Kementrian Lembaga: Komisi XI DPR RI

  • Sebut Sang Suami Sombong, Ida Yulidina Istri Menkeu Purbaya Ternyata Foto Model Era 90-an

    Sebut Sang Suami Sombong, Ida Yulidina Istri Menkeu Purbaya Ternyata Foto Model Era 90-an

    GELORA.CO – Istri Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, Ida Yulidina, ternyata bukan orang sembarangan.

    Wanita yang telah membersamai puluhan tahun Purbaya, ternyata dulunya foto model era 80 hingga 90-an. Ida juga pemenang ajang Wajah Femina pada tahun 1989.

    Dari pernikahan Purbaya dan Ida, mereka dikaruniai dua orang putra, yaitu Yuda Purboyo Sunu dan Yudo Achilles Sadewa. Putranya, Yudo Achilles Sadewa, dikenal sebagai trader dan konten kreator.

    Dari postingan Facebook @Wajah Femina, terlihat wajah Ida di halaman depan atau menjadi cover majalah Femina saat itu.

    “Ida Yulidina pemenang 1 wajah Femina 1989,”jelas narasi postingan itu pada 30 Maret 2011 lalu.

    Berdasarkan LHKPN yang disampaikan kepada KPK pada 11 Maret 2025 untuk periode 2024, total harta kekayaan Purbaya Yudhi Sadewa tercatat Rp39.210.000.000 atau Rp39 miliar.

    Kehidupan Sederhana

    Ida Yulidina terpantau menerapkan gaya hidup sederhana bersama keluarganya dari postingan media sosial milik Menkeu @pyudhisadewa.

    Keseharian keluarga ini pun terbilang sederhana, dimana Purbaya pernah membagikan momen naik bajaj berdua, hingga menikmati makanan kaki lima seperti pecel lele dan mi ayam bersama anak-anak.

    Dalam beberapa unggahan di media sosial, Purbaya memperlihatkan momen kebersamaan dengan sang istri yang tampil simpel namun elegan.

    Salah satu potret yang mencuri perhatian adalah saat pasangan ini mengunjungi Pekan Raya Jakarta (PRJ) 2024.

    Keduanya tampak ikut mengantre tiket layaknya pengunjung biasa, tidak terlihat seperti sosialita.

    Istri Purbaya mengenakan blouse motif floral dipadukan celana panjang berwarna broken white, serta tas selempang berwarna merah marun.

    Ida Yulidina memilih tas koleksi Joy Gryson, label fashion asal AS yang cukup populer di Asia.

    Tas tersebut adalah seri Tribeca, yang dijual dengan harga sekitar Rp3,7 juta, dan bahkan bisa ditemukan seharga Rp700 ribuan di marketplace.

    Tidak hanya itu, Ida Yulidina juga sempat menyebut sang suami dengan sebutan ‘sombong’.

    Pasalnya, dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI pada Rabu (10/9), Purbaya mengungkapkan target ambisiusnya.

    Yakni membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level 6 hingga 7 persen, namun, niat tersebut justru sempat menuai candaan dari lingkungan terdekatnya.

    Purbaya mengatakan sang istri sendiri bilang, ‘Kamu sombong’, karena saya percaya diri dengan target 6 persen.

    Tapi Purbaya tetap yakin memiliki dasar untuk mencapai target 6 persen itu dalam jabatannya nanti.

    Purbaya merujuk pada era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat pertumbuhan ekonomi sempat menyentuh 6 persen lebih.

    Menurutnya, kunci keberhasilan kala itu adalah bergairahnya sektor swasta, ditopang oleh pertumbuhan uang beredar (M0) yang mencapai rata-rata 17 persen, dan kredit yang naik hingga 22 persen.

    Sementara itu, di era Presiden Jokowi, pertumbuhan ekonomi berkisar di angka 5 persen dengan fokus besar pada belanja pemerintah, namun dengan pertumbuhan uang beredar yang melambat.

    Ia percaya bahwa dengan menggabungkan pendekatan dua era pemerintahan sebelumnya, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menembus angka 6 persen, bahkan lebih.

    Purbaya juga menyampaikan bahwa pemerintah tidak mungkin mengontrol seluruh pelaku ekonomi.

    Untuk mewujudkan hal tersebut, Purbaya telah membentuk tim khusus guna mengurai hambatan di berbagai kementerian/lembaga, termasuk Kementerian Keuangan, agar jalur pertumbuhan ekonomi bisa lebih terbuka.

    ***

  • Sebut Sang Suami Sombong, Ida Yulidina Istri Menkeu Purbaya Ternyata Foto Model Era 90-an

    Sebut Sang Suami Sombong, Ida Yulidina Istri Menkeu Purbaya Ternyata Foto Model Era 90-an

    GELORA.CO – Istri Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, Ida Yulidina, ternyata bukan orang sembarangan.

    Wanita yang telah membersamai puluhan tahun Purbaya, ternyata dulunya foto model era 80 hingga 90-an. Ida juga pemenang ajang Wajah Femina pada tahun 1989.

    Dari pernikahan Purbaya dan Ida, mereka dikaruniai dua orang putra, yaitu Yuda Purboyo Sunu dan Yudo Achilles Sadewa. Putranya, Yudo Achilles Sadewa, dikenal sebagai trader dan konten kreator.

    Dari postingan Facebook @Wajah Femina, terlihat wajah Ida di halaman depan atau menjadi cover majalah Femina saat itu.

    “Ida Yulidina pemenang 1 wajah Femina 1989,”jelas narasi postingan itu pada 30 Maret 2011 lalu.

    Berdasarkan LHKPN yang disampaikan kepada KPK pada 11 Maret 2025 untuk periode 2024, total harta kekayaan Purbaya Yudhi Sadewa tercatat Rp39.210.000.000 atau Rp39 miliar.

    Kehidupan Sederhana

    Ida Yulidina terpantau menerapkan gaya hidup sederhana bersama keluarganya dari postingan media sosial milik Menkeu @pyudhisadewa.

    Keseharian keluarga ini pun terbilang sederhana, dimana Purbaya pernah membagikan momen naik bajaj berdua, hingga menikmati makanan kaki lima seperti pecel lele dan mi ayam bersama anak-anak.

    Dalam beberapa unggahan di media sosial, Purbaya memperlihatkan momen kebersamaan dengan sang istri yang tampil simpel namun elegan.

    Salah satu potret yang mencuri perhatian adalah saat pasangan ini mengunjungi Pekan Raya Jakarta (PRJ) 2024.

    Keduanya tampak ikut mengantre tiket layaknya pengunjung biasa, tidak terlihat seperti sosialita.

    Istri Purbaya mengenakan blouse motif floral dipadukan celana panjang berwarna broken white, serta tas selempang berwarna merah marun.

    Ida Yulidina memilih tas koleksi Joy Gryson, label fashion asal AS yang cukup populer di Asia.

    Tas tersebut adalah seri Tribeca, yang dijual dengan harga sekitar Rp3,7 juta, dan bahkan bisa ditemukan seharga Rp700 ribuan di marketplace.

    Tidak hanya itu, Ida Yulidina juga sempat menyebut sang suami dengan sebutan ‘sombong’.

    Pasalnya, dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI pada Rabu (10/9), Purbaya mengungkapkan target ambisiusnya.

    Yakni membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level 6 hingga 7 persen, namun, niat tersebut justru sempat menuai candaan dari lingkungan terdekatnya.

    Purbaya mengatakan sang istri sendiri bilang, ‘Kamu sombong’, karena saya percaya diri dengan target 6 persen.

    Tapi Purbaya tetap yakin memiliki dasar untuk mencapai target 6 persen itu dalam jabatannya nanti.

    Purbaya merujuk pada era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat pertumbuhan ekonomi sempat menyentuh 6 persen lebih.

    Menurutnya, kunci keberhasilan kala itu adalah bergairahnya sektor swasta, ditopang oleh pertumbuhan uang beredar (M0) yang mencapai rata-rata 17 persen, dan kredit yang naik hingga 22 persen.

    Sementara itu, di era Presiden Jokowi, pertumbuhan ekonomi berkisar di angka 5 persen dengan fokus besar pada belanja pemerintah, namun dengan pertumbuhan uang beredar yang melambat.

    Ia percaya bahwa dengan menggabungkan pendekatan dua era pemerintahan sebelumnya, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menembus angka 6 persen, bahkan lebih.

    Purbaya juga menyampaikan bahwa pemerintah tidak mungkin mengontrol seluruh pelaku ekonomi.

    Untuk mewujudkan hal tersebut, Purbaya telah membentuk tim khusus guna mengurai hambatan di berbagai kementerian/lembaga, termasuk Kementerian Keuangan, agar jalur pertumbuhan ekonomi bisa lebih terbuka.

    ***

  • BNI Sambut Positif Penempatan Dana Cadangan Pemerintah Rp200 Triliun

    BNI Sambut Positif Penempatan Dana Cadangan Pemerintah Rp200 Triliun

    JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI menyambut positif rencana Pemerintah untuk menarik dana cadangan berlebih (excess reserve) sebesar Rp200 triliun dan menempatkannya di perbankan nasional.

    Adapun langkah tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang dinilai akan memberikan stimulus positif bagi perekonomian, khususnya dalam memperkuat likuiditas dan mendorong penyaluran kredit ke sektor riil.

    Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo, menyampaikan kebijakan strategis ini berpotensi menambah kapasitas likuiditas perbankan.

    Dengan demikian, ia menyampaikan perbankan dapat lebih optimal dalam menjalankan fungsi intermediasi untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor produktif yang menjadi fokus pembangunan nasional.

    “BNI menyambut baik setiap kebijakan pemerintah yang bertujuan memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional. Penempatan dana di perbankan tentu akan menambah ruang likuiditas dan menjadi stimulus positif dalam mendukung pembiayaan di sektor riil,” ujar Okki dalam keterangan tertulis, Jumat, 12 September. 

    Ia juga menegaskan BNI berkomitmen untuk menyalurkan kredit secara sehat dan produktif, sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan 

    “BNI berkomitmen untuk tetap menyalurkan kredit secara sehat dan produktif, sejalan dengan prioritas pemerintah,” tegasnya.

    Meski demikian, Okky menyampaikan efektivitas kebijakan ini tetap sangat bergantung pada perumusan teknis dan implementasi dari pihak regulator.

    Menurutnya, terdapat beberapa hal yang perlu diperjelas antara lain adalah skema penempatan, tata kelola, jangka waktu, pengelolaan risiko, serta sektor-sektor prioritas penerima dana.

    “Kebijakan penarikan dana excess reserve ini dipandang sebagai langkah tepat untuk memperkuat intermediasi perbankan dan mendukung akselerasi pemulihan ekonomi nasional. Dengan likuiditas yang lebih kuat, bank diharapkan dapat lebih agresif dalam mendanai proyek-proyek strategis yang mendorong pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengingatkan dana simpanan negara sebesar Rp200 triliun yang akan dipindahkan dari Bank Indonesia (BI) ke perbankan nasional tidak boleh digunakan untuk membeli Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) maupun Surat Berharga Negara (SBN).

    “Kita udah bicara dengan pihak bank jangan beli SRBI atau SBN,” ujarnya kepada awak media usai Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI, Kamis, 11 September. 

    Dia menekankan, penggunaannya sepenuhnya diserahkan kepada pihak bank, selama tujuannya untuk memperkuat likuiditas dalam sistem keuangan nasional.

    “(Peruntukannya) suka-suka banknya. Yang penting kan kita likuiditasnya masuk ke sistem,” tuturnya. 

    Dana tersebut berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) yang sebelumnya ditempatkan di BI. 

    Penempatan awal dana ini ditujukan untuk memperkuat basis likuiditas, termasuk mendorong peredaran uang primer (M0) di perekonomian.

    Dia menambahkan, dana ini diharapkan dapat segera disalurkan oleh bank dalam bentuk kredit atau pembiayaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

    “Kalau ditaruh di brankas, rugi dia. Misalnya enggak ditaruh di BI lagi ya, Rugi dia kan? Dia akan terpaksa menyalurkan dalam bentuk kredit,” ujarnya.

    Purbaya menjelaskan, kebijakan ini bertujuan mendorong mekanisme pasar agar berjalan dalam mendorong perekonomian. 

    “Jadi yang kita paksa adalah diberi bahan bakar supaya market mechanism berjalan sehingga mereka terpaksa menyalurkan, bukan terpaksa, yang biasanya tadi santai-santai, terpaksa berpikir lebih keras sedikit,” tegasnya.

    Ia juga memastikan akan memantau langsung perkembangan penempatan dana tersebut, yang mulai dilakukan mulai besok melalui skema penjaminan.

    “Yang jelas itu kan percobaan pertama. Taruh segitu dulu dan kita lihat dalam waktu seminggu, dua minggu, tiga minggu, seperti apa dampaknya ke ekonomi. Kalau kurang, tambah lagi,” tuturnya.

    Menurut Purbaya, hingga saat ini, total dana kas negara yang masih tersimpan di BI mencapai sekitar Rp440 triliun dan akan terus dimanfaatkan secara bertahap untuk mendukung likuiditas dan menjaga stabilitas sistem keuangan.

    “Daripada nongkrong aja. Tapi nanti kalau kurang kita bisa tambah lagi, kan uang kita tambah terus kan, masuk ada pajak segala macem masuk lagi ke sistem. Tapi yang kita jaga adalah jangan sampai kalau kita terbitin bond, kalau kita menarik pajak, sistemnya kering,” ujarnya.

  • Menkeu Purbaya Pede Target Penerimaan Pajak Rp2.076 Triliun Tercapai

    Menkeu Purbaya Pede Target Penerimaan Pajak Rp2.076 Triliun Tercapai

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meyakini outlook penerimaan pajak Rp2.076,9 triliun sepanjang tahun ini bisa tercapai, meski realisasi hingga Juli 2025 masih terkontraksi.

    Purbaya menjelaskan bahwa pemerintah telah menempatkan dana Rp200 triliun ke lima bank yaitu Mandiri (Rp55 triliun), BRI (Rp55 triliun), BNI (Rp55), BTN (Rp25 triliun), dan BSI (Rp10 triliun) untuk menjaga likuiditas sehingga menggerakkan sektor riil.

    Dia melihat bahwa perekonomian pada kuartal III/2025 memang melambat. Oleh sebab itu, penempatan dana ke sistem perbankan itu diyakini bisa menstimulus perekonomian sehingga perekonomian pada kuartal IV/2025 bisa kembali pulih.

    Sejalan itu, Purbaya meyakini penerimaan pajak akan terakselerasi. Menurutnya, percepatan pertumbuhan ekonomi akan turut membantu akselerasi penerimaan pajak.

    “Saya yakin bulan Oktober, November, Desember semuanya akan berbalik arah. Nanti semuanya akan berbalik termasuk PPnBM [Pajak Penjualan atas Barang Mewah] dan lain-lain mendekati target yang kita miliki,” ujar Purbaya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (12/9/2025).

    Di samping itu, meski target penerimaan pajak tidak tercapai, Purbaya menyatakan pemerintah masih punya sisa anggaran lebih (SAL) yang banyak dari tahun lalu yaitu sekitar Rp457,5 triliun. Oleh sebab itu, dia mengklaim pemerintah masih bisa tetap membiayai program-programnya.

    “Jadi Anda enggak usah takut, mungkin kita enggak punya uang untuk membangun. Tapi nanti kalau itu jalan, semua program ini jalan, saya yakin target-targetnya akan tercapai,” tutupnya.

    Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak melaporkan realisasi penerimaan pajak mencapai Rp990,01 triliun selama Januari—Juli 2025. Angka itu turun 5,29% dari realisasi penerimaan pajak periode yang sama tahun lalu (year on year/YoY) sebesar Rp1.045,3 triliun.

    Realisasi penerimaan pajak itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu (10/9/2025).

    Adapun realisasi Rp990 triliun itu setara 47,2% dari target total penerimaan pajak dalam APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun. Bimo pun merincikan empat sumber utama realisasi penerimaan pajak itu.

    Pertama, dari pajak penghasilan (PPh) Badan sebesar Rp174,47 triliun atau setara 47,2% dari target APBN 2025. Realisasi PPh Badan itu turun 9,1% dari periode yang sama tahun lalu.

    Kedua, dari PPh Orang Pribadi sebesar Rp14,98 triliun atau setara 98,9% dari target APBN 2025. Realisasi PPh Orang Pribadi itu naik 37,7% dari periode yang sama tahun lalu.

    Ketiga, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar Rp350,62 triliun atau setara 37,1% dari target APBN 2025. Realisasi PPN dan PPnBM itu turun 12,8% dari periode yang sama tahun lalu.

    Keempat, pajak bumi bangunan (PBB) sebesar Rp12,53 triliun. Realisasi itu naik 129,7% dari periode yang sama tahun lalu.

  • Gebrakan Perdana Menkeu Purbaya: Tarik Dana dari BI, Rombak RAPBN Sri Mulyani

    Gebrakan Perdana Menkeu Purbaya: Tarik Dana dari BI, Rombak RAPBN Sri Mulyani

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa langsung melakukan gebrakan meski belum genap sepekan menggantikan pendahulunya, Sri Mulyani Indrawati.

    Purbaya sendiri dilantik menjadi menteri keuangan pada Senin (8/9/2025). Dia mengganti Sri Mulyani Indrawati yang sudah menjabat sebagai menteri keuangan selama 14 tahun.

    Tidak butuh waktu lama, Purbaya langsung melaporkan langkah pertamanya  ke Presiden Prabowo. Dia menyampaikan ke Prabowo bahwa pemerintah mempunyai terlalu banyak kas yang terparkir di Bank Indonesia (BI) yaitu mencapai Rp400 triliun lebih.

    Oleh sebab itu, dia ingin menarik Rp200 triliun dana tersebut untuk ditempatkan ke sistem perbankan. Dengan demikian, likuiditas bank terjaga dan diharapkan bisa mendorong sektor riil.

    “Kalau itu masuk ke sistem, saya nanti sudah minta ke bank sentral jangan diserap uangnya. Biar aja kalian [BI] dengan menjalankan kebijakan moneter, kami dari sisi fiskal yang menjalankan sedikit, tapi nanti mereka juga akan mendukung. Artinya ekonomi akan bisa hidup lagi,” ungkap Purbaya dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Rabu (10/9/2025).

    Pada Jumat (12/9/2025), Purbaya resmi menandatangani Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 276/2025 yang mengatur penempatan dana Rp200 triliun pemerintah ke lima bank yaitu Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI).

    Perinciannya, Bank Mandiri menerima Rp55 triliun, BNI menerima Rp55 triliun, BRI menerima Rp55 triliun, BTN menerima Rp25 triliun, dan BSI menerima Rp10 triliun.

    Purbaya meyakini gebrakan awalnya ini akan berdampak baik perekonomian di tengah perlambatan ekonomi pada kuartal III/2025. Oleh sebab itu, penempatan dana ke sistem perbankan itu diyakini bisa menstimulus perekonomian sehingga bisa kembali pulih pada kuartal IV/2025

    “Saya yakin bulan Oktober, November, Desember semuanya akan berbalik arah,” ujar Purbaya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (12/9/2025).

    Tak sampai situ, Purbaya juga siap merombak RAPBN 2026 yang disusun oleh pendahulunya Sri Mulyani. Dia mengungkapkan siap meningkatkan anggaran transfer ke daerah (TKD) pada tahun depan.

    Sebelumnya, Sri Mulyani mendesain anggaran TKD turun 24,8% dari Rp864,1 triliun (outlook APBN 2025) menjadi Rp650 triliun (RAPBN 2026). Kendati demikian, Purbaya melihat banyak daerah menolak pemangkasan alokasi APBN untuk anggaran pemerintah daerah itu.

    Sejalan dengan itu, eks Kepala DK LPS itu mengakui pemotongan anggaran TKD turut menyebabkan sejumlah daerah menaikkan Pajak Bumi Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2).

    “Kita menyadari hal itu, dengan izin Pak Misbakhun [Ketua Komisi XI DPR], ngomong sedikit izin ya Pak ya, mungkin akan memberi pelonggaran sedikit kepada transfer ke daerah,” ungkapnya saat memberikan keynote speech pada acara Great Lecture Transformasi Ekonomi Nasional: Pertumbuhan yang Inklusif Menuju 8% di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

    Dia mengaku belum menentukan besaran kenaikan anggaran TKD yang tadi disampaikannya. Hanya saja, dia memastikan anggaran itu akan ditingkatkan. 

    Pada kesempatan terpisah, yakni usai rapat di Komisi XI DPR pada hari yang sama, Purbaya menyebut akan mengumumkan detail kenaikan anggaran TKD itu usai disetujui di Badan Anggaran (Banggar) DPR. Dia juga tak menampik bahwa postur dan asumsi RAPBN 2026 bisa berubah, salah satunya target defisit. 

    “Nanti kalau diketuk Banggar baru kita umumin. Ada perubahan sedikit pasti,” ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. 

    Akibatnya kenaikan anggaran TKD itu, dia tidak menampik bahwa kemungkinan besar ada perombakan dalam RAPBN 2026 yang salah satunya terkait defisit anggaran.

    Sebelumnya, Sri Mulyani mendesain defisit RAPBN 2026 sebesar 2,48% dari produk domestik bruto. Kendati demikian, Purbaya menyatakan angka itu belum final.

    “Bisa berubah [desifit 2,48%], bisa naik, bisa turun,” ungkapnya.

  • DPR Soroti Tunjangan Biaya Hidup Beasiswa LPDP yang Tidak Cukup

    DPR Soroti Tunjangan Biaya Hidup Beasiswa LPDP yang Tidak Cukup

    Jakarta, CNBC Indonesia – Anggota DPR RI Komisi XI menyoroti kecukupan dana penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) terutama bagi mahasiswa yang melanjutkan studi ke kawasan Eropa.

    Bahkan, hal ini sempat membuat banyak penerima ditolak masuk di kampus-kampus top di Belanda. Living allowance atau tunjangan biaya hidup LPDP dinilai kurang dari standar hidup di Belanda dan sekitar.

    Anggota Komisi XI Fraksi NasDem, Charles Meikansyah menjelaskan bahwa terdapat banyak keraguan di publik terhadap LPDP. Pasalnya, nilai beasiswa yang diberikan tidak mencukupi untuk biaya hidup penerima.

    “Nah ini saya terima laporannya dari teman-teman yang mau studi di Belanda dan beberapa negara Eropa lainnya pak, termasuk juga Inggris. Nah ini ada apa sebenarnya pak? Berapa sebenarnya beasiswa yang mereka terima? Apakah itu mencukupi?,” tanya Charles kepada Plt. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Kementerian Keuangan, Sudarto dalam Rapat Kerja di Gedung DPR RI, Kamis (11/9/2025).

    Menurut Charles, biaya yang diberikan untuk para penerima beasiswa harus mencukupi tidak hanya untuk biaya kuliah, namun juga biaya hidup dan untuk berinvestasi serta menabung. Dirinya pun menekankan, isu tersebut penting untuk segera diperbaiki mengingat komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk menyekolahkan putra-putri bangsa.

    “Ini sangat penting menurut saya pak. Ini sekaligus menjawab keinginan Presiden kita, Presiden Prabowo yang menyatakan akan menyekolahkan putra-putri terbaik bangsa ini ke seluruh sekolah-sekolah terbaik yang ada di dunia,” ujarnya.

    Dirinya pun menyoroti beasiswa LPDP yang masih belum merata. Menurutnya, terdapat kelompok-kelompok dari golongan mampu secara finansial maupun akses yang memperoleh beasiswa. Sementara itu, calon mahasiswa dari wilayah dengan keterbatasan akses seperti yang berada di Indonesia Timur masih kesulitan.

    “Beasiswa LPDP ini sekali lagi ditunjukkan namanya juga beasiswa pak. Tapi kita tahu sekali pak, banyak kemudian beasiswa ini diberikan kepada sebenarnya golongan-golongan yang sebenarnya mampu pak. Mampu secara kekuasaan, mampu secara keuangan, dan mampu secara akses untuk sekolah baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” ujarnya.

    Sepanjang Januari hingga Agustus 2025, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan telah menggelontorkan dana sebesar Rp 6.171 triliun.

    Plt. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Kementerian Keuangan, Sudarto mengungkapkan saldo dana abadi pendidikan tercatat mencapai Rp 154,11 triliun dengan aset kelolaan atau asset under management (AUM) sebagian besar ditempatkan di instrumen obligasi negara.

    Selain itu, penempatan juga dilakukan pada obligasi korporasi, deposito, dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

    “Kami selalu menjaga tingkat keberlanjutan pemenuhan kebutuhan dan mitigasi risiko,” ujar Sudarto dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (11/9/2025).

    Dari hasil pengelolaan investasi tersebut, LPDP mencatat tingkat imbal hasil (yield) hingga 7,11% lebih tinggi dari target yang telah ditetapkan sebelumnya. Tercatat realisasi pendapatan LPDP pada tahun 2025 mencapai Rp 6.171 triliun.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Menkeu Purbaya Pede Kredit Tumbuh usai Bank Diguyur Rp200 Triliun

    Menkeu Purbaya Pede Kredit Tumbuh usai Bank Diguyur Rp200 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa meyakini kredit akan tumbuh lebih cepat usai dana pemerintah sebesar Rp200 triliun disalurkan ke perbankan.

    Purbaya menjelaskan bahwa dalam perbankan ada cost of capital atau biaya yang harus ditanggung bank untuk memperoleh dana yang kemudian disalurkan dalam bentuk kredit atau investasi. Menurutnya, jika bank hanya menaruh dana dari pemerintah di ‘brankas’, maka bank akan rugi.

    “Dia [bank] akan terpaksa menyalurkan dalam bentuk kredit. Jadi yang kita paksa adalah diberi bahan bakar supaya market mechanism [mekanisme pasar] berjalan, sehingga mereka [bank] terpaksa menyalurkan,” kata Purbaya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (11/92/2025).

    Dia meyakini bank sudah paham betul mencari ‘proyek-proyek’ yang bagus untuk menyalurkan dana supaya tidak mengalami negative carry (biaya pendanaan lebih tinggi daripada hasil yang diperoleh dari instrumen yang dibiayai) dan negative spread (selisih antara bunga pinjaman (dengan bunga dana negatif).

    Apalagi, menurutnya, Indonesia sudah memiliki pengalaman yang menunjukkan jika dana pemerintah disalurkan ke sistem perbankan maka kredit akan tumbuh lebih cepat.

    Sebelumnya, Purbaya memang menjelaskan bahwa dirinya sempat merekomendasikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyalurkan dana ke sistem perbankan ketika Indonesia hadapi pandemi Covid-19.

    Menurutnya, saat ini ekonomi Indonesia terancam hadapi krisis kembali karena peredaran base money sempat -15,3% pada Maret 2020. Dia mengaku saat itu Jokowi merespons rekomendasinya dengan Bank Indonesia (BI) menyalurkan Rp300 triliun ke sistem perbankan pada Mei 2021.

    “Laju pertumbuhan uang naik lagi dari minus ke double digit 11, terus dijaga oleh Bank Sentral juga di atas 20%. Itu yang menyelamatkan ekonomi kita,” jelasnya dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Rabu (10/9/2025).

    Lebih lanjut, Purbaya mengungkapkan akan ada enam bank yang akan menerima dana pemerintah Rp200 triliun mulai Jumat (12/9/2025). Keenam bank itu adalah empat bank BUMN atau yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yaitu Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN).

    Sementara itu, dua sisanya adalah bank syariah yaitu Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Bank Syariah Nasional (BSN).

    Akan tetapi, Purbaya belum mau membeberkan besaran yang diterima masing-masing bank tersebut. Dia meminta setiap pihak bersabar.

    “Nanti, nanti [besaran] kita atur,” ujar Purbaya.

    Di samping itu, dia meyakini dana pemerintah Rp200 triliun yang akan ditarik dari rekening BI akan segera bisa disalurkan Jumat (12/9/2025). Menurutnya, penyaluran tersebut tidak memerlukan banyak mekanisme.

    “Harusnya cepat. Malam ini [11/9/2025] saya tanda tangan, besok udah masuk ke bank-bank itu,” ungkapnya.

    Purbaya menjelaskan upaya pemerintah menempatkan dana ke sistem perbankan untuk menjaga likuiditas sehingga bisa menggerakkan sektor riil. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi bisa terakselerasi.

  • 2 Hari Jabat Menteri Jadi Orang Paling Viral

    2 Hari Jabat Menteri Jadi Orang Paling Viral

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menghadiri rapat kerja perdana dengan Komisi XI DPR RI hari ini. Anggota Komisi XI DPR, Harris Turino, menyambut Purbaya dalam rapat perdana tersebut.

    Harris menyebut Purbaya sebagai sosok yang paling viral di Indonesia setelah dilantik sebagai Menteri Keuangan.

  • Pernyataan Deputi Gubernur BI Filianingsih Usai Diperiksa KPK soal Korupsi CSR

    Pernyataan Deputi Gubernur BI Filianingsih Usai Diperiksa KPK soal Korupsi CSR

    Bisnis.com, JAKARTA — Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Filianingsih Hendarta telah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi terkait kasus dugaan Korupsi CSR BI-OJK.

    Berdasarkan pantauan Bisnis, dia diperiksa sekitar 6 jam dari pukul 13.42 WIB hingga 20.00 WIB di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (11/9/2025), dengan dikawal oleh beberapa penjaga dari Bank Indonesia. 

    Usai pemeriksaan, dia mengaku ditanya terkait tugas Bank Indonesia dan Dewan Gubernur [DG] Bank Indonesia. 

    “Tugas BI, tugas-tugas Dewan Gubernur,” kata Filianingsih saat ditanya wartawan.

    Dia menjelaskan kedatangan dirinya adalah bentuk komitmen Bank Indonesia dalam memberikan keterangan dan membantu penyidikan perkara yang ditangani KPK.

    Dia menambahkan program CSR dapat dilakukan oleh perusahaan yang tidak hanya fokus pada keuntungan finansial.

    “Jadi kalau namanya corporate social responsibility, itu kan bagaimana kita itu berbagi gitu, untuk membantu misalnya kepedulian sosial, lalu juga beasiswa, lalu juga pemberdayaan masyarakat gitu ya. Jadi gak mesti harus perusahaan yang profit oriented gitu ya. Jadi namanya berbagi gitu,” jelasnya.

    Sebelumnya, Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan pemeriksaan tersebut merupakan upaya penyidik untuk mengetahui bagaimana proses kong kalikong penyaluran dana Program Bantuan Sosial Bank Indonesia (PBSBI) ke yayasan milik Satori (S) dan Heri Gunawan (HG) yang merupakan tersangka atas kasus tersebut. 

    “Nah itu. Kita menyusurinya dari itu. Kita menyusuri pertanyaan besarnya adalah mengapa sampai PBSBI itu diberikan kepada anggota-anggota Komisi 11 ini. Dalam hal ini Pak S dengan Pak HG dan yang lainnya. Kenapa diberikan seperti itu? Apa alasannya? Itu yang akan kita gali dari yang bersangkutan,” jelasnya, Rabu (10/9/2025).

    Diketahui, Satori dan Heri Gunawan merupakan anggota Komisi XI periode 2019-2024. Yayasan yang dimiliki keduanya menang tender sehingga mendapatkan suntikan dana program sosial dari. 

    Selain itu, mereka juga mendapatkan dana CSR dari OJK karena pada mulanya BI dan OJK memiliki program bantuan sosial yang kemudian dibahas bersama Komisi XI. KPK mendeteksi adanya dugaan penyelewengan dana PBSBI dan OJK.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Asep menyampaikan Heri Gunawan diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya, Kamis (7/8/2025).

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain.

    Sama seperti Heri Gunawan, Satori menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.

    Satori melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

    Atas perbuatannya, tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo.

    Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • Purbaya Bakal Naikkan Anggaran TKD, Efisiensi Batal?

    Purbaya Bakal Naikkan Anggaran TKD, Efisiensi Batal?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengklaim telah menyepakati dengan Komisi XI DPR untuk meningkatkan anggaran Transfer ke Daerah (TKD).

    Sebagaimana diketahui, anggaran TKD pada RAPBN 2026 dipangkas ke Rp650 triliun dari sebelumnya outlook APBN 2025 tercatat sebesar Rp864 triliun.

    Purbaya menyebut beberapa kebijakan yang akan dikeluarkannya dalam jangka pendek di antaranya adalah meningkatkan kembali anggaran TKD. Hal itu berkaca dari respons daerah yang ramai menolak pemangkasan alokasi APBN untuk anggaran pemda.

    Menkeu yang baru dilantik awal pekan ini oleh Presiden Prabowo Subianto itu mengakui, pemotongan anggaran TKD itu turut menyebabkan sejumlah daerah menaikkan Pajak Bumi Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2).

    “Karena anggarannya terlalu terpotong banyak, sehingga mereka menaikkan PBB jadi enggak kira-kira. Kita menyadari hal itu, saya dengan Pak Misbakhun [Ketua Komisi XI DPR] dengan izin Pak Misbakhun, ngomong sedikit izin ya Pak ya, mungkin akan memberi pelonggaran sedikit kepada transfer ke daerah,” ungkapnya saat memberikan keynote speech pada acara Great Lecture Transfromasi Ekonomi Nasional: Pertumbuhan yang Inklusif Menuju 8% di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

    Tujuan Purbaya untuk meningkatkan kembali TKD adalah untuk mengendalikan keresahan pemda. Dia berharap dengan anggaran TKD yang ditingkatkan nantinya pemda bisa membangun ekonomi daerah dengan tenang. Menurutnya, hal itu mendapatkan dukungan dari Komisi Keuangan DPR.

    Usai acara, Purbaya mengaku belum menentukan besaran kenaikan anggaran TKD yang tadi disampaikannya. Namun, dia memastikan anggaran itu akan ditingkatkan.

    “Ya akan ditingkatkan. Didiskusikan dengan Komisi XI. Belum ada [angka kenaikannya],” terang pria yang pernah menjabat di Kantor Staf Presiden (KSP) itu.

    Sebelumnya, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Askolani menyebut pihaknya akan menerima masukan dari fraksi-fraksi di DPR yang banyak menyoroti soal pemangkasan TKD.

    “Belum tahu [akan ada perubahan atau tidak]. Tentunya masukan itu nanti masuk ke pemerintah, nanti update-nya ditunggu saja,” katanya, Kamis (10/9/2025).

    Pada rapat perdana Kemenkeu dan Komisi XI DPR yang dihadiri Menkeu Purbaya, sejumlah anggota DPR mengeluhkan keputusan memotong anggaran TKD itu.

    Misalnya, anggota Komisi XI DPR Fraksi Glokar, Melchias Marcus Mekeng menilai pemotongan itu bisa memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.

    “Nah kalau ini dipotong, ya pasti dampaknya akan besar. Akan susah untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.