Kementrian Lembaga: Komisi XI DPR RI

  • Tamui Prabowo, DPR Ngadu Keluhan PPN 12: Sebaiknya Selektif untuk Barang Mewah

    Tamui Prabowo, DPR Ngadu Keluhan PPN 12: Sebaiknya Selektif untuk Barang Mewah

    ERA.id – Pimpinan DPR dan perwakilan komisi di parlemen menemui Presiden Prabowo Subianto. Mereka mengadukan soal keluhan masyarakat terkait rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025,

    Ketua Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun mengataan, dalam pertemuan itu, pihaknya meminta agar pemerintah menerapkan kenaikan PPN secara selektif, khususnya untuk barang-barang mewah.

    “Hasil diskusi kami dengan bapak presiden, kita akan tetap mengikuti undang-undang bahwa PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di undang-undang yaitu 1 Januari 2025, tetapi kemudian akan diterapkan secara selektif,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

    “Selektif kepada beberapa komunitas baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang bawah,” imbuhnya.

    Dengan begitu, pemerintah hanya membebankan kenaikan PPN kepada masyarakat atau konsumen pembeli barang merah.

    Sementara untuk masyarakat kecil tetap diberlakukan PPN 11 persen seperti saat ini.

    “Pemerintah hanya memberikan beban itu kepada konsumen pembeli barang mewah. Masyarakat kecil tetap kepada tarif PPN yang saat ini berlaku,” kata Misbakhun.

    Lebih lanjut, politisi Partai Golkar itu mengatakan, pemerintah akan mengkaji usulan dari DPR. Namun, untuk kenaikan PPN memang tidak bisa dibatalkan karena mengikuti amanat undang-undang.

    Namun, DPR ingin menegaskan kepada Presiden agar kenaikan PPN tidak membenani masyarakat.

    “Ini nanti akan masih dipelajari,” kata Misbakhun.

    “Masyarakat tidak perlu khawatir karena ruang lingkup mengenai kebutuhan barang pokok, kemudian jasa pendidikan, jasa kesehatan, kemudian jasa perbankan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pelayanan umum, jasa pemerintahan, tetap tidak dikenakan PPN,” ujar Misbakhun.

  • Presiden Prabowo Instruksikan PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah

    Presiden Prabowo Instruksikan PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto memastikan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen akan tetap dijalankan pada 1 Januari 2025. Namun, penerapan PPB 12 persen akan diterapkan selektif terhadap beberapa komoditas baik barang dalam negeri atau impor yang berkaitan dengan barang mewah.

    Dengan ini pemerintah hanya memberikan beban kepada konsumen pembeli barang mewah. Hal ini diungkapkan Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun seusai diskusi dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada Kamis (5/12/2024). 

    “Dengan ini masyarakat kecil tetap pada tarif PPN yang saat ini berlaku sehingga nanti PPN tidak akan berlaku dalam satu tarif. Masyarakat tidak perlu khawatir karena ruang lingkup mengenai kebutuhan barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perbankan dan berkaitan hal-hal yang bersifat layanan umum tetap tidak dikenakan PPN,” ungkap Misbakhun.

    Ia menambahkan, pemerintah sedang mengkaji kemungkinan penghapusan skema tarif tunggal untuk PPN di masa mendatang.

    Menurutnya, Prabowo juga menyoroti pentingnya menertibkan berbagai aktivitas ilegal untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Langkah ini dinilai strategis untuk menambah pemasukan tanpa membebani masyarakat kecil.

    “Pemerintah akan menertibkan berbagai hal ilegal yang dapat menambah penerimaan negara, sehingga potensi yang selama ini tidak terdeteksi bisa dioptimalkan,” pungkas Misbakhun dalam kaitannya dengan penerapan PPN 12 persen.
     

  • Pemerintah Bakal Minta Persetujuan ke DPR untuk Pemberlakuan PPN 12 Persen Pada Barang Mewah – Halaman all

    Pemerintah Bakal Minta Persetujuan ke DPR untuk Pemberlakuan PPN 12 Persen Pada Barang Mewah – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah disebut akan menemui DPR RI dalam rangka membahas kelanjutan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.

    Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan berlaku pada 1 Januari 2025, sebagaimana amanat dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Kabar pemerintah akan meminta persetujuan ke DPR terlebih dahulu disebutkan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic.

    Menurut Dolfie, pemerintah akan menggodok rencana pengenaan tarif PPN 12 persen pada komoditi tertentu.

    “Nanti akan disampaikan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan,” tutur Dolfie pada Kamis (5/12/2024), dikutip dari Kontan.

    Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan hasil pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto yang membahas terkait PPN 12 persen. Ia menyebut nantinya PPN 12 persen hanya akan dikenakan untuk barang mewah.

    Dasco menyatakan, barang-barang pokok dan yang berkaitan dengan layanan yang menyentuh masyarakat masih tetap diberlakukan pajak sekarang, yaitu PPN 11 persen.

    “Untuk PPN 12 persen akan dikenakan hanya kepada barang-barang mewah, jadi secara selektif,” ujar Dasco dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis ini.

    Sementara itu, barang-barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perbankan, serta pelayanan umum akan tetap bebas dari PPN, sesuai kebijakan yang berlaku saat ini.

    Mengutip laman resmi Kementerian Keuangan, berikut daftar barang mewah yang dikenakan tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dalam PP 61 tahun 2020.

    1. Kendaraan bermotor, kecuali untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum, kepentingan negara

    2. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, totan house, dan sejenisnya

    3. Kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga

    4. Kelompok balon udara

    5. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara

    6. Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk kepentingan negara, angkutan umum atau usaha pariwisata

     

  • Airlangga sebut paket kebijakan PPN difinalisasi pekan depan

    Airlangga sebut paket kebijakan PPN difinalisasi pekan depan

    Bapak Presiden minta untuk dimatangkan dan mudah-mudahan dalam satu minggu ke depan bisa dituntaskan

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menyebutkan pemerintah sedang menyiapkan paket kebijakan ekonomi yang di dalamnya membahas soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan ditargetkan bisa rampung dalam waktu satu pekan ke depan.

    “Pemerintah sedang mempersiapkan paket kebijakan ekonomi yang akan disiapkan dan Bapak Presiden minta untuk dimatangkan dan mudah-mudahan dalam satu minggu ke depan bisa dituntaskan,” kata Airlangga di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.

    Airlangga mengatakan bahwa pertemuan yang dilakukan antara Presiden RI Prabowo Subianto bersama perwakilan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara umum membahas untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional dan menjaga daya beli masyarakat.

    Pembahasan mengenai penerapan PPN 12 persen di 2025 juga turut dibahas mengingat isu tersebut ramai diperbincangkan dan menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat umum khususnya di media sosial.

    Menko Perekonomian itu memastikan terkait dengan PPN, Pemerintah tidak akan mengenakan PPN sama sekali untuk komoditas bahan pokok dan penting seperti fasilitas transportasi publik, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan.

    “Bahan pokok dan hal penting itu sebagian besar sudah bebas fasilitas tanpa PPN. Demikian pula untuk pendidikan dan kesehatan,” kata Airlangga.

    Dalam paket kebijakan yang tengah disiapkan pemerintah, Airlangga mengatakan nantinya akan lebih banyak komoditas yang mungkin akan dibebaskan dari pajak untuk menjaga daya beli masyarakat.

    Sebelumnya, Perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menemui Presiden RI Prabowo Subianto untuk membahas penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen untuk 2025 yang diputuskan diterapkan secara selektif.

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan penerapan PPN 12 persen di 2025 secara selektif yang dimaksud ialah PPN hanya diterapkan untuk komoditas baik yang berasal dari dalam negeri maupun komoditas impor yang terkategori barang mewah.

    “Untuk PPN 12 persen akan dikenakan hanya pada barang-barang mewah, jadi (penerapannya) secara selektif,” kata Sufmi Dasco memberikan pernyataan pers di Kantor Presiden Jakarta, Kamis.

    Bersamaan dengan itu, Ketua Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun mengatakan Presiden juga bakal menyiapkan kajian mengenai pengenaan pajak agar nantinya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak hanya berlaku dalam satu tarif.

    Pewarta: Livia Kristianti
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2024

  • Airlangga Respons Permintaan DPR soal PPN 12% Cuma buat Barang Mewah

    Airlangga Respons Permintaan DPR soal PPN 12% Cuma buat Barang Mewah

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara soal usulan DPR terkait kenaikan PPN menjadi 12% tahun depan hanya untuk barang-barang mewah. DPR juga mengusulkan tarif PPN tidak cuma satu, namun dibuat menjadi dua golongan yaitu untuk PPN barang mewah dan non mewah.

    Airlangga mengatakan sejauh ini pemerintah masih membahas dan memfinalisasi kebijakan soal PPN. Menurutnya, minggu depan akan ada keterangan resmi terkait hal tersebut.

    “PPN itu akan dibahas dan difinalisasi seperti yang saya sampaikan dalam pertemuan ke depan,” tegas Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).

    Pemerintah, menurutnya sedang menyiapkan paket kebijakan ekonomi khusus untuk menjaga daya beli masyarakat. Kebijakan PPN akan ada di dalamnya. Airlangga mengatakan mudah-mudahan seminggu ke depan paket ekonomi itu bisa dituntaskan.

    Di sisi lain, dia menegaskan tidak semua barang-barang di Indonesia terkena PPN. Beberapa barang macam bahan pokok penting, jasa pendidikan, jasa kesehatan, hingga jasa transportasi dikecualikan dari pengenaan PPN.

    “Yang dapat saya sampaikan adalah tidak semua barang kena PPN. Apakah itu PPN 11% beberapa barang dikecualikan, utamanya bahan pokok dan penting itu sebagian besar bebas fasilitas tanpa PPN demikian juga untuk pendidikan dan kesehatan,” tegas Airlangga.

    Dia menegaskan kemungkinan pemerintah akan menambah barang-barang yang bisa dikecualikan dari pengenaan PPN. “Akan banyak lagi hal-hal yang dikecualikan dari PPN. Sejalan dengan apa yang dilakukan hari ini,” tegas Airlangga.

    Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun mengatakan pemerintah sedang mengkaji soal penerapan PPN yang tidak lagi menjadi satu tarif. Maksudnya, PPN akan dibagi untuk tarif barang-barang yang mewah dan non mewah.

    Hal ini diungkapkan Misbakhun usai petinggi DPR melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto sore ini di Istana Kepresidenan.

    “Rencananya, masih dipelajari oleh pemerintah, dilakukan pengkajian lebih mendalam bahwa PPN nanti tidak berada dalam satu tarif. Tidak berada dalam satu tarif, dan ini masih dipelajari,” tegas Misbakhun di Kantor Presiden.

    Misbakhun mengatakan, DPR mengusulkan kepada Prabowo untuk menerapkan kenaikan PPN menjadi 12% dengan selektif. Pihaknya mengusulkan agar kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% hanya berlaku untuk barang mewah saja. Sementara untuk barang-barang dengan kelas menengah ke bawah yang bisa diakses masyarakat PPN-nya tak perlu dinaikkan.

    (acd/acd)

  • Komisi XI Sebut Prabowo Lagi Kaji PPN Tak Cuma Satu Tarif

    Komisi XI Sebut Prabowo Lagi Kaji PPN Tak Cuma Satu Tarif

    Jakarta

    Ketua Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun mengatakan pemerintah sedang mengkaji soal penerapan PPN yang tidak lagi menjadi satu tarif. Maksudnya, PPN akan dibagi untuk tarif barang-barang yang mewah dan non mewah.

    Hal ini diungkapkan Misbakhun usai petinggi DPR melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto sore ini di Istana Kepresidenan.

    “Rencananya, masih dipelajari oleh pemerintah, dilakukan pengkajian lebih mendalam bahwa PPN nanti tidak berada dalam satu tarif. Tidak berada dalam satu tarif, dan ini masih dipelajari,” tegas Misbakhun di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).

    Misbakhun mengatakan, DPR mengusulkan kepada Prabowo untuk menerapkan kenaikan PPN menjadi 12% dengan selektif. Pihaknya mengusulkan agar kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% hanya berlaku untuk barang mewah saja. Sementara untuk barang-barang dengan kelas menengah ke bawah yang bisa diakses masyarakat PPN-nya tak perlu dinaikkan.

    Misbakhun mengatakan pihaknya tak masalah bila PPN naik berjalan sesuai dengan amanat UU Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) per Januari 2025, yang penting penerapannya lebih selektif ke arah barang mewah.

    “Hasil diskusi kami, kita akan tetap ikuti UU bahwa PPN akan berjalan sesuai amanat UU 1 Januari 2025. Namun, akan diterapkan secara selektif, kepada beberapa komoditas baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah, sehingga pemerintah hanya memberikan beban itu kepada konsumen pembeli barang mewah,” tegas Misbakhun.

    “Masyarakat kecil tetap kepada tarif PPN yang saat ini berlaku,” lanjutnya menegaskan.

    (acd/acd)

  • Jelang 2025, Tak Ada Pembahasan Penundaan PPN 12% di DPR

    Jelang 2025, Tak Ada Pembahasan Penundaan PPN 12% di DPR

    Bisnis.com, JAKARTA — DPR menyampaikan bahwa pemerintah tidak membuka pembicaraan terkait rencana penundaan PPN 12%, sebagaimana diserukan oleh masyarakat yang keberatan dengan kebijakan efektif per 1 Januari 2025 tersebut.

    Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad menyampaikan bahwa tidak ada pembicaraan formal terkait penundaan implementasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%. Terlebih, pekan depan DPR sudah memasuki masa reses.

    Artinya, tidak ada pengambilan keputusan kebijakan di luar masa sidang, kecuali adanya keadaan urgent atau genting.

    “Belum pernah [ada ajakan untuk membahas penundaan PPN] karena saya kira kami konsisten sesuai dengan Undang-Undang HPP [Harmonisasi Peraturan Perpajakan],” ujarnya pada Selasa (3/12/2024) malam.

    Masyarakat sebelumnya menyerukan suara penolakan PPN 12% melalui petisi “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” terdapat di laman change.org sejak Selasa (19/11/2024). Petisi tersebut dibuat oleh pengguna bernama Bareng Warga sebagai bentuk protes atas rencana tarif PPN naik jadi 12% di tengah pelemahan daya beli.

    Hingga Rabu (4/12/2024) pukul 10.30 WIB, sudah terdapat 15.750 orang yang menandatangani petisi tersebut.

    Bukan hanya masyarakat, beberapa anggota komisi tempat Kamarussamad bertugas pun mengusulkan penundaan. Namun, Kamrussamad menduga pihak tersebut tidak ikut serta dalam membahas dan memutuskan Undang-Undang (UU) No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang memuat kebijakan PPN 12%.

    Kamrussamad menyampaikan hanya ada satu fraksi yang menolak UU HPP kala itu dan dirinya tidak menyebutkan nama fraksi tersebut.

    Sebagaimana tercantum dalam UU HPP, bahwa pemerintah dan wakil rakyat telah menyetujui kenaikan tarif PPN dari 10% ke 11% per 1 April 2022, sementara kenaikan dari 11% ke 12% berlaku per 1 Januari 2025.

    Sementara itu, apabila pemerintah ingin membahas penyesuaian besaran tarif PPN pun, harus menyesuaikan dengan siklus pembahasan APBN, yakni pada bulan Maret setiap tahunnya.

    Adapun terkait rencana insentif untuk mengimbangi kenaikan tarif pajak tersebut, Kamrussamad menilai pemerintah perlu lebih memperhatikan sektor manufaktur khususnya padat karya.

    Bagi masyarakat menengah bawah, dirinya menilai bantuan Perlindungan Sosial (Perlinsos) dari pemerintah sudah cukup besar untuk mendukung daya beli masyarakat.

    Terlebih, barang/jasa seperti pendidikan, sosial, sembako, dan makanan, tidak dikenakan PPN 12%.

    Adapun, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah akan menyampaikan kepada publik terkait kepastian kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada pekan depan.

    Hal tersebut dirinya sampaikan di kantor Kemenko Perekonomian usai menggelar Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kebijakan dan Insentif Fiskal untuk mendorong Perekonomian dan Menarik Investasi, Selasa (3/12/2024) sore.

    “Nanti diumumkan minggu depan,” ujarnya menanggapi pertanyaan media massa soal kepastian PPN 12%. 

  • Bukti PPN 12% Tetap Berjalan: Pengumuman Google hingga Sinyal Kemenkeu

    Bukti PPN 12% Tetap Berjalan: Pengumuman Google hingga Sinyal Kemenkeu

    Bisnis.com, JAKARTA — Sinyal PPN 12% tetap berlaku semakin terlihat dari berbagai pengumuman yang disampaikan perusahaan, bahwa pajak layanan kepada konsumen akan naik mulai 1 Januari 2025.

    Raksasa teknologi, Google, menjadi salah satu perusahaan yang mengumumkan penyesuaian pajak layanan imbas kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN).

    Dalam laman Pusat Bantuan Google Ads mengenai informasi pajak di Indonesia, perusahaan itu mengumumkan bahwa semua penjualan akan dikenai PPN 12% tahun depan.

    “Untuk mematuhi peraturan pajak lokal, semua penjualan Google Ads di Indonesia akan dikenai PPN sebesar 12% mulai Januari 2025 hingga ke depannya [berubah dari tarif PPN sebesar 11% pada tahun 2024],” dikutip dari lama Google, Rabu (4/12/2024).

    Google juga menginformasikan bahwa pelangan yang ingin melakukan pemotongan pajak sebesar 2% atas pembayarannya wajib mengirimkan bukti potong atau slip pemotongan pajak kepada perusahaan tersebut.

    “Slip pemotongan pajak harus dikirimkan kepada kami dalam batas waktu pembayaran, seperti yang ditunjukkan dalam invoice komersial,” tertulis dalam laman tersebut.

    Google juga telah menyampaikan pengumuman itu kepada pelanggan layanan lainnya, seperti Google Cloud.

    Setelah Google, perusahaan jasa keuangan juga turut menyampaikan pengumuman terkait kebijakan kenaikan ppn ke 12% tetap berjalan.

    PT Mandiri Sekuritas mengirimkan surat elektronik (email) kepada para nasabahnya yang menginformasikan kenaikan tarif PPN menjadi 12%, yang berdampak pada penyesuaian fee transaksi.

    Mandiri Sekuritas menjelaskan bahwa hal itu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Surat Edaran Bursa Efek Indonesia No. S-02289/BEI.KEU/03-2022 tentang Penyesuaian Tarif PPN sesuai UU HPP. Tarif PPN 11% yang berlaku sejak April 2022 akan berubah menjadi 12%, berlaku mulai 1 Januari 2025.

    “Penyesuaian tarif PPN ini akan berdampak pada penyesuaian Fee Transaksi. Perubahan tarif ini berlaku untuk seluruh transaksi yang menjadi objek PPN,” dikutip dari email tersebut.

    Di surat itu pun tertulis bahwa Mandiri Sekuritas akan terus memantau perkembangan peraturan terkait yang dapat berdampak kepada nasabah.

    “Mandiri Sekuritas akan terus memantau perkembangan peraturan terkait yang dapat berdampak kepada nasabah. Kami akan menginformasikan kembali kepada Bapak/Ibu apabila terdapat perubahan peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau pihak berwenang lainnya,” dikutip dari surat tersebut.

    Kepastian Kenaikan PPN ke 12%

    Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Menkeu Parjiono menegaskan bahwa kenaikan PPN ke 12% akan tetap berlaku mulai 1 Januari 2025.

    “Jadi kita masih dalam proses ke sana, artinya berlanjut,” ujarnya menjawab pertanyaan moderator acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Selasa (3/12/2024).

    Parjiono menyampaikan pemerintah tetap memikirkan daya beli masyarakat, karena tidak semua barang maupun jasa dikenakan PPN 12%.

    Meskipun begitu, pimpinan Parjiono, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolak berkomentar soal PPN 12% dalam berbagai kesempatan. Misalnya, usai Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kemenko Perekonomian pada Selasa (3/12/2024) sore, dia hanya diam sembari berjalan ke mobilnya.

    Sri Mulyani tidak menjawab pertanyaan media massa soal kepastian implementasi PPN 12% dan tetap diam, meskipun awak media mengajukan pertanyaan berkali-kali sambil berdesak-desakan dan terdorong oleh para ajudan Bendahara Negara.

    Sejak beberapa bulan terakhir, dirinya lebih tertutup saat menghadapi pertanyaan yang dilontarkan awak media.

    Seperti halnya pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) Jumat (29/11/2024), Sri Mulyani hanya melemparkan senyuman sambil berjalan menuju tempat dirinya menunggu mobil usai menghadiri didampingi oleh Ketua Komisi XI DPR Misbakhun dan Luhut Binsar Panjaitan.

    Terpantau, Sri Mulyani hanya melayani permintaan foto dari tamu undangan, tidak untuk pertanyaan wartawan.

    Bahkan pada 13 November 2024 lalu usai menghadiri Raker bersama Komisi XI DPR, Sri Mulyani juga diam.

    Saat Raker, Sri Mulyani memberikan sinyal di hadapan Komisi XI DPR, bahwa tidak akan melakukan penundaan implementasi tarif PPN 12% pada 2025.

    Sri Mulyani menyebutkan sejatinya ketentuan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1%—dari 11% menjadi 12%—sudah tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang HPP.

    DPR telah menyetujui dan ikut serta dalam pengesahan ketentuan tersebut yang diteken pada 29 Oktober 2021 lalu.

    “Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak ibu sekalian sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan],” ujarnya dalam Raker bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).

    Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pun menyatakan bahwa pemerintah akan mengumumkan kejelasan PPN 12% pada pekan depan.

    “Nanti diumumkan minggu depan,” ujarnya menanggapi pertanyaan media massa soal kepastian PPN 12%, Selasa (3/12/2024).

  • Rakyat Siap-Siap Kecewa, Kenaikan PPN 12% Sulit Ditunda!

    Rakyat Siap-Siap Kecewa, Kenaikan PPN 12% Sulit Ditunda!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Berbagai indikator ekonomi dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2025 ternyata telah memasukkan perhitungan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% pada Januari 2025.

    Pertimbangan itu didasari atas ketetapan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mengamantlan tarif PPN mulai naik maksimal pada Januari 2025 menjadi 12% dari sebelumnya pada 2022 di level 11%, dan sebelum itu 10%.

    “Asumsi tax ratio yang disetujui di Undang-Undang APBN kita itu sudah 12%. Karena memang Undang-Undang APBN yang diketok untuk tahun anggaran 2025 tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang HPP. Kan itu dasarnya,” kata Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (4/12/2024).

    Sebagaimana diketahui, dalam UU APBN 2025 target tax ratio atau rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi sebesar 10,24%, dengan target penerimaan perpajakan sendiri senilai Rp 2.490,9 triliun, terdiri dari target penerimaan pajak Rp 2.189,3 triliun dan penerimaan bea cukai Rp 301,6 triliun.

    Oleh sebab itu, politiku Partai Gerindra itu mengatakan, bila PPN 12% ditunda oleh pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-Undang (Perpu) atau melakukan penurunan tarif dengan menerbitkan peraturan pemerintah (PP) tersendiri, penerimaan pajak 2025 berpotensi besar meleset dari target atau shorfall.

    “Kita juga tahu ada program quick win, kemarin pemerintah juga sudah memberikan satu kebijakan terhadap buruh, guru, itu kan sumbernya semuanya dari APBN. Mau tidak mau kita harus memperkuat sumber pendapatan negara,” ucapnya.

    Lagipula pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan hingga kini belum mengagendakan rapat konsultasi dengan Komisi XI untuk membahas penundaan PPN 12% dengan mempertimbangkan tekanan daya beli masyarakat maupun penolakan dari berbagai kalangan warga negara Indonesia. Padahal, DPR sudah reses mulai sekitar 6 Desember 2024 sampai 16 Januari 2025.

    Sedangkan dalam Pasal 7 ayat 4 UU HPP menyebutkan perubahan tarif PPN yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah harus ditetapkan setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

    “Dan belum ada pembicaraan formal. Kita sudah reses kan minggu depan,” tegas Kamrussamad.

    Sementara itu, pemerintah juga sebetulnya memberikan sinyal tak akan mengadakan pertemuan formal dengan DPR pada pekan ini. Sebab, mereka memilih untuk melakukan pengumuman soal PPN 12% pekan depan beriringan dengan rencana pengumuman pemberian berbagai kebijakan insentfi fiskal baru untuk sektor industri padat karya.

    “Nanti diumumkan minggu depan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditemui di kantornya, Jakarta, dikutip Selasa (3/12/2024).

    Airlangga mengatakan, sebelum pengumuman, pemerintah akan melakukan berbagai simulasi. Selain itu, akan ada rapat terbatas atau ratas dengan Presiden Prabowo Subianto. Namun, Airlangga enggan berbicara lebih jauh apakah pengumuman itu langsung disampaikan Presiden Prabowo atau tidak.

    “Disimulasikan dulu. Ya nanti kita laporkan sesudah rapatnya selesai,” ucap Airlangga.

    (arj/haa)

  • Pemerintah Tak Kunjung Bertemu DPR Bahas Penundaan PPN 12%

    Pemerintah Tak Kunjung Bertemu DPR Bahas Penundaan PPN 12%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah atau Kementerian Keuangan tak kunjung mengadakan pertemuan dengan Komisi XI DPR untuk membahas penundaan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% pada Januari 2025.

    Sebagaimana diketahui, tarif PPN 12% sudah menjadi amanat Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Maka, bila pemerintah ingin menunda kenaikannya mempertimbangkan tekanan daya beli dan penolakan berbagai kalangan masyarakat, salah satu opsi yang tersedia menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu).

    Sebelum menerbitkan Perpu tersebut, pemerintah harus menggelar rapat konsultasi terlebih dahulu dengan DPR, termasuk bila pemerintah ingin mengambil opsi lainnya, yakni mengubah tarifnya hanya dengan Peraturan Pemerintah (PP) tanpa menerbitkan Perppu.

    Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Gerindra Kamrussamad mengatakan, meski berbagai opsi itu terbuka lebar, namun hingga kini pemerintah belum mengajukan rapat konsultasi dengan Komisi XI DPR. Padahal, DPR mulai melaksanakan reses mulai sekitar 6 Desember 2024 sampai dengan 16 Januari 2025.

    “Belum ada pembicaraan formal. Kita udah reses kan minggu depan,” kata Kamrussamad saat ditemui di kawasan Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, dikutip Rabu (4/12/2024).

    Kamrussamad menduga pemerintah memang mengambil sikap untuk tetap melaksanakan amanat UU HPP tersebut. Apalagi, UU itu telah diberlakukan sejak 2021 silam dan disepakati oleh pemerintah maupun mayoritas fraksi di Komisi XI DPR. Sebagaimana diketahui, hanya Fraksi PKS yang menolak UU HPP termasuk PPN jadi 12%.

    “Karena Komisi XI yang menyusun Undang-Undang HPP, panjanya dipimpin oleh partai penguasa waktu itu, maka standing posisinya jelas sesuai dengan undang-undang sekarang ini,” ucap Kamrussamad.

    Meski begitu, Kamrussamad mengakui pemerintah bisa saja mengadakan pertemuan dengan Komisi XI DPR saat masa reses atas seizin pimpinan DPR. Namun, lagi-lagi, ia menekankan bahwa hingga kini pemerintah belum ada mengajak DPR untuk berbicara terkait penundaan kenaikan tarif PPN.

    “Belum pernah sih, karena saya kira kita konsisten sesuai dengan Undang-Undang HPP,” ucapnya.

    Pemerintah juga sebetulnya memberikan sinyal tak akan mengadakan pertemuan formal dengan DPR pada pekan ini. Sebab, mereka memilih untuk melakukan pengumuman soal PPN 12% pekan depan beriringan dengan rencana pengumuman pemberian berbagai kebijakan insentfi fiskal baru untuk sektor industri padat karya.

    “Nanti diumumkan minggu depan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditemui di kantornya, Jakarta, dikutip Selasa (3/12/2024).

    Airlangga mengatakan, sebelum pengumuman, pemerintah akan melakukan berbagai simulasi. Selain itu, akan ada rapat terbatas atau ratas dengan Presiden Prabowo Subianto. Namun, Airlangga enggan berbicara lebih jauh apakah pengumuman itu langsung disampaikan Presiden Prabowo atau tidak.

    “Disimulasikan dulu. Ya nanti kita laporkan sesudah rapatnya selesai,” ucap Airlangga.

    (arj/haa)