Anggota DPR Usul BP BUMN Bisa Tolak Rencana Kerja Danantara
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim, mengatakan, pihaknya mengusulkan agar Badan Pengaturan Badan Usaha Milik Negara (BP BUMN) bisa menolak rencana kerja yang diajukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
Rivqy menyebut usulan ini telah disampaikan dalam pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) BUMN.
“Kami mengusulkan Badan Pengaturan BUMN berwenang menyetujui atau tidak menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh BPI Danantara,” kata Rivqy dalam keterangan tertulisnya, Minggu (27/9/2025).
Selain itu, menurutnya, BP BUMN juga harus memiliki wewenang untuk menyetujui atau menolak usulan restrukturisasi BUMN oleh BPI Danantara.
BP BUMN berhak menolak penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan BUMN oleh BPI Danantara.
“Tentu sikap menyetujui atau menolak tersebut didasarkan pada indikator yang jelas serta bertujuan untuk optimalisasi kinerja perusahaan negara demi kesejahteraan rakyat,” ungkap Rivqy.
Lebih lanjut, Juru Bicara Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di DPR RI itu mengingatkan pentingnya kehati-hatian pengelolaan perusahaan negara.
Ia juga menegaskan, keuntungan atau kerugian BUMN menjadi tanggung jawab perusahaan negara itu sendiri.
Terkait hal ini, Komisi VI telah mendorong dan bersepakat dengan pemerintah bahwa perusahaan BUMN dapat diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kami juga mendorong adanya pengaturan kewenangan BPK dalam memeriksa BUMN sesuai dengan ketentuan perundangan yang ada,” tuturnya.
Ia juga mengingatkan bahwa Revisi UU BUMN juga menjadi bentuk evaluasi pemerintah dan DPR terhadap tata kelola perusahaan pelat merah yang selama ini terjangkit masalah serius.
“Selama ini BUMN sering dikritisi karena tidak profesional, bahkan dianggap menjadi sapi perah dan alat bagi-bagi kekuasaan,” ujar Rivqy.
Sebelumnya, Komisi VI dan DPR RI sepakat RUU BUMN dibawa ke sidang paripurna dalam rapat, Jumat (26/9/2025).
Sejumlah poin penting dalam RUU itu antara lain menyangkut kedudukan pejabat hingga pegawai BUMN dan Danantara.
Lalu, aparatur sipil negara (ASN) tak boleh merangkap jabatan menjadi dewan komisaris, direksi, dan pengawas BUMN serta Danantara.
Kemudian, BUMN tetap bisa diaudit BPK hingga perubahan kelembagaan Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Komisi VI DPR
-
/data/photo/2025/09/26/68d60ee985618.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Anggota DPR Usul BP BUMN Bisa Tolak Rencana Kerja Danantara Nasional 27 September 2025
-

Kementerian Jadi Badan-Larangan Rangkap Jabatan Komisaris
Jakarta –
Komisi VI DPR RI menyetujui revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lanjut ke pembahasan Tahap II dalam Sidang Paripurna.
Adapun beberapa pokok bahasan di dalamnya antara lain perubahan status Kementerian BUMN menjadi badan hingga larangan rangkap jabatan.
Dalam sesi pembahasan, Wakil Ketua Komisi VI DPR sekaligus Ketua Panja RUU BUMN Andre Rosiade mengatakan, secara substansi, telah dilakukan perubahan terhadap 84 pasal dalam RUU tersebut. Juga telah dilakukan sinkronisasi atas materi pengaturan dalam RUU tersebut.
Selaras dengan hal ini, telah ditetapkan sejumlah pokok-pokok pikiran yang tertuang dalam RUU tentang Perubahan Keempat atas UU 19/2003. Salah satunya, status Kementerian BUMN berubah menjadi BP BUMN.
“Jadi tadi namanya Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN,” terang Andre, dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VI membahas RUU BUMN di Senayan, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Selain itu, RUU BUMN juga mengatur tentang pelarangan rangkap jabatan menteri dan wakil menteri. Andre mengatakan, larangan rangkap jabatan itu berlaku sejak putusan MK dibacakan.
“Larangan rangkap jabatan untuk Menteri dan Wakil Menteri pada direksi, komisaris dan dewan pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XXIII/2025,” ujarnya.
Perkuat Kewenangan Danantara
Sementara itu, dalam sesi pemaparan pemerintah, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyampaikan beberapa hal yang menjadi penguatan dalam RUU tersebut. Pertama, perubahan kelembagaan yang semula Kementerian Badan Usaha Milik Negara menjadi BP BUMN.
Kedua, kekuasaan pengelolaan BUMN yang dimiliki oleh presiden dikuasakan kepada lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dan badan, kecuali pada BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal atau fiscal tools sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Ketiga, penguatan kewenangan Badan Danantara untuk bertindak sebagai penjamin holding investasi dengan persetujuan Dewan Pengawas,” ujar Supratman.
Lalu yang keempat, penegasan organ dan pegawai Badan Danantara tunduk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata kelola pemerintahan dan bisnis yang baik.
Kelima, penegasan organ dan pegawai Danantara, anggota direksi Dewan Komisaris, Dewan Pengawas, dan karyawan BUMN merupakan penyelenggara negara. Lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berwenang melakukan pemeriksaan terhadap badan usaha milik negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Revisi UU BUMN Hanya Hitungan Hari
Proses pembahasan revisi UU BUMN ini terbilang sangat ‘ngebut’. Sebab, pembahasannya hanya berlangsung selama tiga hari sebelum akhirnya disetujui hari ini. Apabila disetujui, UU ini juga akan diundangkan dalam Sidang Paripurna pekan depan.
Terkait hal ini, Supratman menepisnya. Menurutnya, proses pembahasan revisi UU ini salah satunya mempertimbangkan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan masukan-masukan dari masyarakat.
“Bukan soal cepat atau tidak. Satu, karena ada putusan MK yang harus kita ikuti. Masuk dalam kumulatif terbuka seharusnya juga,” kata Supratman ditemui usai rapat.
Menurutnya, revisi UU BUMN juga masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Selain itu, DPR dan pemerintah juga telah menerima masukan publik, sehingga proses pembahasan revisi UU BUMN hanya memakan waktu sekitar empat hari.
11 Pokok Pikiran Hasil Revisi UU BUMN:
(1) Pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN
(2) Menambah kewenangan peran BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN
(3) Pengaturan dividen saham seri A dwiwarna dikelola langsung oleh BP BUMN atas persetujuan presiden
(4) Larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri pada direksi komisaris dan dewan pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 120/PU-XXIII/2025
(5) Menghapus ketentuan anggota direksi, anggota dewan komisaris, dan dewan pengawas bukan merupakan penyelenggara negara
(6) Kesetaraan gender bagi karyawan BUMN menduduki jabatan direksi komisaris dan jabatan manajerial di BUMN
(7) Perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi, atau pihak ketiga yang diatur dalam peraturan pemerintah
(8) Mengatur pengecualian pengurusan BMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari BP BUMN
(9) Pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh BPK
(10) Pengaturan mekanisme peralihan dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN
(11) Pengaturan jangka waktu rangkap jabatan menteri atau wakil menteri sebagai organ BUMN sejak putusan mahkamah konstitusi diucapkan, serta pengaturan substansial lainnya.(shc/hns)
-

Revisi UU BUMN Tak Larang Eselon I Rangkap Jabatan Komisaris
JAKARTA – Revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) tak melarang pejabat setingkat eselon 1 untuk rangkap jabatan sebagai komisaris. Pemerintah dan Komisi VI DPR RI hanya menyepakati larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri (wamen).
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan revisi Undang-Undang (UU) BUMN hanya mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128-PUU-XXIII-2025 terkait larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wamen.
Namun, Supratman bilang larangan rangkap jabatan sebagai di BUMN tidak berlaku bagi pejabat eselon I kementerian.
“Kan yang sekarang diputuskan oleh MK hanya menteri dan wakil menteri yang tidak boleh merangkap. Sampai hari ini belum ada (larangan untuk eselon I),” ujarnya di di Gedung DPR, Jakarta, Jumat, 26 September.
Menurut Supratman, wakil pemerintah tetap dibutuhkan di struktur BUMN untuk melakukan pengawasan. Serta, memastikan kebijakan perusahaan bisa sejalan dengan kepentingan negara.
“Ya (masih bisa eselon I) karena memang wakil pemerintah kan harus ada di sana,” kata Supratman.
Sekadar informasi, MK melalui putusan nomor 128/PUU-XXIII/2025 melarang rangkap jabatan tak hanya untuk setingkat menteri tetapi juga wakil menteri (wamen). Mengacu pada putusan MK tersebut, masa transisi diberikan selama dua tahun agar pemerintah memiliki waktu menyesuaikan aturan tersebut.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR sekaligus Ketua Panja Revisi UU BUMN Andre Rosiade mengatakan Panitia Kerja (Panja) telah melaksanakan serangkaian rapat dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Andre bilang ada 11 poin dalam revisi UU tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Salah satunya, kata Andre, pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN.
“Jadi tadi namanya Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN,” katanya.
Berikut rincian 11 poin perubahan yang tertuang dalam Revisi UU BUMN:
1. Pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN.
2. Menambah kewenangan peran BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN.
3. Pengaturan dividen saham seri A Dwi Warna dikelola langsung oleh BP BUMN atas persetujuan Presiden.
4. Larangan rangkap jabatan untuk Menteri dan Wakil Menteri pada Direksi Komisaris dan Dewas atau Dewan Pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi.
5. Menghapus ketentuan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas bukan merupakan penyelenggara negara.
6. Kesetaraan gender bagi karyawan BUMN yang menduduki jabatan Direksi Komisaris dan Jabatan Manajer di BUMN.
7. Perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan Badan Holding Operasional, Holding Investasi atau pihak ketiga yang diatur dalam peraturan Pemerintah.
8. Mengatur pengecolian pengurusan BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari BP BUMN
9. Pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan
10. Pengaturan mekanisme peralian dari Kementerian BUMN kepada BPBUMN.
11. Pengaturan jangka waktu rangkap jabatan Menteri atau Wakil Menteri sebagai organ BUMN sejak putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan, serta pengaturan substansial lainnya.
-

Anggota DPR nilai revisi UU BUMN tutup celah konflik kepentingan
Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Firnando Hadityo Ganinduto menilai revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) menutup celah konflik kepentingan dengan melarang rangkap jabatan wakil menteri sebagai komisaris BUMN.
Firnando menekankan larangan tersebut merupakan langkah mendasar untuk menjaga independensi manajemen BUMN, menghindari bias kebijakan, sekaligus memperkuat prinsip tata kelola perusahaan yang baik alias good corporate governance.
“Substansi perubahan ini sejalan dengan misi pemerintah membangun BUMN yang modern, transparan, dan berdaya saing global,” ungkap Firnando dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Dengan demikian, dikatakan bahwa perubahan UU BUMN bukan hanya soal teknis kelembagaan, melainkan turut menyangkut akuntabilitas, transparansi, dan kepercayaan publik.
Untuk itu, kata dia, Negara tetap memegang kendali penuh agar BUMN dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sebagaimana amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Tak hanya menutup celah konflik kepentingan, dia menuturkan revisi UU juga secara tegas mengubah kedudukan komisaris maupun direksi BUMN sebagai bagian dari penyelenggara negara.
Dengan status tersebut, mereka wajib tunduk pada prinsip akuntabilitas publik dan standar etika yang sama sebagaimana pejabat negara lainnya.
Disebutkan bahwa BUMN mengelola kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga setiap organ di dalamnya tidak bisa lagi dipandang semata-mata sebagai pelaku korporasi.
“Mereka adalah bagian dari penyelenggara negara yang bertanggung jawab langsung kepada publik,” ucap dia.
Selain itu, dirinya menambahkan perubahan UU BUMN pun menegaskan komisaris dan direksi dapat diperiksa secara rutin oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), baik melalui audit reguler maupun pemeriksaan tujuan khusus.
Mekanisme tersebut, menurutnya, penting untuk memastikan tidak ada ruang abu-abu dalam pengelolaan BUMN serta memperkuat kepercayaan publik terhadap transparansi dan integritas perusahaan milik negara.
Dengan begitu, Firnando berpendapat revisi UU BUMN membawa terobosan penting dalam tata kelola perusahaan negara lantaran meneguhkan hal-hal yang selama ini menjadi aspirasi masyarakat sekaligus koreksi konstitusional.
Sebelumnya, Komisi VI DPR bersama pemerintah resmi RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merevisi 84 pasal untuk selanjutnya dibawa ke pembicaraan tingkat II atau paripurna DPR.
Dalam pembicaraan tingkat I di Jakarta, Jumat,
Ketua Komisi VI DPR Anggia Ermarini menyatakan seluruh fraksi menyetujui hasil pembahasan Panja.“Kedelapan fraksi di Komisi VI dapat menyetujui RUU Perubahan Keempat atas UU BUMN untuk selanjutnya dibawa pada pembicaraan tingkat II di paripurna,” kata Anggia sebelum mengetuk palu mengakhiri sesi persetujuan.
Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, mewakili pihak pemerintah yang hadir, menegaskan pemerintah mendukung penuh langkah DPR.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Kementerian BUMN Bakal Berubah Jadi Badan, Siapa yang Bakal Jadi Kepalanya?
Jakarta –
Status Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan berubah menjadi Badan Pengaturan (BP). Pejabat yang akan memimpin BP BUMN ditunjuk langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas usai Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR RI dalam rangka pembicaraan tingkat I pengambilan keputusan terhadap RUU tersebut.
Supratman belum dapat memastikan sosok yang akan menduduki Kepala dan Wakil Kepala BP BUMN. Belum dapat diketahui, apakah sosok tersebut yang saat ini menjadi Plt Menteri BUMN, yaitu Dony Oskaria.
“Jadi itu (Kepala BP BUMN) nanti akan diputuskan oleh Bapak Presiden. Walaupun itu boleh dirangkap untuk sementara, karena itu sepenuhnya tergantung sama Bapak Presiden siapa orang yang akan ditunjuk,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Perubahan Kementerian BUMN menjadi BP BUMN selaras dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Perubahan nomenklatur ini salah satunya mempertimbangkan pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
“Tugas dan fungsinya itu kurang lebih sama dengan Kementerian BUMN yang lalu. Di mana di sana dia pemegang saham Seri A dwiwarna 1%, tetapi itu akan menentukan menyangkut soal penyelenggaraan RUPS dan lain sebagainya. Itu konsekuensinya seperti itu,” ujarnya.
Supratman juga menjelaskan, posisi BP BUMN akan berbeda dengan BPI Danantara. BP BUMN tetap memegang fungsi sebagai regulator, sedangkan Danantara akan memegang posisi sebagai operator atau pelaksana.
Setelah disetujui dalam Raker kali ini, RUU BUMN akan dilanjutkan pada pembahasan Tingkat II yakni dalam Sidang Paripurna pada Oktober mendatang. Kemudian, setelah selesai diundangkan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) bersama Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) akan menyiapkan prosesi transisinya.
“Setelah diundangkan, otomatis secara kelembagaannya nanti akan disiapkan oleh MenPAN-RB nanti akan menyiapkan prosesnya bersama dengan Pak Mensesneg untuk diharmonisasi di Kementerian Hukum nanti ya. Kan tentu ada penetapan perpresnya nanti untuk mengatur secara kelembagaan dan lain-lain sebagainya,” terangnya.
Pemerintah juga akan menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur secara lebih detail dari sisi teknis dan kelembagaannya. Hal ini juga termasuk dengan pengelolaan dividen BUMN.
Lihat juga Video: Komisi VI DPR Hapus Status Kementerian BUMN, Diganti Jadi Badan
(shc/ara)
-

Anggota DPR: Revisi UU BUMN bukti pemerintah serap aspirasi rakyat
“RUU BUMN ini bentuk kepekaan pemerintah menyerap aspirasi rakyat. Dengan aturan baru, BPK bisa memeriksa BUMN dan tidak ada lagi rangkap jabatan menteri atau wakil Menteri sebagai komisaris maupun direksi sesuai putusan Mahkamah Konstitusi,”
Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi VI DPR RI Kawendra Lukistian mengatakan kehadiran Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara merupakan bentuk kepekaan pemerintah dalam menyerap aspirasi rakyat.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Menteri Sekretaris Negara, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Menteri Hukum di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat.
“RUU BUMN ini bentuk kepekaan pemerintah menyerap aspirasi rakyat. Dengan aturan baru, BPK bisa memeriksa BUMN dan tidak ada lagi rangkap jabatan menteri atau wakil Menteri sebagai komisaris maupun direksi sesuai putusan Mahkamah Konstitusi,” ujar Kawendra dalam keterangannya.
Ia menilai penguatan regulasi BUMN menjadi langkah strategis agar tata kelola perusahaan pelat merah semakin modern, adaptif, dan berorientasi pada kepentingan publik. Ia menyoroti pentingnya pengawasan yang lebih kuat, termasuk dengan memberi kewenangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memeriksa BUMN.
BUMN, lanjut dia, sejak awal dibentuk bukan hanya untuk mencari keuntungan, melainkan membawa misi kebangsaan sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 dan nilai Pancasila, terutama sila ke-5.
“Penguasaan negara atas sumber daya alam dan cabang produksi strategis mutlak adanya dan harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ujarnya.
Kawendra juga menilai BUMN memiliki peran vital dalam mendukung visi Presiden Prabowo Subianto menuju Indonesia Emas 2045, yang dituangkan dalam delapan misi utama atau Astacita. Peran itu mencakup penciptaan lapangan kerja, hilirisasi industri, kemandirian ekonomi hingga pemerataan kesejahteraan.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyoroti urgensi penguatan tata kelola BUMN, baik dari sisi entitas pengelola maupun regulasi. Ia menegaskan privatisasi hanya boleh dilakukan dengan sangat selektif, khususnya untuk sektor strategis seperti energi, pangan, telekomunikasi, dan infrastruktur.
“BUMN harus tetap menjadi instrumen negara untuk menciptakan kesejahteraan rakyat yang merata dan berkeadilan. Tidak boleh semata berorientasi pada profit,” tuturnya.
Ia mengharapkan perubahan UU tersebut benar-benar menghadirkan pengelolaan BUMN yang lebih transparan, efisien, dan kuat dalam menghadapi persaingan global.
“RUU BUMN ini adalah bagian penting dan strategis untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan penyelenggaraan BUMN, sehingga kontribusinya bisa semakin optimal dalam mendukung kemajuan bangsa dan negara,” ujar Kawendra.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

BPK Bisa Audit BUMN, Karyawan hingga Komisaris Jadi Penyelenggara Negara
Jakarta –
Pembahasan atas Revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disepakati untuk lanjut ke Sidang Paripurna. Salah satu poin revisi, kembali memberikan kewenangan bagi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit terhadap perusahaan pelat merah.
Dalam pembahasan rancangan UU tersebut, disepakati status pegawai hingga direksi dan komisaris BUMN sebagai penyelenggara negara. Selaras dengan itu, BPK juga diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan.
“Kelima, penegasan organ dan pegawai Danantara, anggota direksi, dewan komisaris, dewan pengawas, dan karyawan BUMN merupakan penyelenggara negara, dan BPK berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
BPK Periksa BUMN
Ditemui usai rapat, Supratman menjelaskan, langkah ini menjadi bagian dari perbaikan tata kelola BUMN. Ia menyebut, BPK akan dapat melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan-perusahaan pelat merah secara limitatif.
“Mudah-mudahan ini sebuah harapan yang baik dalam rangka tata kelola, apalagi dengan masuknya Badan Pemeriksa Keuangan yang disebut secara limitatif di dalam undang-undang ini, itu untuk dilakukan pemeriksaan,” jelas dia.
Ia juga menegaskan bahwa kekayaan BUMN merupakan dan kekayaan negara yang dipisahkan. Sedangkan terkait dengan Business Judgement Rule sendiri, menurutnya kini apabila ada pegawai maupun pejabat BUMN yang menjalankan tugas tidak sesuai dengan prinsip bisnis, maka bisa langsung terlihat dari audit tersebut.
Business judgment rule berarti perlindungan direksi dari gugatan hukum atas keputusan bisnis yang ternyata menimbulkan kerugian, asalkan keputusan itu dengan tujuan benar.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR sekaligus Ketua Panja RUU BUMN Andre Rosiade, menjelaskan dengan menghilangkan pasal yang berisi bahwa pegawai hingga pejabat BUMN bukan merupakan penyelenggara negara, otomatis apabila ada tindak pidana korupsi, oknum terkait bisa langsung ditindak.
“Kalau sudah penyelenggara negara, mereka melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan, tentu aparat penegak hukum bisa melakukan tindakan (hukum),” terang Andre, dalam kesempatan terpisah.
Selain itu, terkait pemeriksaan, BPK yang akan menentukan apakah kerugian BUMN itu disebabkan fraud, kelalaian, atau memang ada tindakan pidana. Ke depannya, perusahaan-perusahaan pelat merah akan terbuka untuk menghadapi segala audit.
“Jadi audit BPK-nya bisa masuk. Jadi tidak ada lagi keraguan. Kalau dulu kan di undang-undang yang lama disebutkan audit BPK bisa dilakukan dalam keadaan tertentu, kalau sekarang terbuka, audit reguler juga bisa dihasilkan,” kata dia.
(shc/ara)
-

Komisi VI DPR optimis Revisi UU BUMN perkuat daya saing global
“Jika berbentuk lembaga, orientasi BUMN lebih berbasis kontrak kinerja dan indikator objektif seperti dividen, efisiensi holding, serta kualitas pelayanan publik, bukan sekadar mengikuti siklus politik,”
Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid menilai revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN akan memperkuat daya saing perusahaan negara untuk menjadi kampiun nasional sekaligus pemain global.
Menurut dia, perubahan utama dalam revisi adalah transformasi Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN) sebagai langkah korektif untuk menyederhanakan arsitektur pengelolaan BUMN agar lebih profesional, efisien, dan berdaya saing.
“Jika berbentuk lembaga, orientasi BUMN lebih berbasis kontrak kinerja dan indikator objektif seperti dividen, efisiensi holding, serta kualitas pelayanan publik, bukan sekadar mengikuti siklus politik,” kata Nurdin berdasarkan keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan, selama ini dualisme kewenangan antara Kementerian BUMN dan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara berpotensi menimbulkan kebingungan arah kebijakan dan duplikasi program sehingga memperlambat restrukturisasi.
Transformasi ke BP BUMN diharapkan dapat menyederhanakan jalur kewenangan sekaligus memperjelas fokus pengelolaan.
Menurutnya, dalam desain yang disebut “dual engine system”, BP BUMN dapat berfokus pada mandat sosial-ekonomi, stabilitas domestik, dan pelayanan publik. Sementara BPI Danantara diarahkan sebagai motor investasi, ekspansi komersial, dan integrasi BUMN ke rantai pasok global.
Nurdin menegaskan, dengan otoritas yang lebih jelas, BUMN dapat bergerak agresif menjalin kemitraan strategis, memperluas ekspansi sektor strategis, sekaligus menjalankan mandat kesejahteraan publik.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya standar akuntabilitas publik bagi organ dan pegawai BUMN, meski dikelola secara korporasi.
Revisi juga memberi kewenangan BP BUMN untuk mengesahkan restrukturisasi, merger, maupun akuisisi yang diajukan BPI Danantara.
Dia kemudian menegaskan, perubahan bentuk kelembagaan tidak akan mengurangi kontrol negara terhadap BUMN.
“Kontrol negara adalah harga mati. Apa pun bentuk kelembagaannya, BUMN tetap harus berpijak pada Pasal 33 UUD 1945,” ujarnya.
Dari sisi pemerintah, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas pada kesempatan yang sama menyatakan revisi UU BUMN merupakan bagian dari penyempurnaan materi sekaligus mengakomodasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XXIII/2025 terkait larangan rangkap jabatan Menteri dan Wakil Menteri di BUMN.
“Revisi ini harapan baik dalam rangka tata kelola, apalagi dengan masuknya Badan Pemeriksa Keuangan secara limitatif di dalam undang-undang,” katanya.
Supratman menambahkan, perubahan kelembagaan akan memperkuat peran regulator dan operator. Dalam revisi, BP BUMN memegang saham seri A dwiwarna mewakili pemerintah, sedangkan Danantara memegang saham seri B sebesar 99 persen sebagai operator.
Ia memastikan transisi kelembagaan diatur melalui peraturan presiden dalam waktu 30 hari setelah pengesahan, dengan masa persiapan maksimal tiga bulan. Kepala BP BUMN juga akan dipilih langsung oleh Presiden.
Pewarta: Aria Ananda
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2025/09/26/68d60ee985618.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Momen Politikus Gerindra Disebut Jadi Kepala Badan Pengaturan BUMN di Rapat Komisi VI DPR Nasional 26 September 2025
Momen Politikus Gerindra Disebut Jadi Kepala Badan Pengaturan BUMN di Rapat Komisi VI DPR
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Rapat Komisi VI DPR RI dan pemerintah soal revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diwarnai canda oleh para anggota Dewan.
Dalam rapat itu, terdengar suara salah seorang anggota Dewan yang menyebut anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Kawendra Lukistian, sebagai Kepala Badan Pengaturan (BP) BUMN.
Momen ini terjadi usai politikus Partai Gerindra itu membacakan pandangan fraksinya soal revisi UU BUMN.
“Baik, terima kasih Pak Kawendra yang sudah pakai jas, pakai pin, dan pembacaannya keren banget, sangat cocok,” kata Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Ermarini, yang memimpin rapat.
Tak lama setelah Kawendra dipuji Ketua Komisi VI, ada anggota lain yang menyebut Kawendra sebagai Kepala BP BUMN.
“Jadi kepala badan,” celetuk salah satu anggota yang diikuti tawa para anggota Dewan.
“Bukan saya yang ngomong ya,” ujar Anggia lagi.
Dalam revisi UU BUMN, DPR menyepakati perubahan nomenklatur Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN.
Saat membacakan pandangan fraksinya, Kawendra menegaskan Fraksi Partai Gerindra DPR RI sejak awal sudah memberikan perhatian khusus dan dukungan yang besar terhadap penyusunan revisi UU BUMN ini.
Dia mengatakan, fraksi partainya menyetujui rancangan Undang-Undang Perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, untuk dapat ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku.
Kawendra mengatakan, revisi ini merupakan bagian penting dan strategis sebagai upaya bersama untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan penyelenggaraan BUMN.
“Sehingga dapat berkontribusi optimal dalam rangka mendukung kemajuan bangsa dan negara ke depan,” ujar dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

RUU BUMN dibahas Kilat Hanya 4 Hari, Ini Poin-poin Pentingnya!
Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dan DPR dikabarkan akan mengambil keputusan tingkat pertama terkait amandemen keempat Undang-undang BUMN. Pembahasan ini super kilat karena baru diusulkan pada tanggal 23 September 2025 dan akan diambil keputusan tingkat pertama pada hari ini, 26 September 2025.
Ada sejumlah poin yang akan dibahas di dalam perubahan UU yang hanya bertahan kurang dari setahun dalam proses revisi sebelumnya.
Kalau mengacu dokumen hasil rapat yang dihimpun Bisnis, selain rencana perubahan nama kementerian menjadi badan penyelenggara BUMN. Proses pembahasan UU itu juga mencakup pengembalian status petinggi BUMN dari sebelumnya bukan penyelenggara negara menjadi penyelenggara lagi.
Selain itu, ada juga pembahasan untuk menekankan bahwa keuangan BUMN merupakan keuangan negara. Sebelumnya dalam amandemen ketiga UU BUMN, keuangan BUMN bukanlah keuangan negara yang itu artinya kalau terjadi kerugian atau keuntungan tidak bukanlah kerugian maupun kerugian negara.
Tidak hanya itu, dalam rapat-rapat kemarin, ada juga poin yang mempertegas mengenai perubahan nama kemenenterian BUMN dengan adanya pembahasan bahwa mengenai substansi ‘urusan pemerintahan diselenggarakan oleh lembaga setingkat kementerian.’
Ihwal tentang rencana pengembalian pejabat BUMN sebagai penyelenggara negara sejatinya pernah diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Pada awal pekan ini, politikus Gerindra tersebut menyampaikan sejumlah substansi penting dalam pembahasan UU.
“Banyak polemik menhenai pejabat BUMN bukan penyelenggara negara, nah itu sedang dibahas, kemungkinan itu akan dikembalikan lagi seperti semula,” ujar Dasco.
Dasco juga menegaskan alasan perubahan nama BUMN menjadi badan penyelenggara. Menurutnya hal itu dilakukan karena sebagian perannya sudah digantikan oleh Danantara.
“Sehingga dengan pertimbangan-pertimbangan itu ada kemudian keinginan untuk menurunkan status dari kementerian menjadi badan.” 25).
Jumlah BUMN Dipangkas
Selain itu, pemerintah akan memangkas jumlah BUMN menjadi sebanyak 200. Pemerintah pun saat ini tengah mengusulkan revisi kembali Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN).
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan dengan revisi UU BUMN sebelumnya pada awal tahun ini, telah lahir Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara yang memberikan tambahan instrumen bagi pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan di BUMN.
“Namun dalam perjalanannya perlu penguatan perbaikan dari sisi manajemen,” kata Prasetyo dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI yang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 Tentang BUMN atau revisi UU BUMN dilansir dari TV Parlemen pada beberapa waktu lalu.
Presiden RI Prabowo Subianto pun menurut Prasetyo telah memberikan petunjuk terkait perbaikan-perbaikan BUMN dari sisi manajemen, salah satunya dengan penghilangan tantiem. Kemudian, ada upaya pengurangan jumlah Komisaris di BUMN.
Selain itu, terdapat rasionalisasi seluruh nominal pendapatan baik Komisaris dan Direksi. Terkait rangkap jabatan di tubuh BUMN pun menjadi pembahasan antara Presiden dengan BPI Danantara.
“Kemudian, ada 1.000 BUMN sekarang yang dalam proses dirampingkan, digabungkan, di situ juga banyak ditemukan tidak efektif. Harapan kita menjadi kurang lebih 400-200 BUMN,” ujar Prasetyo.
Menunggu Pembahasan DPR
Terkait nomenklatur BUMN, Prasetyo menyampaikan masih menunggu pembahasan di DPR. Sebab masih ada beberapa usulan dari beberapa anggota DPR RI. “Ada banyak masukan juga tadi tadi pasti mengikuti ya. Dari 8 fraksi juga memberikan masukan beberapa hal. Misalnya tentang masalah rangkap jabatan, kemudian masalah penyelenggara BUMN adalah penyelenggara negara kemudian harapannya bisa masuk BPK, KPK,” tuturnya.
Adapun proses perubahan Undang-undang No.1/2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) muncul ketika isu pembubaran atau pelebuhan Kementerian BUMN dan Danantara mencuat.
Dalam dokumen yang beredar, amandemen UU BUMN merupakan usulan baru dan masuk longlist Prolegnas. Perubahan UU BUMN yang belum genap berusia 1 tahun itu diusulkan oleh pemerintah.
Adapun, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengonfirmasi bahwa pemerintah membuka kemungkinan peleburan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/9/2025), Prasetyo menyebut pemerintah masih mengkaji dan mendiskusikan hal tersebut. Namun, belum ada kepastian terkait dengan wacana peleburan itu.
“Ada kemungkinan, tapi memang masih dalam proses kajian dan diskusi,” ujarnya kepada wartawan.
Prasetyo mengakui ada kemungkinan pemerintah untuk mengarah ke peleburan Kementerian BUMN ke Danantara, yang saat ini lebih memiliki wewenang dan kuasa terhadap perusahaan-perusahaan milik negara.
Salah satu pertimbangannya, ungkap politisi Partai Gerindra itu, karena Danantara kini tengah mendorong proses manajemen perbaikan BUMN. “Kalau pertimbangannya banyak ya, tapi salah satunya kan karena kemudian proses pelaksanaan pembinaan, manajemen perbaikan itu sekarang kan sedang dikerjakan teman-teman di Danantara,” terangnya.