran jika publik makin sinis terhadap hukum. Di negeri ini, hukum seperti barang lelang: siapa yang menawar lebih tinggi, dia menang.
    Perkara korupsi ekspor CPO adalah tragedi ganda. Negara tidak hanya dirugikan secara ekonomi, tetapi juga secara moral dan politik.
    Ketika negara berusaha mengejar kerugian melalui jalur hukum, jalur itu justru dibajak oleh hakim sendiri. Inilah bentuk sabotase internal terhadap upaya pemberantasan korupsi.
    Kita tidak bisa hanya menyalahkan individu. Harus ada pertanggungjawaban kelembagaan. Di mana Mahkamah Agung ketika moralitas hakimnya jatuh? Apa yang dilakukan Komisi Yudisial untuk memastikan calon hakim adalah orang-orang berintegritas? Kasus ini harus menjadi titik balik.
    Sudah saatnya pengawasan yudisial diperkuat. Mahkamah Agung tidak bisa lagi hanya mengandalkan sistem rotasi dan mutasi.
    Harus ada sistem deteksi dini, pengawasan berbasis kinerja, audit gaya hidup, dan pelibatan publik dalam pemantauan peradilan.
    Komisi Yudisial perlu diberikan kewenangan lebih dalam menindak dan menilai hakim, bukan sekadar menerima laporan masyarakat.
    Kasus ini adalah peluang sekaligus peringatan. Jika negara benar-benar ingin memulihkan kepercayaan publik, maka harus dilakukan bersih-bersih total.
    Tidak hanya memecat dan menuntut pelaku, tapi juga membenahi sistem. Kita butuh reformasi peradilan gelombang baru: yang tidak hanya berbicara teknis, tapi juga etis dan filosofis.
    Pendidikan hukum harus memasukkan integritas sebagai kurikulum utama. Rekrutmen hakim harus lebih selektif dan terbuka. Dan di atas semuanya, harus ada keteladanan dari pimpinan lembaga peradilan.
    Kita tidak bisa terus menerus membiarkan hukum dijadikan komoditas. Negara ini tidak boleh tunduk pada jaringan mafia hukum yang tumbuh dari dalam lembaga yudikatif itu sendiri.
    Jika tidak ada langkah serius, maka krisis kepercayaan publik akan menjadi krisis legitimasi hukum.
    Kita sudah terlalu sering mendengar janji reformasi hukum. Namun, kasus demi kasus menunjukkan bahwa janji tinggal janji.
    Padahal hukum bukan sekadar norma, ia adalah harapan. Ketika harapan itu dipermainkan oleh mereka yang seharusnya menjaganya, maka rakyat hanya akan melihat hukum sebagai lelucon mahal.
    Skandal ini bukan hanya tentang Ketua PN Jakarta Selatan yang berubah status dari hakim menjadi tersangka. Ini tentang seluruh ekosistem hukum yang sedang sakit. Tentang kegagalan institusi dalam menciptakan tembok integritas.
    Dan tentang rakyat yang lelah, karena setiap palu dipukul, yang terdengar hanya gema uang, bukan gema keadilan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Aturan Ganjil Genap Arus Balik Lebaran Berlaku Mulai Hari Ini, 3 April 2025

    Aturan Ganjil Genap Arus Balik Lebaran Berlaku Mulai Hari Ini, 3 April 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Khusus untuk aturan ganjil genap atau gage Lebaran 2025 akan diberlakukan selama Operasi Ketupat 2025, yakni pada 26 Maret hingga 8 April 2025.

    Dilansir dari laman Traveloka, gage dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) (Nomor KP-DRJD 1099 Tahun 2025, Nomor HK.201/4/4/DJPL/2025, Nomor Kep/50/III/2025 dan Nomor 05/PKS/Db/2025 tentang Pengaturan Lalu Lintas serta Penyeberangan selama Masa Arus Mudik dan Arus Balik Angkutan Lebaran Tahun 2025/1446 Hijriah yang telah disepakati.
     
    Untuk aturan gage arus balik berlaku mulai hari ini, Kamis, 3 April 2025 pukul 00.00 waktu setempat sampai dengan hari Senin, 7 April 2025 pukul 24.00 waktu setempat
     
    Mulai dari KM 414 ruas jalan tol Semarang Batang sampai dengan KM 47 ruas jalan tol Jakarta Cikampek
     
    Mulai dari KM 98 ruas jalan tol Tangerang – Merak sampai dengan KM 31 ruas jalan tol Tangerang – Merak.
    Adapun ketentuan penerapan sistem ganjil genap sebagai berikut:

    1. Pengaturan kendaraan bermotor

    Setiap pengendara mobil penumpang, mobil bus, dan mobil barang dengan tanda nomor kendaraan bermotor bernomor ganjil dilarang untuk melintasi pada tanggal genap.
     
    Setiap pengendara mobil penumpang, mobil bus, dan mobil barang dengan tanda nomor kendaraan bermotor bernomor genap dilarang untuk melintasi pada tanggal ganjil.

    2. Penerapan ganjil genap dikecualikan terhadap

    Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia, meliputi: Presiden dan Wakil Presiden; Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah; Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi; Ketua Komisi Yudisial; dan Menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian.
     
    Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta Lembaga internasional yang menjadi tamu negara dan Kendaraan dinas dengan tanda nomor kendaraan bermotor dinas berwarna dasar merah dan/atau nomor dinas Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia;
     
    Kendaraan pemadam kebakaran
     
    Kendaraan ambulan
     
    Kendaraan angkutan umum dengan tanda nomor kendaraan bermotor berwarna dasar kuning
     
    Kendaraan bermotor listrik berbasis baterai;
     
    Kendaraan bertanda khusus yang membawa penyandang disabilitas
     
    Kendaraan operasional pengelola jalan tol
     
    Kendaraan angkutan barang meliputi bahan bakar minyak atau bahan bakar gas, hantaran uang, hewan ternak, pupuk, pakan ternak, keperluan penanganan bencana alam, sepeda motor mudik dan balik gratis, dan barang pokok.

  • Eksepsi dalam Perkara Tipikor Atas Nama Tom Lembong

    Eksepsi dalam Perkara Tipikor Atas Nama Tom Lembong

    loading…

    Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa

    Prof. DR. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M

    EKSEPSI adalah salah satu upaya hukum penyela di dalam sistem peradilan pidana Indonesia yang dilandaskan mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan. Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut. Sebaliknya, dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan.

    Merujuk pada bunyi Pasal 156 KUHAP, pembentuk KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981 secara nyata memberikan hak kepada terdakwa untuk menyatakan keberatan secara khusus mengenai kewenangan pengadilan mengadili perkara terdakwa; begitu pula pada ayat (3) diberikan kepada jaksa/penuntut umum untuk menyatakan keberatan atas putusan pengadilan menerima keberatan terdakwa (eksepsi).

    Eksepsi sesuai ketentuan KUHAP jelas dimaksudkan diberikan kepada terdakwa dan juga penuntut umum sebelum memasuki pemeriksaan pokok perkara. Namun demikian, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat menolak eksepsi terdakwa dengan alasan akan dibahas di dalam pemeriksaan pokok perkara; tidak jelas pertimbangan majeis hakim pengadilan tindak pidana korupsi karena substansi eksespi yang diajukan terdakwa adalah merupakan masalah kewenangan pengadilan memeriksa dan mengadili perkara Tom Lembong dan tidak memasuki pokok perkara.

    Ketentuan tentang eksepsi dalam KUHAP 1981 telah memberikan celah hukum bagi hak terdakwa melakukan perlawanan juga kepada jaksa penuntut umum agar terjadi sistem peradilan yang jujur dan adil (fair and just trial), akan tetapi justru di pihak hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat tidak memberikan kesempatan yang adil dan jujur terutama terhadap terdakwa. Pertimbangan majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat sungguh memprihatinkan dan tidak sepantasnya dipertontonkan kehadapan masyarakat luas khusus di Ibu Kota yang sebagian terbesar telah melek hukum.

    Dua ketentuan kunci dari substansi eksepsi terdakwa Tom Lembong/Kuasa Hukum merupakan inti dari kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkara Tom Lembong yang tidak sepatutnya diabaikan majelis hakim dan bahkan tidak sepantasnya disampaikan majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mengingat UU Kekuasaan Kehakiman menegaskan bahwa hakim menjalankan hukum secara bebas berdasarkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun serta sudah seharusnya berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman itu pula, hakim diwajibkan menggali nilai-nilai keadilan yang berkembang dalam mmasyarakat perihal perkara Tom Lembong yang pada umumnya telah menaruh kecurigaan terjadi diskriminasi perlakuan hukum antara Tom Lembong dalam kedudukan mantan Menteri Perdagangan ketika itu dan menteri-menteri terkait sesudahnya.

    Selain itu Kejaksaan Agung sampai saat ini tidak memberikan penjelasan yang memadai mengenai masalah diskriminasi perlakuan hukum tersebut, kecuali memang Tom Lembong hanya apes saja nasibnya. Peristiwa penolakan eksepsi perlawanan Tom Lembong/Kuasa Hukum merupakan citra peradilan sesat (miscarriage of justice) yang ditunjukkan dengan tidak memahami dan apalagi mematuhi perintah UU Tipikor -khusus Pasal 14 yang menegaskan bahwa peradilan tipikor tidak berwenang memeriksa perkara perbuatan pidana yang diatur di UU Perdagangan impor dan ekspor, kecuali yang diatur secara tegas sebagai tipikor.

    Eksepsi yang disampaikan terdakwa Tom Lembong sudah tepat memenuhi dan sesuai ketentuan UU KUHAP. Oleh karena itu menjadi ganjil dan tidak dapat dipahami jika hakim yang telah bersumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa masih bernyali menyingkirkan hak asasi terdakwa dengan melanggar UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pasal 6 huruf c.

    Penolakan eksepsi terdakwa Tom Lembong oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat yang tanpa memberikan alasan/pertimbangan yuridis memadai kecuali hanya mencari jalan mudahnya saja untuk memenuhi target waktu 180 hari kerja dalam memeriksa perkara tindak pidana korupsi. Penolakan eksepsi tanpa pertimbangan/alasan yuridis yang sesuai dengan asas umum hukum pidana jelas menjatuhkan wibawa jajaran kekuasaan kehakiman di hadapan masyarakat luas.

    Seharusnya masalah penolakan eksepsi majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di PN Jakarta Pusat menjadi perhatian serius Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung sebagai lembaga yang dipercaya untuk menegakkan muruah kekuasaan kehakiman pada tempat yang selayaknya dan pantas menjadi tumpuan harapan pencari keadilan di negara hukum yang ber-Pancasila.

    (zik)

  • Kekerasan Anak oleh Oknum Polisi Mengkhawatirkan, Mentalitas Polri Dipertanyakan

    Kekerasan Anak oleh Oknum Polisi Mengkhawatirkan, Mentalitas Polri Dipertanyakan

    loading…

    Kapoksi Komisi VIII PDIP DPR Selly Andriany Gantina mengkritisi buruknya mentalitas anggota Polri. Polisi yang semestinya menjadi pilar penegak hukum malah menjadi pelaku kekerasan anak. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Kapoksi Komisi VIII PDIP DPR Selly Andriany Gantina mengkritisi buruknya mentalitas anggota Polri . Pada tahun 2025 beragam kasus kekerasan terhadap anak meningkat, beberapa di antaranya hingga meninggal dunia.

    Di sisi lain, polisi yang semestinya menjadi pilar penegak hukum malah menjadi pelaku. Kepercayaan masyarakat menurun hingga memunculkan sikap antipasti. Sumpah Tribrata yang seharusnya menjadi pedoman luntur karena ulah oknum.

    “Fenomena ini ibarat gunung es, hanya terlihat pada atasnya, tapi saya yakin masih banyak di bawah yang belum terbuka satu per satu,” ujar Selly, Kamis (27/3/2025).

    Seolah terlihat serempak, kekerasan polisi yang diungkapkan masyarakat begitu tak terkendali mulai dari bintara hingga perwira yang dilakukan, contohnya Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma dengan kasus pencabulan dan pornografi.

    Terbaru, terjadi di Semarang ketika Brigadir Ade Kurniawan (AK) anggota Ditintelkam Polda Jateng menjadi tersangka karena dilaporkan membunuh anak kandungnya yang masih bayi.

    Komisi Yudisial juga menyoroti vonis bebas Hakim PN Jayapura terhadap terdakwa Brigadir Alfian Fauzan Hartanto (AFH), anggota Polres Keerom Polda Papua yang melakukan pencabulan anak.

    Merujuk UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian, serta sumpah Tribrata bagi setiap anggota Polri, semestinya kekerasan terhadap anak itu tidak terjadi.

    Karena itu, Selly menyarankan menjaga mentalitas harus dimiliki setiap anggota agar bisa tetap menjaga marwah institusi polri. Penegakan hukum dengan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya demi efek jera harus dilakukan bagi siapa pun yang melanggar khususnya kekerasan terhadap anak.

    “Dengan profesinya sebagai penegak hukum, saya rasa hukuman seumur hidup saja belum cukup. Sederhananya, bagaimana bisa penegak hukum malah menjadi pelanggar, bahkan pelaku,” kata Selly.

    Berkaca pada data Kemen PPA hingga 14 Maret, mantan Bupati Cirebon itu menyoroti bagaimana tindak kekerasan terhadap anak masih tinggi. Dari 5.118 kasus terhadap anak sepanjang 2025, 2.163 di antaranya atau 42 persen merupakan kekerasan seksual.

    Data demikian kian jauh dari visi Presiden Prabowo melalui Asta Citanya. Sebab, kekerasan anak bisa menjadi hantu untuk menciptakan SDM berkualitas di masa mendatang sebagaimana pada poin 2.

    “Jadi saya pikir kita jangan pernah mimpi menciptakan generasi emas, kalau supermasi hukum saja masih belum tercipta di institusi penegak hukumnya,” ujar Selly.

    (jon)

  • Berapa Denda Ganjil Genap Mudik 2025? Simak Aturan dan Jadwalnya

    Berapa Denda Ganjil Genap Mudik 2025? Simak Aturan dan Jadwalnya

    Jakarta

    Bagi para pemudik yang berencana menggunakan kendaraan pribadi, baiknya perlu memahami aturan ganjil genap yang diterapkan di sejumlah ruas jalan. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi kemacetan serta mengatur arus lalu lintas agar perjalanan mudik lebih lancar dan aman.

    Ganjil genap menjadi salah satu rekayasa lalu lintas yang diberlakukan selama arus mudik dan arus balik Lebaran 2024. Kendaraan dengan pelat nomor genap (angka akhir genap) hanya bisa melintas di tanggal genap. Sebaliknya, pelat nomor dengan akhiran ganjil juga hanya bisa melintas di tanggal ganjil.

    Kalau ada pengendara yang melanggar aturan ini, sanksi berupa denda telah disiapkan oleh pihak berwenang. Lantas, berapa besaran denda bagi pelanggar aturan ganjil genap saat mudik 2025?

    Denda Ganjil Genap Mudik 2025

    Melanggar aturan ganjil genap saat arus mudik dan balik Lebaran 2025, masuk dalam pelanggaran lalu lintas dengan denda ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) Rp 500 ribu. Meski begitu, pengendara yang kedapatan melanggar saat mudik tidak akan diberhentikan atau diminta putar balik.

    Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan menjelaskan pada prosedur ganjil genap mudik tahun lalu, pelanggar bakal tetap bisa melintas. Tapi, setelahnya akan ada surat konfirmasi tilang yang dikirim ke alamat rumah.

    “Apabila belum masuk jamnya tentu itu bukan pelanggaran. Kita tidak akan menghentikan bagi para pelanggar ganjil genap ini, nanti untuk sanksinya kita akan kirim surat konfirmasi ke alamat sesuai STNK,” kata Aan.

    Pembatasan kendaraan dengan sistem ganjil genap akan diganjar sanksi sesuai Pasal 287 ayat 1 di UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pelanggar ganjil-genap bisa dibui selama dua bulan atau dikenakan denda paling banyak Rp 500 ribu.

    “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah),” demikian bunyi Pasal 287 ayat 1 di UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Jika melanggar dan mendapat surat tilang elektronik, para pemudik harus segera membayar denda tilang. Sesuai dengan aturan yang ada, pelanggar harus memberikan konfirmasi selambat-lambatnya 14 hari setelah surat tilang diterima. Jika denda tidak dibayarkan, STNK akan diblokir.

    Aturan Penilangan ETLE

    Berdasarkan informasi dari laman resmi Polda Kepri, sistem tilang elektronik yang saat ini diterapkan di Indonesia. Berbeda dengan tilang manual, ETLE menggunakan teknologi dalam mendeteksi pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pengendara.

    Dikutip dari publikasi ‘Ketentuan dan Denda Resmi Pelanggaran Lalu Lintas (Tilang)’ oleh POLRI, terdapat 14 jenis pelanggaran yang akan dikenakan sanksi tilang. Berikut rincian dendanya:

    Tidak memiliki SIM (Penilangan non ETLE): Denda maksimal Rp1.000.000 atau penjara maksimal 4 bulan.Tidak menunjukkan SIM saat pemeriksaan (Penilangan non ETLE): Denda maksimal Rp250.000 atau penjara maksimal 1 bulan.Tidak memasang TNKB pada kendaraan: Denda maksimal Rp500.000 atau penjara maksimal 2 bulan.Tidak memenuhi persyaratan teknis kendaraan: Denda maksimal Rp250.000 atau penjara maksimal 1 bulan.Mobil tidak memiliki kelengkapan teknis: Denda maksimal Rp500.000 atau penjara maksimal 2 bulan.Tidak membawa perlengkapan darurat pada mobil (Penilangan non ETLE): Denda maksimal Rp250.000 atau penjara maksimal 1 bulan.Melanggar rambu lalu lintas: Denda maksimal Rp500.000 atau penjara maksimal 2 bulan.Melanggar batas kecepatan minimum atau maksimum: Denda maksimal Rp500.000 atau penjara maksimal 2 bulan.Tidak memiliki STNK atau Surat Tanda Coba Kendaraan (Penilangan non ETLE): Denda maksimal Rp500.000 atau penjara maksimal 2 bulan.Tidak memakai sabuk pengaman: Denda maksimal Rp250.000 atau penjara maksimal 1 bulan.Tidak menggunakan helm SNI: Denda maksimal Rp250.000 atau penjara maksimal 1 bulan.Tidak menyalakan lampu utama pada kondisi tertentu: Denda maksimal Rp250.000 atau penjara maksimal 1 bulan.Tidak menyalakan lampu utama di siang hari: Denda maksimal Rp100.000 atau penjara maksimal 15 hari.Berbelok atau putar balik tanpa memberi isyarat: Denda maksimal Rp250.000 atau penjara maksimal 1 bulan.

    Salah satu cara untuk mengecek tilang ETLE adalah melalui aplikasi ETLE Nasional di ponsel. Berikut langkah-langkahnya:

    Unduh dan pasang aplikasi ETLE Nasional.Masuk (login) menggunakan email.Di halaman utama, pilih menu Scan QR Ref.Pindai kode QR yang terdapat dalam surat tilang.Informasi terkait nomor kendaraan, data pelanggaran ETLE, dan kode referensi pelanggaran akan ditampilkan secara rinci.

    Dengan adanya sistem ETLE, diharapkan masyarakat semakin patuh terhadap aturan lalu lintas untuk menciptakan kondisi berkendara yang aman dan tertib.

    Jadwal dan Aturan Ganjil Genap Mudik 2025

    Pemerintah telah mengumumkan pengaturan lalu lintas selama masa angkutan mudik Lebaran 2025. Hal ini penting diketahui pemudik, khususnya yang menggunakan jalur darat. Ada aturan one way, contra flow serta ganjil genap saat mudik Lebaran Idul Fitri 2025 sebagai berikut:

    Arus Mudik

    Hari Kamis, 27 Maret 2025 pukul 14.00 waktu setempat sampai dengan hari Minggu, 30 Maret 2025 pukul 24.00 waktu setempat.

    Mulai dari KM 47 ruas jalan tol Jakarta – Cikampek sampai dengan KM 414 ruas jalan tol Semarang – Batang; danMulai dari KM 31 ruas jalan tol Tangerang – Merak sampai dengan KM 98 ruas jalan tol Tangerang – Merak.

    Arus Balik

    Hari Kamis, 3 April 2025 pukul 00.00 waktu setempat sampai dengan hari Senin, 7 April 2025 pukul 24.00 waktu setempat.

    Mulai dari KM 414 ruas jalan tol Semarang Batang sampai dengan KM 47 ruas jalan tol Jakarta Cikampek.Mulai dari KM 98 ruas jalan tol Tangerang-Merak sampai dengan KM 31 ruas jalan tol Tangerang-Merak.

    Penerapan sistem ganjil genap dengan ketentuan:

    1. Pengaturan kendaraan bermotor

    Setiap pengendara mobil penumpang, mobil bus, dan mobil barang dengan tanda nomor kendaraan bermotor bernomor ganjil dilarang untuk melintasi pada tanggal genap; dan

    Setiap pengendara mobil penumpang, mobil bus, dan mobil barang dengan tanda nomor kendaraan bermotor bernomor genap dilarang untuk melintasi pada tanggal ganjil.

    2. Penerapan ganjil genap dikecualikan terhadap:

    Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia, meliputi:

    – Presiden dan Wakil Presiden

    – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah

    – Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi

    – Ketua Komisi Yudisial

    – Menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian

    – Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta Lembaga internasional yang menjadi tamu negara

    – Kendaraan dinas dengan tanda nomor kendaraan bermotor dinas berwarna dasar merah dan/atau nomor dinas Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia;

    – Kendaraan pemadam kebakaran

    – Kendaraan ambulan

    – Kendaraan angkutan umum dengan tanda nomor kendaraan bermotor berwarna dasar kuning

    – Kendaraan bermotor listrik berbasis baterai

    – Kendaraan bertanda khusus yang membawa penyandang disabilitas

    – Kendaraan operasional pengelola jalan tol

    – Kendaraan angkutan barang

    Bahan bakar minyak atau bahan bakar gas;
    Hantaran uang
    Hewan ternak
    Pupuk
    Pakan ternak
    Keperluan penanganan bencana alam
    Sepeda motor mudik dan balik gratis
    Barang pokok, terdiri atas

    a) beras
    b) tepung terigu/tepung gandum/tepung tapioka
    c) jagung
    d) gula
    e) sayur dan buah-buahan
    f) daging
    g) ikan
    h) daging unggas
    i) minyak goreng dan mentega
    j) susu
    k) telur
    1) garam
    m) kedelai
    n) bawang
    o) cabai.

    Nah, itulah tadi besaran denda dan aturan lengkap ganjil genap mudik Lebaran 2025. Semoga membantu!

    (aau/fds)

  • Kisah Pilu Pengangkatan CASN Ditunda: Resign Kerja, Tinggalkan Ibu di Kampung, Kini Jualan Makanan – Halaman all

    Kisah Pilu Pengangkatan CASN Ditunda: Resign Kerja, Tinggalkan Ibu di Kampung, Kini Jualan Makanan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang wanita bernama IF, asal Kediri, Jawa Timur, merasakan kekecewaan mendalam setelah impian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ia perjuangkan bertahun-tahun terhalang usai pemerintah mengeluarkan kebijakan penundaan pengangkatan CASN 2024.

     

    IF, yang sebelumnya gagal pada tes CASN 2021, akhirnya berhasil lolos pada seleksi tahun ini dan mendapatkan kesempatan bergabung dengan Komisi Yudisial (KY).

     

    Saking besar keinginannya untuk mengabdi pada negara, IF bahkan rela meninggalkan pekerjaan tetapnya di kantor advokat dan memutuskan untuk resign demi mempersiapkan diri pindah ke Jakarta.

     

    “Selain mempersiapkan kepindahan saya ke Jakarta, saya juga harus mengurus ibu saya yang akan menjalani ibadah haji. Persiapannya cukup banyak, dan saya harus mempersiapkan semuanya dengan baik,” kata IF kepada Tribunnnews.com, Selasa (11/3/2025).

     

    Namun, kebahagiaan IF tidak berlangsung lama.

     

     

    Pada Maret 2024, pemerintah mengumumkan penundaan pengangkatan CASN, yang membuat IF harus menunggu hingga Oktober 2025 untuk bisa mulai bekerja sebagai ASN. 

     

    Situasi ini membuatnya harus menganggur dan mencari pekerjaan sementara demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

     

    “Ya, sekarang saya lagi cari-cari pekerjaan, meskipun mungkin pekerjaan yang kecil-kecil dulu, yang penting bisa tetap berjalan. Saya siap menerima pekerjaan apa saja, seperti ulasan produk atau tugas-tugas kecil lainnya,” ujar IF.

     

     

    Selain itu, IF juga berencana memanfaatkan waktu untuk berjualan makanan dan minuman selama Ramadhan serta mencoba hasil dari beberapa investasi yang ia miliki, seperti deposito dan saham.

     

    “Berjualan beberapa makanan minuman selama Ramadhan, memanfaatkan hasil imbal beberapa instrumen investasi (deposito, saham dan sejenisnya) sembari mencari kerja tetap lagi,” sambungnya.

     

    Meskipun demikian, dia tetap berharap pengangkatan ASN bisa segera dilakukan sesuai jadwal.

     

    “Saya harap pemerintah bisa mempertimbangkan penundaan ini, karena banyak CASN yang sudah mengorbankan pekerjaan mereka dan mempersiapkan segala hal untuk pengangkatan ini. Tidak mudah mencari pekerjaan saat ini,” kata IF, yang juga mengkhawatirkan dampak penundaan terhadap keuangan banyak keluarga calon ASN.

     

    RINI WIDYANTINI – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Rini Widyantini, memimpin rapat internal lingkup Kementerian PANRB, di Jakarta, Senin (28/10/2024). Terkini, Rini menyampaikan dirinya telah melapor ke Presiden Prabowo Subianto mengenai keputusan penundaan pengangkatan CASN (CPNS dan CPPPK) 2024.  (Dok. Kemenpan RB)

     

    Pemerintah sebelumnya mengumumkan penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK 2024, dengan jadwal pengangkatan CPNS yang diperkirakan baru akan dilakukan pada 1 Oktober 2025.

     

    Sementara PPPK dijadwalkan mulai bertugas pada 1 Maret 2026.

     

     

    Meskipun demikian, banyak pihak yang berharap agar proses pengangkatan ini bisa dipercepat demi membantu mereka yang telah menunggu lama.