Kementrian Lembaga: Komisi XI DPR RI

  • Ketua Komisi XI Beri 5 Saran Buat Menkeu Purbaya, Singgung Pajak-UMKM

    Ketua Komisi XI Beri 5 Saran Buat Menkeu Purbaya, Singgung Pajak-UMKM

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Mukhamad Misbakhun, memberikan tanggapan atas pergantian posisi Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati kepada Purbaya Yudhi Sadewa.

    Dia menekankan Menteri Keuangan yang baru memiliki tugas berat untuk segera merespons dan menjawab keresahan publik yang mengemuka dalam aksi demonstrasi beberapa minggu terakhir.

    Menurut Misbakhun, agenda prioritas yang harus dijalankan oleh pimpinan baru di Kementerian Keuangan adalah merumuskan kebijakan yang secara langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Ia menilai bahwa tuntutan publik yang muncul belakangan ini merupakan cerminan dari kondisi ekonomi riil yang dihadapi masyarakat, terutama terkait beban biaya hidup dan keadilan dalam kebijakan fiskal.

    “Kami menyambut kepemimpinan baru di Kementerian Keuangan dan menaruh harapan besar. Momentum ini harus dimanfaatkan untuk mengevaluasi dan merumuskan ulang kebijakan fiskal agar lebih peka terhadap dinamika sosial-ekonomi di masyarakat,” ujar Misbakhun di Jakarta, Rabu (10/9/2025).

    Misbakhun pun kembali menekankan bahwa usul penurunan tarif PPN dari 11% menjadi 10%, seperti yang pernah ia sampaikan sebelumnya, memang dapat memberi sedikit ruang bagi konsumsi masyarakat, tetapi kebijakan itu sebenarnya belum cukup. Karena itu, ia merekomendasikan lima langkah alternatif yang dinilainya lebih tepat sasaran untuk menjawab keresahan publik.

    Pertama, Misbakhun menekankan pentingnya memperkuat subsidi pangan dan energi secara tepat sasaran. Ia menilai, subsidi selama ini sering bocor dan tidak sepenuhnya dinikmati kelompok miskin.

    “Subsidi harus jatuh ke tangan yang berhak. Kalau harga beras, minyak goreng, listrik, dan LPG bisa dijaga tetap terjangkau, rakyat kecil akan langsung merasakan manfaatnya,” ujarnya.

    Kedua, Misbakhun menyoroti perlunya memperluas program padat karya serta memberi insentif kepada UMKM. Ia menegaskan penciptaan lapangan kerja baru jauh lebih mendesak daripada sekadar memberi keringanan pajak.

    “UMKM adalah urat nadi ekonomi rakyat. Kalau mereka diberi insentif, tidak hanya daya beli yang terjaga, tapi juga akan tercipta lapangan kerja baru,” jelasnya.

    Ketiga, ia menegaskan bahwa pemerintah harus fokus pada stabilisasi harga pangan dengan memperkuat cadangan nasional dan distribusi logistik. Menurutnya, lonjakan harga beras yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir harus segera dikendalikan. Ia menjelaskan, operasi pasar dan subsidi ongkos angkut dari daerah surplus ke daerah defisit merupakan langkah yang tidak bisa ditunda.

    Rekomendasi keempat adalah penguatan jaring pengaman sosial. Misbakhun mendorong agar bantuan langsung tunai (BLT) fleksibel kembali diaktifkan, karena terbukti efektif saat pandemi COVID-19.

    “BLT yang cepat dan tepat sasaran bisa meredam keresahan sosial. Jangan sampai rakyat menunggu terlalu lama untuk merasakan bantuan,” tegasnya.

    Terakhir, Misbakhun menekankan perlunya reformasi fiskal progresif agar ruang APBN tetap sehat tanpa membebani rakyat kecil. Ia menilai kelompok kaya dan sektor sumber daya alam besar harus berkontribusi lebih besar.

    “Dalam situasi ekonomi yang penuh tekanan, prioritas fiskal negara adalah melindungi konsumsi rakyat kecil. Kontribusi lebih besar semestinya datang dari sektor berkapasitas tinggi, bukan dari wong cilik,” katanya.

    Sebagai Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun menegaskan pihaknya akan terus mendukung dan mengawal program-program strategis pemerintah di sektor perekonomian, agar kebijakan fiskal dan moneter yang diambil pemerintah benar-benar berpihak kepada rakyat kecil.

    “Masyarakat menunggu kepastian keberpihakan negara. Jika daya beli tetap terjaga, keresahan sosial bisa diredam, dan ekonomi pun stabil. Itulah makna dari pesan Bapak Presiden: ben wong cilik iso gemuyu,” tutupnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Cara Menkeu Purbaya Dongkrak Ekonomi Tumbuh 6,5%: Jaga Likuiditas, Dorong Peran Swasta

    Cara Menkeu Purbaya Dongkrak Ekonomi Tumbuh 6,5%: Jaga Likuiditas, Dorong Peran Swasta

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat menembus 6,5% dengan menjaga likuiditas sehingga sektor swasta bisa lebih banyak ambil peran.

    Purbaya berkaca dari kinerja ekonomi di era pemerintahan sebelumnya, yang menunjukkan pentingnya pasokan uang di sistem untuk menopang pertumbuhan.

    Dia mencatat pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ekonomi rata-rata tumbuh mendekati 6% berkat rata-rata pertumbuhan uang primer atau base money di atas 17% dan lonjakan kredit hingga 22%. 

    Sebaliknya, pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pertumbuhan hanya sedikit di bawah 5% seiring pertumbuhan base money yang melambat ke sekitar 7%, bahkan sempat stagnan 0% pada dua tahun terakhir sebelum pandemi Covid-19.

    Menurutnya, lonjakan uang beredar dan kredit pada era pemerintahan SBY membuat sektor swasta menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, era pemerintahan Jokowi yang pertumbuhan uang beredar menurun menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi lebih didorong oleh pembangunan dari belanja pemerintah.

    Oleh sebab itu, Purbaya meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dimaksimalkan apabila dua model era SBY dan Jokowi digabungkan. Artinya, sektor swasta dan fiskal pemerintah sama-sama mendorong pertumbuhan ekonomi.

    “Itu langkah simpel saja yang mungkin enggak terlalu panjang untuk bisa kita lihat dampaknya, mungkin [pertumbuhan ekonomi] 6,5% sudah terbuka lebar kalau kita biarkan private sector [sektor swasta] bekerja,” kata Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (10/9/2025).

    Dia mengungkapkan langkah awal yang sudah ditempuh adalah menyalurkan Rp200 triliun dari kas pemerintah yang tersimpan di Bank Indonesia ke sistem perbankan. Dari total Rp425 triliun kas pemerintah di BI, sebagian dialirkan agar bisa memperlonggar likuiditas dan memberi ruang tumbuh bagi sektor riil.

    “Kalau itu masuk ke sistem, saya nanti sudah minta ke bank sentral jangan diserap uangnya. Biar aja kalian [BI] dengan menjalankan kebijakan moneter, kami dari sisi fiskal yang menjalankan sedikit, tapi nanti mereka juga akan mendukung. Artinya ekonomi akan bisa hidup lagi,” jelas Purbaya.

    Dia mengakui jika kas pemerintah ratusan triliun itu disalurkan ke sistem perbankan maka pemerintah juga tidak bisa menggunakannya untuk biaya program. Kendati demikian, sambungnya, sektor swasta akan ambil alih.

    Selain menjaga likuiditas, Purbaya juga berkomitmen memperbaiki serapan anggaran yang kerap lambat. Dia berjanji akan memonitor kinerja belanja secara rutin dan meminta unit-unit kementerian/lembaga untuk mempercepat eksekusi program.

    “Saya termasuk yang percaya bahwa agen-agen ekonomi itu mempunyai otak sendiri. Pemerintah enggak mungkin mengontrol semua agen ekonomi untuk berjalan, tapi saya ciptakan kondisi di mana mereka berpikir dan berjalan dan bisa tumbuh, bisa berbisnis dengan suasana situasi yang ada. Itu yang ingin kita ciptakan,” tutup Purbaya.

  • Komisi XI Minta Kemenkeu dalam Kelola APBN Tunjukkan Empati ke Rakyat – Page 3

    Komisi XI Minta Kemenkeu dalam Kelola APBN Tunjukkan Empati ke Rakyat – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Hanif Dhakiri, meminta Kementerian Keuangan dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan berpihak kepada kepentingan rakyat.

    Hal ini disampaikan Hanif dalam rapat kerja perdana Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/9/2025).

    “Saya berharap betul kinerja Kemenkeu ke depan dalam rangka mengelola APBN ini benar-benar bisa menunjukkan empati yang besar kepada masyarakat,” ujar Hanif.

    Ia mengingatkan agar kinerja Kementerian Keuangan tidak semata bertumpu pada angka-angka indah dalam laporan, apalagi sampai mengabaikan realitas sosial yang terjadi di lapangan.

    Menurutnya, dalam setiap kebijakan fiskal pasti terdapat dinamika politik, namun pemerintah tetap harus fokus pada persoalan mendasar yang dihadapi rakyat.

    “Bahwa misalnya ada politiknya atau segala macam pastilah dalam konteks seperti ini akan muncul, tetapi ada underline problem yang harus kita selesaikan, baik melalui kebijakan maupun program pemerintah,” tegas Hanif.

     

  • Kemenkeu: Skema suntikan Rp200 T untuk bank mirip pembiayaan Kopdes

    Kemenkeu: Skema suntikan Rp200 T untuk bank mirip pembiayaan Kopdes

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, rencana penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke perbankan akan menggunakan skema yang mirip dengan pembiayaan untuk Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih).

    Sebagai informasi, Pemerintah sebelumnya menempatkan dana Rp16 triliun pada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk pembiayaan Kopdes Merah Putih. Alokasi ini bakal dilanjutkan pada 2026 sebesar Rp67 triliun, sehingga total dukungan untuk koperasi desa mencapai Rp83 triliun.

    “Jadi itu nanti akan mirip tata kelolanya, tetapi intinya kan kita ingin mempercepat penambahan likuiditas di perekonomian sehingga itu nanti bisa menjadi kredit yang disalurkan untuk menggerakkan perekonomian,” kata Febrio usai menghadiri rapat bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu.

    Menurut Febrio, dengan adanya rencana alokasi dana hingga Rp200 triliun, pemerintah berharap dapat menjangkau program yang lebih luas. Dana tersebut bisa bersumber dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang saat ini masih ditempatkan di Bank Indonesia.

    Meski demikian, aturan tata kelola penempatan dana tersebut masih disiapkan, termasuk regulasi yang akan menjadi payung hukum kebijakan.

    “Kita juga masih ada likuiditas yang bisa kita salurkan ke perbankan, dan itu nanti bisa digunakan untuk program-program kebijakan fiskal lainnya yang inovatif, yang untuk mendorong pertumbuhan. Tapi sekarang kita sedang siapkan peraturannya,” ujarnya.

    Dia juga menegaskan agar penempatan dana itu tidak dimanfaatkan bank untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

    “Tentunya kita enggak mau perbankannya nanti menggunakan untuk beli SBN, itu tentunya kontraproduktif. Kita siapkan peraturannya,” tegasnya.

    Adapun hingga kini, Kemenkeu masih mengkaji bank penerima penempatan dana, baik dari Himbara maupun swasta serta besaran penempatan pada masing-masing bank.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan berencana menarik dana pemerintah di Bank Indonesia senilai Rp200 triliun untuk meningkatkan kinerja perekonomian.

    Dirinya menilai lambatnya realisasi belanja pemerintah membuat sistem keuangan kering sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.

    “Saya lihat sistem finansial kita agak kering, makanya ekonomi melambat. Dua tahun terakhir orang susah cari kerja dan lain-lain karena ada kesalahan kebijakan, baik moneter maupun fiskal. Saya lihat Kementerian Keuangan bisa berperan di situ,” kata Purbaya.

    Ia menjelaskan, dana pemerintah bisa dimanfaatkan untuk menyuntik likuiditas perbankan agar lebih agresif menyalurkan kredit. Di sisi lain, percepatan belanja kementerian/lembaga juga perlu dilakukan guna menggerakkan roda ekonomi.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Triono Subagyo
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • LPEM UI: Tantangan Kredit Ada di Sektor Riil Bukan Likuiditas

    LPEM UI: Tantangan Kredit Ada di Sektor Riil Bukan Likuiditas

    Bisnis.com, JAKARTA – LPEM UI menanggapi rencana Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menempatkan Rp200 triliun kas pemerintah di Bank Indonesia (BI) ke sistem perbankan guna menjaga likuiditas dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM UI Teuku Riefky menyampaikan lesunya kredit perbankan saat ini terjadi lantaran lemahnya permintaan dari sektor riil, bukan karena kurangnya likuiditas.

    “Likuiditas sebetulnya cukup ample, tapi kredit yang tidak tumbuh bukan karena bank tidak ada likuiditas, tapi tidak ada demand untuk kredit,” kata Teuku kepada Bisnis, Rabu (10/9/2025).

    Menurutnya, solusi menambah injeksi likuiditas kurang tepat dilakukan. Pasalnya jika tidak ada permintaan, hal ini justru akan menciptakan inflasi, tanpa menciptakan tambahan aktivitas ekonomi ataupun produktivitas.

    Selain itu, lanjut Teuku, solusi itu akan memengaruhi independensi BI dan memicu dampak yang lebih luas, tidak hanya terhadap tekanan inflasi, tapi juga kepada sovereign risk yang berujung pada menyempitnya ruang fiskal lebih lanjut ke depannya.

    Dia menilai, solusi terbaik adalah perbaikan di kementerian-kementerian yang menyangkut sektor riil. Dalam hal ini Kementerian Perindustrian, Kementerian Investasi, dan Kementerian Perdagangan.

    “Ini isunya sebetulnya bukan di Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan ini kan hanya menavigasi belanja atau alokasi belanja,” ujarnya.

    Menurut Teuku, ketiga kementerian ini belum bisa menciptakan pertumbuhan sektor riil yang bagus, investasi yang cukup, penciptaan lapangan kerja, sehingga daya beli lemah, dan aktivitas ekonomi lemah.

    “Jadi, Kementerian Keuangan itu juga terbatas hanya di insentif dan stimulus. Tanpa adanya perbaikan iklim usaha, iklim investasi, juga stimulus ini nggak akan ada yang ambil,” tuturnya. 

    Dalam catatan Bisnis, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa berencana mengalihkan Rp200 triliun kas pemerintah di BI ke sistem perbankan untuk menjaga likuiditas dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    “Kalau itu masuk ke sistem, saya nanti sudah minta ke bank sentral jangan diserap uangnya. Biar aja kalian [BI] dengan menjalankan kebijakan moneter, kami dari sisi fiskal yang menjalankan sedikit. Tapi nanti mereka juga akan mendukung. Artinya ekonomi akan bisa hidup lagi,” jelas Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (10/9/2025).

  • Menkeu Purbaya sebut tak ada lagi pemotongan dana transfer ke daerah

    Menkeu Purbaya sebut tak ada lagi pemotongan dana transfer ke daerah

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut tidak ada lagi pemotongan dana transfer ke daerah (TKD) dalam penyusunan RAPBN 2026.

    Sementara itu, terkait dengan kemungkinan ada penambahan TKD, Purbaya menyebut pemerintah masih harus berdiskusi dengan DPR RI.

    “Kita gak akan memotongkan lagi,” kata Purbaya saat menjawab pertanyaan mengenai dana transfer ke daerah dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Rabu malam.

    Dalam sesi jumpa pers itu, Purbaya menekankan kebijakan pemerintah terkait dana transfer ke daerah pada prinsipnya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. “Kita akan cenderung memberi, menjalankan kebijakan fiskal yang mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Menkeu Purbaya.

    Dia melanjutkan strategi yang dikedepankan ialah penyerapan anggaran yang lebih baik, dan manajemen penggunaan anggaran yang lebih baik.

    “Yang penting adalah penyerapan anggarannya lebih baik sehingga tidak mengganggu kondisi, limitasi sistem keuangan kita,” sambung Purbaya.

    Menkeu Purbaya menghadap Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan RI untuk melaporkan hasil rapat kerja perdana Purbaya dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu pagi, kemudian keduanya juga berdiskusi membahas RAPBN 2026.

    “Angka-angka masih didiskusikan. Jadi belum putus. Tetapi, kita laporkan progress-nya seperti apa,” kata Purbaya.

    Menkeu Purbaya kemudian juga melaporkan usulan pemerintah terkait perubahan beberapa pos anggaran dalam RAPBN 2026. “Soal perubahan anggaran yang mungkin terjadi, tetapi saya belum bisa bicarakan karena masih didiskusikan dengan DPR,” kata Purbaya.

    Dalam rapat di DPR RI di Jakarta, Rabu pagi, Purbaya dan Komisi XI membahas Rencana Kerja Anggaran (RKA) Kementerian Keuangan Tahun 2026 yang nilainya mencapai Rp52,16 triliun.

    ​​​​​​​Purbaya, dalam paparannya, menyebut pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada Rancangan APBN (RAPBN) 2026 ditargetkan sebesar 5,4 persen, lebih tinggi dari target APBN 2025 sebesar 5,2 persen. Dari sisi komponen PDB, proyeksi investasi melambat dari 5,5 persen tahun ini menjadi 5,2 persen tahun depan.

    Sebaliknya, target pertumbuhan konsumsi rumah tangga meningkat dari 5,0 persen tahun ini menjadi 5,2 persen tahun depan. Kemudian, ekspor yang naik dari 5,4 persen menjadi 6,7 persen. Adapun dari segi sektor, pertanian diperkirakan tumbuh 4,1 persen, manufaktur 5,2 persen, serta informasi dan komunikasi 8,0 persen pada tahun depan.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi
    Editor: Triono Subagyo
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Prabowo setuju rencana Menkeu tarik dana mengendap Rp200 triliun di BI

    Prabowo setuju rencana Menkeu tarik dana mengendap Rp200 triliun di BI

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut Presiden Prabowo Subianto menyetujui rencananya menarik dana mengendap di Bank Indonesia sebesar Rp200 triliun dari total simpanan pemerintah sebesar Rp425 triliun untuk disalurkan ke perbankan.

    Purbaya, saat jumpa pers selepas menghadap Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Rabu malam, menyebut kebijakan pemerintah itu bertujuan untuk menggerakkan perekonomian sehingga tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dapat segera tercapai.

    “Sudah, sudah setuju (Presiden, red.),” kata Purbaya menjawab pertanyaan wartawan saat jumpa pers tersebut.

    Purbaya lanjut menjelaskan dana sebesar Rp200 triliun itu diberikan kepada perbankan agar bank-bank dapat meningkatkan penyaluran kreditnya kepada masyarakat.

    “Tujuannya supaya bank punya duit, banyak cash tiba-tiba, dan dia (bank, red.) gak bisa naruh di tempat lain selain dikreditkan. Jadi, kita memaksa market mekanisme berjalan,” ujar Menkeu Purbaya.

    Dalam kesempatan yang sama, Purbaya menyatakan pemerintah juga akan mengupayakan dana yang disalurkan kepada perbankan itu tidak juga digunakan untuk instrumen Surat Utang Negara (SUN). Pasalnya, pemerintah ingin peredaran uang benar-benar terjadi di masyarakat dan meningkatkan aktivitas perekonomian masyarakat.

    “Ini seperti anda naruh deposito di bank, kira-kira gitu kasarnya. Nanti penyalurannya terserah bank, tetapi kalau saya mau pakai, saya ambil. Tetapi, nanti diupayakan, nanti penyalurannya bukan dibelikan SUN lagi,” kata Purbaya.

    “Kita minta ke BI tidak diserap uangnya. Jadi, uangnya betul-betul ada (dalam) sistem perekonomian sehingga ekonominya bisa jalan,” sambung dia.

    Purbaya mengungkap rencananya menarik uang menganggur di Bank Indonesia sebesar Rp200 triliun saat rapat kerja perdananya dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu pagi. Dana yang disebut oleh Purbaya itu merujuk kepada Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA) sebesar Rp425 triliun, yang saat ini disimpan di Bank Indonesia sebagai rekening pemerintah.

    Dalam jumpa pers di Istana, Purbaya juga menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan langkahnya itu dapat memicu hiperinflasi. Purbaya menjelaskan inflasi dapat terjadi jika tingkat pertumbuhan berada di atas laju pertumbuhan potensial.

    “Kita 6,5 (persen) atau lebih. Kita masih jauh dari inflasi. Jadi kalau saya injek stimulus ke perekonomian, harusnya kalau ekonominya masih di 5 persen, masih jauh dari inflasi. Itu yang disebut demand-for-inflation, dan itu masih jauh dari situ kita. Sejak krisis kan kita gak pernah tumbuh 6,5 persen. Jadi, ruang kita untuk tumbuh lebih cepat, terbuka lebar, tanpa memancing inflasi,” kata Purbaya menjawab pertanyaan wartawan.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Lagi, KPK Bakal Panggil Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta

    Lagi, KPK Bakal Panggil Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta, sebagai saksi untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi Program Sosial Bank Indonesia atau CSR BI.

    “Ya [ada pemeriksaan Filianingsih] terkait dengan korelasinya bagaimana peristiwa sehingga adanya PSBI,” kata Asep kepada wartawan, Rabu (10/9/2025).

    Dia menjelaskan dari pemeriksaan tersebut penyidik berupaya mengetahui bagaimana proses kong kalikong penyaluran dana PBSI ke yayasan milik Satori [S] dan Heri Gunawan [HG] yang merupakan tersangka atas kasus tersebut. Pemeriksaan akan dilakukan Kamis (11/9/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

    “Nah itu. Kita menyusurinya dari itu. Kita menyusuri pertanyaan besarnya adalah mengapa sampai PSBI itu diberikan kepada anggota-anggota Komisi 11 ini.
    Dalam hal ini Pak S dengan Pak HG. Dan yang lainnya. Kenapa diberikan seperti itu? Apa alasannya? Itu yang akan kita gali dari yang bersangkutan,” jelasnya

    Diketahui, Satori dan Heri Gunawan merupakan anggota Komisi XI periode 2019-2024. Yayasan yang dimiliki keduanya menang tender sehingga mendapatkan suntikan dana program sosial dari. 

    Selain itu, mereka juga mendapatkan dana CSR dari OJK karena pada mulanya BI dan OJK memiliki program bantuan sosial yang kemudian dibahas bersama Komisi XI. KPK mendeteksi adanya dugaan penyelewengan dana PBSI dan OJK.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Asep menyampaikan Heri Gunawan diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, diantaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya, Kamis (7/8/2025).

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain.

    Sama seperti Heri Gunawan, Satori menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.

    Satori melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

    Atas perbuatannya, tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo.

    Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • Hingga Juli, DJBC tindak 15.757 kasus barang ilegal senilai Rp3,9 T

    Hingga Juli, DJBC tindak 15.757 kasus barang ilegal senilai Rp3,9 T

    Bea cukai melakukan pengawasan lalu lintas barang sebagai upaya untuk menutup kebocoran dengan memberikan perlindungan masyarakat serta optimalisasi penerimaan negara..,

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan melaporkan telah melakukan penindakan terhadap 15.757 kasus penyelundupan ilegal hingga Juli 2025, dengan taksiran nilai barang mencapai Rp3,9 triliun.

    Mayoritas barang ilegal yang ditindak merupakan produk hasil tembakau.

    Saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama mengatakan bahwa kinerja pengawasan bakal terus diperkuat untuk menutup potensi kebocoran penerimaan negara.

    “Bea cukai melakukan pengawasan lalu lintas barang sebagai upaya untuk menutup kebocoran dengan memberikan perlindungan masyarakat serta optimalisasi penerimaan negara, DJBC terus memperkuat kinerja pengawasan melalui sinergi antar instansi, baik itu TNI, Polri, BNN, BPOM, serta berbagai instansi lainnya,” ujarnya.

    Meski jumlah penindakan masih tinggi, DJBC mencatat ada tren penurunan pada periode Mei-Juli 2025.

    Penindakan turun dari 2.784 kasus pada Mei menjadi 2.157 kasus pada Juli.

    Djaka menilai tren tersebut mencerminkan efektivitas pengawasan yang mulai menekan angka pelanggaran di lapangan.

    “Terjadinya penurunan jumlah penindakan semester I 2025 mengindikasikan bahwa efektivitas kinerja bea cukai yang berdampak pada menurunnya jumlah pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai yang diimbangi dengan kenaikan penerimaan negara khususnya dari sektor cukai,” tuturnya.

    Selain itu, Djaka memaparkan DJBC telah melakukan penindakan narkotika, psikotropika, dan prekursor (NPP) sebanyak 1.156 kali dengan total tangkapan mencapai 10,21 ton

    Ia mencontohkan, beberapa penindakan yang telah dilakukan antara lain, penindakan dua ton sabu hasil kolaborasi antara DJBC, BNN, TNI, AL, dan Polri. Kemudian penindakan 49,9 ton pasir timah yang akan diekspor ke Malaysia secara legal, ulangi secara ilegal.

    Adapun hingga Juli 2025, penerimaan cukai tercatat tumbuh 9,26 persen atau setara Rp10,75 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu.

    Selain fokus pada pengawasan, Djaka menegaskan DJBC tetap menjalankan peran sebagai fasilitator perdagangan dan asisten industri.

    Upaya yang ditempuh di antaranya modernisasi sistem melalui National Logistics Ecosystem (NLE) dan Customs-Industry Service Account (CISA) 4.0 yang telah diimplementasikan di 53 pelabuhan dan tujuh bandara utama.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menkeu Purbaya nilai demo rakyat dipicu tekanan ekonomi berkepanjangan

    Menkeu Purbaya nilai demo rakyat dipicu tekanan ekonomi berkepanjangan

    Sejak 2020, uang terus diserap sampai pertumbuhan nol menjelang akhir 2024. Itu yang dirasakan ekonomi melambat, sektor riil sulit, semuanya susah, dan keluar tagline seperti ‘Indonesia Gelap’,

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai demonstrasi yang terjadi pada akhir Agustus 2025 disebabkan oleh tekanan ekonomi berkepanjangan yang dirasakan oleh masyarakat.

    “Yang kemarin demo itu karena tekanan ekonomi berkepanjangan,” kata Purbaya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu.

    Menurutnya, demonstrasi itu bisa dicegah bila kebijakan fiskal dan moneter bekerja dengan optimal dalam mendukung aktivitas ekonomi.

    Sementara, dia melihat penyaluran belanja pemerintah berjalan dengan lambat dan tidak ada intervensi dari dana pemerintah yang tersimpan di Bank Indonesia (BI).

    Purbaya berpendapat hal itu membuat perputaran uang di sistem perekonomian berada dalam situasi ketat. Padahal, pertumbuhan uang yang negatif memicu kekeringan ekonomi meski suku bunga dijaga pada level rendah.

    “Sejak 2020, uang terus diserap sampai pertumbuhan nol menjelang akhir 2024. Itu yang dirasakan ekonomi melambat, sektor riil sulit, semuanya susah, dan keluar tagline seperti ‘Indonesia Gelap’,” ujar Purbaya.

    Pertumbuhan uang sempat membaik saat memasuki 2025, dengan level tujuh persen pada April. Namun, lanjut Purbaya, pertumbuhannya kembali jatuh ke 0 persen pada Agustus.

    “Jadi, periode perlambatan ekonomi gara-gara uang ketat, dipulihkan sedikit, belum sepenuhnya pulih, sudah direm lagi ekonominya,” jelasnya.

    Maka dari itu, dia menyatakan fokusnya ke depan adalah memperbaiki mesin moneter dan fiskal.

    Dia akan memanfaatkan wewenang Menteri Keuangan untuk memindahkan dana pemerintah di BI guna mendongkrak kedua mesin tersebut. Purbaya berencana menarik dana senilai Rp200 triliun dari saldo Rp425 triliun d BI.

    Pada sisi moneter, dana pemerintah akan digunakan untuk menyuntik likuiditas perbankan. Bank secara natural akan memikirkan cara untuk menyalurkan dana tersebut agar tidak membebani cost of fund sembari mencari return yang lebih tinggi.

    Strategi itu dilakukan untuk menciptakan situasi yang bisa dimanfaatkan oleh para agen ekonomi untuk berjalan dan tumbuh.

    Sementara pada sisi fiskal, Purbaya menyatakan bakal mengakselerasi belanja pemerintah agar terjadi perputaran ekonomi. Dia bakal meninjau proses penyaluran belanja program pada kementerian/lembaga (K/L) dan mengaku bakal turun tangan bila ada program yang realisasinya terhambat.

    Dengan begitu, dia yakin mesin moneter dan fiskal dapat berjalan dengan optimal secara bersamaan.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.