Kementrian Lembaga: Komisi VII DPR

  • DPR Desak Audit ODOL & KPLP Usai Insiden KMP Tunu

    DPR Desak Audit ODOL & KPLP Usai Insiden KMP Tunu

    Jakarta

    Insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, Kamis (3/7) dini hari, mendapat sorotan dari anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono. Kecelakaan kapal motor penumpang yang sarat muatan itu menelan korban jiwa dan kembali menyingkap persoalan klasik tentang keselamatan pelayaran di jalur Ketapang-Gilimanuk yang padat.

    Bambang mengaku sehari sebelum kejadian sudah mengingatkan para pemangku kepentingan, mulai dari KSOP, ASDP, perusahaan pelayaran hingga KPLP, agar memastikan kelaikan kapal dan memperketat pengawasan muatan berlebih. Ia menegaskan lintasan Ketapang-Gilimanuk rawan kecelakaan, apalagi di musim gelombang tinggi.

    “Saya juga menekankan bahwa saat mereka akan berlayar harus dipastikan dari sisi kelaikan kondisi kapal itu sendiri maupun kondisi kapal setelah dimuati muatan karena sering terjadi muatan truk itu overload yang tidak diketahui oleh nahkoda,” ujar Bambang, Minggu (6/7/2025).

    Ia menyebut lemahnya pengawasan ODOL (over dimension over loading) membuat kapal bekerja melebihi daya apungnya. Situasi semakin riskan karena arus lalu lintas kapal pada jam-jam puncak, antara pukul 21.00-02.00, belum diimbangi kesiapan komponen keselamatan.

    “Di saat terjadinya kecelakaan KMP Tunu saat itu kondisi kendaraan di waktu peak atau waktu puncak muatan dari pelabuhan Ketapang Banyuwangi adalah dari jam 21.00 sampai dengan pukul 02.00 maka disitu lah semua komponen keselamatan dan keamanan harus siap siaga di lokasi,” tegasnya.

    Meski mengapresiasi kehadiran cepat KPLP dan Basarnas, Bambang menilai standar respon darurat masih kurang ideal. “Perlu dibuat standarisasi respon time yg tidak boleh lebih dari 15 menit. Maka dari itu, pangkalan dari coast guard KPLP maupun pangkalan Basarnas harus dekat dengan kepadatan lalu lintas angkutan laut atau penyeberangan ini,” katanya.

    Ia juga mengingatkan dampak serius bagi citra pariwisata Bali jika infrastruktur transportasi penyeberangan tetap buruk. Politisi Gerindra ini mendesak pemerintah segera membangun crisis management center, ruang medis, dan layanan trauma healing bagi korban dan keluarga.

    “Saya juga mengapresiasi kinerja dari Coastguard KPLP yang hadir di lokasi tidak lebih dari 20 menit setelah kejadian juga Basarnas yang hadir beberapa menit setelah KPLP. Tetapi sangat disayangkan, yang banyak menyelamatkan penumpang adalah nelayan,” tuturnya.

    Sebagai catatan, KMP Tunu Pratama Jaya kala itu mengangkut muatan penuh: 8 truk tronton sebagian berisi semen dan muatan berat, 3 truk besar, 3 truk sedang, 4 pick-up barang, 4 kendaraan kecil, serta sepeda motor.

    (rrd/rrd)

  • Alasan Pemerintah Wacanakan LPG 3 Kg Satu Harga pada 2026

    Alasan Pemerintah Wacanakan LPG 3 Kg Satu Harga pada 2026

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang menyusun kebijakan LPG 3 kilogram (kg) satu harga yang akan diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia mulai tahun 2026.

    Kebijakan ini digagas untuk menciptakan pemerataan harga LPG bersubsidi, layaknya program BBM satu harga yang telah lebih dulu dijalankan.

    Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, harga LPG 3 Kg saat ini sangat bervariasi antarwilayah dan bahkan kerap melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

    “Dengan kebijakan satu harga, rasa keadilan dalam menikmati subsidi LPG bisa dirasakan masyarakat di seluruh wilayah,” ujar Yuliot saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/7/2025).

    Kebijakan ini akan diatur melalui revisi dua regulasi utama, yakni Perpres Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019, yang mengatur penyediaan, distribusi, dan penetapan harga LPG tertentu (subsidi).

    Langkah ini bertujuan untuk menciptakan tata kelola LPG bersubsidi yang lebih baik, menjamin ketersediaannya bagi rumah tangga sasaran, pelaku usaha mikro, nelayan, dan petani, serta mengurangi ketimpangan harga akibat rantai distribusi yang panjang.

    “Melalui revisi ini, pemerintah akan menetapkan mekanisme penetapan satu harga berdasarkan perhitungan logistik secara menyeluruh,” jelas Yuliot.

    Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI juga menegaskan komitmen untuk membenahi sistem distribusi LPG 3 Kg dan mendorong kebijakan satu harga.

    Bahlil membeberkan bahwa anggaran subsidi LPG 3 Kg yang dikucurkan negara mencapai Rp 80 triliun hingga Rp 87 triliun per tahun. Namun, karena distribusi yang belum merata, masyarakat kerap membeli dengan harga jauh lebih mahal dari seharusnya.

    “Kalau terus terjadi disparitas harga, harapan negara tidak akan sesuai kenyataan di lapangan,” kata Bahlil.

    Untuk tahun 2026, pemerintah mengusulkan kuota LPG subsidi sebesar 8,31 juta metrik ton (MT), sedikit meningkat dibanding realisasi 2024 sebesar 8,23 juta MT dan kuota 2025 sebesar 8,17 juta MT.

    Dengan kebijakan satu harga ini, pemerintah berharap subsidi LPG dapat dinikmati lebih merata, tepat sasaran, dan benar-benar membantu masyarakat berpenghasilan rendah.

  • DPR desak pemerintah jaga aset gunung Rinjani agar aman bagi wisatawan

    DPR desak pemerintah jaga aset gunung Rinjani agar aman bagi wisatawan

    ANTARA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mendesak  pemerintah, agar dapat menjaga aset dan tempat wisata gunung Rinjani agar lebih aman bagi wisatawan yang berkunjung ke kawasan itu. Hal tersebut diungkapkannya saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (3/7).
    (Ryan Rahman/Ibnu Zaki/Yovita Amalia/Ludmila Yusufin Diah Nastiti)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pertaruhan Kinerja Manufaktur Hadapi Gejolak Perang Dagang & Geopolitik

    Pertaruhan Kinerja Manufaktur Hadapi Gejolak Perang Dagang & Geopolitik

    Bisnis.com, JAKARTA — Produktivitas manufaktur nasional dipertaruhkan di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian dan geopolitik global. Sebab, industri pengolahan rentan dalam menghadapi ketegangan konflik perdagangan maupun perang di Timur Tengah.

    Kerentanan ini juga tercerminkan dari Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang terkontraksi 3 bulan beruntun. Terbaru, pada Juni 2025, level PMI kembalii terperosok ke level 46,9 atau turun dari Mei 2025 di level 47,4 dan April di angka 46,7.

    Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, dampak tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia sebesar 32% dapat menekan kinerja ekspor produk lokal hingga 2,83%.

    “Tetapi kita memiliki peluang beberapa komoditas, misalnya peralatan utilitas kendaraan bermotor, pertambangan, itu positif, tetapi tekstil, komputer, alas kaki, logam, peralatan listrik, itu negatif,” kata Tauhid dalam KTT Indef 2025, Rabu (2/7/2025).

    Komoditas yang kinerja ekspornya diproyeksi masih tumbuh tersebut lantaran memiliki daya saing yang masih kuat untuk berkompetisi dengan negara lain yang dikenai tarif jauh lebih tinggi.

    Dalam laporan Indef, ekspor komoditas peralatan transportasi dan lainnya diproyeksi masih tumbuh 12%, utilitas dan komunikasi 5%, kendaraan bermotor dan suku cadang 5%, pertambangan 4,2%, dan lainnya.

    Sementara itu, Tauhid memperkirakan ekspor logam besi dan baja terkontraksi hingga 1,47%, pengolahan makanan 2,81%, sektor kehutanan 5,41%, produk kimia 9%, tekstil dan produk pakaian 9,16%, dan peralatan listrik 13%.

    “Sedangkan porsi kita ekspor maupun impor ke kawasan Timur Tengah itu relatif kecil ya 4,6% dan 4,1%. Ini yang memberikan efek dari perang dari Iran-Israel kecil dengan asumsi harga komoditas energi tidak melampaui batas APBN,” jelasnya.

    Kendati demikian, Kementerian Perindustrian mulai mengantisipasi risiko dari kebijakan tarif Trump dan ancaman eskalasi peran Iran dan Israel terhadap industri manufaktur nasional.

    Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengatakan, eskalasi konflik Timur Tengah dan ancaman penutupan Selat Hormuz sebagai jalur distribusi pasokan energi sangat memengaruhi produksi industri.

    “Kondisi inilah yang mengancam juga kelangsungan industri nasional kita, seperti industri padat karya, tekstil, elektronik rumah tangga, hingga komponen otomotif yang saat ini sedang menghadapi penurunan permintaan ekspor,” jelasnya dalam RDP Komisi VII DPR RI, Rabu (2/7/2025).

    Tak hanya kinerja ekspor yang terganggu, sentimen pasar global dan ketidakpastian perdagangan ini juga memengaruhi keputusan investasi. Dia menyebutkan, terdapat investasi senilai Rp1 triliun yang masih tertahan, serta utilitas produksi dan stabilitas tenaga kerja yang terganggu.

    Ancaman Terhadap Pasar Domestik

    Dalam hal ini, Faisol mewanti-wanti fenomena trade diversion atau pengalihan perdagangan yang dilakukan banyak negara dari AS ke pasar yang lebih mudah diakses, termasuk Indonesia.

    Untuk diketahui, AS merupakan pasar utama dari tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki Indonesia dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 40,6% dan 34,2% pada 2024. Artinya, nyaris setengah dari ekspor TPT dan sepertiga ekspor alas kaki bergantung pada permintaan AS. Adapun, 95% ekspor TPT ke AS merupakan produk pakaian jadi yang merupakan industri padat karya.

    “Posisi ini mencerminkan bahwa produk TPT dan alas kaki Indonesia memiliki daya saing global. Namun, rentan karena perubahan peta pasokan global yang dipicu ketegangan geopolitik dan tarif masing-masing negara,” jelasnya.

    Di sisi lain, Faisol melihat pangsa pasar China di AS mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada 2020, produk TPT China masih menguasai pasar AS hingga 38,4%. Namun, pada 2024 hanya dapat mencapai 25,6%.

    Hal serupa juga terjadi pada produk alas kaki, di mana pangsa pasar China di AS turun dari 42% pada 2020 menjadi 36,1% pada tahun lalu. Kondisi ini yang membuat pemerintah mewaspadai adanya potensi dumping produk China ke Indonesia.

    Apalagi, terdapat kondisi peningkatan nilai impor TPT dari China ke Indonesia yang mencapai 8,84%, sedangkan impor produk alas kaki naik melonjak hingga 30,89% pada Januari hingga April 2025.

    Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) impor produk tekstil (HS 60-63) dari China ke Indonesia tercatat senilai US$834 juta pada Januari-April 2025 atau meningkat dari periode yang sama tahun lalu senilai US$309,7 juta.

    Hal serupa juga terjadi pada produk alas kaki (HS 64) yang nilai impornya dari China tercatat mencapai US$199,4 juta pada Januari-April 2025 atau meningkat dari periode yang sama tahun lalu senilai US$152,36 juta.

    “Oleh karena itu pemerintah perlu mengambil langkah strategis melindungi pasar domestik sekaligus memanfaatkan peluang expands to export yang terbuka di pasar global,” jelasnya.

    Tak hanya TPT dan alas kaki, Faisol juga menyoroti produk dari sektor industri agro, yang juga merupakan industri padat karya, saat ini terdapat indikasi adanya pengalihan pasar produk China dari Amerika.

    Pada Januari-April 2025, terlihat bahwa ekspor produk agro China ke Amerika turun sebesar US$1,17 miliar atau sekitar 7%. Sementara itu, pada saat yang sama Indonesia justru mencatat lonjakan impor produk agro dari China sebesar US$477.000 meningkat sekitar 30%.

    “Sekurang-kurangnya terdapat tujuh pos HS yang menunjukkan kenaikan impor yang signifikan. Mulai dari HS23 yaitu limbah industri makanan dan pakan ternak naik sekitar 11%, HS03 ikan dan krustasea, dan HS18 kakao dan olahan melonjak impornya lebih dari 100%. Lonjakan tertinggi terjadi pada produk perikanan yaitu sekitar 105,4%,” jelasnya.

    Di sisi lain, dampak kebijakan tarif yang diberlakukan Amerika berpotensi menimbulkan efek trade diversion ataupun dumping produk baja dan aluminium dari China ke pasar lain termasuk Indonesia.

    Apalagi, AS secara khusus menetapkan tarif impor produk baja dan aluminium yang semula 25% menjadi 50% sejak 4 Juni 2025. Peningkatan tarif ini secara spesifik diterapkan terhadap produk baja yang tercakup HS 73 produk aluminium (HS 76).

    Di satu sisi, secara proporsi ekspor produk baja Indonesia ke Amerika memang hanya 0,6%, sementara ekspor aluminium 0,54%. Hal ini menunjukkan bahwa produk ini bukan merupakan produk unggulan dari Indonesia ke Amerika.

    Ekspor baja Indonesia justru lebih dominan ke Australia yang porsinya mencapai 48,20% jauh lebih tinggi dibanding ke Amerika. Sementara itu, untuk aluminium, China menjadi tujuan utama ekspor Indonesia yang share-nya mencapai 32,20% kemudian baru diikuti oleh Amerika.

    “Ini yang mengkhawatirkan kita mengingat Indonesia memiliki ketergantungan impor baja dan aluminium yang tinggi terutama dari China,” imbuhnya.

    Adapun, impor baja Indonesia dari China mencapai 51,40% dengan nilai sekitar US$2,17 miliar dan impor aluminium dari China sebesar 46,10% atau sekitar US$1 miliar.

    “Tentu, kita harus mitigasi dengan monitoring secara intensif perkembangan perdagangan produk baja dan aluminium di border kita. Langkah ini bertujuan untuk mengantisipasi dan merespon secara cepat jika terjadi lonjakan impor yang tidak wajar melalui mekanisme anti-dumping maupun safeguard demi melindungi industri dalam negeri,” tegasnya.

    Industri Berbenah

    Tak hanya perlindungan pasar, industri nasional perlu mempersiapkan diri menghadapi berbagai guncangan konflik geopolitik saat ini. Meski mulai mereda, risiko eskalasi perang Timur Tengah tetap harus diantisipasi.

  • LKBN Antara paparkan program kerja TA 2025 dalam RDP Komisi VII DPR RI

    LKBN Antara paparkan program kerja TA 2025 dalam RDP Komisi VII DPR RI

    ANTARA – Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (3/7). Dalam RDP tersebut, Direktur Utama Perum LKBN Antara Akhmad Munir memaparkan program kerja perusahaan di Tahun Anggaran 2025. (Ryan Rahman/Ibnu Zaki/Yovita Amalia/Rijalul Vikry)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Nurhidayatullah B Cottong Kritik Pedas Menteri Bahlil: Kalau Data Tak Sinkron, Jangan Bentak Staf, Bangun Sistem!

    Nurhidayatullah B Cottong Kritik Pedas Menteri Bahlil: Kalau Data Tak Sinkron, Jangan Bentak Staf, Bangun Sistem!

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Penggiat sosial media dan pemerhati kebijakan publik, Nurhidayatullah B Cottong, melayangkan kritik tajam terhadap Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang meluapkan emosinya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, menyusul ketidaksinkronan data elektrifikasi desa antara Kementerian ESDM dan PLN.

    Insiden yang viral itu memperlihatkan Bahlil memarahi staf kementerian secara terbuka lantaran data jumlah desa yang belum teraliri listrik berbeda jauh—5.600 versi ESDM dan 10.000 versi PLN. Bagi Nurhidayatullah, kejadian ini bukan hanya soal angka, tetapi menunjukkan kegagalan tata kelola dan krisis kepemimpinan.

    “Kalau data saja masih saling silang, lalu menterinya malah bentak-bentak staf di forum publik, maka kita sedang menghadapi dua masalah sekaligus: data yang berantakan dan gaya kepemimpinan otoriter yang gagal membangun sistem,” tegas Cottong dalam pernyataannya, Selasa (2/7).

    Menurutnya, perilaku Bahlil menunjukkan kegagalan membina organisasi secara profesional. Alih-alih melakukan evaluasi internal yang konstruktif, Bahlil memilih memamerkan kemarahan, yang justru menurunkan kredibilitas kepemimpinannya di mata publik.

    “Blaming culture bukan solusi. Menteri tidak boleh jadikan ruang sidang DPR sebagai panggung pencitraan emosional. Jika memang ingin membenahi, tunjukkan lewat reformasi sistem dan transparansi data,” katanya.

    Lebih jauh, Cottong menilai insiden ini menunjukkan absennya integrasi sistem data antara ESDM dan PLN. Padahal, kedua institusi ini seharusnya berjalan seiring dalam mewujudkan target swasembada energi desa.

  • Industri RI di Ujung Tanduk Dilibas Produk China

    Industri RI di Ujung Tanduk Dilibas Produk China

    Jakarta

    Produk impor asal China membanjiri pasar Tanah Air. Kondisi ini terjadi di tengah pecahnya perang dagang usai Presiden Amerika Serikat (AS) mengumumkan tarif impor baru ke sejumlah negara.

    Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menilai gejolak perang dagang itu membuat China kehilangan pasar besarnya di Negeri Paman Sam. Barang-barang itu lalu dialihkan ke negara lain, salah satunya Indonesia.

    “Tanpa kebijakan protektif yang tepat, produk dalam negeri terdesak oleh barang-barang impor Tiongkok yang hari ini kehilangan akses, kurang mendapatkan akses ke pasar besar mereka di Amerika Serikat,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2025).

    Indonesia juga menghadapi tantangan penurunan permintaan dari luar negeri yang mempengaruhi turunnya Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia. PMI Indonesia bulan Juni tercatat berada di level 46,9.

    “Hal ini tercermin dari PMI kita pada bulan Juni 2025, ini tercatat sebesar 46,9, dimana sektor manufaktur kita masih berada dalam fase kontraksi, dikarenakan masih lemahnya permintaan baru dari pasar ekspor, sentimen pasar global dan tingginya ketidakpastian kebijakan dagang,” jelas Faisol.

    Secara umum berbagai tantangan yang berasal dari global turut mengancam kelangsungan industri nasional. Faisol mencatat beberapa sektor seperti tekstil hingga kompeten otomotif terancam menghadapi penurunan permintaan ekspor.

    “Kondisi inilah yang mengancam juga kelangsungan industri nasional kita, seperti industri padat karya, tekstil, elektronik rumah tangga, hingga komponen otomotif yang saat ini sedang menghadapi penurunan permintaan ekspor,” tuturnya.

    Belum lagi hubungan Iran dan Israel yang sempat meningkat juga mengganggu stabilitas ekonomi global. Konflik kedua negara dikhawatirkan mengganggu pasokan energi yang dapat mengganggu rantai pasok global.

    Faisol juga mengungkap adanya lonjakan signifikan impor produk agro dari China. Hal itu berbarengan dengan turunnya jumlah ekspor produk serupa dari China ke AS.

    “Di saat yang sama Indonesia justru mencatat lonjakan impor produk agro dari China sebesar US$ 477 ribu (sekitar Rp 7,72 miliar) atau meningkat 30%,” kata Faisol dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/6/2025).

    Data yang dihimpun menunjukkan ekspor produk agro China ke AS turun US$ 1,17 miliar atau sekitar Rp 18,95 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun justru ke Indonesia, tren ekspornya meningkat.

    7 Komoditas China yang Impornya Melonjak ke RI:

    HS 23 (limbah industri makanan dan pakan ternak olahan) naik 11,17%
    HS 03 (ikan dan krustasea) naik lebih dari 100%
    HS 18 (produk kakao dan olahannya) naik lebih dari 100%
    HS 09 (kopi, teh, mate, dan rempah-rempah) naik 53,42%
    HS 48 (kertas dan karton) naik 28,52%
    HS 19 (sereal, tepung, pati, susu, dan pastry) naik 24,91%
    HS 44 (produk kayu dan arang kayu) naik 22,46%

    “Kondisi ini menjadi sinyal penting bagi pemerintah Indonesia untuk mencermati dampak dari trade diversion terhadap struktur impor nasional, sekaligus peluang untuk memetakan potensi dan tantangan industri agro di dalam negeri,” jelas Faisol.

    Tak hanya sektor agro, Faisol juga mengaku khawatir terhadap ketergantungan tinggi Indonesia terhadap impor baja dan aluminium dari China yang dinilainya bisa menjadi masalah struktural di tengah ketidakpastian global. Pemerintah diharapkan segera merumuskan kebijakan penguatan industri dalam negeri agar tidak terjebak dalam ketergantungan jangka panjang

    Tonton juga “APINDO Sebut UMKM RI Masih Keterbatasan Akses Modal” di sini:

    (ily/hns)

  • Kemenperin waspadai lonjakan impor baja hingga TPT akibat perang tarif

    Kemenperin waspadai lonjakan impor baja hingga TPT akibat perang tarif

    Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza. ANTARA/HO-Kemenperin

    Kemenperin waspadai lonjakan impor baja hingga TPT akibat perang tarif
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Rabu, 02 Juli 2025 – 16:15 WIB

    Elshinta.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mewaspadai potensi lonjakan produk impor di industri baja dan aluminium, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki, industri agro, serta industri aneka akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

    Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu, menyampaikan potensi lonjakan produk tersebut akibat adanya trade diversion atau dumping dari China.

    “Dampak ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China akan berpotensi mendorong trade diversion sebagai respons atas hambatan dagang yang terus meningkat,” kata dia.

    Dirinya mencontohkan di sektor TPT dan alas kaki yang memberikan kontribusi signifikan terhadap ekspor manufaktur nasional, yakni pada 2024 menunjukkan bahwa Amerika Serikat merupakan pasar utama dari kedua sektor tersebut. Pangsa pasar TPT Indonesia ke AS mencapai 40,6 persen, dan alas kaki 34,2 persen. Ini menunjukkan hampir setengah dari ekspor tekstil, dan 1/3 dari ekspor alas kaki nasional bergantung pada permintaan AS.

    Melihat masih tingginya tensi ketegangan antara AS dan China, serta adanya penurunan pangsa pasar China di AS, situasi ini memunculkan tantangan, berupa meningkatnya potensi dumping produk China ke pasar domestik.

    “Ini menunjukkan adanya peningkatan nilai impor TPT dari China ke Indonesia yang mencapai 8,84 persen, sedangkan impor produk alas kaki melonjak hingga 30,89 persen pada Januari hingga April 2025,” katanya.

    Pada sektor industri agro, terdapat indikasi adanya trade diversion produk China dari AS. Pihaknya mencatat Januari hingga April 2025 ekspor produk agro China ke AS turun sebesar 1,17 miliar dolar AS atau sekitar 7 persen. Di saat yang sama, Indonesia justru mencatat lonjakan impor produk agro dari China sebesar 477 ribu dolar AS atau meningkat sekitar 30 persen.

    “Sekurang-kurangnya, terdapat tujuh pos HS yang menunjukkan kenaikan impor yang signifikan. Mulai dari HS 23, yaitu limbah industri makanan dan pakan ternak naik sekitar 11 persen, HS 03 ikan dan krustasea, dan HS 18 kakao dan olahan melonjak impornya lebih dari 100 persen. Lonjakan tertinggi terjadi pada produk perikanan, yaitu sekitar 105,4 persen,” katanya lagi.

    Disampaikan dia, kondisi ini menjadi sinyal penting bagi pemerintah dan bangsa Indonesia untuk mencermati dampak dari trade diversion terhadap struktur impor nasional, sekaligus peluang untuk memanfaatkan potensi dan tantangan industri di dalam negeri.

    “Ini tentu kita harus mitigasi dengan monitoring secara intensif,” ujar Wamenperin.

    Sumber : Antara

  • Gubernur Bali minta dukungan DPR agar daerah wisata dapat insentif

    Gubernur Bali minta dukungan DPR agar daerah wisata dapat insentif

    Denpasar, Bali (ANTARA) – Gubernur Bali Wayan Koster meminta dukungan ke Komisi VII DPR RI agar daerah tujuan wisata yang menjadi penyumbang devisa negara diberikan insentif pemerintah berupa pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata.

    Hal itu disampaikan Koster saat menerima rombongan kunjungan kerja dewan yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty di Denpasar, Bali, Rabu, dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kepariwisataan.

    “Saya memberikan masukan agar ada norma dalam RUU itu daerah-daerah yang menjadi tujuan wisata utama dunia agar diberikan insentif berupa pembangunan infrastruktur atau sarana prasarana strategis dan kebutuhan lainnya yang sesuai masing-masing daerah,” kata dia.

    Gubernur Bali tidak menuntut nominal atau persentase insentif dari pemerintah pusat tersebut, namun skemanya dapat berupa pengajuan dari daerah masing-masing.

    Jika usulan ini lolos dalam penyusunan RUU, maka daerah pariwisata dapat dibantu APBN dalam pembangunan infrastruktur pendukung wisatanya, yang mana dana ini di luar DAU atau DAK yang memang diberikan untuk daerah.

    Menurutnya, Bali layak mendapat insentif ini, sebab Pulau Dewata menjadi penyumbang devisa negara mencapai 44 persen atau sebanyak Rp107 triliun berputar di Bali sepanjang 2024 lalu.

    “Untuk Bali karena memiliki kontribusi besar terhadap devisa pariwisata Indonesia 44 persen ya sepantasnya ada keberpihakan afirmasi dari pemerintah pusat untuk menopang kepariwisataan di Bali agar berkualitas dan berkelanjutan,” ujar Wayan Koster.

    Jika RUU Kepariwisataan menjawab harapannya, Pemprov Bali sudah merancang untuk mengembangkan infrastruktur transportasi terutama darat dan laut.

    Menurutnya, Bali butuh jalan penghubung yang lebih baik untuk antarkabupaten/kota, sehingga kemacetan terurai dan lalu lintas lancar.

    “Buat kami di Bali infrastruktur darat dan laut yang perlu peningkatan, sekarang kan baru kita tambah Pelabuhan Sanur, itu sudah berfungsi dengan sangat baik ke Nusa Penida, tapi efeknya kemacetan di Jalan Bypass, itu harus diatasi,” kata dia.

    Dalam pembahasan RUU Kepariwisataan, Gubernur Bali juga memberi masukan untuk materi dalam undang-undang yang baru nanti.

    Gubernur asal Kabupaten Buleleng, Bali, itu mengusulkan penambahan materi menjadi judul tersendiri yaitu peningkatan daya saing pariwisata Indonesia.

    “Juga diatur agar pemerintah pusat bersama pemerintah daerah secara bersama membangun destinasi pariwisata, kemudian memberikan dukungan pembangunan infrastruktur dan sarana strategis sesuai dengan karakteristik dan potensi masing-masing daerah di Indonesia,” ujarnya.

    Evita Nursanty mengatakan dari pertemuannya dengan Pemprov Bali banyak mendapat masukan pasal-pasal baru untuk RUU ini.

    “Ada masukan pasal-pasal baru untuk nanti Undang-Undang Pariwisata, di mana daerah yang memang pariwisatanya menjadi penunjang ekonominya itu diberi perlakuan khusus misalnya insentif pajak, pembangunan infrastruktur,” kata Evita.

    Dari diskusi dengan Pemprov Bali, Komisi VII DPR mengaku akan secepatnya memproses RUU ini sembari menyelesaikan negosiasi-negosiasi dengan eksekutif pada beberapa poin yang masih menjadi perdebatan.

    “Misalnya, dalam pembentukan badan promosi pariwisata apakah anggarannya APBD atau swasta mandiri, lalu kami inginnya pariwisata masuk dalam modul pendidikan formal di sekolah-sekolah karena selama ini belum, kalau dimasukkan kan masyarakatnya kita didik bagaimana pariwisata bersih, bagaimana menjadi tuan rumah,” ujarnya.

    Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi VII: Hormuz ditutup, tak sebegitu mengerikan industri nasional

    Komisi VII: Hormuz ditutup, tak sebegitu mengerikan industri nasional

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga menilai dampak apabila Selat Hormuz ditutup oleh Iran imbas konfliknya dengan Israel tidak akan begitu mengerikan terhadap industri nasional di tanah air.

    “Menurut saya tidak terlalu mengerikan begitu dampak daripada Selat Hormuz karena industri kita sekarang sudah banyak industri yang menggunakan listrik dan gas, bukan lagi minyak,” kata Lamhot dalam rapat Komisi VII DPR RI dengan Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

    Sebab, menurut dia, industri nasional saat ini sudah banyak yang menggunakan energi hijau dan tidak lagi menggunakan bahan baku minyak.

    “Setahu saya industri itu sudah sangat minim pengguna minyak ya karena sekarang industri green, itu sudah jarang lah orang industri sekarang menggunakan minyak,” ucapnya.

    Meski demikian, dia meminta agar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membuat secara rinci tantangan ataupun persoalan yang dihadapi oleh industri nasional untuk dicarikan solusi agar tetap dapat bertahan dalam menghadapi ketegangan global.

    Misalnya, kata dia, tantangan seperti penaikan tarif impor yang diberlakukan oleh Amerika Serikat, isu penutupan Selat Hormuz oleh Iran, hingga banjirnya produk impor ke Indonesia.

    “Antara Komisi VII dan Kemenperin, kami intensifkan kira-kira regulasi apa yang kami bisa buat untuk membuat mereka survive, mereka bisa bertahan dari tekanan-tekanan yang terjadi daripada efek global ini,” tuturnya.

    Bahkan, kata dia, Komisi VII DPR bersedia untuk beraudiensi dengan industri-industri nasional yang sekiranya terkena dampak ketegangan geopolitik global.

    “Perlu juga kita undang ke sini industri-industri yang terdampak itu, jadi tidak hanya Kementerian Perindustrian, karena mereka kebingungan ke mana harus mengadu,” kata Lamhot.

    Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika mengkhawatirkan dampak bila Selat Hormuz ditutup oleh Iran terhadap industri nasional sebab seperlima dari suplai energi dunia melintas wilayah tersebut setiap harinya.

    Oleh sebab itu, dia meminta Kemenperin mengambil langkah mitigasi dengan membuat daftar prediksi industri nasional yang akan terdampak bila Selat Hormuz diputuskan untuk ditutup Iran.

    “Saran saya, Kementerian Perindustrian membuat perkiraan kalau Hormuz ditutup, mana dulu yang pingsan dari industri kita ini? Mana dulu? Jangan sampai begitu Hormuz-nya ditutup, baru ngitung. Jadi harus dipersiapkan kira-kira mana dulu yang terdampak dari Hormuz itu,” kata dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.