Korban Dokter Priguna Bertambah, RSHS Diminta Ikut Bertanggung Jawab
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi IX DPR RI meminta Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung turut dimintai pertanggungjawaban atas kasus
pemerkosaan
dan
kekerasan seksual
yang dilakukan oleh
dokter residen
anestesi Priguna Anugerah Pratama (31) terhadap sejumlah pasien dan keluarganya.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB Arzeti Bilbina menilai, peristiwa ini mencerminkan kelalaian yang sistemik, bukan semata-mata kesalahan individu pelaku.
“Jika boleh dikatakan, ini bukan hanya ulah oknum, tapi semua ikut berperan. Baik institusi, rumah sakit, sekuriti, keamanan,” ujar Arzeti, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/4/2025).
Menurut dia, rumah sakit sebagai institusi pelayanan publik seharusnya memberikan rasa aman kepada pasien dan keluarganya, terlebih saat berada dalam situasi kritis atau gawat darurat.
“Ketika orangtua dalam kondisi kritis, kita kan berharap dengan dokter. Kemudian dia praktik di rumah sakit besar yang kredibilitasnya sudah diakui. Jadi, ada kenyamanan kita mengantarkan orangtua kita. Kita berharap akan tersembuhkan, tapi kok malah terjadi pemerkosaan,” kata Arzeti.
Arzeti berpandangan, RSHS perlu diberi sanksi tegas jika terbukti lalai dalam memberikan pengawasan terhadap dokter yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
“Dan Rumah Sakit harus di-
banned
juga, didenda! Jangan mentang-mentang mereka punya cara. Kita juga harus mengawal agar mereka punya rasa
secure
kepada pasien,” ujar dia.
Arzeti juga mendesak aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan secara mendalam soal dugaan adanya korban lain dari aksi bejat Priguna.
“Ada dugaan kan sebelumnya sudah terjadi juga. Kita minta penegak hukum melakukan penelusuran secara mendalam demi memastikan ada tidaknya lagi korban lain,” kata dia.
Selain itu, Komisi IX juga mendorong Kementerian Kesehatan melakukan audit menyeluruh terhadap rumah sakit pendidikan dan membentuk tim inspeksi mendadak guna menyelidiki potensi praktik kekerasan seksual di lingkungan tersebut.
“Sangat mengerikan kondisi seperti ini. Kasus harus segera diselesaikan, karena ini permasalahan yang sangat menakutkan dalam kondisi kita sangat berharap perlindungan dokter,” pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, Polda Jawa Barat mengungkap bahwa jumlah korban pemerkosaan yang dilakukan oleh Priguna Anugerah Pratama (31), dokter residen anestesi dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, bertambah menjadi tiga orang.
“Yang di kita satu (korban) masih ditangani, yang dua masih di RS, belum kita periksa,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan, Rabu (9/4/2025).
Korban yang saat ini sedang ditangani kepolisian berinisial FH (21), sementara dua korban lain masih menjalani perawatan di rumah sakit.
Ketiganya diduga mengalami pelecehan oleh pelaku yang sama.
“Informasinya begitu,” ujar Surawan, saat ditanya apakah dua pasien lain juga menjadi korban pelecehan oleh Priguna.
Kasus ini terungkap setelah FH melapor kepada polisi.
Peristiwa itu terjadi di lantai 7 Gedung MCHC RSHS pada pertengahan Maret 2025.
Pelaku membawa korban ke lokasi tersebut dengan dalih melakukan pemeriksaan darah untuk transfusi, lalu menyuntikkan cairan yang diduga obat bius hingga korban tidak sadarkan diri.
Usai sadar, korban merasakan nyeri di beberapa bagian tubuh dan menjalani visum, yang kemudian mengonfirmasi adanya kekerasan seksual.
Untuk perkara FH, polisi telah memeriksa 11 saksi, termasuk korban, keluarga korban, perawat dan ahli.
Pelaku dijerat Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual
, dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Komisi IX DPR RI
-

Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Cabut Moratorium PMI ke Arab Saudi
Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah diminta meninjau ulang kebijakan mencabut moratorium atau larangan pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi. Hal itu mengingat masih banyaknya kasus lama kekerasan menimpa PMI belum diselesaikan Pemerintah Saudi.
“Pemerintah jangan sampai membuka moratorium tetapi kita tidak mereviu permasalahan lama yang dilakukan Pemerintahan Arab Saudi terhadap pekerja migran kita,” kata anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina kepada wartawan dikutip, Selasa (2/4/2025).
Arzeti meminta agar pemerintah tetap mempertahankan moratorium penempatan PMI ke Arab Saudi, khususnya untuk sektor domestik.
“Masih banyak PR lama yang belum dijalankan Pemerintah Arab Saudi dengan berbagai macam kasus dari pekerja migran kita di sana. Sekarang kenapa tiba-tiba dibuka kembali?” tuturnya.
Diketahui, moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi diberlakukan sejak 2015 karena banyaknya kasus pelanggaran hak dan perlakuan buruk terhadap pekerja migran Indonesia, seperti perbudakan, kekerasan fisik dan seksual, bahkan ancaman hukuman mati.
Namun, dengan adanya janji dari Pemerintah Arab Saudi untuk memberikan perlindungan yang lebih baik, Presiden Prabowo Subianto merestui pencabutan moratorium tersebut. Pemerintah rencananya akan segera menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Arab Saudi terkait kesepakatan ini di mana tahap awal pemberangkatan PMI ke Arab Saudi akan dimulai pada Juni 2025.
Meski telah ada evaluasi terhadap sistem penempatan satu kanal (SPSK) yang diklaim lebih aman, Arzeti mengingatkan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran terkait PMI harus tetap menjadi perhatian dan tidak boleh diabaikan.
“Keamanan dalam sistem penempatan hanyalah satu aspek. Jauh lebih penting adalah penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia, eksploitasi, dan berbagai bentuk ketidakadilan yang dialami oleh PMI kita di masa lalu dan bahkan hingga saat ini. Kita tidak bisa begitu saja membuka kembali pintu penempatan tanpa adanya jaminan yang kuat dan terukur dari Pemerintah Arab Saudi terkait penyelesaian kasus-kasus yang telah menahun,” jelas Arzeti.
Menurut Arzeti, ada beberapa kasus PMI di Arab Saudi selama ini yang menjadi perhatian serius, seperti kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan, kasus gaji tidak dibayar, kondisi kerja tidak layak, serta kasus hukum yang tidak mendapatkan pembelaan yang adil.
Arzeti memahami adanya potensi manfaat ekonomi dari penempatan PMI ke luar negeri. Namun, kata dia, keselamatan dan kesejahteraan nyawa anak bangsa jauh lebih berharga dari sekadar keuntungan ekonomi.
Oleh karenanya, Arzeti mendesak Pemerintah untuk melakukan sejumlah hal sebelum membuka kembali moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi. Hal yang paling utama adalah agar Pemerintah memastikan Pemerintah Arab Saudi menyelesaikan seluruh kasus-kasus PMl yang bermasalah secara transparan dan adil.
“Pemerintah juga harus menuntut adanya perjanjian bilateral yang lebih kuat dan mengikat antara Indonesia dan Arab Saudi yang secara spesifik mengatur perlindungan hak-hak PMI, mekanisme pengawasan yang ketat, dan sanksi yang tegas bagi pelanggar,” papar Arzeti.
“Kemudian penting juga bagi Pemerintah untuk meningkatkan peran dan fungsi perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi dalam memberikan perlindungan dan bantuan hukum kepada PMI,” tambahnya.
Di sisi lain, Arzeti menegaskan perlindungan terhadap PMI juga sangat penting untuk melindungi masyarakat Indonesia dari modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Mengingat banyak WNI yang menjadi korban TPPO, khususnya yang terkait dengan jaringan scam di Myanmar dan Thailand di mana mereka berangkat secara ilegal.
“Kita juga pernah mendengar cerita dari korban TPPO di Thailand dan Myanmar, anak-anak muda dari sejumlah daerah yang ahli komputer atau IT, terutama lulusan SMA,” sebut Arzeti.
Dalam cerita korban, mereka direkrut melalui grup Telegram dengan iming-iming penghasilan tinggi sehingga tergiur dengan tawaran gaji besar tersebut. Mereka lalu dibuatkan paspor dan diberangkatkan dengan pesawat, namun dengan perintah jarak jauh. Sehingga korban berangkat secara mandiri dari Indonesia.
Namun setibanya di negara tujuan, mereka malah dibawa ke lokasi yang sangat jauh dan terpencil, bahkan di tengah hutan, bukan di gedung atau fasilitas yang layak. Di sana, mereka dipaksa untuk bekerja 24 jam sehari sebagai operator scam. Korban diharuskan mencari nomor telepon baru setiap harinya untuk menawarkan transaksi ilegal melalui komputer.
Ada ancaman fisik bagi yang tidak mampu bekerja dengan maksimal. Jika ada korban yang tidak mampu memenuhi target kerja, mereka disiksa dengan cara dimasukkan ke terowongan gelap yang panas dan penuh sesak, untuk memberikan efek jera dan memaksa mereka kembali bekerja.
“Modus seperti ini sangat memprihatinkan. Para korban, yang sebagian besar adalah anak-anak muda dari daerah, dirampas hak dan kebebasan mereka, dipaksa untuk melakukan tindakan kriminal yang merugikan banyak orang, dan bahkan diperlakukan dengan sangat kejam,” jelas Arzeti.
Legislator dari dapil Jawa Timur I itu pun meminta kementerian/lembaga terkait untuk segera menuntaskan masalah PMI ilegal yang menjadi korban scam. Termasuk, kata Arzeti, melakukan penyelidikan terhadap jaringan perekrutan dan penyelundupan perdagangan orang yang terlibat.
“Tidak hanya Kementerian Ketenagakerjaan atau BP2MI yang harus menindak jaringan perekrutan pekerja migran (PMI) ilegal. Imigrasi juga perlu aware untuk mengawasi anak-anak muda yang berpergian ke luar negeri yang rawan TPPO,” pungkas dia.
-

Kelas Rawat Inap BPJS 1, 2, 3 Dihapus 2025, Iurannya Jadi Segini
Jakarta, CNBC Indonesia – Kelas dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan diubah sepenuhnya menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada pada tahun ini. Itu berarti jenjang kelas rawat inap 1, 2, 3 tidak akan ada lagi.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin buka suara mengenai perkembangan implementasi layanan KRIS. Dia mengatakan sistem BPJS tanpa kelas itu sudah mulai diimplentasikan bertahap tahun ini.
“BPJS KRIS harusnya akan diimplementasikan mulai tahun ini ya, tapi bertahap kan 2 tahun,” kata Budi dalam wawancara beberapa waktu lalu, dikutip Jumat (28/3/2025).
Lebih lanjut ia mengatakan mengenai tarif yang kemungkinan diterapkan dalam sistem BPJS KRIS. Dia mengatakan tarif BPJS Kesehatan kemungkinan tidak akan berubah dari sebelumnya.
“Tarifnya belum ditentuin tapi harusnya ga ada perubahan karena didesain dengan harga yang sama,” kata Budi.
Sebagaimana diketahui, pemerintah resmi akan mengubah sistem kelas BPJS 1, 2 dan 3 yang selama ini berlaku. Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan KRIS, sebuah sistem di mana semua pasien mendapatkan kelas rawat inap yang sama.
Keputusan penghapusan kelas BPJS ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Sistem KRIS akan diterapkan secara bertahap dengan target penerapan total pada 30 Juni 2025. Selanjutnya iuran untuk peserta akan secara resmi ditetapkan pada 1 Juli 2025.
Lantas, bagaimana dengan iuran saat ini?
Besaran iuran saat ini belum ada perubahan hingga ada kabar dari pemerintah lebih lanjut. Selama masa transisi iuran akan berlaku seperti sebelumnya.
Aturan terkait iuran sebelumnya tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022. Di dalamnya juga dimuat soal pembayaran paling lambat tanggal 10 setiap bulannya, dan tidak ada denda telat membayar mulai 1 Juli 2026.
Denda dikenakan jika dalam 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta mendapatkan layanan kesehatan rawat inap.
Dalam aturan itu, skema iuran dibagi dalam beberapa aspek. Berikut penjelasannya:
1. Peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan yang iurannya dibayarkan langsung oleh Pemerintah.
2. Iuran bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.
3. Iuran peserta PPU yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% dibayar oleh Peserta.
4. Iuran keluarga tambahan PPU terdiri dari anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
5. Iuran bagi kerabat lain dari PPU seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lainnya, peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) serta iuran peserta bukan pekerja ada perhitungannya sendiri, berikut rinciannya:
a. Sebesar Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
– Khusus untuk kelas III, bulan Juli – Desember 2020, peserta membayar iuran sebesar Rp 25.500. Sisanya sebesar Rp 16.500 akan dibayar oleh pemerintah sebagai bantuan iuran.
– Per 1 Januari 2021, iuran peserta kelas III yaitu sebesar Rp 35.000, sementara pemerintah tetap memberikan bantuan iuran sebesar Rp 7.000.
b. Sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
c. Sebesar Rp 150.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
Kombinasi dengan Asuransi Swasta
Pemerintah akan mengubah sistem kelas dari BPJS Kesehatan akan berubah dalam waktu dekat dari kelas 1,2,3 menjadi kelas rawat inap standar atau KRIS. BPJS Kesehatan juga akan dikombinasikan dengan asuransi swasta.
“Kalau sekarang kan konsep sosial gotong royong nya banci, karena yang kaya bayar lebih dia harus dapat lebih bagus, itu bukan asuransi sosial dong,” kata Budi Gunadi Sadikin saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Skema KRIS ini, kata Budi, akan lebih mencerminkan prinsip gotong royong dalam sistem jaminan kesehatan nasional karena antara yang miskin dengan kaya sama-sama mendapatkan layanan dengan ruang rawat inap setara meski skema tarif iurannya berbeda.
“Asuransi sosial itu, harusnya yang kaya itu bayar lebih untuk tanggung yang miskin, jangan dia bayar lebih minta lebih, nah konsep itu menurut saya harus diluruskan dengan KRIS,” ungkapnya.
Dengan skema itu, Budi mengatakan, orang yang kaya akan ditetapkan limit plafon layanan kesehatannya di BPJS Kesehatan. Dengan begitu, ketika ia ingin mendapatkan layanan yang lebih seperti ruang rawat inap VIP harus menggunakan skema campuran asuransi dengan swasta yang telah terintegrasi dengan layanan asuransi BPJS Kesehatan.
Budi mengatakan, mekanisme itu terlaksana dengan combine benefit antara asuransi kesehatan swasta dengan BPJS Kesehatan hanya khusus untuk orang-orang kaya. Skemanya ialah si orang kaya membayar asuransi hanya ke pihak asuransi swasta dan sisa porsinya dibayarkan pihak asuransi swasta ke BPJS Kesehatan.
“Kita sudah bikin mekanismenya dengan OJK dan BPJS adalah Budi Sadikin misalnya bayar BPJS, bayar Jasindo, atau karena Jasindo lebih besar, setiap orang yang ambil asuransi swasta dia harus ada porsi yang dibayarkan ke BPJS, jadi si orang ambil asuransi gak usah pusing dan BPJS gak pusing nagih,” tuturnya.
(sef/sef)
/data/photo/2025/04/09/67f6678787260.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4898127/original/038007900_1721629418-WhatsApp_Image_2024-07-22_at_12.28.44.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/12/31/6773b7596985d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


