Kementrian Lembaga: Komisi XI DPR RI

  • Pemerintah Bebaskan PPN 12 Persen untuk Sejumlah Sektor Penting, Apa Saja? – Halaman all

    Pemerintah Bebaskan PPN 12 Persen untuk Sejumlah Sektor Penting, Apa Saja? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah sektor yang menjadi bahan dan jasa pokok masyarakat tak kena imbas kenaikan tarif PPN 12 persen yang akan mulai berlaku Januari 2025 mendatang.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN 12 persen ini tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau kebutuhan pokok penting lainnya yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020.

    “Tarif PPN 12 persen ini tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting yang rinciannya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020. Bahan pokok ini justru diberikan fasilitas bebas PPN,” kata Airlangga Hartarto, Rabu (18/12/2024).

    Adapun kebutuhan pokok masyarakat yang dimaksud di antaranya seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi sampai pada sektor jasa penting.

    “Termasuk jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air,” tutur Airlangga.

    Bahkan, kata Airlangga, pemerintah juga memiliki sejumlah kebijakan baru yang dapat mengantisipasi dan menjaga kesejahteraan masyarakat yakni berupa diskop tarif listrik hingga 50 persen per 1 Januari 2025. 

    “Khususnya untuk pelanggan listrik di bawah 2.200 Volt Amphere (VA), seperti 1.300 VA, 900 Va. Diskon tarif listrik 50 persen diberikan selama 2 bulan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga,” tutur Airlangga.

    PPN 12 Persen untuk Barang Mewah

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan kebijakan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang berlaku mulai 2025 nanti akan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang, namun bersifat selektif, yaitu hanya untuk barang mewah.

    Hal itu disampaikannya dalam pernyataannya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Ia mengatakan, kenaikan PPN ini hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah, sementara perlindungan terhadap rakyat tetap menjadi prioritas pemerintah.

    “PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo.

    Prabowo mengatakan bahwa sesungguhnya sejak akhir tahun 2023, pemerintah tidak memungut PPN secara penuh terhadap barang-barang yang seharusnya dikenakan pajak. 

    Hal ini adalah bentuk upaya keberpihakan kepada masyarakat, terutama kalangan bawah.

    “Untuk rakyat yang lain, kita tetap lindungi, sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil. Jadi kalaupun naik, itu hanya untuk barang mewah,” ujarnya.

    Seperti diketahui, ketentuan PPN 12 persen diperintahkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

    Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun usai bertemu dengan Prabowo di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/12), bersama unsur DPR lainnya, mengatakan adanya usulan penghitungan PPN dengan tarif berbeda, di mana barang-barang, seperti kebutuhan pokok, kemungkinan dikenakan pajak lebih rendah.

    Ia menegaskan bahwa barang-barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perbankan, serta pelayanan umum akan tetap bebas dari PPN, sesuai kebijakan yang berlaku saat ini.

    “PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di undang-undang yaitu 1 Januari 2025 tetapi kemudian akan diterapkan secara selektif kepada beberapa komoditas, baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah sehingga pemerintah hanya memberikan beban itu kepada konsumen pembeli barang mewah,” ujar Misbakhun.

    Lebih lanjut, Misbakhun menjelaskan bahwa pemerintah juga berencana untuk menerapkan struktur PPN yang tidak seragam. Meski demikian, kebijakan tersebut saat ini masih dilakukan pengkajian mendalam.

    “Ini nanti akan masih dipelajari. Masyarakat tidak perlu khawatir karena ruang lingkup mengenai kebutuhan barang pokok, kemudian jasa pendidikan, jasa kesehatan, kemudian jasa perbankan, yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pelayanan umum, jasa pemerintahan tetap tidak dikenakan PPN,” ungkap Misbakhun.

     

     

  • Anggota Komisi XI DPR RI Dukung Langkah OJK Turunkan Batas Maksimum Suku Bunga Fintech – Halaman all

    Anggota Komisi XI DPR RI Dukung Langkah OJK Turunkan Batas Maksimum Suku Bunga Fintech – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyampaikan dukungannya terhadap langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menurunkan batas maksimum suku bunga yang diberlakukan oleh perusahaan financial technology (fintech).

    Menurutnya, langkah itu penting agar fintech dapat menjadi alternatif pembiayaan yang lebih sehat dan terjangkau bagi masyarakat.

    Fathi menekankan, regulasi suku bunga fintech yang lebih berpihak kepada rakyat.

    Sebab fintech memiliki potensi besar untuk mendukung inklusi keuangan, tetapi tingginya suku bunga yang diterapkan selama ini kerap menjadi beban berat bagi masyarakat.

    “Fintech adalah solusi pembiayaan masa depan, terutama bagi masyarakat yang belum terlayani oleh perbankan. Namun, jika suku bunganya terlalu tinggi, maka manfaatnya justru akan hilang dan malah membebani rakyat,” ujar Fathi di sela-sela rapat kerja bersama OJK dikutip Rabu (18/12/2024).

    “Kami di Komisi XI mendorong OJK untuk memastikan fintech menjadi mitra yang sehat dan adil bagi masyarakat,” imbuhnya.

    Fathi juga meminta OJK memperketat pengawasan terhadap fintech ilegal yang tidak terdaftar dan tidak memiliki izin resmi. 

    Ia menyebut, perlindungan terhadap konsumen harus menjadi prioritas utama dalam pengembangan ekosistem fintech di Indonesia.

    “Keberadaan fintech ilegal yang menawarkan pinjaman dengan suku bunga sangat tinggi hanya akan merusak kepercayaan masyarakat. Karena itu, pengawasan yang lebih ketat harus diiringi dengan kebijakan suku bunga yang wajar bagi fintech resmi. Ini adalah langkah penting untuk menciptakan ekosistem pembiayaan yang inklusif dan sehat,” tegasnya.

    Fathi mendorong agar masyarakat terus diberikan edukasi terkait literasi keuangan, khususnya mengenai pemanfaatan fintech secara bijak. 

    Dia berharap, dengan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat, fintech dapat menjadi instrumen penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    “Regulasi yang tepat dan pengawasan yang tegas akan membawa dampak positif bagi masyarakat, khususnya UMKM yang membutuhkan akses pembiayaan cepat dan terjangkau” pungkas Fathi.

  • DPR Dukung Langkah OJK Turunkan Batas Maksimum Suku Bunga Fintech – Halaman all

    DPR Dukung Langkah OJK Turunkan Batas Maksimum Suku Bunga Fintech – Halaman all

     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI Fathi mendukung upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurunkan batas maksimum suku bunga untuk perusahaan financial technology (fintech).

    Menurutnya, langkah itu penting agar fintech dapat menjadi alternatif pembiayaan yang lebih sehat dan terjangkau bagi masyarakat.

    Fathi menekankan, regulasi suku bunga fintech yang lebih berpihak kepada rakyat.

    Sebab fintech memiliki potensi besar untuk mendukung inklusi keuangan, tetapi tingginya suku bunga yang diterapkan selama ini kerap menjadi beban berat bagi masyarakat.

    “Fintech adalah solusi pembiayaan masa depan, terutama bagi masyarakat yang belum terlayani oleh perbankan. Namun, jika suku bunganya terlalu tinggi, maka manfaatnya justru akan hilang dan malah membebani rakyat,” ujar Fathi di sela-sela rapat kerja bersama OJK dikutip Rabu (18/12/2024).

    “Kami di Komisi XI mendorong OJK untuk memastikan fintech menjadi mitra yang sehat dan adil bagi masyarakat,” imbuhnya.

    Fathi juga meminta OJK memperketat pengawasan terhadap fintech ilegal yang tidak terdaftar dan tidak memiliki izin resmi. 

    Ia menyebut, perlindungan terhadap konsumen harus menjadi prioritas utama dalam pengembangan ekosistem fintech di Indonesia.

    “Keberadaan fintech ilegal yang menawarkan pinjaman dengan suku bunga sangat tinggi hanya akan merusak kepercayaan masyarakat,” ujarnya.

    “Karena itu, pengawasan yang lebih ketat harus diiringi dengan kebijakan suku bunga yang wajar bagi fintech resmi. Ini adalah langkah penting untuk menciptakan ekosistem pembiayaan yang inklusif dan sehat,” tegasnya.

    Fathi mendorong agar masyarakat terus diberikan edukasi terkait literasi keuangan, khususnya mengenai pemanfaatan fintech secara bijak. 

    Dia berharap, dengan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat, fintech dapat menjadi instrumen penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    “Regulasi yang tepat dan pengawasan yang tegas akan membawa dampak positif bagi masyarakat, khususnya UMKM yang membutuhkan akses pembiayaan cepat dan terjangkau” pungkas Fathi.

  • Datangi Warga Cengkareng-Kapuk, Anggota DPR Ini Dorong Percepatan Pembangunan Perumahan

    Datangi Warga Cengkareng-Kapuk, Anggota DPR Ini Dorong Percepatan Pembangunan Perumahan

    loading…

    Anggota Komisi XI DPR Erwin Aksa bertemu langsung warga RW 10 Cengkareng Barat dan RW 16 Kapuk di Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Foto: Ist

    JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR Erwin Aksa bertemu langsung warga RW 10 Cengkareng Barat dan RW 16 Kapuk di Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Dia berkomitmen mendorong pengembangan industri bernilai tinggi, meningkatkan daya saing tenaga kerja, serta mempercepat pembangunan perumahan di Jakarta.

    Dia menyoroti perbedaan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Jakarta dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di daerah industri seperti Bekasi dan Karawang.

    “Saat ini, UMP Jakarta ditetapkan Rp5.067.381 lebih rendah dibandingkan Kota Bekasi yang mencapai Rp5.343.430 dan Kabupaten Karawang Rp5.257.834. Hal ini karena industri bernilai tinggi banyak tumbuh di daerah tersebut yang mampu memberikan upah lebih baik. Sementara itu, biaya hidup di Jakarta cukup tinggi, sehingga kita perlu mendorong investasi di sektor industri bernilai tambah untuk menciptakan lapangan pekerjaan berkualitas,” ujar Erwin, Rabu (18/12/2024).

    Menurut dia, Jakarta memiliki potensi besar untuk menjadi pusat industri dengan nilai tambah tinggi, seperti manufaktur teknologi dan pabrik handphone yang mampu meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja di Jakarta.

    Selain itu, Erwin menekankan pentingnya mendukung program pembangunan perumahan rakyat yang menjadi prioritas pemerintah pusat.

    “Pemerintahan Pak Prabowo berfokus pada target pembangunan 3 juta rumah per tahun. Ini harus dimulai dari kota-kota besar seperti Jakarta. Banyak aset bangunan peninggalan zaman Belanda yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan rusunawa. Pemprov Jakarta selama ini sudah banyak membangun rusun, tetapi tidak bisa berjalan sendiri. Perlu kolaborasi dengan pemerintah pusat dan dukungan pembiayaan dari bank-bank lokal,” ungkapnya.

    Kebijakan ini penting untuk memberikan hunian yang layak bagi masyarakat, terutama di perkotaan dengan tingkat kepadatan tinggi.

    Di sektor tenaga kerja, Erwin juga menekankan pentingnya menyiapkan tenaga kerja Indonesia agar mampu bersaing di pasar global melalui pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK). Fokus utama adalah penguasaan bahasa asing seperti Inggris, China, dan Arab.

    “Negara seperti Jepang membutuhkan banyak tenaga kerja karena populasinya semakin menua. Indonesia memiliki tenaga kerja usia produktif, tetapi kita harus membekali mereka dengan keterampilan bahasa asing agar bisa bersaing. Jangan sampai kita kalah dengan Filipina yang sudah lebih dulu berinvestasi dalam pendidikan bahasa Inggris,” ujar Erwin.

    (jon)

  • Wakil Ketua Komisi XI DPR Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Penerapan PPN 12 Persen

    Wakil Ketua Komisi XI DPR Minta Pemerintah Perketat Pengawasan Penerapan PPN 12 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Komisi XI DPR Fauzi Amro meminta pemerintah memperkuat mekanisme pengawasan dan implementasi kebijakan pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen. Langkah tersebut perlu dilakukan agar tidak menimbulkan distorsi di pasar, termasuk potensi spekulasi harga oleh pihak tertentu.

    “Kami mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan program kompensasi atau subsidi bagi kelompok masyarakat rentan untuk mengimbangi potensi dampak dari kenaikan tarif PPN 12 persen,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta pada Selasa (17/12/2024).

    Kenaikan PPN 12 persen dijalankan berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan pasal 7 disebutkan, tarif PPN yaitu sebesar 11 persen yang mulai berlaku pada 1 April 2022, sedangkan PPN 12 persen mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.

    Fauzi menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan tambahan penerimaan negara dari kenaikan PPN 12 persen. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan penerimaan tersebut digunakan untuk program-program yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur dasar.

    “Komisi XI akan terus memantau pelaksanaan kebijakan ini dan membuka ruang dialog dengan pemerintah serta pelaku usaha untuk memastikan kebijakan ini berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi rakyat,” jelasnya.

    Fauzi menilai kebijakan PPN 12 persen perlu dievaluasi secara komprehensif untuk memastikan tidak memberikan tekanan yang berlebihan kepada masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah, serta sektor usaha yang masih dalam pemulihan pascapandemi.

    Komisi XI mengapresiasi keputusan pemerintah untuk tetap memberikan pengecualian PPN 0 persen bagi bahan pokok dan mempertahankan tarif 11 persen untuk gula industri, tepung terigu, dan Minyakita. Langkah ini mencerminkan keberpihakan terhadap kebutuhan dasar masyarakat.

    “Namun, kami tetap akan meminta pemerintah memberikan penjelasan lebih detail terkait dampak kebijakan PPN 12 persen terhadap daya beli masyarakat dan inflasi, terutama dalam kondisi ekonomi global yang masih tidak menentu,” tutur Fauzi.

  • LPS tunggu izin DPR guna terapkan sistem IT untuk BPR

    LPS tunggu izin DPR guna terapkan sistem IT untuk BPR

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tengah menunggu izin dari DPR RI guna penerapan sistem teknologi informasi (IT) untuk 100 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) pada 2025.

    Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah menjalin komunikasi dengan Komisi XI DPR terkait kewenangan LPS dalam pengembangan sistem ini.

    “Tahun ini, kita feasibility study-nya. 2025 harusnya kita sudah menjalankan semacam pilot project dengan 100 BPR. Tapi kemarin DPR kan saya ditanya, apakah itu wewenang LPS? Kalau kita tarik sih ke hukumnya, ini kan termasuk menjaga stabilisasi sistem keuangan. Boleh juga harusnya sih. Tapi saya sedang menanyakan ke Komisi XI, apakah LPS boleh masuk ke sana. Kalau boleh masuk, awal tahun sudah mulai jalan, 2025. Kalau enggak boleh ya kita mundur,” ujar Purbaya saat ditemui usai LPS Morning Talk di Jakarta, Selasa.

    Ia menilai, dengan adanya sistem IT yang lebih mumpuni, BPR dapat bersaing dengan bank-bank online serta pinjaman daring (online) yang semakin berkembang. Sistem ini diharapkan dapat mengurangi risiko kegagalan operasional di BPR dalam jangka panjang, karena manajemen yang lebih baik akan memungkinkan identifikasi masalah lebih dini.

    “Sehingga manajemen mereka akan lebih bagus lagi ke depan. Mungkin kalau itu dijalankan dua sampai tiga tahun ke depan lagi, kita enggak akan dengar BPR jatuh karena mismanagment atau fraud,” terang Purbaya.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2024

  • Sembako Dibebaskan dari PPN yang Bakal Naik Jadi 12 Persen – Halaman all

    Sembako Dibebaskan dari PPN yang Bakal Naik Jadi 12 Persen – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipastikan akan tetap naik dari 11 persen menjadi 12 persen. 

    Hal itu diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, juga menteri Kabinet Merah Putih lainnya pada Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12).

    Airlangga mengatakan, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen itu merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

    “Sesuai amanah undang-undang tentang harmonisasi peraturan perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari,” ujar Airlangga.

    Meski demikian, Airlangga menegaskan tarif PPN 12 persen tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting. Bahan pokok ini justri diberikan fasilitas bebas PPN. 

    Di antaranya seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air.

    “Barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat ini PPN-nya diberikan fasilitas atau 0 persen. Seluruhnya bebas PPN. Jadi, nanti ada yang kita berikan fasilitas, yaitu untuk barang-barang tertentu,” imbuhnya.

    Selain itu, Airlangga menyebut ada tiga komoditas penting yang tarifnya tetap 11 persen di tahun depan, yakni Minyakita, gula, dan tepung terigu. Airlangga bilang, tiga komoditas itu nantinya akan ditanggung pemerintah melalui kebijakan insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP). Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat. 

    “Dengan penerapan PPN 12 persen tersebut, pemerintah memberikan stimulus ataupun paket kebijakan ekonomi bagi rumah tangga berpendapatan rendah, itu PPN ditanggung pemerintah 1 persen,” kata Airlangga.

    Guna mengantisipasi dampak kenaikan PPN tersebut, pemerintah juga akan memberlakukan sejumlah paket stimulus ekonomi untuk menjaga kesejahteraan masyarakat. 

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, stimulus ekonomi ini dilakukan untuk mendukung sektor produktif baik di bawah Kementerian Perindustrian, Kementerian Perumahan dan Permukiman dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja serta optimisme di dalam masyarakat.

    “Maka paket stimulus ini dibuat sekomplet mungkin. Untuk rumah tangga ada bantuan pangan bagi kelompok yang paling membutuhkan. Ada PPN DTP untuk barang-barang yang dikonsumsi paling sering seperti tepung terigu, gula, terutama gula untuk masukkan ke industri dan minyak goreng kita,” ujar Sri Mulyani. 

    “Itu diproteksi PPN-nya tetap tidak mengalami kenaikan ke-12 persen, 1 persennya di tahun pemerintah. Dan juga rumah tangga ini akan menikmati diskon listrik 50 persen,” sambungnya.

    Adapun sektor pertama yaitu meliputi stimulus untuk rumah tangga. Nantinya pemerintah bakal menyalurkan bantuan beras sebesar 10 kilogram (Kg) untuk dua bulan dari Januari hingga Februari 2025 bagi 16 juta penerima bantuan pangan (PBP). 

    Kemudian, pemerintah juga memberikan insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) untuk tiga Komoditas yakni Minyakita, gula dan tepung terigu sebesar 1 persen. Artinya ketiga komoditas itu tetap PPN nya 11 persen.

    Lalu, pemberian diskon tarif listrik 50 persen bagi pelanggan daya maksimal 2.200 VA selama dua bulan dari Januari hingga Februari. 

    “Untuk pekerja ada paketnya juga. Dari menaikan akses kehilangan, jaminan kehilangan pekerjaan, dan nanti untuk industri padat karya, di mana lagi-lagi yang disasar adalah pekerjanya dan industri-nya, juga ada insentif PPH Pasal 21 DTP untuk industri padat karya, pembiayaan industri padat karya, dan bantuan 50 persen untuk jaminan kecelakaan kerja untuk sektor padat karya,” jelas Sri Mulyani.

    Ketiga yaitu stimulus untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yakni perpanjangan masa berlakunya PPh final 0,5 persen. Keempat, insentif PPh pasal 21 ditanggung pemerintah bagi pekerja dengan gaji 10 juta per bulan. 

    Kemudian, pemberian industri padat karya dan bantuan sebesar 50 persen untuk jaminan kecelakaan kerja pada sektor padat karya. 

    “Untuk UMKM juga diperpanjang masa berlaku PPH 0,5 persen final, dan juga volume dari pendapatan sampai 500 juta tidak kena pajak,” terangnya.

    Kelima, stimulus untuk mobil listrik dan hybrid. Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) berupa PPN ditanggung pemerintah 10 persen untuk kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan terurai dan lengkap sebagai KBL Berbasis Baterai

    Kemudian, PPnBM Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditanggung pemerintah sebesar 15 persen untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai impor CBU dan CKD. Lalu bea masuk 0 persen untuk Bermotor Listrik Berbasis Baterai impor CBU. 

    Kendaraan bermotor hybrid diberikan stimulus berupa Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditanggung pemerintah sebesar 3 persen. 

    Terakhir, sektor perumahan. PPN ditanggung pemerintah bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar atas Rp2 miliar pertama, dengan skema diskon 100 persen untuk bulan Januari sampai Juni 2025 dan diskon 50 persen untuk bulan Juli sampai Desember 2025. 

    “Kemudian kita juga memberikan PPN DTP untuk sektor perumahan, karena ini adalah sektor yang selain memenuhi kebutuhan masyarakat, hajat hidup orang banyak, juga memiliki multiplier dan penciptaan kesempatan kerja yang besar,” ungkapnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan Pajak pertambahan nilai (PPN) tetap naik menjadi 12 persen pada tahun depan. 

    Tetapi menurut Prabowo, kenaikan tarif PPN itu hanya menyasar barang mewah. 

    Menurutnya, kenaikan tarif PPN merupakan amanat UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    Kenaikan PPN sebesar 12 persen yang hanya menyasar barang mewah sudah dibocorkan DPR usai sejumlah pimpinan DPR RI bertemu Presiden Prabowo Subianto. Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan kenaikan tetap berlaku mulai 1 Januari 2025. 

    Namun, PPN tahun depan berpeluang tidak berlaku satu tarif.Menurutnya, pungutan 12 persen hanya untuk barang mewah, sedangkan sisanya yang mencakup barang pokok hingga layanan masyarakat tetap pada tarif lama.

    “Pemerintah hanya memberikan beban itu (PPN 12 persen) kepada konsumen pembeli barang mewah. Masyarakat kecil tetap kepada tarif PPN yang saat ini berlaku (11 persen),” kata Misbakhun di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (5/12).

    Misbakhun meminta masyarakat tidak khawatir. Ia juga mencontohkan bahan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perbankan, dan layanan lain yang sifatnya pelayanan umum tetap tak dipungut PPN.

    PPN di Indonesia saat ini hanya satu tarif, yakni 11 persen. Sedangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), PPN bakal dinaikkan menjadi 12 persen mulai tahun depan. 

    Pasal 7 UU HPP menetapkan PPN sebesar 11 persen berlaku 1 April 2022, naik dari sebelumnya 10 persen. Baru akan naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.(tribun network/nts/lit/dod)

  • Pimpinan Komisi XI DPR Usul Perluasan Kategori Barang Mewah Objek Pajak PPN 12 Persen – Halaman all

    Pimpinan Komisi XI DPR Usul Perluasan Kategori Barang Mewah Objek Pajak PPN 12 Persen – Halaman all

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI fraksi PKB, Hanif Dhakiri, mengusulkan objek pajak barang mewah yang akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen harus diperluas. 

    Hal itu perlu dilakukan lantaran pendapatan negara dari pajak barang mewah masih terlalu kecil. 

    “Sehingga kalau hanya digunakan untuk pajak barang mewah, nah itu tentunya kan hanya nilainya berapa tadi dapetnya? Sekitar Rp2 triliun. Nah mungkin tidak cukup worth it lah kalau misalnya digunakan,” kata Hanif dalam acara Insight Hub PKB Vol 2: Wacana PPN 12 Persen, Solusi Fiskal atau Beban Bagi Masyarakat?,” yang digelar di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12/2024). 

    Namun, dia mengaku belum ada informasi apakah ke depannya objek pajak barang mewah yang dikenakan akan diperluas pemerintah atau tidak. 

    “Nah, kita harus cek lagi, barang-barang mewah yang kemarin digunakan pajak itu apa aja sih? Nah itu harus diperluas,” ujarnya. 

    Dengan adanya perluasan objek pajak barang mewah itu, kata dia, bisa menambah pendapatan negara. 

    “Saya kira kalau mungkin diperluaskan bisa nambah lagi Rp 2 triliun mungkin lebih. Kita harus agak teknis, agak detail untuk mendorong perluasan objek pajaknya maupun juga wajib pajaknya,” katanya. 

    “Jadi level kayanya itu seberapa misalnya yang dikenakan itu. Ya kalau di PPH itu yang mirip-mirip pajak progresif itulah kali ya,” pungkas Waketum PKB itu. 

    Diketahui, pemerintah akan secara resmi mengumumkan soal kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada Senin pekan depan 16 Desember 2024. 

    Hal itu disampikan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, (13/12/2024). 

    “Diumumkan hari Senin, jam 10 nanti diundang. Soal PPN dan paket kebijakan ekonomi,” kata Airlangga.

    Sekarang ini pemerintah kata Airlangga masih melakukan penghitungan mengenai tarif PPN yang akan diberlakukan nanti. Yang pasti kata dia, PPN multi tarif akan diberlakukan.

    “Ya ada. Ada tarif tertentu,” katanya.

    Airlangga mengatakan nantinya payung hukum PPN multi tarif tersebut ada yang berupa peraturan menteri keuangan (PMK) dan ada juga yang berupa peraturan pemerintah.

    Airlangga mengatakan selain mengenai PPN, pada pekan depan, pemerintah juga akan mengumumkan paket kebijakan ekonomi baru. Namun ia belum mau menyampaikan paket kebijakan seperti apa yang akan diberlakukan nantinya.

    “Nanti diumumkan di kantor Menko,” pungkasnya.

  • Jelang PPN Naik jadi 12 Persen, PKB Tantang Pemerintah Buat Model Baru Tingkatkan Pendapatan Negara – Halaman all

    Jelang PPN Naik jadi 12 Persen, PKB Tantang Pemerintah Buat Model Baru Tingkatkan Pendapatan Negara – Halaman all

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fraksi PKB, Hanif Dhakiri, menantang pemerintah untuk membuat skenario atau model lain dalam rangka meningkatkan pendapatan negara. Hal itu menyusul rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen banyak ditolak masyarakat. 

    Hanif berpandangan dapat dipahami jika negara membutuhkan penerimaan yang lebih baik, salah satunya untuk membiayai pembangunan. 

    Namun, Hanif mengingatkan ke depan hal itu jangan sampai menekan masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di kelas menengah. 

    “Nah tantangan, saya lebih cenderung misalnya untuk menantang teman-teman di pemerintah terutama yang mengusung pajak ini untuk menggunakan model yang lain dalam rangka meningkatkan pendapatan negara,” kata Hanif dalam acara Insight Hub PKB Vol 2: Wacana PPN 12 Persen, Solusi Fiskal atau Beban Bagi Masyarakat?,” yang digelar di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12/2024). 

    Waketum PKB itu mengatakan, dengan usulannya tersebut bukan dalam arti tak setuju jika pendapatan negara harus ditingkatkan melalui pajak. 

    Namun, dia mengatakan, hal itu harus dilakukan dengan model yang lebih baik. 

    “Nah cuman cara meningkatkannya kan ada banyak model yang mungkin harus dilakukan secara lebih baik di waktu yang datang,” kata dia.

    Hanif memberikan contoh model yang bisa mungkin diterapkan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara, misalnya dengan melakukan digitilasisasi. 

    “Ini menurut saya kan harus digenjot. Walaupun proses digitalisasi itu sudah berlangsung di pemerintahan, tapi kan levelnya itu harus di-upgrade terus-menerus,” kata dia

    Dia mengatakan juga bagaimana pemerintah harus mengoptimalkan formalisasi dari ekonomi informal, khususnya di bidang UMKM.

    “UMKM kita ini kan kontribusinya besar sekali terhadap ekonomi kita. Tapi kan banyak diantara mereka ini yang berada di luar sistem keuangan begitu. Nah oleh karena harus dikasih edukasi, harus difasilitasi, harus dibantu, mungkin dikasih insetif agar mereka bisa bertransformasi dari ekonomi informal menjadi ekonomi formal. Dengan begitu maka juga ada potensi pajak yang bisa diambil, kecil-kecil cuman kan jumlahnya gede gitu loh,” tandasnya. 

    Diketahui, pemerintah akan secara resmi mengumumkan soal kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada Senin pekan depan 16 Desember 2024. 

    Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, (13/12/2024). 

    “Diumumkan hari Senin, jam 10 nanti diundang. Soal PPN dan paket kebijakan ekonomi,” kata Airlangga.

    Sekarang ini pemerintah kata Airlangga masih melakukan penghitungan mengenai tarif PPN yang akan diberlakukan nanti. Yang pasti kata dia, PPN multi tarif akan diberlakukan.

    “Ya ada. Ada tarif tertentu,” katanya.

    Airlangga mengatakan nantinya payung hukum PPN multi tarif tersebut ada yang berupa peraturan menteri keuangan (PMK) dan ada juga yang berupa peraturan pemerintah.

    Ia mengatakan, selain mengenai PPN, pada pekan depan, pemerintah juga akan mengumumkan paket kebijakan ekonomi baru. Namun ia belum mau menyampaikan paket kebijakan seperti apa yang akan diberlakukan nantinya.

    “Nanti diumumkan di kantor Menko,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku pada 1 Januari 2025 akan berlaku selektif. Kenaikan tarif PPN yang tadinya 11 persen menjadi 12 persen hanya untuk barang-barang mewah saja.

    Hal itu disampaikan Prabowo sebelum meninggalkan Istana Negara, Jakarta, pada Jumat malam, (6/12/2024).

    “Kan sudah diberi penjelasan PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo.

    “Jadi kalau pun naik itu hanya untuk barang mewah,” Imbuhnya.

    Presiden Prabowo memastikan bahwa kenaikan tarif PPN tidak akan membebani rakyat kecil.

    Menurut Prabowo, rakyat kecil tetap terlindungi dari kenaikan tarif PPN.

    “Sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil ya,” katanya.

    Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (2/12/2024). Dalam sidang kabinet tersebut Presiden Prabowo Subianto memberi penjelasan mengenai kunjungan kerja ke luar negeri selama beberapa minggu kemarin serta menyampaikan sejumlah pengarahan mengenai program-program yang akan dijalankan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

    Sejumlah pimpinan DPR bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (5/12/2024). 

    Mereka diantaranya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan Adies Kadir, Ketua Komisi 11 Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi 3 Habiburokhman, dan lainnya. 

    Mereka menemui Presiden Prabowo untuk menyampaikan aspirasi hasil rapat paripurna DPR mengenai rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku pada 1 Januari 2025.  

    “Kami telah banyak berdialog dan berdiskusi dengan Bapak Presiden,” kata Dasco.

    Sementara itu, Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun mengatakan bahwa berdasarkan hasil diskusi dengan Presiden kenaikan tarif PPN 12 persen tetap berlaku pada Januari 2025 mendatang. Hanya saja kenaikan tersebut berlaku selektif.

    “Hasil diskusi kami dengan Bapak Presiden, kita akan tetap mengikuti undang-undang bahwa PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di undang-undang yaitu 1 Januari 2025. Tetapi kemudian akan diterapkan secara selektif,” kata Misbakhun.

    Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen kata Misbakhun hanya berlaku untuk barang barang mewah saja. 

    “Selektif kepada beberapa komoditas baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah,” katanya.

    Dengan kata lain kata Misbakhun, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen hanya dibebankan kepada para konsumen barang mewah. Sementara masyarakat yang membeli barang selain barang mewah tetap dikenakan tarif Ppn 11 persen.

    “Masyarakat kecil tetap kepada tarif PPN yang saat ini berlaku,” pungkasnya.

  • Pimpinan Komisi XI Anggap PPN 12 Kurang Adil untuk Masyarakat Kecil

    Pimpinan Komisi XI Anggap PPN 12 Kurang Adil untuk Masyarakat Kecil

    Pimpinan Komisi XI Anggap PPN 12 Kurang Adil untuk Masyarakat Kecil
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi XI DPR
    Hanif Dhakiri
    menilai, rencana menaikkan
    pajak
    pertambahan nilai (
    PPN
    ) menjadi 12 persen pada 2025 kurang adil dan dapat membebani masyarakat berpenghasilan rendah.
    Hanif menuturkan, kebijakan itu kurang adil karena masyarakat berpenghasilan rendah karena mesti membayar pajak yang sama dengan kelompok berpenghasilan tinggi.
    “Ini tidak cukup adil. Kebijakan pajak seharusnya lebih progresif agar tidak memperburuk ketimpangan,” kata Hanif dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu (14/12/2024).
    Hanif tidak memungkiri, menaikkan PPN merupakan salah satu cara paling mudah untuk mendongkrak penerimaan negara.
    Sebab, kenaikan PPN sebesar 1 persen diperkirakan dapat menambah penerimaan negara hingga Rp70-80 triliun.
    “Secara substansi, negara memang membutuhkan penerimaan pajak yang lebih baik karena
    tax ratio
    kita masih rendah, hanya sekitar 10,5 persen,” ujar Hanif.
    Namun, politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini mengingatkan bahwa pelaksanana kebijakan itu harus mempertimbangkan kondisi
    ekonomi
    dan kemampuan masyarakat.
    “Saat ini, daya beli masih lemah, PHK terjadi di berbagai sektor, dan industri manufaktur kita sedang mengalami penurunan,” kata Hanif.
    Hanif juga menyinggung lambatnya pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada berkurangnya penciptaan lapangan kerja.
    Ia menyebutkan, saat ini banyak pekerja yang hanya mendapatkan pekerjaan jangka pendek dengan upah di bawah minimum.
    “Beban kenaikan pajak ini akan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, termasuk kelompok yang mayoritas masih miskin,” kata Hanif.
    Oleh sebab itu, Hanif mendorong pemerintah untuk memperluas basis pajak, memperbaiki tata kelola, dan memaksimalkan digitalisasi pajak, ketimbang sekadar menaikkan PPN.
    “Perluasan wajib pajak dan obyek pajak adalah langkah yang lebih adil daripada hanya mengandalkan kenaikan PPN. Digitalisasi juga dapat membantu memaksimalkan potensi pajak yang belum tergarap,” kata dia.
    Seperti diketahui, PPN 12 persen bakal berlaku mulai 1 Januari 2025 sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
    Namun, belakangan, pemerintah memutuskan agar PPN 12 persen hanya berlaku pada barang-barang mewah.
    Pemerintah mengeklaim, PPN 12 persen itu tidak akan diberlakukan bagi kebutuhan pokok yang biasa diakses masyarakat kecil.
    Menurut rencana, pemerintah bakal merilis ketentuan soal PPN 12 persen dan paket kebijakan ekonomi pada Senin (16/12/2024) lusa.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.