Dilema Travel Haji Furoda: Jemaah Gagal Berangkat, Kerugian di Depan Mata
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Harapan ribuan calon jemaah haji untuk menunaikan ibadah melalui jalur furoda atau haji non-kuota tahun ini pupus, pihak travel juga harus bersiap menerima kerugian.
Gagalnya
haji furoda
disebabkan visa haji furoda tidak diterbitkan oleh Pemerintah
Arab Saudi
karena batas akhir pelayanan.
Kondisi ini menimbulkan dilema besar bagi biro travel penyelenggara haji dan umrah yang terancam merugi hingga ratusan juta rupiah per jemaah.
Meski demikian, penyelenggara tetap berkomitmen mengembalikan dana jemaah secara utuh.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Zaki Zakariya Anshari, menyebutkan bahwa tingkat kerugian yang dialami biro travel sangat tergantung pada strategi manajemen masing-masing.
“Kerugian mungkin akan selalu ada, ya. Kita sudah dengar keluhan-keluhan kawan-kawan penyelenggara. Tetapi masalah rugi tidaknya penyelenggara itu tergantung strategi pengelolaan program haji furoda dan pengalaman penyelenggara itu sendiri,” ujar Zaki saat dihubungi Kompas.com, Minggu (1/6/2025).
Zaki memaparkan, setidaknya ada tiga pola manajemen yang biasa diterapkan dalam penyelenggaraan haji furoda.
Pola pertama, travel yang sejak awal membayar penuh atau deposit tiket dan hotel, dengan asumsi visa akan keluar.
Jika visa gagal terbit, kata Zaki, kerugian bisa mencapai Rp 80 juta hingga Rp 100 juta per jemaah karena umumnya uang yang telah dibayarkan hangus.
Pola kedua, biro perjalanan kecil dan kurang berpengalaman cenderung membeli paket dari pihak ketiga. Jika pihak tersebut tidak bertanggung jawab, kerugian bisa mencapai Rp 300 juta per jemaah.
“Ini yang dikhawatirkan saat ini. Model kedua ini kerugian bisa Rp 300 juta per orang,” ucap Zaki.
Adapun pola ketiga adalah travel yang lebih berhati-hati, yakni tidak melakukan pembayaran sebelum visa keluar. Dalam pola ini, dana jemaah tetap aman dan bisa dikembalikan sepenuhnya jika gagal berangkat.
“Model ketiga tidak ada kerugian sama sekali,” jelas Zaki.
Kendati berpotensi merugi, Amphuri menegaskan bahwa para penyelenggara tetap bertanggung jawab untuk mengembalikan dana jemaah yang gagal berangkat.
Menurut Zaki, hal ini adalah bentuk komitmen dan perlindungan terhadap hak-hak jemaah.
“Contohnya Khazzanah Tours, travel saya sendiri, bagi pendaftar furoda selalu dibuat MOU. Di antara klausulnya, jika ada kegagalan, uang kembali 100 persen. Hal itu untuk memberi rasa keamanan dan kenyamanan bagi jemaah,” tutur Zaki.
Adapun harga wajar paket haji furoda berkisar antara 22.000 hingga 32.000 Dolar AS, sementara untuk paket super VVIP bisa mencapai 50.000 Dolar AS per orang.
Zaki menambahkan, Amphuri tengah mendata anggota yang terdampak dan akan mengirimkan surat edaran guna menginventarisasi kerugian. Dari situ, akan diketahui pula jumlah jemaah haji furoda yang gagal berangkat.
Namun, lanjut Zaki, kegagalan pemberangkatan jemaah furoda tak hanya terjadi pada penyelenggara di bawah Amphuri, tetapi juga asosiasi lainnya.
“Asosiasi lain juga ada yang mendata anggota yang terdampak. Insyaallah nanti kita akan tahu data pastinya,” ucap Zaki.
Di tengah ketidakpastian kondisi saat ini, Zaki berharap Menteri Agama Nasaruddin Umar dapat membantu melobi otoritas Arab Saudi untuk membuka kembali penerbitan visa furoda.
“Kami masih berharap juga support Menteri Agama yang sudah ada di Tanah Suci yang katanya akan berusaha membantu keluarnya visa furoda ini,” harap Zaki.
Dia menyebut masih ada peluang sangat tipis sebelum bandara ditutup pada 2 Juni 2025 alias hari ini. Namun, Zaki juga tetap menyarankan agar masyarakat mulai mempertimbangkan haji khusus sebagai alternatif layanan yang lebih aman.
“Amannya tetap sebaiknya masyarakat memilih Haji Plus atau Khusus kuota pemerintah Indonesia sebagai alternatif pengganti program Furoda atau Mujamalah,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI Dini Rahmania mendesak pemerintah tidak abai terhadap nasib para calon jemaah furoda yang gagal berangkat. Dia menilai negara tetap harus menjamin dan melindungi hak-hak ibadah warganya.
“Ini bukan hanya soal visa, ini soal amanah dan perlindungan terhadap hak ibadah umat. Negara tidak boleh abai,” tegas Dini kepada Kompas.com, Minggu (1/6/2025).
Dini mengakui bahwa insiden seperti ini sangat jarang terjadi. Namun, dia menilai kejadian kali ini tetap berdampak serius dan perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah.
Oleh karena itu, Dini berharap agar skema haji furoda ditata ulang secara transparan dan akuntabel untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
“Insiden ini menjadi peringatan penting. Skema haji non-kuota harus dikelola secara transparan dan akuntabel karena menyangkut ibadah umat dan nama baik negara,” tegasnya.
Dini juga mengusulkan agar Komisi VIII segera memanggil Kementerian Agama dan otoritas terkait untuk meminta penjelasan resmi serta mendorong penegakan hukum terhadap penyelenggara yang lalai atau menyalahi prosedur.
“DPR RI, melalui Komisi VIII, juga akan memanggil Kementerian Agama dan otoritas terkait untuk meminta penjelasan resmi, serta mendesak penegakan hukum terhadap pihak penyelenggara yang diduga lalai atau menyalahi prosedur,” pungkasnya.
Sementara itu, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief menegaskan bahwa pemerintah belum mendapatkan informasi apapun soal kemungkinan dibukanya kembali visa furoda.
“Sampai saat ini Kementerian Agama belum mendapat informasi apa pun,” tegas Hilman, Minggu (1/6/2025).
Di sisi lain, lanjut Hilman, fase keberangkatan jemaah haji reguler dari Indonesia telah rampung dengan total 525 kloter diberangkatkan ke Tanah Suci.
Menag Nasaruddin Umar
sebelumnya juga telah menjelaskan bahwa penerbitan visa haji furoda sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Arab Saudi. Pemerintah Indonesia pun tidak bisa ikut campur dalam urusan tersebut.
“Iya, kami lagi menunggu (keputusan) Saudi. Itu kan di luar kewenangan kami,” ujar Nasaruddin, Kamis (29/5/2025).
Senada dengan Nasaruddin, Ketua Komisi Nasional Haji Mustolih Siradj juga menekankan bahwa visa furoda adalah urusan bisnis antara jemaah dan penyelenggara travel, bukan tanggung jawab negara.
“Visa haji furoda belum juga diterbitkan oleh otoritas Arab Saudi sampai batas akhir pelayanan. Ini bukan tanggung jawab pemerintah karena berada di luar kuota resmi,” kata Mustolih, Jumat (30/5/2025).
Dia menerangkan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU), pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap kuota resmi yang terdiri atas 98 persen haji reguler dan delapan persen haji khusus.
Sementara itu, lanjut Mustolih, visa haji furoda yang dikenal sebagai visa mujamalah merupakan jalur undangan yang diurus langsung oleh travel dan tidak masuk dalam kuota nasional.
Dia menilai minimnya transparansi informasi terkait risiko dalam haji furoda dan kebijakan otoritas Arab Saudi yang bisa berubah sewaktu-waktu juga patut menjadi perhatian bersama sebagai faktor penyebab kegagalan.
“Jadi pengaturan lebih lanjut tentang mekanisme, syarat, dan standar pelayanan haji furoda perlu segera dirumuskan agar ada kepastian hukum, dan perlindungan bagi jemaah dari potensi kerugian materiil maupun sosial,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Komisi VIII DPR
-
/data/photo/2025/05/06/6819ca4752805.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Dilema Travel Haji Furoda: Jemaah Gagal Berangkat, Kerugian di Depan Mata Nasional
-
/data/photo/2025/06/01/683c253796cef.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pemerintah Diminta Tak Abaikan Nasib Jemaah Haji Furoda yang Gagal Berangkat Nasional 1 Juni 2025
Pemerintah Diminta Tak Abaikan Nasib Jemaah Haji Furoda yang Gagal Berangkat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi VIII DPR RI Dini Rahmania meminta pemerintah tidak lepas tangan dengan nasib
calon jemaah haji furoda
yang gagal berangkat ke Tanah Suci karena tidak terbitnya visa dari Arab Saudi.
Politikus Nasdem itu menegaskan, negara tetap harus menjamin dan melindungi hak para calon jemaah haji furoda yang gagal berangkat tersebut.
“Ini bukan hanya soal visa, ini soal amanah dan perlindungan terhadap hak ibadah umat. Negara tidak boleh abai,” ujar Dini kepada Kompas.com, Minggu (1/6/2025).
“Kejadian ini menyentuh nurani kita. Jemaah sudah menyiapkan diri secara lahir dan batin untuk beribadah ke Tanah Suci, namun harapan mereka pupus di saat-saat terakhir,” sambungnya.
Dini mengakui bahwa insiden seperti ini sangat jarang terjadi.
Namun, dia menilai kejadian kali ini tetap berdampak serius dan perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah.
Oleh karena itu, Dini berharap agar pemerintah memperbaiki skema dan tata kelola haji furoda, sehingga lebih transparan dan akuntabel.
“Insiden ini menjadi peringatan penting. Skema haji non-kuota harus dikelola secara transparan dan akuntabel, karena menyangkut ibadah umat dan nama baik negara,” tegasnya.
Dini menambahkan, dirinya berencana menemui para calon jemaah haji furoda yang gagal berangkat karena persoalan visa tak terbit.
Langkah ini dilakukan untuk mendengarkan keluhan para calon jemaah, sekaligus juga memastikan hak-hak mereka terpenuhi.
“Saya ingin memastikan bahwa para jemaah tidak menjadi korban dua kali, gagal berangkat dan kehilangan haknya. Karena itu, saya akan hadir langsung di tengah mereka,” ucap Dini.
Di samping itu, Dini mengusulkan agar Komisi VIII DPR RI segera memanggil Kementerian Agama (Kemenag) serta otoritas terkait guna meminta penjelasan resmi.
Dia juga mendorong adanya penegakan hukum terhadap pihak-pihak penyelenggara yang diduga lalai atau menyalahi prosedur.
“DPR RI, melalui Komisi VIII, juga akan memanggil Kementerian Agama dan otoritas terkait untuk meminta penjelasan resmi serta mendesak penegakan hukum terhadap pihak penyelenggara yang diduga lalai atau menyalahi prosedur,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, harapan calon jemaah haji untuk dapat menjalankan ibadah haji lewat jalur furoda atau non-kuota terancam pupus.
Pasalnya, Kerajaan Arab Saudi tidak mengeluarkan visa untuk haji furoda pada tahun ini dan proses pemvisaan jemaah haji pun sudah ditutup.
“Saya sudah mendapat konfirmasi dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi bahwa proses pemvisaan sudah tutup per 26 Mei 2025, pukul 13.50 waktu Arab Saudi (WAS),” kata Hilman Latief dalam keterangannya, Kamis (29/5/2025).
Seperti diketahui, haji lewat jalur furoda memang bersifat non-kuota sehingga tidak ada jumlah pasti yang diberikan setiap tahunnya.
Selain itu, keberangkatan jemaah baru bisa dipastikan setelah visa dan tiket pesawat diterbitkan.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa wewenang mengeluarkan
visa haji
furoda sepenuhnya ada pada Pemerintah Arab Saudi, bukan dari pemerintah Indonesia.
Kemenag masih terus membangun komunikasi dengan otoritas Arab Saudi agar visa haji furoda seluruhnya bisa terbit.
“Itu kan di luar kewenangan kami,” kata Nasaruddin di Kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Kamis (29/5/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Visa Furoda Tak Terbit, Jemaah Haji Bisa Dapat Full Refund
Bisnis.com, JAKARTA — Sarikat Penyelenggaraan Haji Umroh Indonesia (Sapuhi) menyatakan jemaah haji furoda akan mendapatkan pengembalian dana secara penuh (refund full) atau dikonversi ke haji khusus imbas visa yang tidak terbit tahun ini.
Ketua Umum Sapuhi Syam Resfiadi mengatakan bahwa para jemaah haji furoda yang batal berangkat di tahun ini harus menerima situasi ini karena penerbitan visa merupakan hak Kerajaan Arab Saudi, sehingga para jemaah termasuk travel harus menanggung segala semacam risiko.
“Ada tiga cara untuk bisa memberikan konsekuensi kepada jemaah yang tidak berangkat haji mujamalah atau furoda tahun ini, yaitu adalah di-refund full atau dikonversi ke haji khusus, atau dikombinasikan [dengan] sebagian disetorkan [atau] sebagian dipulangkan,” kata Syam kepada Bisnis, Sabtu (31/5/2025).
Syam berujar pelaksanaan haji tahun ini yang menggunakan visa furoda baru mendapatkan informasi dari Kerajaan Arab Saudi di akhir Dzulhijjah 1446 Hijirah. Ditambah, lanjut dia, tidak ada informasi mengenai pembagian kuota visa furoda dari Kerajaan Arab Saudi.
“Memang tahun ini furoda mengalami musibah karena ketidakjelasan berapa yang ingin diberikan jumlahnya per negara, baru didapat informasi saat-saat terakhir di bulan Dzulhijjah ini,” imbuhnya.
Kendati demikian, Syam menyampaikan bahwa asosiasi memberikan surat keterangan dan informasi terkait kondisi visa mujamalah dan visa furoda kepada anggota untuk bisa disampaikan dan dilanjutkan ke para jemaah.
Adapun imbas visa furoda yang tak terbit tahun ini, jelasnya, kerugian dari penyelenggara travel haji tidak bisa disamaratakan. Artinya, kerugian ini tergantung dari sudah sejauh mana proses kesiapan dari paket yang sudah ditawarkan kepada para jemaah, salah satunya dengan memesan penginapan alias akomodasi.
“Ada yang sudah punya hotel, ada yang sudah punya tiket, bahkan semua all-in sudah disiapkan, namun karena tidak dapat ya pasti jumlahnya lebih besar [kerugiannya]. Namun ada juga yang belum memberikan apa-apa karena menunggu keluarnya visa dulu, baru mereka action cari hotel dan tiket,” terangnya.
Untuk itu, dia menjelaskan bahwa ada berbagai macam konsekuensi jumlah kerugian yang diderita oleh para travel imbas tak terbitnya visa furoda tahun ini.
“Yang jadi masalah adalah bagaimana caranya kita sebagai travel memberi informasi atau keterangan agar kerugian ini bisa ditanggung bersama atau bagaimana,” terangnya.
Meski demikian, Syam mengaku berat hati menyampaikan informasi bahwa visa furoda tidak terbit tahun ini. “Ini memang kesalahan bukan di pihak jemaah yang ingin membatalkan diri, tetapi memang akibat dari visa tidak keluar,” tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Singgih Januratmoko menuturkan bahwa ada opsi penyelesaian antara pihak jemaah dengan penyelenggara travel haji jika terjadi kegagalan keberangkatan jemaah haji furoda akibat visa yang tidak terbit.
Opsi tersebut di antaranya dapat berupa pengembalian dana atau pengalihan keberangkatan ke musim haji tahun berikutnya. Namun dia menekankan, kepastian dan keadilan bagi jemaah tetap harus dikedepankan.
“Apakah itu uang dikembalikan, atau digunakan untuk haji tahun depan. Yang penting tidak ada yang dirugikan,” kata Singgih dalam keterangan tertulis, dikutip pada Sabtu (31/5/2025).
Di samping itu, Singgih juga menjelaskan bahwa secara hukum, visa furoda belum memiliki dasar yang kuat dalam regulasi haji nasional.
Menurutnya, pemerintah sering dianggap tidak hadir dalam menangani persoalan visa non-kuota, seperti furoda karena belum adanya pijakan hukum yang memadai.
“Oleh sebab itu, saat ini dalam revisi Undang-Undang Haji, kami mengusulkan adanya pengaturan tiga jenis visa, visa kuota yang meliputi haji reguler dan haji plus, visa dari kuota negara lain dan visa non-kuota, termasuk visa mujamalah dan furoda,” tuturnya.
Lebih lanjut, Singgih menyampaikan bahwa DPR akan mendorong agar ke depan ada pengakuan hukum dan perlindungan yang jelas terhadap jemaah pemegang visa non-kuota agar kejadian serupa tidak terus berulang.
“Kalau sekarang pemerintah seolah-olah tidak hadir karena belum ada dasar hukum untuk perlindungan. Padahal relasinya ini antara pemerintah Arab Saudi dengan pihak syarikah, dan jemaah dengan travel di Indonesia,” katanya.
-
/data/photo/2025/05/26/68343e1948344.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Timwas DPR Sebut Haji 2025 Lebih Baik, Yakin Tak Ada Pansus Nasional 31 Mei 2025
Timwas DPR Sebut Haji 2025 Lebih Baik, Yakin Tak Ada Pansus
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Anggpota Tim Pengawas (Timwas) DPR RI
Jazilul Fawaid
yakin tidak akan ada pembentukan Panitia Khusus (Pansus) terkait pelaksanaan ibadah
haji 2025
, tidak seperti tahun lalu.
Jazilul beralasan,
Kementerian Agama
(Kemenag) telah menunjukkan perbaikan signifikan dalam hal transparansi dan keterbukaan pelaksanaan ibadah haji.
“Saya yakin tidak akan ada pansus lagi. Karena kita lihat sekarang mulai ada perbaikan,” kata Jazilul di Jeddah, dikutip dalam keterangan resmi, Sabtu (31/5/2025).
Tahun ini, pemerintah bekerja sama dengan delapan perusahaan syarikah yang melayani jemaah haji dari mulai keberangkatan hingga kepulangan.
Gus Jazil, panggilan karib Jazilul, berharap penambahan syarikah tahun ini menciptakan persaingan sehat demi peningkatan kualitas untuk jemaah.
“Mudah-mudahan ada persaingan yang sehat. Mana yang terbaik, kita ambil. Yang tidak bagus, tinggalkan. Harus ada evaluasi,” politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Kendati demikian, Jazilul memastikan DPR akan tetap mengawasi pelaksanaan ibadah haji.
Mulai dari keberangkatan, penginapan, makanan, dan kesehatan. Harusnya tahun ini lebih baik. Nanti akan kita cek langsung di lapangan,” ujar Jazilul.
Sebagaimana diketahui, DPR 2019-2024 membentuk
Pansus Haji
untuk mengusut dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan ibadah haji 2024.
Salah satu permasalahan yang disoroti oleh Pansus Haji ketika itu adalah penyalahgunaan kuota haji kepada ribuan haji khusus yang dapat langsung berangkat tanpa waktu tunggu.
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyatakan bahwa ia dan jajarannya berkomitmen bahwa pelaksanaan ibadah haji akan senantiasa lebih baik ke depan.
Ia pun menyatakan bahwa substansi yang dilahirkan dari Pansus Haji DPR periode lalu itu dijadikan sebagai petunjuk mereka dalam mengambil keputusan.
“Kami punya komitmen bahwa Insya Allah itu tidak perlu terjadi yang akan datang, naudzubillah,” ucap Nasaruddin dalam rapat perdana antara Komisi VIII DPR RI, Senin (28/10/2024).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

DPR Tegaskan Penyelenggaraan Haji Furoda Tak Punya Landasan Hukum
Jakarta (beritajatim.com) – Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menegaskan bahwa penyelenggaraan haji furoda atau skema haji dengan visa non-reguler tidak memiliki landasan hukum di Indonesia. Ia menyebut sistem penyelenggaraan haji secara formal saat ini hanya mengakomodasi dua jalur, yakni haji reguler dan haji khusus.
“Dalam penyelenggaraan memang yang diatur formal hanya haji reguler dan haji khusus, tidak ada opsi ketiga atau opsi lainnya,” ujar Fikri yang juga anggota Komisi VIII DPR RI.
Fikri menjelaskan, ketiadaan regulasi menyebabkan skema haji dengan visa mujamalah atau furoda tidak memiliki payung hukum yang jelas. Akibatnya, negara tidak bisa mengambil langkah hukum atau perlindungan secara langsung terhadap jemaah haji jalur ini jika terjadi persoalan.
“Sehingga skema haji dengan visa selain haji tidak atau belum ada regulasi yang menaunginya,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Dalam kondisi ini, kata Fikri, satu-satunya cara untuk melakukan advokasi terhadap jemaah haji furoda adalah melalui jalur diplomasi. Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Agama atau pihak imigrasi, hanya bisa menempuh pendekatan dialog dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
“Yakni dengan cara dialog atau diplomasi dengan pihak Kerajaan Arab Saudi yang punya otoritas menerbitkan visa,” katanya.
Ia menyebut diplomasi ini sangat penting, karena kewenangan penerbitan visa sepenuhnya berada di tangan otoritas Saudi. DPR, lanjut Fikri, tengah merespons kekosongan hukum ini dengan membahas revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
“Seiring dengan itu, Panitia Kerja (Panja) revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Komisi VIII DPR RI sedang membahas untuk membuka opsi haji dan umrah mandiri agar dilindungi oleh UU,” jelasnya.
Upaya normatif tersebut, menurutnya, akan membuka jalan bagi legalisasi jalur haji mandiri yang telah lama eksis namun belum diakui dalam sistem hukum Indonesia. Ini juga menyesuaikan dengan kebijakan Kerajaan Arab Saudi yang telah membuka akses visa haji dan umrah mandiri.
“Begitupun haji yang selama ini dikenal dengan nama haji furoda, KSA juga menerbitkan visa khusus. Dan selama ini belum diatur dalam UU yang ada di Indonesia,” pungkas Fikri. [hen/beq]
-
/data/photo/2025/05/30/68392a5981df7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Visa Furoda Tak Kunjung Terbit, Calon Jemaah Haji Gagal ke Tanah Suci? Nasional 31 Mei 2025
Visa Furoda Tak Kunjung Terbit, Calon Jemaah Haji Gagal ke Tanah Suci?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Harapan calon jemaah haji untuk dapat menjalankan ibadah haji lewat jalur furoda atau non-kuota terancam pupus.
Pasalnya, Kerajaan Arab Saudi tidak mengeluarkan visa untuk haji furoda pada tahun ini dan proses pemvisaan jemaah haji pun sudah ditutup.
“Saya sudah mendapat konfirmasi dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi bahwa proses pemvisaan sudah tutup per 26 Mei 2025, pukul 13.50 waktu Arab Saudi (WAS),” kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief dalam keterangannya, Kamis (29/5/2025).
Seperti diketahui, haji lewat jalur furoda memang bersifat non-kuota sehingga tidak ada jumlah pasti yang diberikan setiap tahunnya.
Selain itu, keberangkatan jemaah baru bisa dipastikan setelah visa dan tiket pesawat diterbitkan.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menjelaskan, wewenang mengeluarkan
visa haji furoda
sepenuhnya ada pada Pemerintah Arab Saudi, bukan dari pemerintah Indonesia.
Kemenag
masih terus membangun komunikasi dengan otoritas Arab Saudi agar visa haji furoda seluruhnya bisa terbit.
“Iya, kami lagi menunggu (keputusan) Saudi. Itu kan di luar kewenangan kami,” kata Nasaruddin di Kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Kamis (29/5/2025).
Senada, Ketua Komisi Nasional Haji Mustolih Siradj juga menekankan bahwa visa haji furoda berada di luar tanggung jawab pemerintah dan murni menjadi urusan bisnis antara jemaah haji dan penyelenggara travel.
Oleh sebab itu, ia meminta publik, khususnya jemaah, tidak menyalahkan pemerintah.
”
Visa haji furoda
belum juga diterbitkan oleh otoritas Arab Saudi sampai batas akhir pelayanan. Ini bukan tanggung jawab pemerintah karena berada di luar kuota resmi,” kata Mustolih dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (30/5/2025), dikutip dari
Antaranews.
Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU), pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap kuota resmi yang terdiri atas 98 persen haji reguler dan delapan persen
haji khusus
.
Sementara itu, visa haji furoda yang dikenal sebagai visa mujamalah merupakan jalur undangan yang diurus langsung oleh travel dan tidak masuk dalam kuota nasional.
Dia menilai minimnya transparansi informasi terkait risiko dalam haji furoda dan kebijakan otoritas Arab Saudi yang bisa berubah sewaktu-waktu juga patut menjadi perhatian bersama sebagai faktor penyebab kegagalan.
“Jadi pengaturan lebih lanjut tentang mekanisme, syarat, dan standar pelayanan haji furoda perlu segera dirumuskan agar ada kepastian hukum, dan perlindungan bagi jemaah dari potensi kerugian materiil maupun sosial,” ujar Mustolih.
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (
AMPHURI
) menyarankan agar jemaah yang gagal berangkat haji lewat jalur furoda untuk mendaftar haji khusus.
“PIHK (Penyelenggara Ibadah
Haji Khusus
) sebaiknya menyarankan kepada jemaah untuk beralih mendaftar haji khusus,” dikutip dari surat edaran resmi AMPHURI, Kamis (29/5/2025).
Sementara, anggota Komisi VIII DPR yang juga Panitia Pengawas (Panwas) Haji, Abdul Fikri Faqih, juga mendorong Kemenag dan pihak keimigrasian untuk melakukan diplomasi dengan Kerajaan Arab Saudi.
Di samping itu, ia mendorong adanya revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah untuk mengatur ihwal haji mandiri karena haji furoda untuk saat ini belum memiliki landasan hukum yang kuat di Indonesia.
“Seiring dengan itu, Panitia Kerja revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Komisi VIII DPR RI sedang membahas untuk membuka opsi haji dan umrah mandiri agar dilindungi oleh UU,” ujar Fikri.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Wanti-wanti Kena Tipu Sebab Tak Ada Haji Furoda Tahun Ini
Jakarta –
Ada yang beda dengan kebijakan Pemerintah Arab Saudi terkait penyelenggaraan ibadah haji furoda pada tahun ini. Pasalnya, Pemerintah Saudi menetapkan tak bakal mengeluarkan visa haji furoda bagi seluruh calon jemaah dunia.
Pemerintah dan DPR pun meminta masyarakat waspada dengan iming-iming penerbitan visa haji furoda pada tahun ini. Simak faktanya dirangkum detikcom.
BP Haji Tegaskan Saudi Tak Terbitkan Visa Furoda
Wakil Kepala BP Haji dan Sekretaris Amirul Hajj RI Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan pemerintah Arab Saudi tidak akan menerbitkan visa haji furoda tahun ini. Ia meminta seluruh jemaah tak mudah tertipu janji-janji terkait visa furoda.
“Menurut pihak Saudi Arabia, visa haji non-kuota dari pemerintah Saudi Arabia, seperti furoda, tidak akan keluar. Jadi, seluruh calon jemaah jangan sampai tertipu dengan janji-janji bahwa akan tersedia visa Furoda di akhir-akhir jelang masa puncak haji ini, karena sudah dipastikan kerajaan Saudi tidak akan ada visa tersebut,” ujar Dahnil kepada wartawan, Jumat (30/5/2025).
Ia membenarkan, tahun-tahun sebelumnya, pemerintah Saudi menerbitkan visa furoda. Namun berbeda dengan tahun ini.
“Tahun ini pihak kerajaan tidak menyediakan, karena pihak Saudi ingin menertibkan pelaksanaan haji agar lebih baik,” jelas Dahnil.
Dahnil menyebut Arab Saudi sedang fokus mengupayakan perbaikan dan ketertiban ibadah haji. BP Haji mengapresiasi aturan-aturan dari Saudi.
“Kami BP Haji termasuk yang apresiasi aturan-aturan ketat yang dibuat Saudi untuk perbaikan dan ketertiban haji tahun ini, dan itu akan sangat membantu kami tahun 2026 nanti melakukan penyesuaian ketika otoritas sudah sepenuhnya di tangan kami,” sambungnya.
Dampak Kebijakan Tak Hanya ke Jemaah RI
Pemerintah Arab Saudi memutuskan tidak menerbitkan visa haji furoda pada tahun ini. Komisi VIII DPR mengatakan tidak terbitnya visa haji furoda tidak hanya berlaku untuk calon jemaah RI, melainkan seluruh dunia.
“Yang saya dengar langsung dari sini ya, itu (visa) furoda memang tidak keluar tidak hanya Indonesia, (melainkan) semua negara yang memberangkatkan jemaah haji. Nggak ada, satu pun nggak ada,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abdul Wachid kepada wartawan, Sabtu (31/5).
Abdul mengatakan, pihaknya dan Ditjen Haji dan Umrah Kemenag RI telah berkomunikasi dengan pihak dubes Arab Saudi dalam sebulan terakhir. Namun, pihak dubes Arab Saudi selama ini tak pernah memberikan kepastian mengenai visa haji furoda dan menyerahkan sesuai kebijakan pihak kerajaan.
“Jadi itu tidak dikeluarkan, terus kami sudah bicara dengan Kementerian Agama terutama Dirjen Haji, sudah koordinasi dengan dubes Arab Saudi, ya memang sudah waktu sebelum ini ada keputusan, ini kami bersama Dirjen sudah mengejar-ngejar itu ke dubes, tapi dubes sendiri kan, kebijakan ini kan di Saudi, di raja,” kata Abdul.
“Jadi memang raja tidak mengeluarkan seluruh dunia. Jadi ya bagaimana kita sekarang membantu, wong yang punya kewenangan di sini. Dan itu dinyatakan memang seluruh dunia beliau tidak keluarkan visa,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Abdul menerangkan kebijakan Saudi itu diberlakukan untuk kenyamanan jemaah selama ibadah haji. Menurut Abdul, pemerintah Saudi pun menerapkan pengetatan keamanan bagi calon jemaah yang masuk wilayah Saudi.
“Komjen sudah memberikan isyarat, menyampaikan bahwa pemerintah Arab Saudi tahun 2025 ini pelaksanaan haji akan diperketat. Alasannya untuk memberikan kenyamanan kepada jemaah. Pengetatan itu di antaranya keluaran visa, termasuk yang kena furoda itu,” jelas Abdul.
“Memang suasana di sini beda. Di sini masuk ke Arab Saudi bener-bener susah masuk ke Mekkah. Wah, ngeri. Pemeriksaan dari mulai Jeddah masuk ke Mekkah, dari Madinah masuk Mekkah sekarang itu bener-bener diperiksa bisa sampai tiga lapis,” pungkasnya.
Komisi VIII DPR Imbau Dana Jemaah Dikembalikan
Abdul Wachid. (Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng)
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abdul Wachid meminta pihak travel tidak mempersulit pengembalian dana calon jemaah haji furoda yang batal berangkat pada tahun ini. Abdul mengatakan pihaknya telah melakukan komunikasi dengan pihak travel usai pemerintah Arab Saudi memutuskan tidak mengeluarkan visa haji furoda pada tahun ini.
“Iya saya memang komunikasi dengan teman-teman asosisasi. Udah lah, jemaah dikumpulkan, diberi tahu, minta maaf, karena ini kebijakannya di Arab Saudi, travel nggak bisa apa-apa. Kalau bisa jemaah ini diredam kegelisahan mereka,” kata Abdul kepada wartawan, Sabtu (31/5).
Abdul menyarankan calon jemaah haji furoda bersedia menunda keberangkatan haji untuk tahun selanjutnya. Di sisi lain, dia pun menyampaikan perhatian khususnya kepada para pihak travel yang dirugikan imbas kebijakan Saudi.
“Kalau mau nunggu tahun depan atau ikut haji plus sekalian, atau haji reguler sekalian. Dan uangnya saran saya dikembalikan secara utuh ya. Memang ini kerugian di travel nih, kasihan nih travel nih, benar-benar rugi besar,” kata Abdul.
“Kalau mereka (calon jemaah) mau nunggu ya silakan dititipi, disimpan di situ. Kalau mau ditarik ya silakan dikembalikan. Jangan sampai ada pihak dirugikan,” sambungnya.
-

Timwas Haji DPR Sebut RI Akan Lebih Mudah Minta Kuota Tambahan ke Saudi dengan Skema Ini
Bisnis.com, JEDDAH — Tim Pengawas Haji 2025 DPR RI menyebut skema tanazul yang digagas Kementerian Agama pada musim haji tahun ini berpotensi memudahkan Indonesia untuk meminta kuota tambahan kepada Pemerintah Arab Saudi.
Anggota Timwas Haji DPR yang juga Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang optimistis skema tanazul akan membantu mengurai kepadatan jemaah haji Indonesia ketika mabit alias bermalam di Mina. Menurutnya, jika hal itu terlaksana, akan lebih mudah bagi Indonesia untuk meminta tambahan kuota haji kepada Pemerintah Arab Saudi.
Skema tanazul diketahui memungkinkan jemaah yang tinggal di hotel dekat area Jamarat atau lokasi lontar jumrah, untuk kembali ke hotel setelah melempar Jumrah Aqabah.
Dengan demikian, jemaah tidak perlu menempati tenda di Mina, tetapi tetap menjalankan kewajiban bermalam sesuai ketentuan. Skema ini akan dikhususkan bagi jemaah lanjut usia (lansia) dan penyandang disabilitas.
Tahun ini Indonesia diketahui mendapatkan kuota haji sebanyak 221.000 jemaah, terdiri atas 203.320 jemaah reguler dan 17.680 jemaah haji khusus. Jumlah itu turun dari 2024 sebanyak 241.000 jemaah, terdiri atas 221.720 haji reguler dan 19.280 haji khusus.
“Kalau sudah bisa tanazul, maka kita punya moral untuk minta tambahan kuota. Selama ini kan 221.000 [kuota tahun ini] dengan 203.000 jemaah [haji reguler] di Mina. Kalau kita urai menjadi tanazul, [sebagian] tidur di hotel, kita punya keberanian untuk meminta lagi 20.000 atau 30.000 [tambahan kuota haji],” katanya ketika tiba di Bandara King Abdulaziz, Jeddah, Arab Saudi, Selasa (27/5/2025) malam.
Marwan mendarat bersama anggota Tim Pengawas Haji 2025 DPR RI lainnya dan akan ikut mengawasi operasional penyelenggaraan haji tahun ini hingga rampung.
Sementara itu selain tanazul, pemerintah juga memperkenalkan skema murur dan safari wukuf. Dengan safari wukuf, jemaah akan diperjalankan dengan kendaraan, baik ambulans atau bus, yang melintasi Padang Arafah dan tetap berada di dalam kendaraan selama waktu wukuf berlangsung.
Jemaah tidak perlu menempati tenda di Arafah tetapi tetap dapat memenuhi kewajiban wukuf. Adapun murur adalah skema yang dilakukan setelah wukuf di Arafah, yaitu dengan melewati Muzdalifah tanpa turun dari kendaraan dan kemudian langsung menuju Mina.
Marwan melanjutkan, jelang puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) kepastian layanan bagi jemaah haji akan menjadi fokus utama pengawasan.
Hal itu terutama usai dinamika penerapan layanan berbasis syarikah, yang berimbas pada terpisahnya jemaah dengan anggota keluarga dan/atau pendampingnya di satu kelompok terbang (kloter).
“Kalau dari komitmennya syarikah, Kementerian Haji [Arab Saudi], saya punya keyakinan ini bisa kita urai, bisa kita tangani dengan baik,” ujarnya.
-

Hasil Sidang Isbat Iduladha 2025 Diumumkan Hari Ini, Catat Jamnya!
Jakarta: Kementerian Agama (Kemenag) RI akan menggelar sidang isbat penentuan awal Zulhijah 1446 H/2025 Masehi pada hari ini, Selasa, 27 Mei 2025. Sidang ini sekaligus penentuan Iduladha 2025.
Rangkaian sidang isbat ini akan dimulai pukul 16.00 WIB dan akan diawali dengan seminar posisi hilal yang menghadirkan para ahli astronomi dan pakar ilmu falak dari organisasi masyarakat Islam. Nantinya, pelaksanaan sidang isbat ini akan diawali dengan pemantauan hilal di 114 titik lokasi di seluruh Indonesia.
“Pemantauan hilal awal Zulhijah akan dilakukan di 114 titik di seluruh Indonesia pada 27 Mei mendatang,” kata Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah, Arsad Hidayat dikutip dari laman Kemenag Selasa, 27 Mei 2025.
Setelah itu, sidang isbat akan dilaksanakan secara tertutup. Kemenag juga akan menerima laporan hasil rukyatulhilal dari seluruh titik pemantauan.
Berdasarkan hasil perhitungan Tim Hisab Rukyat Kemenag, posisi hilal pada saat matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia sudah berada di atas ufuk, yakni antara 0° 44,15’ (nol derajat empat puluh empat koma lima belas menit) hingga 3° 12,29’ (tiga derajat dua belas koma dua puluh sembilan menit). Sementara itu, sudut elongasi berkisar antara 5° 50,64’ (lima derajat lima puluh koma enam puluh empat menit) hingga 7° 6,27’ (tujuh derajat enam koma dua puluh tujuh menit).
“Kondisi tersebut telah memenuhi kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yang menjadi acuan utama dalam penetapan awal bulan Hijriah di kawasan Asia Tenggara,” ungkapnya.
Penetapan Awal Zulhijah dan Iduladha 2025
Penetapan awal Zulhijah 1446 H akan dilakukan setelah Menteri Agama akan mendengarkan tanggapan dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan para peserta sidang. Keputusan tersebut kemudian diumumkan kepada masyarakat dan disiarkan secara langsung oleh media.“Hasil rukyatulhilal dari berbagai daerah, beserta data hisab mengenai posisi hilal, akan dibahas dalam sidang isbat. Keputusan yang dihasilkan akan menjadi dasar penetapan awal Zulhijah 1446 H sekaligus penentuan Hari Raya Iduladha 2025,” jelas Arsad.
Sidang isbat akan dihadiri sejumlah pihak, antara lain perwakilan duta besar negara sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Mahkamah Agung, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Observatorium Bosscha ITB, Planetarium Jakarta, serta para pakar ilmu falak dari organisasi keagamaan Islam, anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag, pimpinan ormas Islam, dan pondok pesantren.
Jakarta: Kementerian Agama (Kemenag) RI akan menggelar sidang isbat penentuan awal Zulhijah 1446 H/2025 Masehi pada hari ini, Selasa, 27 Mei 2025. Sidang ini sekaligus penentuan Iduladha 2025.
Rangkaian sidang isbat ini akan dimulai pukul 16.00 WIB dan akan diawali dengan seminar posisi hilal yang menghadirkan para ahli astronomi dan pakar ilmu falak dari organisasi masyarakat Islam. Nantinya, pelaksanaan sidang isbat ini akan diawali dengan pemantauan hilal di 114 titik lokasi di seluruh Indonesia.
“Pemantauan hilal awal Zulhijah akan dilakukan di 114 titik di seluruh Indonesia pada 27 Mei mendatang,” kata Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah, Arsad Hidayat dikutip dari laman Kemenag Selasa, 27 Mei 2025.Setelah itu, sidang isbat akan dilaksanakan secara tertutup. Kemenag juga akan menerima laporan hasil rukyatulhilal dari seluruh titik pemantauan.
Berdasarkan hasil perhitungan Tim Hisab Rukyat Kemenag, posisi hilal pada saat matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia sudah berada di atas ufuk, yakni antara 0° 44,15’ (nol derajat empat puluh empat koma lima belas menit) hingga 3° 12,29’ (tiga derajat dua belas koma dua puluh sembilan menit). Sementara itu, sudut elongasi berkisar antara 5° 50,64’ (lima derajat lima puluh koma enam puluh empat menit) hingga 7° 6,27’ (tujuh derajat enam koma dua puluh tujuh menit).
“Kondisi tersebut telah memenuhi kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yang menjadi acuan utama dalam penetapan awal bulan Hijriah di kawasan Asia Tenggara,” ungkapnya.
Baca juga: Kapan Hari Raya Iduladha 2025? Yuk Cek Versi Pemerintah, NU dan Muhammadiyah
Penetapan Awal Zulhijah dan Iduladha 2025
Penetapan awal Zulhijah 1446 H akan dilakukan setelah Menteri Agama akan mendengarkan tanggapan dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan para peserta sidang. Keputusan tersebut kemudian diumumkan kepada masyarakat dan disiarkan secara langsung oleh media.
“Hasil rukyatulhilal dari berbagai daerah, beserta data hisab mengenai posisi hilal, akan dibahas dalam sidang isbat. Keputusan yang dihasilkan akan menjadi dasar penetapan awal Zulhijah 1446 H sekaligus penentuan Hari Raya Iduladha 2025,” jelas Arsad.
Sidang isbat akan dihadiri sejumlah pihak, antara lain perwakilan duta besar negara sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Mahkamah Agung, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Observatorium Bosscha ITB, Planetarium Jakarta, serta para pakar ilmu falak dari organisasi keagamaan Islam, anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag, pimpinan ormas Islam, dan pondok pesantren.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id(RUL)
-

Kasus MERS Meningkat di Arab Saudi, DPR Imbau Jemaah Haji Perketat Prokes
Jakarta (beritajatim.com) – Kasus corona di kawasan Timur Tengah (Middle East Respiratory Sindrome Coronavirus (MERS-CoV) meningkat. Tercatat antara 1 Maret hingga 21 April 2025, dilaporkan ada sembilan kasus positif MERS berdasarkan data Kementerian Kesehatan Arab Saudi.
“Ada peningkatan jumlah kasus jemaah haji yang terkena penyakit MERS ini,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Mahdalena, Senin (26/5/2025).
Dia pun meminta agar jamaah haji meningkatkan protokol kesehatan selama di tanaha suci. “Saya himbau jemaah haji benar-benar waspada dengan penyakit MERS dan menjaga diri dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat,” kata Mahdalena.
Dia pun meminta petugas haji juga secara intens memberikan himbauan agar jemaah haji meningkatkan kewaspadaan serta benar-benar menerapkan protokol kesehatan agar terhindari dari penyakit MERS. Menurut Mahdalena, kewaspadaan ini harus ditingkatkan melalui sosialisasi secara terus menerus sehingga Jemaah haji semakin waspada dan menjaga diri agar tak terpapar penyakit MERS.
“Saya berharap petugas haji memberikan sosialisasi secara terus menerus kepada jemaah haji untuk menggunakan masker sehingga meminimalisir terpapar penyakit,” ujar Mahdalena.
Sekitar 80 persen kasus MERS pada manusia dilaporkan berasal dari Arab Saudi. “Penyakit MERS ini ditularkan dari hewan ke manusia melalui kontak langsung atau tak langsung. Jemaah haji diharapkan tidak terlalu berdekatan atau berkontak langsung dengan hewan seperti unta untuk meminimalisir terkena virus MERS,” kata Mahdalena lagi.
Seperti diketahui, MERS merupakan penyakit yang menginfeksi saluran pernapan yang disebabkan oleh subtipe baru dari virus corona yang belum pernah ditemukan menginfeksi manusia sebelumnya.
Virus ini pertama kali menyerang manusia di Jordan pada April 2012 namun kasus yang pertama kali dilaporkan adalah kasus yang muncul di Arab Saudi pada September 2012. Jemaah haji yang terkena penyakit MERS akan mengalami gejala awal seperti demam, batuk dan sesak napas. Bahkan beberapa mengalami gejala gastrointestinal seperti diare dan mual/muntah. [kun]