Kementrian Lembaga: Komisi XI DPR RI

  • Baleg DPR setujui 67 RUU untuk masuk Prolegnas Prioritas 2026

    Baleg DPR setujui 67 RUU untuk masuk Prolegnas Prioritas 2026

    Jakarta (ANTARA) – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui sebanyak 67 Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas untuk dibahas tahun 2026.

    Puluhan RUU itu disetujui setelah Baleg DPR RI menggelar rapat penyusunan RUU Prioritas 2026 bersama Kementerian Hukum dan DPD RI. Sejumlah RUU prioritas untuk 2026 itu pun merupakan luncuran dari prioritas 2025 untuk mengantisipasi jika pembahasannya belum selesai.

    “Semuanya diluncurkan, nanti khawatirnya kan ini kan percepat gitu lho. Takutnya nanti belum selesai, atau apa semuanya begitu. Diluncurkan juga 2026,” kata Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Sementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR RI Sturman Panjaitan mengatakan bahwa salah satu RUU penting yang dimasukkan ke dalam Prolegnas adalah RUU Perampasan Aset hingga RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga.

    “Kami berharap pemerintah juga berharap kita segera berkolaborasi untuk menyelesaikan. Pemerintah menginginkan agar segera diselesaikan,” kata dia.

    Berikut daftar RUU Prolegnas Prioritas 2026 berserta lembaga yang mengusulkan:

    1. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (Komisi I DPR)

    2. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Komisi II DPR)

    3. RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Komisi II DPR)

    4. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Komisi III DPR)

    5. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia (Komisi III DPR)

    6. RUU tentang Perampasan Aset terkait dengan Tindak Pidana (Komisi III DPR)

    7. RUU tentang Jabatan Hakim (Komisi III DPR)

    8. RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Komisi IV DPR)

    9. RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 41 Tahun 1991 tentang Kehutanan (Komisi IV DPR)

    10. RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Komisi V DPR)

    11. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Komisi VI DPR)

    12. RUU tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Komisi VI DPR)

    13. RUU tentang Kawasan Industri (Komisi VII DPR)

    14. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (Komisi VIII DPR)

    15. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Komisi VIII DPR)

    16. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Komisi IX DPR)

    17. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Komisi X DPR)

    18. RUU tentang Keuangan Negara (Komisi XI DPR)

    19. RUU tentang Energi Baru Terbarukan (Komisi XII DPR)

    20. RUU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Komisi XIII DPR)

    21. RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Baleg DPR)

    22. RUU tentang Komoditas Strategis (Baleg DPR)

    23. RUU tentang Pertekstilan (Baleg DPR)

    24. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Baleg DPR)

    25. RUU tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (Baleg DPR)

    26. RUU tentang Pelindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional (Baleg DPR)

    27. RUU tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) (Baleg DPR)

    28. RUU tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Baleg DPR)

    29. RUU tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (Baleg DPR)

    30. RUU tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (DPD)

    31. RUU tentang Badan Usaha Milik Daerah (Baleg DPR)

    32. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (Baleg DPR)

    34. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (Baleg DPR)

    35. RUU tentang Transportasi Online (Baleg DPR)

    36. RUU tentang Patriot Bond / RUU tentang Surat Berharga (Baleg DPR)

    37. RUU tentang Daya Anagata Nusantara (Danantara) (Baleg DPR)

    38. RUU tentang Pekerja Lepas/RUU tentang Pekerja Platform Indonesia/RUU tentang Perlindungan Pekerja Ekonomi GIG (Baleg DPR)

    39. RUU tentang Pelelangan Aset (Baleg DPR)

    40. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka (Baleg DPR)

    41. RUU tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Hewan (Baleg DPR)

    42. RUU tentang Pengelolaan Perubahan Iklim (DPR/DPD)

    43. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (DPR/anggota)

    44. RUU tentang Masyarakat Hukum Adat (DPR/DPD)

    45. RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (DPR/DPD)

    46. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan (DPR/anggota)

    47. RUU tentang Komoditas Khas (DPR/anggota)

    48. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (DPR/anggota)

    49. RUU tentang Bank Makanan (DPR/anggota)

    50. RUU tentang Hukum Acara Perdata (Pemerintah)

    51. RUU tentang Narkotika dan Psikotropika (Pemerintah)

    52. RUU tentang Hukum Perdata Internasional (Pemerintah)

    53. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (Pemerintah)

    54. RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (Pemerintah)

    55. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Pemerintah)

    56. RUU tentang Pengadaan Barang dan Jasa Publik (Pemerintah)

    57. RUU tentang Pelaksanaan Pidana Mati (RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati) (Pemerintah)

    58. RUU tentang Penyesuaian Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah) (Pemerintah)

    59. RUU tentang Pemindahan Narapidana Antarnegara (Pemerintah)

    60. RUU tentang Jaminan Benda Bergerak (Pemerintah)

    61. RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Pemerintah)

    62. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Pemerintah)

    63. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan (Pemerintah)

    64. RUU tentang Badan Usaha (Pemerintah)

    65. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Pemerintah)

    66. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Pemerintah)

    67. RUU tentang Bahasa Daerah (DPD).

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Video DPR Kritik Suntikan Dana Rp 200 T: Jadi Beban Bank

    Video DPR Kritik Suntikan Dana Rp 200 T: Jadi Beban Bank

    Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit menilai penempatan dana pemerintah senilai Rp 200 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) hanya menjadi beban bagi perbankan. Pasalnya kredit nganggur saja mencapai Rp 2.304 triliun per Juni 2025.

  • Muncul Wacana Cukai Rokok Turun, Pengusaha Semringah – Page 3

    Muncul Wacana Cukai Rokok Turun, Pengusaha Semringah – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa akan mendalami dugaan permainan dan pemalsuan cukai rokok. Dia mendapatkan laporan bahwa adanya permasalahan dalam cukai rokok.

    “Nanti saya lihat lagi, saya belum menganalisis dengan dalam seperti apa sih cukai rokok itu, katanya ada yang main-main, di mana main-mainnya?” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9/2025).

    Di mengaku masih menghitung berapa pendapatan yang didapat negara apabila berhasil memberantas cukai-cukai palsu. Purbaya menuturkan pihaknya masih melakukan analisis di lapangan sebelum memberantas persoalan cukai rokok.

    “Kalau misalnya saya beresin, saya bisa hilangkan cukai-cukai palsu berapa pendapatan saya? Dari situ nanti saya bergerak. Kalau mau diturunkan seperti apa. Tergantung hasil studi dan analisis yang saya dapatkan dari lapangan,” jelas Purbaya.

    Untuk diketahui, dalam rapat kerja Kemenkeu bersama Komisi XI DPR RI pada 10 September 2025 dibahas intensifikasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) dalam APBN 2026.

    Dalam rapat, Anggota Komisi XI DPR Harris Turino menyoroti kabar kesulitan yang dialami pabrik rokok besar seperti Gudang Garam serta nasib para pegawainya.

    Ia mengingatkan bahwa kenaikan cukai rokok yang terlalu agresif berpotensi makin menekan industri, terutama segmen Sigaret Kretek Mesin (SKM), dan mengusulkan pemerintah fokus memperkuat pengawasan rokok ilegal sebagai alternatif peningkatan penerimaan tanpa menaikkan tarif.

  • ​NasDem Harap Dana Rp200 Triliun Diprioritaskan untuk Kredit UMKM

    ​NasDem Harap Dana Rp200 Triliun Diprioritaskan untuk Kredit UMKM

    Jakarta: Pemerintah menyalurkan dana sebesar Rp200 triliun ke beberapa bank himpunan bank negara (Himbara). Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro, berharap penyaluran dana tersebut tidak hanya ditujukan untuk kredit korporasi, namun juga untuk UMKM.

    “Kami berharap bank dengan DPK (Dana Pihak Ketiga) atau likuiditas dari pemerintah Rp200 triliun itu, penyalurannya tidak hanya untuk korporasi, tapi ada juga untuk UMKM,” kata Fauzi dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan OJK, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu 17 September 2025.

    Fauzi menilai, penyaluran kredit ke UMKM dapat menggenjot perekonomian di tengah situasi yang lesu. Hal tersebut juga agar target pertumbuhan ekonomi 2026 dapat tercapai. 

    “Kalau ini tidak digenjot maka pertumbuhan ekonomi yang target di tahun 2026 sebesar 5,4% itu, akan pesimis kita untuk mencapai itu,” ujarya.

    Fauzi meminta OJK menyiapkan regulasi dan skema pperbankan dalam menyalurkan kredit ke UMKM, terutama untuk DPK Rp200 triliun darinpemerintah.

    “Kesiapan perbankan untuk penyalurannya ke korporasi berapa, apa korporasinya. Kita ingin tidak hanya pada korporasi, tapi dengan POJK yang sudah dikeluarkan oleh OJK, kemudian akses pembiayaan itu akan menjadi korelasi yang bagus, bila likuiditas kreditnya itu disalurkan kepada UMKM,” ujar Fauzi.
     

    Jika porsi penyaluran kredit bagi korporasi dan UMKM dapat terjaga, Fauzi meyakini target pertumbuhan ekonomi nasional pada 2026 akan dapat terwujud. 

    “Kita mengingatkan supaya kredit likuiditas perbankan, yang dikasih ke perbankan-perbankan himbara, ini bisa betul-betul menopang, pertama untuk UMKM, kedua untuk korporasi,” tukas Fauzi.

    Jakarta: Pemerintah menyalurkan dana sebesar Rp200 triliun ke beberapa bank himpunan bank negara (Himbara). Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro, berharap penyaluran dana tersebut tidak hanya ditujukan untuk kredit korporasi, namun juga untuk UMKM.
     
    “Kami berharap bank dengan DPK (Dana Pihak Ketiga) atau likuiditas dari pemerintah Rp200 triliun itu, penyalurannya tidak hanya untuk korporasi, tapi ada juga untuk UMKM,” kata Fauzi dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan OJK, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu 17 September 2025.
     
    Fauzi menilai, penyaluran kredit ke UMKM dapat menggenjot perekonomian di tengah situasi yang lesu. Hal tersebut juga agar target pertumbuhan ekonomi 2026 dapat tercapai. 

    “Kalau ini tidak digenjot maka pertumbuhan ekonomi yang target di tahun 2026 sebesar 5,4% itu, akan pesimis kita untuk mencapai itu,” ujarya.
     
    Fauzi meminta OJK menyiapkan regulasi dan skema pperbankan dalam menyalurkan kredit ke UMKM, terutama untuk DPK Rp200 triliun darinpemerintah.
     
    “Kesiapan perbankan untuk penyalurannya ke korporasi berapa, apa korporasinya. Kita ingin tidak hanya pada korporasi, tapi dengan POJK yang sudah dikeluarkan oleh OJK, kemudian akses pembiayaan itu akan menjadi korelasi yang bagus, bila likuiditas kreditnya itu disalurkan kepada UMKM,” ujar Fauzi.
     

     
    Jika porsi penyaluran kredit bagi korporasi dan UMKM dapat terjaga, Fauzi meyakini target pertumbuhan ekonomi nasional pada 2026 akan dapat terwujud. 
     
    “Kita mengingatkan supaya kredit likuiditas perbankan, yang dikasih ke perbankan-perbankan himbara, ini bisa betul-betul menopang, pertama untuk UMKM, kedua untuk korporasi,” tukas Fauzi.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Purbaya Ultimatum Tarik Anggaran Kementerian yang Belum Terserap sampai Akhir Oktober

    Purbaya Ultimatum Tarik Anggaran Kementerian yang Belum Terserap sampai Akhir Oktober

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut akan segera memantau langsung penyerapan anggaran kementerian yang lambat jelang akhir 2025. Dia membuka peluang untuk menarik kembali anggaran itu apabila tidak dibelanjakan sampai akhir Oktober 2025. 

    Purbaya menyebut telah menyampaikan ke Presiden Prabowo Subianto mengenai rencana tersebut. Dia menyebut akan membantu kementerian-kementerian besar yang belum optimal membelanjakan anggarannya. 

    “Kita akan coba lihat, kita akan bantu. Saya akan kasih waktu sampai akhir bulan Oktober. Kalau mereka berpikir kita enggak bisa belanja sampai akhir tahun, kita ambil uangnya,” terangnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/9/2025). 

    Purbaya menyebut tidak ingin ada uang yang menganggur. Oleh sebab itu, anggaran yang tidak dibelanjakan secara optimal oleh kementerian/lembaga bisa disebarkan ke program-program lain yang bisa langsung diterima masyarakat. 

    Hal ini sebenarnya sudah diungkap oleh Purbaya beberapa kali. Pemantauan terhadap penyerapan anggaran pemerintah yang masih belum optimal menjadi salah satu agendanya dalam waktu dekat. Beberapa hari lalu, dia menyebut ada beberapa kementerian baru yang dinilainya masih belum bisa mengakselerasi belanja.

    Oleh sebab itu, Purbaya menyebut dalam jangka pendek akan membentuk tim di kementeriannya untuk memonitor langsung penyerapan anggaran kementerian/lembaga. Bahkan, beberapa orang disebut akan diperbantukan ke kementerian/lembaga yang ditemukan lambat menyerap anggaran.

    Saat menghadiri rapat perdana di DPR, Rabu (10/9/2025), Purbaya menyebut penyerapan anggaran yang diakuinya masih lambat adalah Badan Gizi Nasional (BGN) yang merupakan pelaksana program Makan Bergizi Gratis. Dia lalu tidak menutup kemungkinan bakal langsung mendatangi kementerian/lembaga tersebut.

    “Nanti secara reguler, kementerian yang lambat saya akan datangin dan meeting sama mereka dan jumpa pers di depan teman-teman semua kenapa lambat. Supaya semuanya bergerak lebih cepat,” terangnya saat menghadiri rapat lanjutan di Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

    Kemudian, Jumat (12/9/2025), Purbaya menyebut akan membentuk tim dengan Menko Perekonomian dan Menteri Investasi untuk memastikan penyerapan anggaran program-program prioritas.

    Selain memantau penyerapan anggaran kementerian/lembaga, gebrakan Purbaya yakni menebark likuiditas Rp200 triliun ke himbara hingga berencana menaikkan anggaran TKD pada RAPBN 2026.

  • Menkeu Purbaya Ancam Tarik Anggaran Kementerian yang Tak Bisa Belanja – Page 3

    Menkeu Purbaya Ancam Tarik Anggaran Kementerian yang Tak Bisa Belanja – Page 3

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa akan mendalami dugaan permainan dan pemalsuan cukai rokok. Dia mendapatkan laporan bahwa adanya permasalahan dalam cukai rokok.

    “Nanti saya lihat lagi, saya belum menganalisis dengan dalam seperti apa sih cukai rokok itu, katanya ada yang main-main, di mana main-mainnya?” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9/2025).

    Di mengaku masih menghitung berapa pendapatan yang didapat negara apabila berhasil memberantas cukai-cukai palsu. Purbaya menuturkan pihaknya masih melakukan analisis di lapangan sebelum memberantas persoalan cukai rokok.

    “Kalau misalnya saya beresin, saya bisa hilangkan cukai-cukai palsu berapa pendapatan saya? Dari situ nanti saya bergerak. Kalau mau diturunkan seperti apa. Tergantung hasil studi dan analisis yang saya dapatkan dari lapangan,” jelas Purbaya.

    Untuk diketahui, dalam rapat kerja Kemenkeu bersama Komisi XI DPR RI pada 10 September 2025 dibahas intensifikasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) dalam APBN 2026.

    Dalam rapat, Anggota Komisi XI DPR Harris Turino menyoroti kabar kesulitan yang dialami pabrik rokok besar seperti Gudang Garam serta nasib para pegawainya.

    Ia mengingatkan bahwa kenaikan cukai rokok yang terlalu agresif berpotensi makin menekan industri, terutama segmen Sigaret Kretek Mesin (SKM), dan mengusulkan pemerintah fokus memperkuat pengawasan rokok ilegal sebagai alternatif peningkatan penerimaan tanpa menaikkan tarif.

  • DPR apresiasi langkah pemerintah rilis delapan stimulus ekonomi

    DPR apresiasi langkah pemerintah rilis delapan stimulus ekonomi

    Keberhasilan paket ini bukan sekadar soal realisasi anggaran, tapi sejauh mana dampaknya benar-benar dirasakan rakyat. Di sinilah peran pengawasan menjadi krusial

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengapresiasi langkah pemerintah yang merilis delapan stimulus ekonomi baru (15/9).

    “Stimulus ini hadir di momentum yang tepat. Masyarakat kita membutuhkan dorongan daya beli, sementara dunia usaha juga perlu dukungan agar bisa bertahan dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah sudah on the track ” kata Misbakhun dalam keterangannya yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.

    Dia menekankan delapan program akselerasi ini harus afektif dalam mendorong sektor produktif, menjaga daya beli masyarakat, dan memperluas kesempatan kerja.

    Jika delapan program ini berjalan lancar, dia meyakini efek langsung program akan sangat menentukan stabilitas ekonomi nasional.

    Namun demikian, Misbakhun juga mengingatkan pentingnya pengawasan dan konsistensi implementasi.

    Menurutnya, tanpa eksekusi yang baik di lapangan oleh seluruh pihak, program ini hanya akan bagus di atas kertas saja. Karenanya, dia memastikan DPR akan terus mengawasi agar pemerintah dapat melaksanakan program ini dengan maksimal.

    “Komisi XI DPR RI akan mengawal ketat agar setiap program berjalan efektif. Keberhasilan paket ini bukan sekadar soal realisasi anggaran, tapi sejauh mana dampaknya benar-benar dirasakan rakyat. Di sinilah peran pengawasan menjadi krusial,” tegasnya.

    Komisi XI, lanjutnya, juga siap bekerja sama dengan untuk memastikan stimulus ini benar-benar menjadi pendorong pemulihan ekonomi nasional dan memberi rasa keadilan sosial bagi rakyat.

    Sebelumnya, pemerintah secara resmi mengumumkan delapan paket stimulus ekonomi baru yang mencakup program magang bagi fresh graduate maksimal 1 tahun, perluasan PPh 21 DTP untuk pekerja pariwisata, bantuan pangan bagi 18,3 juta keluarga, serta diskon iuran JKK–JKM bagi pekerja transportasi online, sopir, kurir, dan logistik.

    Selain itu, tersedia pula Layanan Tambahan Perumahan BPJS Ketenagakerjaan guna mendukung akses hunian yang lebih layak.

    Stimulus ini juga diperkuat dengan padat karya tunai melalui Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR, deregulasi PP 28/2025 untuk mempercepat investasi, serta program perkotaan di DKI Jakarta sebagai proyek percontohan.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Tersangka Kasus Korupsi CSR BI-OJK Heri Gunawan dan Satori Kembali Dipanggil KPK

    Tersangka Kasus Korupsi CSR BI-OJK Heri Gunawan dan Satori Kembali Dipanggil KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Heri Gunawan dan Satori, tersangka kasus dugaan korupsi CSR BI di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

    Sebelumnya mereka dipanggil pada Senin, 1 September 2025. Selain itu, pada hari ini Senin, (15/9/2025) KPK juga memanggil Dolfie Onthniel Frederic Palit, Anggota DPR-RI Komisi XI.

    “KPK menjadwalkan pemeriksaan pihak-pihak terkait dan saksi dalam dugaan TPK terkait program sosial atau CSR di Bank Indonesia dan OJK,” jelas Budi dalam keterangan tertulis, Senin (15/9/2025).

    Budi menuturkan belum dapat merincikan secara detail materi yang ditanyakan kepada mereka. Materi baru dapat dijelaskan usai mereka menjalani pemeriksaan.

    Heri Gunawan dan Satori merupakan Anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2023. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyelewengkan dana program bantuan sosial yang diselenggarakan BI dan OJK.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan KPK, Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan Heri Gunawan diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, diantaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya, Kamis (7/8/2025).

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain.

    Sama seperti Heri Gunawan, Satori menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.

    Adapun, Satori melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

    Atas perbuatannya, tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo.

    Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • Kasus CSR BI-OJK, Dua Tersangka Belum Ditahan KPK, Ini Alasannya

    Kasus CSR BI-OJK, Dua Tersangka Belum Ditahan KPK, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Satori dan Heri Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi program Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Keduanya juga diperiksa sebanyak dua kali oleh penyidik KPK. Namun Satori [ST]-Heri Gunawan [HG] belum ditahan lembaga antirasuah tersebut. Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, alasan belum ditahannya kedua tersangka itu karena penyidik masih mendalami informasi.

    “Jadi memang pemanggilan hari ini masih dibutuhkan untuk dilakukan pemeriksaan masih dibutuhkan juga keterangan-keterangan dari yang bersangkutan sebagai tersangka dalam perkara ini sehingga untuk melengkapi dalam proses penyidikan ini,” kata Budi kepada wartawan, Senin (15/9/2025).

    Budi menjelaskan penyidik mendalami peran Satori dan Heri Gunawan dalam kasus ini untuk melengkapi konstruksi perkara. Tak hanya itu, pemeriksaan pada Senin (15/9/2025) juga mengulik bagaimana proses penekanan kontrak dilakukan.

    “Bagaimana proses-proses pengesahan program sosial Bank Indonesia atau PSBI atau CSR Bank Indonesia dan juga di OJK. Kemudian didalami juga bagaimana pelaksanaannya di lapangan mengapa kemudian program sosial itu anggarannya menyasar ke pihak-pihak yang diduga terkait oleh saudara HG dan saudara ST,” jelas Budi.

    Sebab, Satori dan Geri Gunawan terpilih menjadi pihak yang mendapatkan kucuran dana program sosial tersebut karena keduanya merupakan anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2023, di mana BI-OJK berada di bawah naungan komisi itu.

    Diketahui, berdasarkan hasil pemeriksaan KPK, Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan Heri Gunawan diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, diantaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya, Kamis (7/8/2025).

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain.

    Sama seperti Heri Gunawan, Satori menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.

    Satori melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

    Atas perbuatannya, tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo.

    Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • Alasan KPK Belum Tahan 2 Anggota DPR Tersangka Korupsi CSR BI-OJK
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 September 2025

    Alasan KPK Belum Tahan 2 Anggota DPR Tersangka Korupsi CSR BI-OJK Nasional 16 September 2025

    Alasan KPK Belum Tahan 2 Anggota DPR Tersangka Korupsi CSR BI-OJK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menahan dua anggota DPR legislator, Satori dan Heri Gunawan, yang merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan penahanan belum dilakukan karena penyidik masih membutuhkan keterangan dari kedua legislator tersebut.
    “Jadi memang pemanggilan hari ini masih dibutuhkan untuk dilakukan pemeriksaan, masih dibutuhkan juga keterangan-keterangan dari yang bersangkutan sebagai tersangka dalam perkara ini,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/9/2025).
    Budi menjelaskan bahwa keterangan kedua tersangka masih dibutuhkan untuk mendalami perbuatan-perbuatan tindak pidana korupsi.
    “Sehingga untuk melengkapi dalam proses penyidikan ini, ya didalami lagi terkait dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh saudara HG dan saudara ST,” ujarnya.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua legislator, yakni Satori dari Fraksi Nasdem dan Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra, sebagai tersangka pada Senin (15/9/2025).
    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Senin.
    Dalam perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua Anggota DPR RI, Heri Gunawan dan Satori, sebagai tersangka terkait kasus dana CSR BI-OJK Tahun 2020-2023, pada Kamis (7/8/2025).
    KPK menduga yayasan yang dikelola Heri Gunawan dan Satori telah menerima uang dari mitra kerja Komisi XI DPR RI, yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Namun, keduanya diduga tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial tersebut.
    Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
    Tak hanya itu, keduanya juga dikenakan pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.