Kementrian Lembaga: Komisi XI DPR RI

  • KPK Periksa 8 Saksi CSR BI-OJK di Cirebon, Telusuri Aset Tersangka Satori

    KPK Periksa 8 Saksi CSR BI-OJK di Cirebon, Telusuri Aset Tersangka Satori

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aset salah satu tersangka kasus CSR Bank Indonesia-Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Satori (ST) usai memeriksa 8 saksi pada Selasa (28/10/2025).

    Para saksi diperiksa di Polres Cirebon Kota. Budi mengatakan, penelusuran aset Satori adalah upaya lembaga antirasuah untuk memaksimalkan aset recovery yang akan menjadi milik negara.

    “Penyidik meminta keterangan kepada para saksi terkait kepemilikan aset Tersangka ST,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Rabu (29/10/2025).

    Adapun delapan saksi yang diperiksa Sarifudin selaku Petugas protokol PPATS Kec. Palimanan; Suhandi selaku Pemerintah Desa Panongan, Kec. Palimanan; Sandi Natalusuma sebagai Pemerintah Desa Panongan, Kec. Palimanan; Deni Harman Pemerintah Desa Pegagan, Kec. Palimanan

    Kemudian, Suhanto selaku Pemerintah Desa Pegagan, Kec. Palimanan; Mohammad Mu’min selaku pihak swasta; Abdul Mukti selaku pihak swasta; dan Kiki Azkiyatul selaku pihak swasta

    Kasus CSR BI-OJK

    Dalam perkara ini KPK telah menetapkan Heri Gunawan dan Satori, anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2023 sebagai tersangka.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan Heri Gunawan diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya, Kamis (7/8/2025).

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Sama seperti Heri Gunawan, Satori menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.

    Satori melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

  • KPK Telusuri Aset Satori Terkait Kasus Dana CSR BI-OJK Saat Periksa 8 Saksi

    KPK Telusuri Aset Satori Terkait Kasus Dana CSR BI-OJK Saat Periksa 8 Saksi

    KPK Telusuri Aset Satori Terkait Kasus Dana CSR BI-OJK Saat Periksa 8 Saksi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kepemilikan aset Anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem, Satori terkait kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Materi tersebut didalami KPK saat memeriksa delapan saksi di Kantor Kepolisian Resor Cirebon Kota, pada Selasa (28/10/2025).
    “Penyidik meminta keterangan kepada para saksi terkait kepemilikan aset Tersangka ST (Satori),” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Rabu (29/10/2025).
    Budi mengatakan, langkah ini adalah upaya KPK dalam mengoptimalkan pemulihan keuangan negara atau asset recovery dalam perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
    Adapun delapan saksi yang diperiksa adalah Sarifudin selaku Petugas Protokol PPATS Kec. Palimanan; Suhandi selaku Pemerintah Desa Panongan, Kec. Palimanan; Sandi Natakusuma selaku Pemerintah Desa Panongan, Kec. Palimanan.
    Lalu, Deni Harman selaku Pemerintah Desa Pegagan, Kec. Palimanan; Suhanto selaku Pemerintah Desa Pegagan, Kec. Palimanan; Hj. Muniah selaku Ibu Rumah Tangga; Mohamad Mu’min selaku swasta; Fatimatuzzahroh selaku swasta; Abdul Mukti selaku swasta; dan Kiki Azkiyatul selaku swasta.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua Anggota DPR RI, Heru Gunawan dan Satori sebagai tersangka terkait kasus dana CSR BI-OJK Tahun 2020-2023, pada Kamis (7/8/2025).
    KPK menduga, yayasan yang dikelola Heru Gunawan dan Satori telah menerima uang dari mitra kerja Komisi XI DPR RI, yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Namun, keduanya diduga tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial tersebut.
    Atas perbuatannya, Heru Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
    Tak hanya itu, keduanya juga dikenakan pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi XI DPR: PP 38 Tahun 2025 jadi terobosan untuk pembiayaan daerah

    Komisi XI DPR: PP 38 Tahun 2025 jadi terobosan untuk pembiayaan daerah

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyambut positif langkah strategis pemerintah yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat.

    Menurut Misbakhun, regulasi baru ini merupakan terobosan penting yang memberikan kepastian hukum sekaligus membuka akses pembiayaan alternatif bagi pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

    “PP 38 Tahun 2025 adalah jawaban atas kebutuhan skema pendanaan yang lebih fleksibel dan terkelola. Dengan aturan ini, pemerintah pusat memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendukung proyek-proyek vital di daerah dan BUMN melalui mekanisme pinjaman langsung,” kata Misbakhun dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

    Ia menjelaskan kebijakan tersebut memberi peluang bagi pemda dan korporasi negara untuk mendapatkan pembiayaan yang lebih efisien dan terukur.

    Skema ini dinilai mampu mempercepat pelaksanaan proyek strategis di daerah, khususnya di sektor infrastruktur yang selama ini sering terkendala akses pendanaan komersial.

    “Melalui pinjaman langsung dari pemerintah pusat, biaya bunga dapat ditekan dibandingkan jika pemda atau BUMD mencari pinjaman melalui pasar modal atau perbankan konvensional,” jelasnya.

    Meski demikian, Misbakhun menegaskan pentingnya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam implementasinya.

    Ia menambahkan Komisi XI DPR RI akan menjalankan fungsi pengawasan secara ketat agar setiap penyaluran pinjaman didasarkan pada studi kelayakan yang matang, prinsip kehati-hatian (prudence), serta kemampuan bayar yang terukur (repayment capacity).

    “Kami di DPR akan memastikan fasilitas ini digunakan secara produktif, tepat sasaran, dan tidak menimbulkan risiko fiskal di kemudian hari, baik bagi APBN maupun APBD,” tegasnya.

    Misbakhun berharap penerbitan PP Nomor 38 Tahun 2025 dapat memperkuat sinergi keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, sekaligus mendorong BUMN dan BUMD lebih ekspansif dalam menjalankan mandat pembangunan nasional.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pro Kontra Gaya Koboi Purbaya, Dikritik Hasan Nasbi hingga Misbakhun

    Pro Kontra Gaya Koboi Purbaya, Dikritik Hasan Nasbi hingga Misbakhun

    Bisnis.com, JAKARTA — Gaya koboi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menuai sorotan banyak pihak. Hasan Nasbi, mantan Kepala Kantor Komunikasi Presiden, adalah salah satunya. Dia meminta Purbaya tidak banyak banyak menyinggung kinerja menteri lainnya di ruang publik.

    Bagi Hasan Nasbi yang sekarang mendapat jatah kursi komisaris BUMN itu, pola komunikasi Purbaya itu mengesankan sedang menunjukkan kelemahan terkait soliditas internal pemerintah. Dia menyarankan supaya upaya koreksi termasuk kritik terhadap kementerian lainnya dilakukan dalam ruangan tertutup. 

    “Kalau dilakukan di ruang terbuka, kita nanti meng-entertain orang yang tidak suka dengan pemerintah,” ujar Hasan di akun Youtubenya. 

    Dalam catatan Bisnis, sejak awal menjabat sebagai menteri keuangan (Menkeu), Purbaya tidak hanya mengeluarkan kebijakan kontroversial, tetapi sikap dan perkatannya juga seringkali memicu sorotan. 

    Pada hari pertama menjadi menkeu, misalnya, Purbaya sempat bikin geger publik karena mengeluarkan pernyataan tentang demo Agustus 2025. Selain itu, Purbaya juga kerap mengkritik secara terbuka tokoh-tokoh publik lainnya entah kearena kinerja atau sebatas mengomentari ruangan kerja menteri. 

    Komentar-komentar inilah yang memicu kritikan dari banyak pihak. Selain Hasan Nasbi, kritik juga pernah disampaikan oleh Ketua Komisi XI Misbakhun, yang juga meminta Purbaya untuk berhenti mengomentari kementerian lain. “Pak Purbaya harus berhenti terlalu sering mengomentari kebijakan kementerian lain. Fokuslah pada desain ekonomi besar yang ingin dia bangun untuk mendukung visi Presiden.” 

    Tanggapan Purbaya

    Sementara itu, Purbaya merespons santai kritikan yang dilontarkan oleh Hasan Nasbi. Purbaya meyakini saat ini kepercayaan masyarakat terhadap prospek ekonomi Indonesia akan terus membaik seiring dengan sejumlah terobosan yang dilakukan oleh pemerintah belakangan ini.

    Dia menuturkan bahwa kepercayaan masyarakat memang sempat turun drastis pada September 2025 atau usai aksi demonstrasi besar-besaran di kota-kota besar di Indonesia. 

    Purbaya kemudian menunjukkan bahwa Indeks Kepercayaan Konsumen kepada Pemerintah (IKKP) milik Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sempat berada di level 101,5 pada September 2025 (turun drastis dari 117,3 pada bulan sebelumnya). Kendati demikian, IKKP kembali meningkat menjadi 113,3 pada Oktober 2025.

    Sejalan, survei LPS juga menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sempat berada di level 90,5 pada September 2025. Indeks itu kembali naik ke 96,5 pada Oktober 2025. “[IKK] menuju ke arah positif, ke arah 100 lagi. Jadi sudah baik. Daya belinya membaik dan sentimen ke pemerintahan, ke Pak Presiden Prabowo, juga sudah baik,” ujar Purbaya, Senin (27/10/2025).

    Oleh sebab itu, sambungnya, ke depan pemerintah hanya akan fokus menjalankan program-program akselerasi pertumbuhan ekonomi sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

    Lebih lanjut, mantan ketua dewan komisioner LPS itu juga tak menampik bahwa gaya komunikasinya sempat menjadi sorotan karena terkesan blak-blakan, seperti ketika meminta kementerian/lembaga lain mempercepat belanjanya. Hanya saja, dia menggarisbawahi akselerasi belanja pemerintah pada kuartal IV/2025 hanya arahan Prabowo.

    “Sepertinya saya koboi, tapi yang saya lakukan adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat ke pemerintah, itu juga atas perintah Bapak Presiden. Jadi saya gak berani gerak sendiri. Jangan menganggap saya koboi, saya hanya perpanjangan tangan Bapak Presiden,” kata Purbaya.

    Semobil dengan Misbakhun 

    Adapun Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dan Ketua Komisi XI DPR Misbakhun duduk dalam satu mobil saat menuju ke kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Senin (27/10/2025). Keduanya membantah bahwa tengah bersilang pendapat. 

    Purbaya dan Misbakhun terlihat menumpang di dalam mobil dinas Menkeu. Keduanya turun di lobi Gedung Juanda, Kemenkeu, Jakarta. Menurut Purbaya, keduanya berdiskusi masalah dan kebijakan ekonomi serta koordinasi antara pemerintah dan DPR. Sebagaimana diketahui, Menkeu merupakan mitra kerja dari Komisi Keuangan DPR itu. 

    “Yang paling penting adalah, itu kan di media banyak keributan. Katanya saya sama pak Misbakhun ribut, padahal enggak pernah ribut apa-apa. Jadi tadi saling traktir lah. Saya makan, dia makan, oh dia makan, Pak Misbakhun pun makan. Jadi saya ditraktir Pak Misbakhun,” terangnya kepada wartawan sesampainya di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (27/10/2025). 

    Purbaya pun menilai pertemuan dengan Misbakhun dilakukan untuk menghilangkan kesan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Komisi XI DPR tengah bertikai. Khususnya setelah kritik dari Misbakhun atas gaya komunikasi Purbaya yang dinilai menyoroti kinerja kementerian/lembaga lain. 

    “Beliau mendukung malah. Tujuannya adalah supaya anggarannya lebih cepat. Saya butuh di triwulan IV ini pertumbuhan ekonomi di atas 5,5%. Jadi semuanya harus belanja kira-kira,” kata mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu.

    Sementara itu, Misbakhun mengemukakan bahwa hubungannya dengan Purbaya sangat baik. Dia menyebut Menkeu yang baru satu bulan lebih menjabat itu turut memberikan klarifikasi atas apa yang terjadi selama dia menjabat Bendahara Negara. 

    Politisi Partai Golkar itu juga menyebut Purbaya selaku pembantu Presiden meminta dukungan DPR dalam melaksanakan tugas-tugasnya. “Dan saya sampaikan bahwa Partai Golkar sebagai partai pendukung utamanya Bapak Presiden Prabowo akan memberikan dukungan yang penuh kepada Pak Purbaya sebagai Menteri Keuangan. Bagaimana beliau sukses sebagai Menteri Keuangan dalam rangka menjalankan tugasnya Pak Prabowo untuk mensejahterakan rakyat,” terang Misbakhun.

    Sebelumnya, Misbakhun sempat mengkritik komunikasi politik Purbaya. Pada suatu forum diskusi, pria yang sebelumnya menjabat sebagai anggota Komisi XI DPR itu meminta agar pengganti Sri Mulyani Indrawati itu berhenti terlalu sering mengomentari kebijakan kementerian/lembaga lain. 

    “Pak Purbaya harus berhenti terlalu sering mengomentari kebijakan kementerian lain. Fokuslah pada desain ekonomi besar yang ingin dia bangun untuk mendukung visi Presiden,” ujar Misbakhun dalam sebuah diskusi ekonomi baru-baru ini, sebagaimana dikutip Parlementaria, di Jakarta, Senin (13/10/2025).

  • PSI Mati-matian Bela Jokowi Soal Polemik Kereta Cepat: Bukan Rugi, Hanya Belum Sesuai Target Saja

    PSI Mati-matian Bela Jokowi Soal Polemik Kereta Cepat: Bukan Rugi, Hanya Belum Sesuai Target Saja

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ketua Direktorat Diseminasi Informasi dan Sosial Media DPP PSI, Dian Sandi Utama menegaskan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh bukan merugi melainkan belum mencapai target.

    “Rugi itu kalau biaya operasional plus maintainance tidak nutup. Tapi kalau pendapatan belum sesuai dengan jumlah cicilan setiap tahun, itu belum sesuai target aja,” kata politisi PSI ini melalui akun X pribadinya, dikutip pada Selasa (28/10).

    Dian menambahkan, proyek sepanjang 142,3 km tersebut yang notabene transportasi publik berskala besar umumnya membutuhkan waktu panjang untuk balik modal.

    “Transportasi publik itu bukan bisnis jangka pendek. Ada manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan yang nggak bisa diukur hanya dengan angka,” ungkapnya.

    Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menjadi polemik. Permasalahan proyek infrastruktur KCJB sejatinya muncul sejak awal, seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030, bahkan Menhub saat itu Ignatius Jonan, tidak menyetujui proyek Whoosh dengan alasan bakalan tidak bisa dibayar.

    Berdasarkan informasi yang beredar PT PSBI sebagai entitas anak usaha KAI sekaligus pemegang saham terbesar di PT KCIC, tercatat ada kerugian hingga Rp 4,195 triliun pada 2024. Kerugian terus berlanjut di tahun 2025 pada semester I-2025 juga merugi sebesar Rp 1,625 triliun.

    Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati bahkan telah mengingatkan sejak awal proyek ini dicetuskan pemerintahan Joko Widodo bahwa kebijakan itu seharusnya ditinjau ulang.

  • Politikus Nasdem Rajiv Mangkir dari Panggilan KPK Terkait Kasus Korupsi CSR BI-OJK

    Politikus Nasdem Rajiv Mangkir dari Panggilan KPK Terkait Kasus Korupsi CSR BI-OJK

    Bisnis.com, JAKARTA – Politikus Partai Nasdem sekaligus Anggota DPR Komisi IV, Rajiv mangkir dari panggilan KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi Corporate Social Responsibility (CSR) BI-OJK.

    Pasalnya, pada hari ini lembaga antirasuah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Rajiv dengan kapasitas sebagai pihak swasta.

    “Hari ini tadi kami cek yang bersangkutan tidak hadir,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (27/10).

    Budi belum dapat menjelaskan secara rinci alasan Rajiv absen, dia akan mengecek kepada penyidik. Namun penyidik akan menjadwalkan ulang pemeriksaan.

    “Penyidik akan berkoordinasi untuk agenda penjadwalan pemeriksaan berikutnya,” ucap dia.

    Belum ada keterangan dari Rajiv terkait panggilan pemeriksaan ini.

    Sekadar informasi, dalam perkara ini KPK telah menetapkan Heri Gunawan dan Satori, anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2023 sebagai tersangka.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan Heri Gunawan diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya, Kamis (7/8/2025).

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Sama seperti Heri Gunawan, Satori menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.

    Satori melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

  • Katanya Saya Sama Pak Misbakhun Ribut, Padahal Nggak Pernah

    Katanya Saya Sama Pak Misbakhun Ribut, Padahal Nggak Pernah

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa membantah isu dirinya dan Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun memiliki hubungan yang tidak harmonis. Hal ini terjadi karena pernyataan Misbakhun yang meminta Purbaya untuk tidak mengomentari kebijakan kementerian lain.

    Purbaya mengatakan bahwa dirinya baru saja makan siang bersama di sebuah restoran sambil berdiskusi terkait kebijakan ekonomi. Dalam makan siang tersebut, Purbaya mengaku ia ditraktir oleh Misbakhun.

    “Itu kan di media banyak keributan. Katanya saya sama pak Misbakhun ribut, padahal nggak pernah ribut apa-apa. Jadi, tadi saling traktir lah. Saya makan, dia makan, oh dia makan, Pak Misbakhun pun makan. Jadi saya ditraktir Pak Misbakhun di restoran. Jadi, pada dasarnya seperti itu, kita nggak ada apa-apa, saling mendukung,” katanya di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).

    Purbaya mengatakan, pertemuan itu sekaligus menegaskan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Komisi XI DPR RI saling mendukung satu sama lain. Artinya, kesan ada konflik antara Kemenkeu dan Komisi XI tidak benar.

    “Diskusi aja gimana bagusnya ke depan. Gimana pemerintah dengan parlemen saling mendukung. Yang penting tadi menghilangkan kesan bahwa keuangan sama Komisi XI berantem. Kan ada yang bikin tuh,” katanya.

    Purbaya mengatakan, sebenarnya Komisi XI juga mendukung dirinya menyambangi kementerian lainnya untuk memantau anggaran agar penyerapannya sesuai target. Hal ini guna menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih agresif.

    “Beliau mendukung malah. Tujuannya adalah supaya anggarannya lebih cepat. Saya butuh di triwulan IV ini pertumbuhan ekonomi di atas 5,5%. Jadi semuanya harus belanja kira-kira. Kan saya nggak pernah komentarin. Kementerian ini, program kamu jelek,” katanya.

    Di tempat yang sama, Misbakhun juga menegaskan hal serupa bahwa hubungan dengan Purbaya baik-baik saja.

    “Bahwa tidak terjadi apapun di antara kita dan Pak Purbaya menyampaikan, Pak, kita ini kan harus menyambungkan hati. Kalau menyambungkan hati itu kan harus saling ketemu. Jadi, pak Purbaya menyampaikan bahwa beliau dalam rangka menjalankan semua tugas-tugasnya Bapak Presiden, maka beliau ingin mendapatkan dukungan,” katanya.

    Misbakhun mengatakan dirinya maupun fraksi Partai Golkar juga mendukung penuh kebijakan yang dilakukan Purbaya. Hal ini guna membawa Indonesia menjadi lebih baik lagi.

    “Dan saya sampaikan bahwa Partai Golkar sebagai partai pendukung utamanya Bapak Presiden Prabowo akan memberikan dukungan yang penuh kepada Pak Purbaya sebagai Menteri Keuangan. Bagaimana beliau sukses sebagai Menteri Keuangan dalam rangka menjalankan tugasnya Pak Prabowo untuk mensejahterakan rakyat,” katanya.

    Tonton juga video “Misbakhun Tanggapi Defisit APBN” di sini:

    (ara/ara)

  • KPK Panggil Politikus Nasdem Rajiv Terkait Kasus Korupsi CSR BI-OJK

    KPK Panggil Politikus Nasdem Rajiv Terkait Kasus Korupsi CSR BI-OJK

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil politikus Partai Nasdem, Rajiv sebagai saksi kasus dugaan korupsi pada Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan kapasitas Rajiv diperiksa sebagai pihak swasta, bukan politikus Nasdem. 

    “Hari ini Senin (27/10), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dalam dugaan TPK terkait program sosial atau CSR di Bank Indonesia dan OJK. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama Rajiv, swasta,” jelas Budi dalam keterangan tertulis, Senin (27/10/2025).

    Materi pemeriksaan belum dapat disampaikan oleh Budi hingga saksi menjalani periksa.

    Sekadar informasi, dalam perkara ini KPK telah menetapkan Heri Gunawan dan Satori, anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2023 sebagai tersangka.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan Heri Gunawan diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya, Kamis (7/8/2025).

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Sama seperti Heri Gunawan, Satori menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.

    Satori melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

  • Pertamina Diminta Inovatif soal Skema Pembiayaan Kilang Minyak

    Pertamina Diminta Inovatif soal Skema Pembiayaan Kilang Minyak

    Bisnis.com, JAKARTA — Upaya PT Pertamina (Persero) untuk mempercepat pembangunan dan pengembangan kilang minyak dinilai menghadapi tantangan besar. Tantangan itu baik dari sisi pendanaan maupun prospek keuntungan, seiring dengan berubahnya peta bisnis energi global.

    Meski demikian, Ekonom Senior The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip, menilai bahwa langkah transformasi ini tetap dipandang strategis bagi ketahanan energi nasional.

    Dia menyoroti persoalan utama dalam pengembangan kilang Pertamina ada pada aspek pembiayaan. Menurutnya, hingga kini Pertamina termasuk salah satu BUMN besar yang belum menerima tambahan penyertaan modal negara (PMN).

    “Kalau bicara pembiayaan seluruhnya sulit. Ini mungkin satu-satunya BUMN besar yang belum disuntik modal pemerintah. Pertanyaannya, apakah Danantara bisa berperan untuk memberikan dukungan pendanaan bagi proyek kilang,” kata Sunarsip kepada Bisnis, Minggu (26/10/2025).

    Selain itu, Sunarsip menilai Pertamina masih terlalu mengandalkan pendanaan internal dalam menjalankan proyek-proyek strategisnya.

    “Tidak ada inovasi pembiayaan. Seluruh proyek ditanggung sendiri. Ke depan, harus ada terobosan dalam skema pembiayaan,” ujarnya.

    Sunarsip mencontohkan kasus kerja sama dengan Saudi Aramco di proyek kilang Cilacap yang akhirnya gagal karena perbedaan skema kemitraan. Padahal, kemitraan strategis dengan investor global dapat menjadi solusi untuk menekan beban finansial sekaligus membuka potensi keuntungan bersama.

    Dia pun berpendapat pembangunan kilang oleh Pertamina saat ini sudah melewati momentum ideal dari sisi keekonomian. Menurutnya, jika proyek pembangunan kilang dilakukan sekitar satu dekade lalu, Pertamina masih bisa memanfaatkan kondisi pasar energi yang lebih menguntungkan serta posisi keuangan yang relatif kuat.

    “Sekarang itu lewat. Dari sisi potensi keuntungan sudah tidak sebesar dulu,” katanya.

    Lebih lanjut, Sunarsip menilai ada harapan baru terhadap transformasi Pertamina di bawah kepemimpinan Direktur Utama Simon Aloysius Mantiri. Terlebih, Simon mendapat dukungan dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

    “Pembenahan internal di bawah Pak Simon terlihat nyata. Banyak talenta potensial di dalam Pertamina yang bisa dikembangkan, tinggal bagaimana menciptakan inovasi pembiayaan dan kerja sama strategis,” ujarnya.

    Dengan karakter kepemimpinan Simon dan Purbaya yang dinilai lugas dan tegas, Sunarsip optimistis Pertamina dapat menemukan keseimbangan antara keberlanjutan bisnis, ketahanan energi, dan efisiensi keuangan.

    “Kalau dua figur ini bisa bersinergi, saya kira ada harapan baru bagi transformasi Pertamina dan keberlanjutan proyek kilang ke depan,” kata Sunarsip.

    Namun demikian, Sunarsip mengingatkan agar transformasi bisnis Pertamina tidak menjauh dari core business-nya di sektor minyak dan gas bumi (migas). Dia berpendapat, meskipun tren global mengarah pada energi baru dan terbarukan (EBT), sektor migas tetap penting bagi kemandirian energi nasional.

    “Biar bagaimanapun, meski ada tren EBT, Pertamina tidak boleh keluar dari core-nya. Di mana pun, bahkan China masih mendorong perusahaan migas mereka ekspansi ke luar negeri. Oil and gas tetap harus jadi cadangan strategis karena menentukan ketahanan energi,” jelasnya.

    Menurut dia, strategi yang tepat adalah mengejar pengembangan EBT tanpa mengabaikan peran migas.

    “EBT bisa dikembangkan, tapi oil and gas juga tidak boleh ditinggalkan,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Menkeu Purbaya bertemu dengan Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri pada Kamis (23/10/2025). Keduanya berbicara ihwal pembangunan kilang hingga pengembangan hulu migas.  

    Untuk diketahui, pada rapat bersama Komisi XI DPR pada September 2025 lalu, Purbaya sempat secara terbuka mengkritik Pertamina yang tidak fokus pada pendirian kilang.  

    Purbaya menyebut kritiknya terhadap BUMN migas itu direspons positif oleh Simon. Mantan Deputi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu pun memberikan pujian ke Simon.

    “Dia bilang dia malah senang sekarang saatnya membangun kilang ke depan. Dia akan lebih sering membangun kilang lagi. Berbagai macam diskusi yang kita [bahas, red], tetapi biasanya pada dasarnya lebih positif daripada managing director, direktur utama yang sebelumnya,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan.

    Namun demikian, terang Purbaya, pertemuannya dengan Simon belum menyimpulkan bahwa Pertamina dalam waktu dekat akan menambah kilangnya. Dia memperkirakan BUMN itu bisa jadi menargetkan penambahan kilang sebagai salah satu program jangka menengah mereka.  

    Tidak hanya soal kilang, Purbaya juga mengklaim turut menyampaikan kritik ihwal kinerja hulu migas Pertamina. Dia menyebut kinerja sektor hulu migas yang digarap Pertamina. Kritik itu pun, klaimnya, turut disambut positif oleh Simon.

    Menkeu lulusan ITB itu menjelaskan bahwa lifting migas, salah satu bagian dari asumsi ekonomi makro yang berpengaruh kepada APBN, tidak akan naik apabila tidak ada eksplorasi atau penemuan sumur minyak baru. Apalagi, ketersediaan minyak akan selalu berkurang setelah produksi dilakukan.  

    “Jadi harus ada eksplorasi di hulu lagi. Kayaknya dia [Simon] mau katanya. Enggak tahu mampu apa enggak,” terangnya.

  • DPR Soroti Rp 234 T Mengendap di Bank: Kalau Dikelola Cepat dan Tepat Bisa Ciptakan Lapangan Kerja – Page 3

    DPR Soroti Rp 234 T Mengendap di Bank: Kalau Dikelola Cepat dan Tepat Bisa Ciptakan Lapangan Kerja – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR , Mukhamad Misbakhun, menyoroti temuan Kementerian Keuangan terkait masih tingginya dana milik pemerintah daerah (Pemda) yang mengendap di perbankan.

    Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi simpanan kas daerah di perbankan per akhir September 2025 tercatat mencapai Rp 234 triliun, terdiri atas dana pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia.

    “Angka Rp 234 triliun itu bukan jumlah kecil dan seharusnya jadi perhatian bersama agar bisa dimanfaatkan optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan percepatan belanja daerah,” kata Misbakhun dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/10/2025).

    Misbakhun menjelaskan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dana transfer ke daerah (TKD) seharusnya dikelola secara efisien dan memberikan efek berganda bagi perekonomian daerah.

    “Dana TKD itu dirancang sebagai motor penggerak ekonomi daerah. Kalau dikelola dengan cepat dan tepat, dampaknya bisa langsung dirasakan melalui peningkatan layanan publik, pembangunan infrastruktur, dan penciptaan lapangan kerja,” ujar Misbakhun.

    Meski demikian, Misbakhun menegaskan permasalahan dana mengendap tidak boleh dilihat semata sebagai kelalaian daerah, melainkan harus ditelusuri secara komprehensif untuk menemukan akar penyebabnya.

    “Perlu pendalaman apakah ini disebabkan oleh perencanaan APBD yang belum sinkron dengan APBN, penyesuaian regulasi yang belum rampung, keterlambatan proses pengadaan, atau karena faktor kehati-hatian Pemda dalam menjaga kas daerah,” jelasnya.

    Untuk itu, Misbakhun mendorong Kementerian Keuangan bersama Kementerian Dalam Negeri memperkuat koordinasi, pembinaan, dan monitoring kepada Pemda dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

    “Langkah ini diperlukan agar realisasi belanja daerah dapat tercapai secara tepat waktu, tepat sasaran, dan berorientasi hasil, terutama menjelang penutupan tahun anggaran 2025,” pungkasnya.