Kementrian Lembaga: Komisi XI DPR RI

  • 362 Ribu Orang Indonesia Punya Tabungan di Atas Rp 2 Miliar

    362 Ribu Orang Indonesia Punya Tabungan di Atas Rp 2 Miliar

    Jakarta

    Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan ada sebanyak 362.733 nasabah bank umum yang punya saldo simpanan lebih dari Rp 2 miliar. Angka ini terbilang besar dibandingkan dengan jumlah rekening yang mencapai 593.307.911 atau nyaris 600 juta rekening.

    Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, sesuai dengan amanat undang-undang, LPS menjamin setiap rekening simpanan nasabah perbankan di Indonesia hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank.

    “Berdasarkan data September 2024, jumlah rekening nasabah bank umum yang dijamin seluruh simpanannya sebesar Rp 2 miliar itu mencapai 99,94% dari total rekening,” kata Purbaya, dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi XI DPR RI, Rabu (20/11/2024).

    Dari jumlah rekening yang ada, rekening yang dijamin penuh dengan saldo di bawah Rp 2 miliar mencapai 592.944.178. Sedangkan untuk jumlah rekening yang dijamin sebagian dengan saldo di atas Rp 2 miliar ada sebanyak 363.733 rekening.

    Kondisi ini pun mendapat sorotan dari pimpinan rapat kali itu yakni Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie Othniel Frederic Palit. Menurutnya, angka tersebut terbilang besar.

    “Karena itu spektakuler itu kalau kita cermati itu. Jadi rekening, jumlah rekening itu hampir 600 juta. Yang rekeningnya di atas Rp 2 miliar ternyata 363 ribu. 300 ribuan orang Indonesia yang punya rekening di atas Rp 2 miliar. Nah di antara yang tiga ratus ribuan mungkin termasuk di sini nih.

    Sedangkan di jajaran Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS), tercatat ada sebanyak 15.783.681. Dari jumlah tersebut, jumlah rekening yang dijamin seluruh simpanannya mencapai 99,98%.

    “Untuk BPR, jumlah rekening yang dijamin seluruh simpanannya mencapai 99,98%” lanjut Purbaya.

    Dari jumlah rekening yang ada, rekening yang dijamin penuh dengan saldo di bawah Rp 2 miliar mencapai 15.779.822. Sedangkan untuk jumlah rekening yang dijamin sebagian dengan saldo di atas Rp 2 miliar ada sebanyak 3.859 rekening.

    Saksikan juga video: Jumlah Tabungan Ideal Berdasarkan Usia

    (shc/fdl)

  • PPN Naik Jadi 12%, Indosat

    PPN Naik Jadi 12%, Indosat

    Bisnis.com, JAKARTA – PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dan PT Indosat Tbk. (ISAT) bakal menyesuaikan strategi bisnis seiring dengan rencana pemerintah menaikkan PPN menjadi 12% pada 2025. 

    Senior Vice President Head of Corporate Communication ISAT Steve Saerang mengatakan Indosat Ooredoo Hutchison senantiasa mendukung kebijakan pemerintah dan terbuka untuk menjadi mitra bagi seluruh pemangku kepentingan dalam penerapan aturan dan tata kelola yang berlaku.

    “Terkait dengan kemungkinan kenaikan tarif PPN, Indosat terus melakukan kajian bisnis secara intensif,” kata Steve, Selasa (19/11/2024). 

    Kajian bisnis tersebut juga dilakukan dengan tetap memperhatikan fokus ISAT dalam memberikan pengalaman yang mengesankan atau marvelous experience bagi seluruh pelanggan, khususnya bagi pelanggan prabayar. 

    Di sisi lain, kata Steve, bagi pelanggan pascabayar nilai PPN secara otomatis akan berubah pada lembar tagihan. Hal tersebut menyesuaikan tanggal berlakunya aturan baru terkait PPN yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia.

    Adapun, jumlah pelanggan Indosat tercatat sebanyak 98,7 juta pada kuartal III/2024, turun tipis dari 99,4 juta pada kuartal III/2023. Jumlah pelanggan Indosat itu juga turun jika dibandingkan dengan semester I/2024 yang sebanyak 100,9 juta. 

    Indosat meraup laba bersih senilai Rp3,87 triliun, naik 39,14% YoY. Pertumbuhan laba ISAT itu ditopang oleh kinerja solid pendapatan yang senilai Rp41,81 triliun, tumbuh 11,61% YoY. Sejalan dengan itu beban pokok ikut meningkat menjadi Rp33,34 triliun, naik 9,70% YoY.

    Kontributor terbesar pendapatan ISAT berasal dari bisnis selular yang meraup Rp35,23 triliun, naik 9,52% YoY.  Sisanya berasal dari bisnis MIDI dan layanan telepon tetap. Aset Indosat tercatat sebesar Rp112,24 triliun pada September 2024, turun dari Rp114,72 triliun pada akhir 2023.

    Sementara itu, Head External Communications XL Axiata Henry Wijayanto menuturkan XL Axiata akan mengikuti aturan pemerintah mengenai peningkatan PPN menjadi 12% tersebut. Henry irit bicara mengenai rencana XL menyikapi perubahan PPN itu. 

    “XL Axiata akan mengikuti aturan dan ketentuan pemerintah untuk melakukan penyesuaian PPN 12% tersebut,” ujar Henry, Selasa (19/11/2024).

    EXCL tercatat memiliki jumlah pelanggan sebanyak 58,6 juta pada kuartal III/2024, naik tipis dari 58,5 juta pada semester I/2024. Adapun, pada 9 bulan pertama 2023, jumlah pelanggan XL Axiata sebanyak 57,5 juta. 

    XL Axiata melaporkan ARPU gabungan sebesar Rp43.000 pada kuartal III/2024, sedikit melandai jika dibandingkan kuartal sebelumnya yang berada pada Rp44.000 tetapi lebih baik dari kuartal III/2023 yang berada pada Rp41.000. 

    Adapun, pendapatan dari data dan layanan digital menopang top line EXCL hingga Rp23,38 triliun atau 92% dari total pendapatan. Manajemen XL Axiata juga optimistis melihat perkembangan bisnis Fixed Broadband (FBB) dan Fixed Mobile Convergence (FMC) yang terus bertumbuh. 

    Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal di hadapan Komisi XI DPR, bahwa tidak akan melakukan penundaan implementasi tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12% pada 2025.

    Di sisi lain, emiten telekomunikasi seperti EXCL, ISAT dan Telkomsel dari Telkom Group (TLKM) sedang berhadapan dengan tekanan pada rata-rata pendapatan per pengguna atau  Average Revenue per User (ARPU) minimal hingga kuartal III/2024. 

    Penurunan ARPU itu disinyalir lantaran kompetisi ketat dan adanya pelemahan daya beli. Pada saat bersamaan, jumlah pelanggan XL Axiata, Indosat dan Telkomsel bergerak stagnan, cenderung melandai. 

  • Wacana Tax Amnesty Jilid III, Sri Mulyani Ubah Haluan?

    Wacana Tax Amnesty Jilid III, Sri Mulyani Ubah Haluan?

    Bisnis.com, JAKARTA — Wacana pemberlakuan kembali program pengampunan pajak alias Tax Amnesty Jilid III mencuat. Padahal, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyatakan pemerintah tidak akan lagi memberlakukan program serupa.

    Pernyataan itu sempat disampaikan Sri Mulyani usai berakhirnya masa Tax Amnesty Jilid II dua tahun lalu.

    “Kami tidak akan lagi memberikan program pengampunan pajak,” tegas Sri Mulyani di Kantor Pusat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Jumat (1/7/2022).

    Dengan demikian, sambungnya, semua data yang diperoleh lewat Tax Amnesty Jilid I dan II akan menjadi database di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan untuk menegakkan kepatuhan wajib pajak ke depannya.

    Tak hanya itu, bendahara negara tersebut menegaskan, Indonesia akan bekerjasama secara global melalui Automatic Exchange of Information (AEOI). Selain itu, di dalam forum G20 juga sudah disepakati mengenai dua pilar mengenai perpajakan internasional.

    Menurutnya, kerjasama tersebut akan semakin mempersempit langkah wajib pajak melakukan penghindaran pajak. Dalam yurisdiksi manapun, lanjut dia, wajib pajak pasti akan tertangkap oleh para petugas pajak bila ditemukan melanggar aturan yang berlaku.

    “Mau pajak di sini, pajak di sana, semuanya sekarang seluruh dunia makin memiliki kesepakatan bahwa pajak adalah instrumen penting bagi pembangunan bagi semua negara,” ujarnya.

    Wacana Tax Amnesty Jilid III

    Sebagai informasi, pemerintah sebenarnya sudah pernah dua kali mengeluarkan kebijakan tax amnesty, yaitu Jilid I (periode 18 Juli 2016—31 Maret 2017) dan Jilid II (1 Januari—30 Juni 2022).

    Kendati demikian, belakangan muncul wacana Tax Amnesty Jilid III usai DPR resmi memasukkan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak alias tax amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

    Rancangan beleid tersebut diusulkan oleh Komisi XI DPR yang membidangi keuangan. Ketua Komisi XI DPR Misbakhun tidak menampik, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya sempat menyatakan tidak akan memberlakukan lagi tax amnesty.

    Hanya saja, Misbakhun mengingatkan bahwa pemerintahan sudah berganti. Politisi Partai Golkar itu merasa perlu pemberlakuan kembali program tax amnesty untuk mengawal berbagai visi misi pemerintah baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    Dia menyatakan bahwa DPR, terkhusus Komisi XI, akan turut membantu mengawal berbagai visi misi pemerintah Presiden Prabowo Subianto. Jika salah satu cara mencapai visi misi dengan tax amnesty maka Komisi XI akan mendukungnya.

    Misbakhun menjelaskan bahwa pemerintah dan DPR akan tetap terus berupaya melakukan pembinaan agar wajib pajak tetap patuh. Di saat yang bersamaan, sambungnya, mereka juga ingin memberi peluang kepada orang yang menghindari pajak agar ke depan bisa memperbaiki diri.

    “Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni, maka amnesty ini salah satu jalan keluar,” jelasnya di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).

    Misbakhun mengaku belum bisa menjelaskan substansi yang akan dibahas dalam RUU Tax Amnesty tersebut. Kendati demikian, tidak menampik bahwa akan ada Tax Amnesty Jilid III apabila beleid tersebut selesai dibahas.

    “Sektor apa saja yang akan dicakup di dalam tax amnesty itu, tax amnesty itu meliputi perlindungan apa saja, sektor apa saja, ya nanti kita bicarakan sama pemerintah,” ujarnya.

    Tax Ada Urgensi?

    Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengaku bingung dengan wacana penerapan Tax Amnesty Jilid III. Menurutnya, tidak ada urgensinya melakukan pembersihan dosa para pelaku penghindaran pajak lagi.

    Kebijakan tersebut, sambung Fajry, hanya akan mencederai rasa keadilan bagi wajib pajak yang telah patuh. Sejalan dengan itu, dia khawatir akan banyak wajib pajak yang akan melakukan penghindaran pajak.

    “Buat apa untuk patuh, toh ada tax amnesty lagi?” kata Fajry kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).

    Dia menilai Tax Amnesty Jilid III akan menjadi langkah mundur pemerintah. Apalagi, wacana pengampunan pajak untuk orang tajir itu bergulir ketika pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan.

    Oleh sebab itu, Fajry tidak heran apabila nantinya banyak penolakan dari berbagi kalangan masyarakat ihwal wacana Tax Amnesty Jilid III.

    “Terlebih, tax amnesty ini untuk siapa? Sebagian besar konglomerat sebenarnya sudah masuk ke Tax Amnesty Jilid I dan sebagian lagi melengkapinya kemarin,” jelasnya.

  • RUU Tax Amnesty Jilid III, Komisi XI DPR Sebut Tak Revisi Aturan Lama
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        19 November 2024

    RUU Tax Amnesty Jilid III, Komisi XI DPR Sebut Tak Revisi Aturan Lama Nasional 19 November 2024

    RUU Tax Amnesty Jilid III, Komisi XI DPR Sebut Tak Revisi Aturan Lama
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua
    Komisi XI DPR
    RI
    Mukhamad Misbakhun
    mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) tidak akan merevisi undang-undang yang telah ada sebelumnya.
    RUU ini telah dimasukkan ke dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas pada 2025.
    “Jadi, kalau menurut saya, jika ada tax amnesty berikutnya, itu adalah jilid tiga,” kata Misbakhun usai acara diskusi Fraksi Partai Golkar bertajuk “Mencari Cara Ekonomi Tumbuh Tinggi” di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (19/11/2024).
    Misbakhun menjelaskan bahwa DPR RI bersama pemerintah akan merumuskan kembali
    RUU Tax Amnesty
    jilid III ini.
    “Ya kita konsepkan kembali seperti apa? Pemerintah punya konsep seperti apa? Didiskusikan dengan DPR seperti apa? Nanti akan menjadi keputusan inisiatif siapa? Nah ini kan tinggal kita bicarakan,” ujarnya.
    Ia juga menekankan bahwa RUU Tax Amnesty tidak akan merevisi undang-undang sebelumnya.
    Menurutnya, beleid Tax Amnesty jilid I dan jilid II adalah dua aturan yang tidak saling berkaitan.
    “Jadi,
    one of regulation
    . Undang-undang Tax Amnesty pertama sudah tertutup. Pengampunan sukarela juga sudah tutup,” jelasnya.
    Lebih lanjut, Misbakhun mengungkapkan bahwa RUU Tax Amnesty awalnya merupakan usulan dari Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, bukan dari Komisi XI.
    Namun demikian, Komisi XI kemudian mengambil alih RUU tersebut untuk menjadi usulannya, mengingat urusan
    tax amnesty
    berkaitan dengan mitra kerja mereka, yaitu Kementerian Keuangan.
    “Nah itulah kemudian saya rapatkan internal dengan persetujuan semua anggota Komisi XI. Diputuskan bahwa Komisi XI untuk prolegnas prioritas meminta kepada Badan Legislasi melalui surat untuk dijadikan prolegnas prioritas yang diusulkan oleh Komisi XI,” ungkap Misbakhun.
    Diketahui, RUU Tax Amnesty telah resmi masuk ke dalam daftar prolegnas prioritas 2025, yang dikonfirmasi oleh Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia.
    Hal ini ditetapkan dalam rapat pembahasan mengenai daftar prolegnas prioritas 2025 dan prolegnas jangka menengah 2025-2029 yang berlangsung pada Senin (18/11/2024) sore.
    “(RUU Tax Amnesty) jadi masuk tadi,” ujar Doli kepada wartawan.
    Dalam rapat paripurna DPR RI yang berlangsung hari ini juga ditetapkan bahwa RUU Tax Amnesty akan dibahas tahun depan.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR: PPN 12 Persen Masih Wacana, Bakal Dibahas Sepulang Prabowo ke Indonesia

    DPR: PPN 12 Persen Masih Wacana, Bakal Dibahas Sepulang Prabowo ke Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua DPR bidang ekonomi Adies Kadir menegaskan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025, masih sebatas wacana. Kebijakan tersebut akan dibahas dan diputuskan Presiden Prabowo Subianto setelah pulang ke Indonesia dari rangkaian kunjungan ke luar negeri.

    “Jadi, kita tunggu saja pak presiden kembali. Jangan berandai-andai. Tidak usah kita berkonotasi yang nanti ada kenaikan begini, begitu. Pasti menteri keuangan pun kalau mengusulkan ke Pak Presiden ada dasar-dasarnya,” ujarnya di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).

    Adies memastikan Presiden Prabowo akan memihak pada kepentingan masyarakat. Apalagi, kebijakan-kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bakal berorientasi kepada kepentingan masyarakat.

    “Kita lihat yang pasti kan Pak Presiden dalam menjalankan pemerintah selama 5 tahun intinya kan selalu tidak akan menyusahkan rakyatnya gitu kan. Seperti itu,” kata wakil ketua umum Partai Golkar tersebut.

    Adies mengimbau publik agar menunggu keputusan pasti dari Presiden Prabowo. Menurut dia, bakal ada pembahasan dengan DPR jika sudah diputuskan oleh Prabowo.

    “Kita tunggu saja, belum (ada keputusan resmi). Tentunya kalau ada begitu kan, ada pembahasan juga dengan DPR. Kita tunggu sajalah,” imbuh dia.

    Adies menjelaskan, jika nanti PPN mengalami kenaikan, pasti memiliki pertimbangan dan bakal dihitung dan dikalkulasi secara matang sehingga tidak merugikan rakyat.

    “Jadi, kalau pun ada kenaikan pasti akan diatur sebagaimana mestinya. Namun, ini kan belum, masih menunggu presiden. Jadi kita tunggu saja seperti apa nanti,” pungkas Adies.

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan kesiapan implementasi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan hal tersebut dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).

    “Kami sudah membahas bersama bapak/ibu sekalian, lalu sudah ada undang-undangnya. Kita perlu menyiapkan agar itu bisa dijalankan, tetapi dengan penjelasan yang baik,” ujar Sri Mulyani.

  • SMI Beri Pinjaman ke Pemda Hampir Rp 39 T, Uangnya Buat Ini!

    SMI Beri Pinjaman ke Pemda Hampir Rp 39 T, Uangnya Buat Ini!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah daerah telah mendapatkan komitmen pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau SMI pada tahun ini senilai Rp 38,98 triliun hingga September 2024.

    Direktur Utama SMI, Reynaldi Hermansjah mengatakan, pemberian pembiayaan ke pemerintah daerah di Indonesia dilakukan melalui dua skema, yakni melalui program pemulihan ekonomi pasca Covid-19 dan pembiayaan reguler.

    “Di sini kami ingin laporkan total komitmen sampai September 2024 telah mencapai hampir Rp 39 triliun,” kata Direktur Utama SMI, Reynaldi Hermansjah dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (19/11/2024).

    Khusus untuk pembiayaan publik yang disalurkan melalui skema Pemulihan Ekonomi Daerah (PEN) senilai Rp 35,27 triliun, sementara itu untuk pembiayaan daerah reguler senilai Rp 3,7 triliun.

    “Melalui konsep PEN khusunya dalam konteks untuk tanggulangi akibat krisis Covid 2020-2021 total komitmen kami telah mencapai kurang lebih Rp 35,27 triliun, dan terlihat sebaran wilayahnya cukup meluas, sedangkan pembiayaan daerah reguler kita telah melaskankan komitmen Rp 3,7 triliun,” ucap Reynaldi.

    Dana pinjaman ini digunakan pemerintah daerah untuk berbagai pembangunan, seperti di sektor rumah sakit, jalan, maupun pasar. Contohnya untuk pembangunan RSUD Provinsi Sulawesi Utara Kelas B senilai Rp 300 miliar untuk konstruksi, Rp 15 miliar untuk landscaping dan Rp 25 miliar untuk layanan pelengkap.

    Adapula komitmen untuk pembangunan RSUD Al Ihsan Provinsi Jawa Barat dengan nilai pinjaman Rp 34,97 miliar, dan untuk pembangunan Pasar Bauntung di Kota Banjarbaru dengan nilai pinjaman Rp 104,5 miliar.

    “Sebagian besar di sektor rumah sakit jalan dan pasar. Proyek-proyek pinjaman daearah yang telah kami laksanakan salah satu contohnya dari berbagai macam proyek itu ada RSUD di Provinsi Sulawsi Utara Kelas B, lalu RS juga yang kita biayai di Jabar, dan pasar di Banjarbaru” ucap Reynaldi.

    (arj/mij)

  • Ramai Penolakan PPN naik jadi 12%, Ini Respons Anak Buah Sri Mulyani

    Ramai Penolakan PPN naik jadi 12%, Ini Respons Anak Buah Sri Mulyani

    Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% yang akan berlaku pada 2025 ramai mendapatkan penolakan dari sejumlah lapisan masyarakat. Namun, di tengah gelombang penolakan itu, kenaikan PPN masih tetap direncanakan untuk berlaku.

    Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Wahyu Utomo menegaskan bahwa terkait kenaikan tarif PPN tersebut, pemerintah senantiasa mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan fiskal, serta aspirasi dari masyarakat luas.

    Meski dengan pertimbangan tersebut, Wahyu enggan menyampaikan secara gamblang rencana pemerintah pada tahun depan.

    “Intinya pemerintah akan menentukan pilihan yang optimal bagi masyarakat dan perekonomian,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024). 

    Ketentuan kenaikan PPN menjadi 12% tersebut tertuang dalam Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam Pasal 7 Bab IV beleid tersebut, tercantum ketentuan terbaru terkait tarif PPN. Di mana tarif PPN naik 1% menjadi sebesar 11% yang telah mulai berlaku sejak 1 April 2022.   

    “Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu.. sebesar 12% [dua belas persen] yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025,” tulis huruf b ayat (1) Pasal 7 beleid tersebut, dikutip pada Selasa (19/11/2024).

    Untuk diketahui, pemerintah mematok target Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 2025 senilai Rp945,12 triliun. Target tersebut 15,4% lebih besar dari outlook tahun ini yang senilai Rp819,2 triliun.

    Target APBN 2025 tersebut pun tercatat masih menggunakan asumsi PPN berada di angka 11%, bukan 12%. Artinya, penerimaan negara dapat jauh lebih besar jika menggunakan PPN 12%.

    Hari-hari menuju 2025, pelaku usaha was-was terhadap daya beli masyarakat yang saat ini sedang tidak baik-baik saja akan semakin anjlok.

    Bahkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Cucun Ahmad Syansurijal mendorong agar rencana tersebut dikaji ulang. Dirinya khawatir akan berdampak terhadap kesejahteraan rakyat karena kenaikan pajak akan memiliki efek domino atau efek turunan.

    “Tentunya hal ini harus dihindari, apalagi kemiskinan dan pengangguran semakin tinggi. Kenaikan harga-harga kita khawatirkan akan membuat masyarakat semakin sulit, padahal PR negara masih banyak, terutama dari sisi ekonomi kerakyatan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (19/11/2024). 

    Setelah sebelumnya tidak ada kejelasan akan kenaikan tarif PPN tahun depan karena menunggu pergantian pemimpin negara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal rencana yang berangkat dari UU HPP tetap berlanjut. 

    “Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak ibu sekalian sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan],” ujarnya dalam Raker bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).

    Bendahara Negara tersebut pun menegaskan pihaknya tidak akan memungut PPN secara ‘membabi-buta’. Dalam hal kenaikan PPN, menjadi kebutuhan dalam menyehatkan APBN yang jumlahnya tidak sedikit.

    Pasalnya, pada saat bersamaan APBN harus menjalankan berbagai fungsi, termasuk shock absorber dalam merespon kondisi gejolak ekonomi global dan krisis finansial. 

  • PPN Mau Naik jadi 12%, Pengusaha Properti Minta Insentif untuk Sektor Perumahan

    PPN Mau Naik jadi 12%, Pengusaha Properti Minta Insentif untuk Sektor Perumahan

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Realestate Indonesia (REI) berharap pemerintah dapat melanjutkan pemberian insentif pajak seiring dengan makin dekatnya rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025.

    Wakil Ketua Umum DPP REI, Bambang Ekajaya menyebut keputusan tersebut bakal berdampak pada pasar perumahan, meskipun kenaikannya hanya sebesar 1%. 

    “Sebenarnya kalau dari nilainya kenaikannya kan hanya 1%, tapi yang di khawatirkan multiplier effect nya. Khususnya sektor perumahan, building material pasti naik,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).

    Di samping itu, Bambang juga menjelaskan bahwa keputusan mengerek PPN menjadi 12% bakal berdampak pada meningkatnya biaya logistik dan transportasi bahan-bahan konstruksi. 

    Apabila tak dilakukan mitigasi dengan tepat, dikhawatirkan bakal berdampak pada makin tingginya harga rumah. Sehingga, makin memberatkan masyarakat untuk dapat memiliki hunian sekaligus menjadi getah bagi pasar properti.

    “Imbasnya, transportasi naik, tenaga kerja konstruksi akan naik juga. Harga juga ujung-ujungnya naik, di tambah konsumen harus menanggung PPn 12%,” imbuhnya.

    Dengan demikian, REI berharap pemerintah dapat merumuskan insentif pajak tambahan bagi sektor perumahan. Terlebih, hingga saat ini pasar perumahan belum kunjung membaik pasca-Pandemi Covid-19.

    “Karena kenaikan PPN menjadi 12% berimbas ke semua sektor, otomatis dikhawatirkan calon pembeli menahan diri dulu untuk membeli properti. Semoga nanti ada solusi dan insentif properti,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal bahwa tidak akan ada penundaan implementasi kenaikan tarif PPN menjadi 12%. 

    Dia menegaskan Pasal 7 ayat (1) UU No. 7/2021 sudah mengamanatkan bahwa PPN harus naik menjadi 12% pada 1 Januari 2025. 

    “Kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR pada Rabu (13/11/2024).

  • DPR RI Tunggu Kejelasan Prabowo Subianto soal Danantara

    DPR RI Tunggu Kejelasan Prabowo Subianto soal Danantara

    Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade memastikan bahwa DPR RI masih menunggu terkait dengan kejelaskan Presiden Prabowo Subianto mengenai peresmian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). 

    “Sampai sekarang kan pemerintah belum mengumumkan sikap resminya [soal Danantara]. Tentu di DPR kami menunggu,” ujarnya kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).

    Lebih lanjut, perwakilan dari fraksi Partai Gerindra di Komisi VI ini mengamini bahwa alasan lembaga itu masih menunggu sikap pemerintah lantaran hal ini bakal berimbas untuk menentukan komisi DPR RI yang akan bermitra dengan Danantara.

    Meski begitu, Andre menekankan bahwa apa pun keputusan Presiden Prabowo Subianto, kini DPR akan mendukung langkah sepenuhnya yang akan diambil pemerintah.

    Sejauh ini, dia menilai bahwa Danantara bisa jadi bakal mitra dari Komisi XI DPR RI. Namun, kembali lagi semua akan menjadi keputusan pimpinan DPR RI untuk hasil akhirnya.

    “Soal di komisi mana Danantara, nah, karena itu adalah badan investasi ya, yang akan membidangi investasi, termasuk INA, kemungkinan ada di Komisi XI. Tapi sekali lagi itu nanti diputuskan oleh pimpinan DPR RI,” imbuhnya.

    Di sisi lain, Andre pun melanjutkan bahwa pihaknya tak merasa keberatan apabila BP Danantara sudah memiliki kantor di kawasan Cikini, Gondangdia, Jakarta.

    Menurutnya, meskipun, badan tersebut belum diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto, tetapi sejauh ini alasan yang diberikan pemerintah sudah jelas karena Kepala Negara masih menjalankan perhelatan ke luar negeri.

    Sehingga, dia menilai Danantara belum jadi diresmikan oleh Prabowo karena masih harus melakukan revisi peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (perpres) lebih dulu.

    Apalagi, Danantara bakal menjadi badan yang digunakan pemerintah untuk mengoptimalkan investasi tanpa menggunakan APBN yang juga bertujuan untuk menciptakan pengelolaan investasi lebih efisien dan terpadu, dengan mencontoh model pengelolaan investasi seperti Temasek di Singapura.

    “Jadi begini, pemerintah itu kan harus mempersiapkan semua hal, termasuk infrastruktur pendukung, konsepnya matang. Tentu lagi dievaluasi, dikaji oleh pemerintah sehingga setelah badan ini nanti terbentuk secara resmi diumumkan oleh Presiden tentu harapan kita bisa langsung bekerja,” pungkas Andre.

  • Dieng Simpan 2 ‘Harta Karun’ Langka, Bisa Bikin RI Jadi Raja Baterai

    Dieng Simpan 2 ‘Harta Karun’ Langka, Bisa Bikin RI Jadi Raja Baterai

    Jakarta, CNBC Indonesia-PT Geo Dipa Energi (Persero) atau GDE menemukan dua sumber daya alam mineral kritis atau mineral langka di sumur panas buminya, yang terletak di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah.

    Dua mineral kritis itu ialah silika sebagai bahan baku strategis untuk sektor otomotif, konstruksi, dan elektronika; serta lithium atau logam alkali putih sebagai bahan baku baterai Li-ion untuk kendaraan listrik.

    “Kami melihat dari uap dan air panas yang keluar dari sumur-sumur kami ternyata cukup mengandung lithium yang lumayan untuk kita menyusun atau memproduksi baterai,” kata Direktur Utama PT GDE Yudistian Yunis saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Selasa (19/11/2024).

    Yudistian mengatakan, khusus untuk lithium, temuan itu bisa membuat PT GDE memproduksi baterai listrik sebesar 3,5 giga watt hour (GWh), dengan kapasitas produksi baterai per tahun lithium mencapai 2.200 ton.

    “Kurang lebih hampir 3,5 giga watt hour kapasitas baterai per tahun yang bisa kami produksi dengan total lithium sebesar 2.200 ton per tahun,” ucapnya.

    Adapun untuk mineral kritikal berupa silika sebetulnya telah dihasilkan sejak beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng Unit-1 sejak 2002. PLTP itu menghasilkan mineral brine Panas Bumi, utamanya silika.

    Yudistian Yunis mengatakan, dengan temuan itu terdapat grant atau hibah berupa pembiayaan dari Badan Perdagangan dan Pembangunan Amerika Serikat (USTDA) maupun Asian Development Bank atau ADB kepada PT GDE untuk ekstraksi dua mineral kritis itu.

    “Hari ini kami dapat bantuan grant dari USTDA (United States Trade and Development Agency) dan ADB untuk pilot plan lithium dan silika,” tuturnya.

    (arj/mij)