Kementrian Lembaga: Komisi XI DPR RI

  • BPDP: Penerimaan pungutan ekspor pada 2024 capai Rp25,76 triliun

    BPDP: Penerimaan pungutan ekspor pada 2024 capai Rp25,76 triliun

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) mencatat realisasi penerimaan pungutan dari ekspor komoditas perkebunan dan produk turunannya pada 2024 mencapai Rp25,76 triliun atau melampaui target yang ditetapkan Rp25 triliun.

    “Dana yang kami kumpulkan, terutama yang terbesar, itu dari pungutan ekspor. Artinya, setiap transaksi ekspor CPO (crude palm oil atau minyak sawit mentah) dan produk turunannya dikenakan pungutan ekspor yang besarannya ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,” kata Direktur Utama BPDP Eddy Abdurrachman dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.

    Ia menyebutkan ada lima produk turunan kelapa sawit yang tingkat ekspor relatif tinggi, salah satunya adalah refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein yang mencapai 10,4 juta metrik ton.

    ​​​​​​Kemudian, posisi berikutnya disusul produk minyak sawit RBD sebesar 5,1 juta metrik ton, cangkang sawit sebesar 4,87 juta metrik ton, bungkil inti sawit sebesar 4,48 juta metrik ton, dan minyak sawit mentah (CPO) sebesar 2,7 juta metrik ton.

    ​​​​”Hal ini menunjukkan bahwa pengenaan pungutan ekspor yang memang dimaksudkan antara lain untuk meningkatkan produk hilir mulai tercapai. Kalau dilihat dari bahan bakunya, yakni minyak sawit mentah (CPO)crude palm oil hanya 2,7 juta metrik ton, tetapi produk turunannya seperti RBD palm olein dan RBD palm oil meningkat tajam,” kata Eddy.

    ​​​​​​Selain pungutan ekspor, BPDP juga mencatatkan pendapatan dari pengelolaan dana dengan realisasi pada 2024 sebesar Rp2,95 triliun atau melampaui target Rp557 miliar.

    BPDP juga mencatat pendapatan yang bersumber dari pengelolaan dana dengan realisasi pada 2024 sebesar Rp2,95 triliun, melampaui dari target Rp557 miliar.

    Pada tahun 2024, komposisi penempatan dana pada deposito sebesar 84,22 persen. Sementara itu, untuk Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 15,78 persen.SBN) sebesar 15,78 persen.

    “Dana BPDP yang menganggur atau tidak terpakai kami kelola dengan menempatkannya pada portofolio investasi. Saat ini ada dua penempatan dana yang kami lakukan, yakni di deposito perbankan dan SBN,” kata Eddy.

    ​​​​​​Pendapatan BPDP juga bersumber dari pendapatan lain seperti pengembalian dana program dengan realisasi mencapai Rp129,47 miliar. Dengan demikian, total pendapatan pada 2024 mencapai Rp28,83 triliun.

    BPDP juga punya pendapatan lain-lain, seperti pengembalian dana yang dari program, dengan realisasi Rp129,47 miliar. Dengan demikian, total pendapatan pada 2024 mencapai Rp28,83 triliun.

    Dari sisi realisasi program pada tahun 2024, dana yang disalurkan untuk program pengembangan sumber daya manusia (SDM) bagi 12.514 orang mencapai Rp314,36 miliar. Program ini mencakup pemberian beasiswa kepada keluarga petani dan pelatihan.

    Pada program penelitian dan pengembangan, dana yang disalurkan BPDP mencapai Rp114,97 miliar dengan realisasi sebanyak 165 kegiatan penelitian dan pengembangan.

    Sementara itu, pada program peremajaan perkebunan, realisasinya mencapai 38,25 hektare dengan dana yang disalurkan Rp1,3 triliun.

    Sementara itu, pada program peremajaan perkebunan, realisasinya mencapai 38,25 hektare dengan dana yang tersalurkan Rp1,3 triliun.

    Tahun lalu, BPDP juga melaksanakan beberapa program lain dengan dana yang disalurkan untuk insentif biodesel sebanyak 13,14 juta kiloliter senilai Rp29,38 triliun, program sarana dan prasarana Rp126,23 miliar, program promosi Rp143,44 miliar, dan dukungan manajemen Rp120,68 miliar.

    “Jadi total belanja BPDP pada 2024 sebesar Rp31,498 triliun,” kata Eddy.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Iskandar Zulkarnaen
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pengelola Dana Sawit Cs Kena Dampak Efisiensi, Anggaran Disunat Rp 2 T

    Pengelola Dana Sawit Cs Kena Dampak Efisiensi, Anggaran Disunat Rp 2 T

    Jakarta

    Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Eddy Abdurrachman melaporkan adanya efisiensi yang berdampak pada anggaran BPDP. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, anggaran BPDP dipangkas sebesar Rp 2 triliun.

    Dari pagu anggaran awal sebesar Rp 6,05 triliun, setelah dilakukan efisiensi maka sisa pagu anggaran BPDP untuk tahun 2025 adalah Rp 4 triliun. Artinya ada efisiensi sebesar 33,81%.

    “Dari pagu DIPA kita sebesar Rp 6,05 triliun ini dilakukan efisiensi Rp 2 triliun atau 33,81% sehingga sisa pagu BPDP untuk DIPA awal 2025 adalah kurang lebih Rp 4 triliun,” katanya dalam rapat di DPR RI Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).

    Sebagai informasi, BPDP bertugas menghimpun, mengelola, hingga menyalurkan dana perkembangan komoditas perkebunan strategis seperti kelapa sawit, kakao, hingga kelapa. Badan ini sebelumnya bernama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang fokus hanya sawit.

    Eddy menjelaskan, penghematan anggaran sudah termasuk dalam pembahasan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). BPDP merupakan Badan Layanan Umum di bawah Kemenkeu.

    “Penghematan anggaran ini sudah termasuk dalam pembahasan di Kemenkeu, karena kami merupakan BLU di bawah dan bertanggung jawab dengan Kemenkeu, sehingga BPDP kena program penghematan atau efisiensi anggaran 2025,” jelasnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan instruksi presiden (Inpres) tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD tahun anggaran 2025. Dalam Inpres itu, Prabowo menginstruksikan kementerian/lembaga melakukan review sesuai tugas dan kewenangan dalam rangka efisiensi.

    Arahan Prabowo itu tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang ditekan pada 22 Januari 2025. Ada tujuh poin instruksi Prabowo dalam rangka efisiensi anggaran itu.

    Pada poin kedua, Prabowo menginstruksikan agar ada efisiensi anggaran belanja negara tahun anggaran negara yang sebesar Rp 306 triliun. Anggaran itu terdiri dari anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun.

    (ily/rrd)

  • Bongkar Kasus CSR BI, Tenaga Ahli DPR-Ketua Yayasan Dipanggil KPK

    Bongkar Kasus CSR BI, Tenaga Ahli DPR-Ketua Yayasan Dipanggil KPK

    GELORA.CO -Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mengusut kasus dugaan korupsi dana sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia dengan memanggil saksi-saksi.

    Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, pada Senin 17 Februari 2025, tim penyidik memanggil 2 orang sebagai saksi.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,” kata Tessa kepada wartawan, Senin siang, 17 Februari 2025.

    Kedua orang saksi yang dipanggil adalah Devi Yulianti selaku tenaga ahli mantan anggota Komisi XI DPR, dan Jadi selaku Ketua Yayasan Al Munaroh Sembung Panongan tahun 2022-sekarang.

    Dalam perkara ini, tim penyidik telah menggeledah rumah anggota DPR Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan di Jalan Pelikan 1 Blok U7 nomor 9 RT.04/07, Kelurahan Rengas, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan pada Rabu malam, 5 Februari 2025 hingga Kamis dinihari, 6 Februari 2025.

    Dari sana, tim penyidik mengamankan bukti barang bukti elektronik berupa handphone, dokumen, surat, dan catatan-catatan.

    Sebelumnya pada Jumat 27 Desember 2024, tim penyidik juga telah memeriksa Heri Gunawan sebagai saksi. Selain itu di hari yang sama, tim penyidik juga memeriksa Satori selaku anggota DPR Fraksi Partai Nasdem.

    Pada Senin 16 Desember 2024, tim penyidik telah melakukan penggeledahan di kantor BI, salah satunya ruang kerja Gubernur BI, Perry Warjiyo. Selanjutnya pada Kamis, 19 Desember 2024, tim penyidik melanjutkan upaya paksa penggeledahan di salah satu ruangan di direktorat OJK.

    Dari kedua tempat itu, tim penyidik mengamankan dan menyita barang bukti elektronik (BBE) dan beberapa dokumen yang diduga berkaitan dengan perkara

  • KPK Akui Terima Laporan Dugaan Korupsi Soal Coretax

    KPK Akui Terima Laporan Dugaan Korupsi Soal Coretax

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima pengaduan masyarakat (dumas) yang masuk terkait dengan sistem inti administrasi perpajakan atau Coretax. 

    Sebagaimana diketahui, sistem perpajakan baru yang berlaku 1 Januari 2025 itu tengah menjadi sorotan karena kerap mengalami error. Padahal, proyek tersebut telah menelan biaya investasi sekitar Rp1,3 triliun dan telah digagas sejak tahun 2017 lalu.

    “Iya [ada laporan masuk soal Coretax, red],” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto melalui pesan singkat kepada Bisnis, Minggu (16/2/2025). 

    Tessa sebelumnya menjelaskan bahwa laporan itu ditangani oleh Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK. Namun, dia tak memerinci lebih lanjut siapa pihak pelapor dan kapan laporan itu disampaikan. 

    “[Laporan, red] masih di Direktorat PLPM,” kata Tessa. 

    Karut Marut Coretax 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, permasalahan Coretax sudah menjadi sorotan publik hingga DPR. Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu pun memutuskan untuk membuka kembali sistem perpajakan yang lama usai pengimplementasian Coretax terus bermasalah. 

    Keputusan tersebut dicapai usai Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo dan jajarannya melakukan rapat dengar pendapat secara tertutup dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025). 

    Dalam pembahasan rapat, Komisi XI DPR menyoroti banyaknya permasalahan Coretax usai diluncurkan pada 1 Januari 2025. Ada kekhawatiran penerimaan negara terdampak negatif akibat permasalahan Coretax. 

    Oleh sebab itu, Komisi XI sempat mengusulkan agar pengimplementasian Coretax ditunda. Kendati demikian, pada akhirnya disepakati Direktorat Jenderal Pajak menerapkan sistem perpajakan yang lama seperti DJP Online, e-Faktur Desktop, dan lain-lain sembari Coretax tetap berjalan. 

    “Jadi kita menggunakan dua sistem ya,” ujar Suryo Utomo dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025). 

    Suryo menjelaskan, keputusan tersebut diambil agar wajib pajak mempunyai opsi selama masa transisi pengaplikasian Coretax. Jika Coretax bermasalah maka wajib pajak bisa menggunakan sistem lama agar kewajiban administrasi perpajakan tetap bisa terlaksana. 

    Lebih lanjut, Suryo menyatakan Direktorat Jenderal Pajak akan segera menyiapkan peta jalan implementasi Coretax berbasis risiko yang paling rendah. 

    “Jadi sama-sama kita konsisten, implementasi Coretax jangan sampai mengganggu upaya pengumpulan penerimaan negara,” tutupnya.

  • KPK Endus Dugaan Suap dan Gratifikasi di Kasus CSR BI

    KPK Endus Dugaan Suap dan Gratifikasi di Kasus CSR BI

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus indikasi suap dan gratifikasi pada kasus dugaan korupsi terkait dengan corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan KPK menggunakan pasal suap dan gratifikasi Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk mengusut kasus tersebut. 

    “Pasal gratifikasi dan suap,” ujarnya kepada wartawan saat dimintai konfirmasi, dikutip Minggu (16/2/2025). 

    Kendati demikian, KPK masih menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum untuk mengusut kasus tersebut sehingga belum ada pihak yang resmi ditetapkan tersangka. 

    Tim penyidik disebut masih memanggil para saksi untuk diperiksa. Selain itu, penyidik turut menggeledah sejumlah lokasi dan menyita beberapa barang untuk menjadi bukti. 

    Sebelumnya, KPK telah memeriksa sederet saksi dalam kasus CSR BI. Beberapa di antaranya adalah dua anggota DPR yang menjabat di Komisi XI atau Komisi Keuangan DPR pada periode 2019-2024. Mereka adalah Politisi Partai Gerindra Heri Gunawan dan Politisi Partai Nasdem Satori. Rumah keduanya juga telah digeledah penyidik KPK beberapa waktu lalu. 

    Di sisi lain, KPK juga sudah menggeledah kantor BI dan OJK di Jakarta. Salah satu ruangan di kompleks perkantoran BI pusat yang digeledah yakni ruangan Gubernur BI Perry Warjiyo.

    Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu menuturkan lembaga antirasuah menduga dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan. KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan, namun tak sesuai peruntukannya.  

    Uang dana CSR atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara. 

    Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan. Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa.  

    “Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan,” terang Asep. 

    Lembaga antirasuah juga mendalami bagaimana pemilihan yayasan penerima dana PSBI itu. Ada dugaan yayasan dimaksud mendapatkan dana CSR bank sentral melalui rekomendasi, atau karena terafiliasi dengan anggota Komisi XI DPR.  

    Terpisah, Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso memastikan penyaluran CSR BI dilakukan dengan tata kelola/ketentuan yang benar.  

    “Proses pemberian PSBI senantiasa dilakukan sesuai tata kelola/ketentuan yang benar, mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan menjunjung tinggi prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan kemanfaatan,” tuturnya, Minggu (29/12/2024).

  • Banggar DPR: Nilai Efisiensi via Inpres No.1/2025 Rp308 triliun, Rp58 Triliun Balik ke K/L

    Banggar DPR: Nilai Efisiensi via Inpres No.1/2025 Rp308 triliun, Rp58 Triliun Balik ke K/L

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat/DPR membenarkan bahwa hasil efisiensi anggaran sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBN TA 2025 menjadi Rp308 triliun. 

    Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Wihadi Wijanto menjelaskan bahwa efisiensi tersebut merupakan penghematan putaran kedua yang disisir oleh Presiden Prabowo Subianto sampai satuan ke-9. 

    “Itu adalah penghematan dengan Inpres No.1/2025. Dengan penghematan itu kemudian [muncul] angka Rp308 triliun,” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (16/2/2025). 

    Anggota Komisi XI DPR dari fraksi Partai Gerindra tersebut juga menyampaikan bahwa penghematan memang dilakukan dalam tiga putaran, sebagaimana Prabowo sampaikan.

    Tahap pertama, yakni senilai Rp300 triliun yang merupakan hasil penghematan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada masa yang lalu. 

    Wihadi tidak memerinci dari mana saja asal penghematan yang dilakukan bendahara negara tersebut, tetapi yang pasti salah satunya berasal dari kebijakan blokir anggaran atau automatic adjustment (AA).  

    “Rp300 triliun itu yang sudah ada di BA BUN itu kaitannya dengan pengehmatan yang ada di Kemenkeu. Jadi, program penghematan sudah dilakukan, mungkin dengan automatic adjustment,” jelas Wihadi. 

    Sementara penghematan kedua berasal dari Inpres No.1/2025 yang awalnya Rp306,69 triliun, sedikit naik menjadi Rp308 triliun. 

    Meski demikian, tidak semuanya akan disimpan Prabowo. Sejumlah Rp58 triliun rencananya akan dikembalikan ke 17 Kementerian/Lembaga (K/L). Alhasil, Prabowo akan menggunakan Rp250 triliun sisanya. 

    “Itulah yang di Inpres itu, angkanya tetap Rp306 triliun jadi Rp308 triliun, tetapi dari Rp308 triliun akan dikembalikan ke K/L lagi,” lanjutnya. 

    Sementara penghematan putaran terakhir, melalui penyerapan dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) senilai Rp300 triliun pada tahun ini. Di mana Rp100 triliun akan dikembalikan ke BUMN sebagai penyertaan modal kerja, dan sisanya akan dihitung sebagai penerimaan negara. 

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menekankan secara total hasil penghematan tiga putaran tersebut akan menghasilkan Rp750 triliun atau sekitar US$44 miliar.  

    Dari hasil penghematan tersebut, Prabowo berencana menggunakan US$24 miliar untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

    Sementara sisanya, Prabowo ingin menyerahkan US$20 miliar kepada Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). 

    “24 [miliar dolar] terpaksa saya pakai, untuk apa? Untuk makan bergizi,” ujarnya dalam HUT ke-17 Gerindra di Bogor, Sabtu (15/2/2025).

  • Usut Dugaan Korupsi CSR, KPK Akan Periksa Anggota Komisi XI DPR Usai Pengakuan Satori

    Usut Dugaan Korupsi CSR, KPK Akan Periksa Anggota Komisi XI DPR Usai Pengakuan Satori

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mengusut kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI). Dalam proses penyidikan lembaga antirasuah terus memeriksa sejumlah saksi dan menyita barang bukti, meskipun hingga saat ini belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.

    “Ada beberapa tindakan-tindakan penyitaan terhadap barang bukti, baik itu dokumen maupun barang bukti lainnya. Tetapi sampai dengan saat ini belum ada penetapan tersangka,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dikutip Sabtu, 15 Februari 2025.

    Terkait pernyataan Anggota DPR Fraksi Partai NasDem Satori yang menyebut seluruh anggota Komisi XI menerima dana CSR dari BI, Tessa menyatakan jika penyidik memandang perlu, pihak-pihak penerima dana CSR termasuk anggota DPR akan dipanggil untuk dimintai keterangan.

    “Pada prinsipnya semua saksi yang dipanggil adalah dalam rangka pemenuhan unsur perkara yang ditangani,” tutur Tessa.

    Lebih lanjut Tessa mengaku belum mendapat informasi mengenai adakah pihak-pihak yang sudah dicegah ke luar negeri. Menurutnya, jika awak media juga belum mendapat informasi terkait hal tersebut kemungkinan besar lembaga antirasuah memang belum melakukan pencegahan.

    “Kalau seandainya teman-teman belum mendapatkan info dari saya kemungkinan besar belum ada yang dilakukan pencekalan,” ucapnya.

    KPK Geledah Rumah Anggota DPR Heri Gunawan

    Penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan (HG) yang berlokasi di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, pada Rabu, 5 Februari 2025. Penggeledahan ini berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap atau gratifikasi terkait dana CSR BI.

    “Kegiatan ini dilaksanakan di rumah di daerah Ciputat Timur, Tangerang Selatan milik saudara HG. Kegiatan berlangsung dari pukul 21.00-01.30 WIB dini hari,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025.

    Dari penggeledahan tersebut, kata Tessa, penyidik menyita dokumen dan barang bukti elektronik. Kuat dugaan barang bukti tersebut ada kaitannya dengan kasus CSR BI yang tengah diusut KPK.

    Seluruh Anggota Komisi Xl DPR Terima Dana CSR BI

    Penyidik rampung memeriksa Heri Gunawan dan Anggota DPR Fraksi Partai NasDem Satorisebagai saksi kasus dugaan korupsi dana CSR BI pada Jumat, 27 Desember 2024. Pada periode 2019-2024, dua anggota dewan tersebut pernah duduk di Komisi XI DPR yang merupakan mitra kerja BI di parlemen.

    Usai diperiksa, Satori membeberkan bahwa seluruh anggota Komisi XI menggunakan dana CSR dari BI untuk kegiatan sosialisasi di daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Dia mengakui dana CSR dialirkan lewat yayasan.

    “Memang kalau program itu semua anggota Komisi XI. Anggarannya semua sih semua anggota Komisi XI itu programnya dapat,” kata Satori.

    Satori tidak menyebut jumlah uang CSR yang digunakan untuk kegiatan di Dapil, pun ia mengklaim tidak ada suap terkait dana CSR BI. Dia berkomitmen bakal kooperatif menjalani proses hukum di KPK.

    “Sebagai warga negara mengikuti prosedur yang akan dilakukan, Insya Allah saya akan kooperatif,” ucap Satori.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Video: Demi Efisiensi Skema Pensiun PNS Diubah, Apa Yang Salah?

    Video: Demi Efisiensi Skema Pensiun PNS Diubah, Apa Yang Salah?

    Jakarta, CNBC Indonesia- Anggota Komisi XI DPR RI, Fathi mengatakan pembahasan transformasi skema pembayaran pensiun PNS, TNI/Polri dari Taspen dan ASABRI ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan masih dalam tahap awal. Namun diharapkan dapat ditentukan skema yang efektif dan menguntungkan para penerima manfaat pensiun PNS,TNI/Polri.

    Perubahan skema ini juga harus memperhitungkan dampaknya terhadap tugas dan tanggung jawab Taspen dan ASABRI.

    Seperti apa urgensi perubahan skema pension PN, TNI/Polri? Selengkapnya simak dialog Anneke Wijaya dengan Anggota Komisi XI DPR RI, Fathi dalam Power Lunch,CNBCIndonesia (Rabu, 12/02/2025)

  • Said Abdullah Bicara soal Prabowo ajak KIM Berkoalisi Permanen, Sebut PDIP Berkoalisi dengan Rakyat – Halaman all

    Said Abdullah Bicara soal Prabowo ajak KIM Berkoalisi Permanen, Sebut PDIP Berkoalisi dengan Rakyat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ketua DPP PDI-P Said Abdullah ikut bicara soal Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto mengajak partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus berkoalisi secara permanen.

    Said menegaskan, PDIP memiliki sikapnya tersendiri untuk memutuskan berkoalisi dengan siapa.

    Tak hanya itu, Said juga menyebut bahwa PDIP akan berkoalisi dengan rakyat.

    “PDI-P punya sikap, kami akan berkoalisi dengan rakyat,” kata Said dilansir Kompas.com, Sabtu (15/2/2025).

    Meski demikian, Said menyebut bahwa PDIP dan Gerindra memiliki orientasi yang sama, yakni kerakyatan.

    Anggota Komisi XI DPR RI ini mengaku akan menghormati sikap KIM Plus yang ingin berkoalisi permanen.

    Karena menurut Said hal itu adalah hak dari masing-masing partai untuk memilih berkoalisi.

    Said merasa tak memiliki hak untuk mengomentari apa yang menjadi kedaulatan dan otonomi partai lain.

    “Ya kita hormati, kan kita tidak bisa mengomentari apa yang menjadi kedaulatan dan otonomi partai lain,” terang Said.

    Prabowo Ajak KIM Plus Berkoalisi Permanen

    Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto telah rampung menggelar silaturahmi Koalisi Indonesia Maju (KIM) di kediamannya di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Jawa Barat pada Jumat (14/2/2025) sore.

    Pertemuan tersebut berlangsung selama 5 jam dari pukul 13.00 WIB.

    Seusai pertemuan, kendaraan mereka pun keluar dari kediaman Prabowo satu per satu.

    Satu di antaranya Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

    Seusai acara, Cak Imin membocorkan arahan dari Presiden Prabowo.

    Menurutnya, Prabowo ingin memperkuat koalisi yang berada dalam barisan pemerintahannya.

    Bahkan, Ketua Umum Partai Gerindra itu ingin membuat koalisi permanen.

    “Intinya memperkuat koalisi. Kita, Pak Prabowo menawarkan koalisi permanen,” ujar Cak Imin seusai acara.

    Prabowo, kata Cak Imin, menyatakan bahwasanya persatuan merupakan kunci utama dari pemerintahan. Karenanya, Prabowo ingin adanya koalisi permanen.

    “Pak Prabowo meminta persatuan menjadi kunci utama pemerintahan dan tentu PKB menyambut baik koalisi permanen. Menjadi perkuatan dari percepatan pembangunan,” jelasnya.

    Di sisi lain, Cak Imin menyebut koalisi permanen yang ingin dibentuk Prabowo tidak ada batasan waktu. Bisa saja, koalisi akan diteruskan hingga Pilpres 2029.

    “Ya sampai kapanpun namanya permanen,” pungkasnya.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Reza Deni)(Kompas.com/Rahel Narda Chaterine)

  • Efisiensi Anggaran Bersifat Fleksibel, Ekonom Wanti-Wanti K/L Harus Satu Persepsi

    Efisiensi Anggaran Bersifat Fleksibel, Ekonom Wanti-Wanti K/L Harus Satu Persepsi

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia Yusuf Rendy Manilet mewanti-wanti pentingnya pemerintah menyatakan persepsi apabila efisiensi anggaran belanja pemerintah bersifat fleksibel.

    Yusuf mendukung efisiensi anggaran yang bersifat fleksibel. Artinya, meski kini dilakukan efisiensi namun kementerian/lembaga nantinya bisa meminta tambahan anggaran kekurangan pembiayaan program kerja.

    Kendati demikian, akan ada evaluasi terlebih dahulu. Jika program kerjanya berjalan baik maka penambahan anggarannya akan disetujui—begitu juga sebaliknya.

    “Kebijakan anggaran yang lebih fleksibel lebih baik dibandingkan kebijakan anggaran yang sifatnya rigid atau kaku, mengingat fungsi dari anggaran itu sendiri berguna untuk berbagai tujuan pembangunan ataupun instrumen stimulasi perekonomian,” ujar Yusuf kepada Bisnis, Sabtu (15/2/2025).

    Hanya saja, sambungnya, presiden sebagai kepala pemerintahan perlu menetapkan definisi program kerja yang dikategorikan berjalan baik. Dengan demikian, evaluasi program kerja nantinya bisa bersifat objektif.

    “Hal ini penting untuk menyamakan persepsi antara pemerintah dan juga kementerian dan lembaga yang akan melakukan penyesuaian anggaran di kemudian hari,” ujar Yusuf.

    Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerindra Wihadi Wiyanto mengungkapkan bahwa pemotongan anggaran kementerian/lembaga bersifat fleksibel.

    Wihadi menjelaskan pemerintah ingin memblokir terlebih dahulu semua anggaran kementerian/lembaga (K/L) yang dianggap tidak efisien. Nantinya setiap K/L bisa meminta tambahan anggaran kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk biaya program kerjanya.

    Atas permintaan itu, Sri Mulyani akan melakukan evaluasi terhadap program kerja K/L tersebut. Jika dirasa telah program memberi output atau hasil yang memuaskan maka Kementerian Keuangan akan menerima permintaan tambahan anggaran tersebut.

    “Dengan efisiensi ini kan kita mau melihat dulu, program ini berjalan dengan baik atau tidak gitu loh. Ini harus jelas dulu,” ujar Wihadi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (13/2/2025).

    Oleh sebab itu, sambungnya, pemerintah akhirnya putuskan memotong hampir semua anggaran kementerian/lembaga. Misalnya TNI dan Polri, yang awalnya tidak ingin dipotong namun pada akhirnya diputuskan dipangkas.

    Wakil ketua Badan Anggaran DPR itu menjelaskan notabenenya kebijakan efisien anggaran yang diinstruksikan oleh Presiden Prabowo Subianto itu sama dengan kebijakan automatic adjusment pemerintahan Presiden Joko Widodo.

    “Hanya sekarang ini secara keseluruhan dilakukan efisiensi semua yang menyentuh kepada belanja barang dan belanja modal,” jelasnya.

    Dia merincikan total efisien anggaran akan tetap sebesar Rp306,69 triliun seperti yang diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025. Nantinya, hasil efisiensi tersebut akan masuk ke alokasi dana Bendahara Umum Negara (BUN) di APBN 2025 terlebih dahulu.

    “Statusnya blokir sementara,” kata Wihadi.

    Setelahnya, Sri Mulyani sebagai BUN akan mendistribusikan hasil efisien tersebut ke K/L yang menjalankan program-program unggulan Presiden Prabowo.