Kementrian Lembaga: Komisi XI DPR RI

  • Anggota DPR Setuju Anggaran Dipangkas: Kinerja Kementerian Jangan Kendor – Halaman all

    Anggota DPR Setuju Anggaran Dipangkas: Kinerja Kementerian Jangan Kendor – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Mohammad Hekal mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto melakukan penghematan anggaran dengan meniadakan kegiatan-kegiatan bersifat seremonial.

    Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Mohammad Hekal mendukung kebijakan tersebut dan menilai langkah tersebut sangat positif.

    “Ya bagus. Yang penting output (kinerja) K/L jangan turun. Target-target capaian kan tetap kita tuntut,” ujarnya, dikutip Selasa (28/1/2025).

    Meski demikian, Hekal mengingatkan agar kementerian dan lembaga tetap maksimal dalam menjalankan program-program kebijakan yang sudah digariskan Presiden Prabowo, meskipun ada kebijakan penghematan anggaran.

    “Yang penting output (kinerja) K/L jangan turun. Target-target capaian kan tetap kita tuntut. Yang diminta potong kan yang inefisien (kegiatan yang bersifat seremonial), seperti perjalanan dinas yang kurang penting serta seremoni-seremoni yang sebenarnya bisa memanfaatkan teknologi,” tegasnya.

    Hekal menilai kebijakan penghematan anggaran ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas belanja negara agar lebih terukur.

    “Tentu untuk mencapai pertumbuhan ekonomi kan kita harus selalu meningkatkan kualitas belanja. Ini (penghematan anggaran negara) wujud nyata ke arah situ. Dana akan difokuskan untuk berbagai proyek andalan Presiden Prabowo,” pungkasnya.

    Pemerintah menerapkan efisiensi anggaran belanja K/L sebesar Rp 256,1 triliun untuk tahun anggaran 2025.

    Tujuannya, untuk menjaga stabilitas fiskal dan meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

    Hal ini mengacu Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang ditegaskan melalui Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025. 

    Sri Mulyani menginstruksikan Menteri/Pimpinan Lembaga untuk melakukan identifikasi rencana efisiensi belanja K/L.

    Efisiensi ini mencakup belanja operasional dan non operasional di seluruh K/L. Kendati begitu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa rencana penghematan tersebut tidak akan menyentuh belanja pegawai maupun bantuan sosial (bansos).

    Merujuk pada lampiran surat Menkeu tersebut, ada beberapa item identidikasi rencana efisiendi, di antaranya sebagao berikut:

    1. Alat Tulis Kantor (ATK), dengan efisiensi 90,0 persen.

    2. Kegiatan Seremonial, dengan efisiensi 56,9 persen.

    3. Rapat, Seminar dan sejenisnya, dengan efisiensi 45,0 persen.

    4. Kajian dan Analisis, dengan efisiensi 51,5 persen.

    5. Diklat dan Bimtek, dengan efisiensi 29,0 persen

    6. Honor Output Kegiatan dan Jasa Profesi, dengan efisiensi 40,0 persen.

    7. Percetakan dan Souvenir, dengan efisiensi 75,9 persen.

    8. Sewa Gedung, Kendaraan dan Peralatan, dengan efisiensi 73,3 persen.

    9. Lisensi Aplikasi, dengan efisiensi 21,6 persen.

    10. Jasa Konsultan, dengan efisiensi 45,7 persen.

    11. Bantuan Pemerintah, dengan efisiensi 16,7 persen.

    12. Pemeliharaan dan Perawatan, dengan efisiensi 10,2 persen.

    13. Perjalanan Dinas, dengan efisiensi 53,9 persen.

    14. Peralatan dan Mesin, dengan efisiensi 28,0 persen.

    15. Infrastruktur, dengan efisiensi 34,3 persen.

    16. Belanja lainnya, dengan efisiensi 59,1 persen.

  • Menanti Keseriusan KPK Bongkar Kasus Korupsi CSR BI dan Borok Jokowi

    Menanti Keseriusan KPK Bongkar Kasus Korupsi CSR BI dan Borok Jokowi

    GELORA.CO -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya bisa mengungkap dugaan keterlibatan anggota Komisi DPR periode 2019-2024 dalam kasus dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI). 

    Terlebih, apabila lembaga antirasuah itu benar-benar serius dalam menyelidiki kasus tersebut.

    Demikian ditegaskan Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL sesaat lalu, Senin, 27 Januari 2025. 

    “Saya kira kalau KPK mau serius, mereka bisa saja membongkar kasus ini hingga menyeret semua anggota Komisi XI periode lalu (2019-2024),” kata Lucius. 

    Lucius menyebutkan, jika KPK memutuskan untuk menyelidiki dengan sungguh-sungguh, mereka tidak hanya bisa mengungkap keterlibatan anggota Komisi XI, tetapi juga mungkin bisa memperluas penyelidikan ke komisi-komisi DPR lain yang diduga terlibat dalam praktik serupa dengan mitra kerja mereka. 

    “Seperti Komisi II dengan KPU atau Bawaslu,” ujarnya.

    Menurut Lucius, selama periode DPR 2019-2024, banyak modus penggunaan anggaran sosialisasi dari kementerian dan lembaga negara yang melibatkan anggota DPR. 

    Ia menilai bahwa jika KPK berkomitmen untuk mengungkap kasus ini, penyelidikan bisa menjangkau komisi-komisi lainnya yang juga terlibat dalam pengelolaan anggaran tersebut.

    “Dengan budaya korupsi yang sistemik, ini memang ujian bagi KPK untuk menunjukkan diri mereka terbebas dari lingkaran setan korupsi sistemik itu,” jelasnya. 

    Lucius juga menambahkan bahwa kesaksian yang mengindikasikan bahwa seluruh anggota Komisi XI menerima dana CSR BI bisa menjadi bukti yang cukup untuk memanggil semua anggota Komisi XI periode lalu dan meminta pertanggungjawaban mereka. 

    Namun, ia menyesalkan lambannya tindakan KPK dalam memanggil anggota Komisi XI dan terkesan memberi celah bagi upaya “permainan” yang dapat menutupi keterlibatan sejumlah anggota DPR.

    “Dan itu artinya korupsi sistemik warisan era Jokowi masih dilanjutkan hingga sekarang. Lembaga-lembaga saling melindungi karena semuanya punya persoalan dengan permainan anggaran atau korupsi,” tegas dia.

    Lebih jauh, Lucius mengungkapkan kekhawatirannya bahwa meskipun KPK berperan sebagai lembaga yang seharusnya mengatasi korupsi, praktik korupsi sistemik yang sudah ada sejak era Presiden Jokowi masih terus berlanjut.

    “Posisi DPR yang seharusnya menjadi pengawas penggunaan anggaran negara pun tak lagi bisa diharapkan ketika mereka justru menjadi bagian dari jaringan pelaku korupsi sistemik tersebut,” pungkasnya. 

    Sebelumnya, KPK saat ini tengah mengusut dugaan penyimpangan dana CSR BI yang mencapai triliunan. Dana CSR BI itu diduga mengalir ke seluruh anggota Komisi XI DPR.

    “Nah, yang sedang penyidik dalami adalah penyimpangan, karena kita dapat informasi, juga kita dapat dari data-data yang ada, CSR yang diberikan kepada para penyelenggara negara ini melalui yayasan yang disampaikan, direkomendasikan kepada mereka tidak sesuai peruntukannya,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, Selasa, 21 Januari 2025.

    Bahkan, Asep mengungkapkan bahwa penyidik menemukan dugaan penyimpangan yang dilakukan anggota DPR Fraksi Partai Nasdem, Satori dalam penggunaan dana CSR BI di Cirebon. Wilayah Cirebon merupakan daerah pemilihan Satori saat maju sebagai caleg DPR Pemilu 2024.

    “Sementara yang kita peroleh saat ini sudah ada penyimpangannya, itu yang di Cirebon. Jadi, setelah semuanya terima tapi ada yang amanah, ada juga yang tidak sesuai peruntukannya,” ungkap Asep.

    Sebelumnya pada Jumat, 27 Desember 2024, tim penyidik memeriksa 2 orang saksi, yakni Heri Gunawan selaku anggota DPR Fraksi Partai Gerindra, dan Satori selaku anggota DPR Fraksi Partai Nasdem.

    Pada Senin, 16 Desember 2024, tim penyidik telah melakukan penggeledahan di kantor BI, salah satunya ruang kerja Gubernur BI, Perry Warjiyo. Selanjutnya pada Kamis, 19 Desember 2024, tim penyidik melanjutkan upaya paksa penggeledahan di salah satu ruangan di direktorat OJK.

    Dari kedua tempat itu, tim penyidik mengamankan dan menyita barang bukti elektronik (BBE) dan beberapa dokumen.

    Dalam perkara ini, KPK belum menetapkan tersangka karena menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Umum. KPK saat ini masih terus mencari pihak-pihak yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

  • Evaluasi dan Rekomendasi Kebijakan Terkait MBG dari Kaisar Kiasa Kasih Said Putra – Page 3

    Evaluasi dan Rekomendasi Kebijakan Terkait MBG dari Kaisar Kiasa Kasih Said Putra – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Kaisar Kiasa Kasih Said Putra menilai masih ada permasalahan yang muncul dari pelaksanaan program Makan Bergizi gratis (MBG) sejak 6 Januari 2025 lalu.

    Kaisar menyebut bahwa setidaknya terdapat lima masalah utama yang muncul dari program MBG yang jadi andalan Presiden Prabowo Subianto. Kelima masalah utama tersebut meliputi kurangnya keterlibatan UMKM, petani, dan peternak lokal hingga belum adanya strandar menu nasional.

    Untuk itu, Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat Banteng Muda Indonesia (DPP BMI) periode 2021-2024 itu pun mengusulkan empat rekomendasi kebijakan guna menyempurnakan pelaksanaan program MBG.

    Rekomendasi yang diusulkan Kaisar itu pun memberikan gambaran langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk menyempurnakan pelaksanaan program MBG. 

    Dengan implementasi kebijakan yang tepat, program MBG diharapkan tidak hanya meningkatkan gizi masyarakat, tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

     

    (*)

  • DPR Berharap Pertumbuhan Industri Kripto Harus Dibarengi Regulasi yang Memadai

    DPR Berharap Pertumbuhan Industri Kripto Harus Dibarengi Regulasi yang Memadai

    Jakarta, Beritasatu.com – Pertumbuhan positif industri kripto di Indonesia seharusnya dibarengi dengan regulasi yang memadai. Pasalnya, pertumbuhan jumlah investor kripto di Indonesia saat ini tidak main-main.

    Mengacu data Kementerian Perdagangan tercatat terdapat kenaikan signifikan transaksi aset kripto di Indonesia yang mencapai angka Rp 556,53 triliun pada 2024 dari sebelumnya Rp 149,25 triliun di 2023.

    “Tercatat ada kenaikan yang sangat signifikan (transaksi aset) dalam perdagangan di bursa kripto di antara Rp 149,25 triliun (2023) ke Rp 556, 53 triliun (2024),” ungkap anggota Komisi XI DPR Ahmad Najib Qodratulah.

    Menurutnya, potensi besar tersebut mestinya dijadikan peluang oleh masyarakat dalam meningkatkan investasi atau transaksi kripto di masa yang akan datang. Namun, Najib mengingatkan, agar pertumbuhan positif industri kripto tersebut dibarengi dengan regulasi yang memadai.

    “Perlu ada regulasi dan edukasi dalam menjaga perlindungan konsumen,” ungkap Najib.

    Sebenarnya, dari semua hal tersebut melalui UU P2SK terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang hal tersebut secara spesifik. “Di antaranya regulasi mengenai pengaturan perdagangan kripto,”  jelas Najib.

    Najib kembali menegaskan, agar bursa kripto semakin diminati masyarakat, para stakeholder terkait harus membuat regulasi yang kredibel. 

    “Pastikan regulasi industri kripto yang efisien transparan dan menjamin perlindungan konsumen untuk menjamin kepercayaan publik,” pungkasnya.

  • KPK Sebut Dana CSR BI ke Komisi XI DPR Tembus Triliunan

    KPK Sebut Dana CSR BI ke Komisi XI DPR Tembus Triliunan

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) yang disalurkan ke Komisi XI DPR menyentuh angka triliunan rupiah. Penelusuran lebih lanjut terkait aliran dana tersebut masih terus dilakukan KPK. 

    “Triliunan ya. Jumlah pasnya nanti ya,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur dikutip Rabu (22/1/2025). 

    Terkait kasus ini, KPK selanjutnya akan mendalami keterangan anggota DPR, Satori (S) yang menyebut seluruh anggota Komisi XI DPR menerima dana CSR. Dana tersebut lalu ditampung di yayasan. 

    “Karena berdasarkan keterangan dari saudara S, ini rekan-rekan sudah catat ya, bahwa seluruhnya terima, seluruh anggota Komisi XI itu terima CSR. Itu yang sedang kita dalami,” ujar Asep. 

    Asep menyebut, saat ini KPK tengah mendalami dugaan penyimpangan terkait dana CSR tersebut. Lembaga antikorupsi itu menduga dana tersebut dipakai tak sesuai peruntukkannya. 

    “Yang sedang penyidik dalami adalah penyimpangan, karena kita dapat informasi juga kita sudah menemukan dari data-data yang ada, CSR yang diberikan pada para penyelenggara negara melalui yayasan yang disampaikan direkomendasikan kepada mereka ini tidak sesuai dengan peruntukkannya,” ungkap Asep. 

    Penelusuran dilakukan untuk memetakan siapa saja pihak yang diduga menyelewengkan dana tersebut. Bisa saja ada pihak yang memanfaatkan dana tersebut dengan benar. 

  • KPK Sempat Geledah Rumah Anggota DPR Satori di Cirebon untuk Dalami Kasus CSR BI

    KPK Sempat Geledah Rumah Anggota DPR Satori di Cirebon untuk Dalami Kasus CSR BI

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap telah menggeledah rumah anggoota DPR Satori di Cirebon terkait dengan kasus dugaan korupsi corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI). 

    Pada konferensi pers, Selasa (21/1/2025), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa tim penyidik telah menggeledah beberapa lokasi untuk mencari bukti kasus tersebut. Beberapa lokasi dimaksud adalah kantor BI, kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta rumah Satori yang berada di Cirebon. 

    “Jadi beberapa waktu lalu selain penggeledahan di BI, OJK, juga kita menggeledah beberapa tempat. Salah satunya di Cirebon. Itu di tempatnya saudara S [Satori, red],” ujar Asep, dikutip Rabu (22/1/2025). 

    Pada kesempatan terpisah, Asep turut mengungkap bahwa penyidik turut menggeledah rumah dan tempat tertutup lainnya di Cirebon. Namun, dia tak memerinci lebih lanjut soal tempat-tempat yang digeledah itu. Perwira Polri bintang satu itu menyebut lokasi-lokasi yang digeledah di Cirebon memiliki keterkaitan dengan kasus dugaan korupsi CSR yang disalurkan BI.

    Asep menyebut penyidiknya saat ini telah meneliti bukti-bukti yang didapatkan dari rumah Sator maupun tempat-tempat lainnya yang digeledah. 

    Menurut Asep, lembaga antirasuah menduga bahwa dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan. KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan namun tak sesuai peruntukannya. 

    Uang dana CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun, kata Asep, diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara. Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan. 

    Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa. 

    “Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan.

    Untuk diketahui, KPK telah memeriksa sejumlah saksi terkait dengan kasus dugaan korupsi CSR BI. Beberapa di antaranya adalah politisi DPR yang pada periode sebelumnya menjabat di Komisi XI atau Komisi Keuangana DPR, yakni Satori dan Heri Gunawan.

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, KPK juga di antaranya telah menggeledah kantor BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2024 lalu. Salah satu ruangan yang digeledah di kompleks kantor BI adalah ruangan kerja Gubernur BI Perry Warjiyo. 

    Lembaga antirasuah mendalami bagaimana pemilihan yayasan penerima dana PSBI itu. Ada dugaan yayasan dimaksud mendapatkan dana CSR bank sentral melalui rekomendasi, atau karena terafiliasi dengan anggota Komisi XI DPR. 

    Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso memastikan bahwa penyaluran CSR BI dilakukan dengan tata kelola/ketentuan yang benar. 

    “Proses pemberian PSBI senantiasa dilakukan sesuai tata kelola/ketentuan yang benar, mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan menjunjung tinggi prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan kemanfaatan,” tuturnya, Minggu (29/12/2024). 

  • KPK Temukan Dugaan Penyelewengan Dana CSR BI Anggota DPR Satori di Cirebon – Halaman all

    KPK Temukan Dugaan Penyelewengan Dana CSR BI Anggota DPR Satori di Cirebon – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap telah menemukan dugaan penyelewengan dana tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) oleh anggota Komisi XI DPR Satori di Cirebon, Jawa Barat.

    Cirebon diketahui merupakan daerah pemilihan Satori saat maju sebagai caleg DPR Pemilu 2024.

    Politikus Partai Nasdem itu diduga turut menerima dana CSR dari BI.

    “Sementara yang kita peroleh saat ini sudah ada penyimpangannya, itu yang di Cirebon. Jadi, setelah semuanya terima tapi ada yang amanah ada juga yang tidak sesuai peruntukannya,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya dikutip, Rabu (22/1/2025).

    Asep mengatakan tim penyidik beberapa waktu lalu juga sudah melakukan penggeledahan di Cirebon, Jawa Barat.

    Penggeledahan menyasar rumah Satori serta beberapa tempat lainnya yang berkaitan dengan perkara.

    “Jadi beberapa waktu lalu selain penggeledahan di BI, OJK, juga kita menggeledah beberapa tempat. Salah satunya di Cirebon. Itu di tempatnya saudara S (Satori),” kata dia.

    Asep mengatakan dari lokasi di Cirebon itu penyidik berhasil mengamankan beberapa dokumen.

    “Saat ini hasil penggeledahan berupa dokumen dan lain-lain sedang kita teliti, penyidik teliti. Karena ada dugaan di perkara CSR ini, para penerima sebagai penyelenggara negara untuk dananya disalurkan melalui yayasan,” sebut Asep.

    Asep mengatakan pihaknya juga bakal mendalami pengakuan Satori yang mengungkapkan seluruh rekan kerjanya di Komisi tersebut menerima dana CSR BI yang ditampung dalam yayasan.

    “Itu yang kita sedang dalami di penerima yang lain, karena berdasarkan keterangan saudara S, teman-teman sudah catat ya, seluruhnya juga dapat. Ya, kan, seluruh anggota komisi XI terima CSR itu,” tutur Asep.

    Asep memastikan tim penyidik akan terus mendalami penyelewengan dana CSR BI tersebut. Menurutnya, ada beberapa temuan dana tersebut tak dipakai sesuai peruntukannya.

    “Nah, yang sedang penyidik dalami adalah penyimpangan, karena kita dapat informasi, juga kita dapat dari data-data yang ada, CSR yang diberikan kepada para penyelenggara negara ini melalui yayasan yang disampaikan, direkomendasikan kepada mereka tidak sesuai peruntukannya,” kata dia.

    Dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyidik KPK telah memanggil dua anggota DPR pada Jumat, 27 Desember 2024.

    Keduanya adalah Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra dan Satori dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem). 

    Satori dan Heri merupakan anggota Komisi XI DPR periode 2019–2024 dan terpilih lagi untuk periode 2024–2029. 

    Namun, keduanya kini bertugas di komisi yang berbeda dari periode sebelumnya.

    Menurut Satori, seluruh anggota Komisi XI mendapatkan dana CSR Bank Indonesia. Komisi XI merupakan mitra kerja Bank Indonesia di parlemen. 

    “Semuanya sih, semua anggota Komisi XI programnya itu dapat,” ucap Satori saat meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan seusai pemeriksaan.

    Satori menyampaikan dana program sosial bank indonesia (PSBI) digunakan untuk kegiatan sosial di daerah pemilihan (dapil). 

    “Programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil,” kata dia.

    KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk perkara ini pada 16 Desember 2024. Kasus ini diduga melibatkan anggota DPR RI Komisi Xl periode 2019–2024.

    Dalam proses penyidikan, KPK telah menggeledah kantor pusat Bank Indonesia pada Senin, 16 Desember 2024. Termasuk ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo juga turut diperiksa.

    Kemudian pada Kamis, 19 Desember 2024, penyidik KPK menggeledah kantor OJK.

    Dari hasil penggeledahan tersebut, KPK melakukan penyitaan berupa dokumen dokumen, surat-surat, barang bukti elektronik (BBE) dan catatan-catatan yang diduga punya keterkaitan dengan perkara.

  • KPK Ungkap Dana CSR BI yang Mengalir ke Komisi XI DPR Capai Triliunan Rupiah – Halaman all

    KPK Ungkap Dana CSR BI yang Mengalir ke Komisi XI DPR Capai Triliunan Rupiah – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap angka dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) yang disalurkan ke komisi XI DPR mencapai triliunan rupiah.

    “Triliunan-lah. Kalau jumlah pasnya nantilah ya. Takutnya nanti salah,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya dikutip, Rabu (22/1/2025).

    Asep menyebut salah satu anggota komisi XI DPR, Satori, telah mengakui bahwa seluruh rekan kerjanya di komisi XI menerima dana CSR BI yang ditampung dalam yayasan.

    “Itu yang kita sedang dalami di penerima yang lain. Karena berdasarkan keterangan saudara S (Satori), teman-teman sudah catat ya, seluruhnya juga dapat. Ya kan, seluruh anggota komisi XI terima CSR itu,” sebut Asep.

    Asep memastikan penyidik KPK terus mendalami penyelewengan dana CSR BI tersebut. 

    Menurut dia ada beberapa temuan bahwa dana tersebut tak dipakai sesuai peruntukannya.

    “Nah, yang sedang penyidik dalami adalah penyimpangan, karena kita dapat informasi, juga kita dapat dari data-data yang ada, CSR yang diberikan kepada para penyelenggara negara ini melalui yayasan yang disampaikan, direkomendasikan kepada mereka tidak sesuai peruntukannya,” katanya.

    Asep mengungkap penyidik telah menemukan dugaan penyimpangan yang dilakukan Satori dalam penggunaan dana CSR BI di Cirebon. 

    Wilayah Cirebon merupakan daerah pemilihan Satori saat maju sebagai caleg DPR Pemilu 2024.

    “Sementara yang kita peroleh saat ini sudah ada penyimpangannya, itu yang di Cirebon. Jadi setelah semuanya terima tapi ada yang amanah ada juga yang tidak sesuai peruntukkannya,” tutur Asep.

    Penggeledahan KPK

    Asep Guntur Rahayu menyebut penyidik beberapa waktu lalu KPK  telah melakukan penggeledahan di Cirebon, Jawa Barat.

    Lokasi penggeledahan berkaitan dengan Anggota DPR fraksi Partai Nasdem, Satori.

    “Jadi beberapa waktu lalu selain penggeledahan di BI, OJK, juga kita menggeledah beberapa tempat. Salah satunya di Cirebon. Itu di tempatnya saudara S (Satori),” kata Asep.

    Dua Anggota DPR Diperiksa

    Dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyidik KPK telah memanggil dua anggota DPR pada Jumat, 27 Desember 2024.

    Keduanya adalah Heri Gunawan dari fraksi Partai Gerindra dan Satori dari fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem). 

    Satori dan Heri merupakan anggota komisi XI DPR periode 2019–2024 dan terpilih lagi untuk periode 2024–2029. 

    Namun, keduanya kini bertugas di komisi yang berbeda dari periode sebelumnya.

    Menurut Satori, seluruh anggota komisi XI mendapatkan dana CSR Bank Indonesia.

    Komisi XI merupakan mitra kerja Bank Indonesia di parlemen. 

    “Semuanya sih, semua anggota Komisi XI programnya itu dapat,” ucap Satori saat meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan seusai pemeriksaan.

    Satori menyampaikan dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) digunakan untuk kegiatan sosial di daerah pemilihan (dapil). 

    “Programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil,” kata dia.

    KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk perkara ini pada 16 Desember 2024.

    Kasus ini diduga melibatkan anggota DPR RI komisi Xl periode 2019–2024.

    Dalam proses penyidikan, KPK telah menggeledah kantor pusat Bank Indonesia pada Senin, 16 Desember 2024.

    Termasuk ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo juga turut diperiksa.

    Kemudian pada Kamis, 19 Desember 2024, penyidik KPK menggeledah kantor OJK.

    Dari hasil penggeledahan tersebut, KPK melakukan penyitaan berupa dokumen dokumen, surat-surat, barang bukti elektronik (BBE) dan catatan-catatan yang diduga punya keterkaitan dengan perkara.

     

     

  • Anggota DPR Satori Bungkam soal Dugaan Korupsi Dana CSR Bank Indonesia

    Anggota DPR Satori Bungkam soal Dugaan Korupsi Dana CSR Bank Indonesia

    Bisnis.com, CIREBON – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VIII Satori enggan berkomentar terkait dugaan penyalahgunaan dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia. 

    “Saya tidak mau berkomentar lebih jauh,” ujar Satori saat ditemui Bisnis di Pondok Pesantren Al Khairiyah, Kelurahan Watubelah, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Selasa (21/1/2025).

    Diketahui sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan kasus korupsi penyaluran dana CSR Bank Indonesia yang diduga melibatkan sejumlah pihak, termasuk anggota DPR RI. Salah satu nama yang mencuat dalam kasus ini adalah Satori, anggota Komisi XI DPR RI.

    Penyidikan kasus ini berfokus pada proses penyaluran dana CSR yang seharusnya dialokasikan untuk mendukung program sosial dan pemberdayaan masyarakat. KPK mencurigai adanya penyalahgunaan anggaran, termasuk kemungkinan aliran dana yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

    Sebagai bagian dari upaya pengungkapan, KPK telah memeriksa beberapa saksi terkait, termasuk anggota DPR RI yang diduga mengetahui alur distribusi dana tersebut.

    Selain itu, tim penyidik juga melakukan penggeledahan di kantor pusat Bank Indonesia di Jakarta untuk mengumpulkan bukti tambahan.

    Dugaan penyimpangan ini menjadi perhatian publik mengingat dana CSR memiliki tujuan strategis untuk mendukung pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. 

    KPK menegaskan komitmennya untuk menggali seluruh informasi yang relevan guna memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam penggunaan dana tersebut.

    Kasus tersebut masih dalam tahap penyidikan hingga saat ini. KPK terus mengumpulkan bukti serta menelusuri pihak-pihak yang diduga terlibat dalam dugaan korupsi ini. Lembaga antirasuah tersebut menegaskan akan menindak tegas siapa pun yang terbukti melanggar hukum, demi menjaga integritas lembaga negara dan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana publik.

    Profil Satori 

    Diketahui, Satori menjadi salah satu figur yang cukup dikenal di Jawa Barat, khususnya di daerah pemilihan (Dapil) Jabar VIII yang mencakup Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, dan Kabupaten Indramayu. 

    Lahir di Palimanan, Cirebon, pada 25 Februari 1970, Satori berasal dari keluarga sederhana. Sejak usia muda, ia sudah merasakan kerasnya perjuangan hidup. Satori pernah bekerja sebagai buruh pabrik dan kuli bangunan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

    Karier politik Satori dimulai dari tingkat daerah. Ia menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Cirebon untuk periode 2009–2014 dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Di masa itu, ia dikenal vokal memperjuangkan isu-isu kesejahteraan masyarakat, khususnya di bidang pendidikan dan layanan publik. 

    Keberhasilannya di tingkat kabupaten membawanya terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat periode 2014–2019.

    Pada Pemilu 2019, Satori bergabung dengan Partai NasDem dan mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI. Ia berhasil mendapatkan kepercayaan dari masyarakat di Dapil Jabar VIII, yang kemudian mengantarkannya ke Senayan.

    Sebagai anggota DPR RI, Satori ditempatkan di Komisi XI yang membidangi keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan. Komisi ini memiliki peran strategis dalam mengawasi dan membahas kebijakan fiskal negara, termasuk pengelolaan anggaran, perpajakan, serta program pembangunan ekonomi.

    Selama bertugas, Satori dikenal aktif dalam berbagai pembahasan dan diskusi, terutama yang berkaitan dengan penguatan ekonomi rakyat dan pengelolaan anggaran yang berpihak pada masyarakat kecil.

    Di daerah pemilihannya, ia juga fokus pada pengembangan pendidikan, kesejahteraan sosial, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

    Selain tugasnya di DPR RI, Satori juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kabupaten Cirebon periode 2020–2025. Dalam perannya ini, ia terlibat dalam berbagai kegiatan pembinaan umat dan pengembangan program keagamaan di tingkat lokal.

  • Komisi XI DPR Soroti Potensi Suburnya Rokok Ilegal Jika Regulasi Penyeragaman Kemasan Diterapkan – Halaman all

    Komisi XI DPR Soroti Potensi Suburnya Rokok Ilegal Jika Regulasi Penyeragaman Kemasan Diterapkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI Komisi XI Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin mengingatkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengkaji ulang rencana penyeragaman kemasan rokok, yang berpotensi memasifkan peredaran produk tembakau ilegal. 

    Sebab jika produk ilegal bermunculan dan membanjiri pasar, maka akan berdampak pada kerugian sosial ekonomi.

    Apalagi penerapan penyeragaman kemasan akan menyulitkan membedakan mana rokok ilegal dengan rokok membayar cukai. 

    “Hal ini tentu berisiko terhadap peredaran rokok ilegal yang sulit dikendalikan dan diawasi. Makanya, rencana ini perlu ditinjau kembali secara komprehensif,” kata Puteri kepada wartawan, Minggu (19/1/2025).

    Selain itu pemerintah juga bisa merugi atas besarnya peredaran rokok ilegal di pasaran.

    Mengingat, cukai dari Industri Hasil Tembakau (IHT) mencapai Rp216,9 triliun atau 95 persen dari total penerimaan cukai pada 2024. 

    Adapun pada tahun 2023, jumlah rokok ilegal yang berhasil ditindak sebanyak 253,7 juta batang. Sementara tahun 2024, jumlahnya meningkat tajam menjadi 710 juta batang.

    Berkenaan dengan data ini, Puteri meminta pemerintah meninjau kembali efektivitas kebijakan untuk Rancangan Permenkes ini.

    “Bersamaan dengan hal tersebut, pemerintah juga perlu menggencarkan upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal,” ungkapnya.

    Pemerintah juga dipandang perlu membuat peta jalan (roadnap) pengembangan IHT untuk memberi kejelasan bagi petani, pekerja sektor tembakau dan industri terkait arah pengembangan sektor IHT.

    Adapun pada 2022, permintaan ini sudah didorong ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Puteri sendiri mengakui menerima banyak aspirasi soal nasib IHT di dapilnya, yakni Jawa Barat VII, utamanya dari pekerja di pabrik rokok yang berada di sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT), di mana mayoritas pekerjanya adalah perempuan.

    Pemerintah perlu mencari titik temu yang menyeimbangkan antara alasan kesehatan untuk pengendalian konsumsi rokok dengan dampak negatif secara ekonomi.

    “Saya berpesan agar kementerian/lembaga bisa saling koordinasi dalam merumuskan rencana ini dengan melibatkan aspirasi dari masyarakat, pekerja, petani, dan pelaku industri,” pungkas Puteri.