Kementrian Lembaga: Komisi IX DPR RI

  • Menkes Beberkan 632 Kasus Perundungan dan Pungli di Pendidikan Dokter Spesialis

    Menkes Beberkan 632 Kasus Perundungan dan Pungli di Pendidikan Dokter Spesialis

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap adanya 632 kasus praktik perundungan dan dugaan pungutan liar (pungli) dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di berbagai rumah sakit dan institusi pendidikan di Indonesia.

    Temuan itu berasal dari 2.668 pengaduan yang diterima sejak Juni 2023 dan telah diverifikasi oleh Kementerian Kesehatan melalui jalur resmi serta audit Inspektorat Jenderal.

    “Bentuk perundungan fisik seperti push-up, makan cabai, berdiri berjam-jam, hingga minum telur mentah masih terjadi. Bahkan dokumentasinya disebar di grup WhatsApp,” ujar Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (30/4), yang disiarkan secara daring.

    Perundungan verbal juga marak terjadi, terutama melalui grup komunikasi internal atau Jarkom. Menurut Budi, penggunaan bahasa kasar oleh senior kepada junior menjadi bentuk kekerasan paling umum.

    Lebih jauh, Kemenkes menemukan indikasi pungli sistematis dengan nilai mencapai miliaran rupiah. Salah satu kasus mencuat melibatkan almarhumah R, peserta PPDS Anestesi di Semarang yang menjabat sebagai bendahara dan mengelola dana hingga Rp1,6 miliar, yang kemudian dilaporkan mengalir ke berbagai oknum.

    “Dana itu digunakan untuk kebutuhan non-resmi seperti tiket, hotel, bahkan permintaan layanan pribadi dari senior,” tambahnya.

    Kasus perundungan dan pungli ditemukan merata di berbagai institusi, termasuk rumah sakit di bawah Kemenkes, RSUD, rumah sakit universitas, hingga swasta. Rumah sakit dengan aduan tertinggi antara lain:

  • Herannya Menkes Harga Obat di Tiap RS Beda-beda, Ada yang Selisih Rp 10 Juta

    Herannya Menkes Harga Obat di Tiap RS Beda-beda, Ada yang Selisih Rp 10 Juta

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membuka data perbedaan signifikan harga jenis obat yang sama di beberapa rumah sakit. Umumnya perbedaan ditemukan antara rumah sakit pemerintah dengan rumah sakit swasta.

    Budi menyebut bakal melakukan perbaikan tata kelola, menyikapi temuan tersebut.

    “Jadi setelah kita bandingin, kita tuh beli obatnya nggak sama untuk merek yang sama di satu rumah sakit, maupun rumah sakit-rumah sakit yang lain,” terang Menkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (30/4/2025).

    “Ada yang mahal, ada yang murah, semuanya beda-beda, saya nanya ke swasta mungkin bisa dapat 30-40 persen diskon, kenapa kita dapetnya cuma 4 persen 6 persen diskon? Range satu rumah sakit bisa berbeda dengan rumah sakit yang lain,” lanjutnya.

    Menkes mencontohkan salah satunya perbedaan harga obat cardiac occluder, satu tahun pemerintah bisa membeli dengan total Rp 26 miliar. Bila dirinci, obat tersebut saat dijual dalam harga satuan di satu RS maupun RS lain mencapai selisih bahkan hingga Rp 10 juta.

    “Ternyata satu RS ke RS lain bedanya jauh sekali, ada sampai puluhan juta, ini ada yang dari sisi spek memang salah tapi ada jg yg nggak, ini sedang kita rapikan,” terang dia.

    Salah satunya cardiac occluder, amplatzer septal occluder yang didistribusi PT Nugra Karsera. Harga satuan di RSUP Kariadi Rp 41 juta sementara di RS Anak dan Bunda Rp 31 juta.

    Temuan yang kurang lebih sama ditemukan dalam catatan jual obat satuan amplatzer duct occluder distribusi PT Nugra Karsera di RSUP Wahidin 29 juta, sementara di RSUP Harapan Kita Rp 20 juta.

    “Ini sedang ita rapikan, supaya tata kelola farmasi kita bisa bagus, sehingga efisiensi manajemen operasional kita, pembiayaan, bisa jadi lebih rapi,” pungkasnya.

    (naf/kna)

  • Menkes Buka Data, Ini Daftar RS dengan Kasus Bullying Terbanyak

    Menkes Buka Data, Ini Daftar RS dengan Kasus Bullying Terbanyak

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin buka-bukaan terkait jumlah kasus bullying atau perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Perundungan ini terjadi di Rumah Sakit Kemenkes, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), rumah sakit universitas, hingga rumah sakit swasta.

    “Begitu kita buka di Juni 2023, pengaduan yang masuk itu 2.668. Nah Irjen kita menyaring mana yang benar-benar perundungan, mana yang nggak. Dari hasilnya, 632 itu perundungan,” kata Menkes Budi saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (30/4/2025).

    “Kami bagi juga mana yang terjadi di RS Kemenkes, di rumah sakit lainnya, di fakultas kedokteran. Sampai sekarang ini (laporan) tetap masuk,” lanjutnya.

    Berikut adalah daftar rumah sakit dengan kasus perundungan terbanyak yang telah dikurasi oleh Kementerian Kesehatan.

    Rumah Sakit Kemenkes

    RSUP Kandou Manado 77 kasusRSUP Hasan Sadikin 55 kasusRSUP IGNG Ngoerah 42 kasusRSUP Dr Sardjito 36 kasusRSUPN Dr Cipto Mangunkusumo 32 kasusRSUP Moh. Hoesin Palembang 29 kasusRSUP Dr Kariadi 28 kasusRSUP H. Adam Malik 27 kasusRSUP Dr. M. Djamil 22 kasusRSUP Dr Wahidin Sudirohusodo 15 kasus

    Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

    RSUD Zainal Abidin Banda Aceh 31 kasusRSUD Moewardi Surakarta 21 kasusRSUD Saiful Anwar Malang 10 kasusRSUD Dr Soetomo Surabaya 9 kasusRSUD Arifin Ahmad 5 kasusRSUD Ulin Banjarmasin 4 kasusRSUD Provinsi NTB 3 kasusRSUD Semara Ratih Tabanan 3 kasusRSUD Sosodoro Bojonegoro 2 kasusRSUD Gorontalo 2 kasus

    RS Universitas

    RS Universitas Diponegoro Semarang 10 kasusRS Universitas Kristen Indonesia 3 kasusRSGM Universitas Airlangga 3 kasusRS Universitas Indonesia Depok 2 kasusRS Universitas Sriwijaya Palembang 1 kasusRS Universitas Hasanuddi Makassar 1 kasusRS Universitas Andalas Padang 1 kasusRS Lambung Mangkurat 1 kasus

    FK Universitas

    Universitas Hasanuddin 8 kasusUniversitas Syah Kuala 8 kasusUniversitas Andalas 8 kasusUniversitas Airlangga 7 kasusUniversitas Brawijaya 6 kasusUniversitas Indonesia 4 kasusUniversitas Sebelas Maret 4 kasusUniversitas Sumatera Utara 3 kasusUniversitas Padjajaran 3 kasusUniversitas Pembangunan Nasional 2 kasusRumah sakit swasta 19 kasusPuskesmas 3 kasusRumah sakit TNI/Polri 2 kasusKlinik kesehatan swasta 1 kasus

    (dpy/up)

  • Fakta-fakta Iuran ‘Fantastis’ di PPDS, Menkes Sebut Totalnya Miliaran Rupiah

    Fakta-fakta Iuran ‘Fantastis’ di PPDS, Menkes Sebut Totalnya Miliaran Rupiah

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin buka-bukaan soal biaya yang rutin dikeluarkan sebagian besar peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Hal itu bahkan terungkap dalam kasus perundungan di balik kematian ‘dr ARL’, prodi anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip).

    Dalam catatan mendiang almarhumah sebagai bendahara prodi angkatan, terdapat bukti pengumpulan iuran dengan nilai fantastis hingga Rp 1,6 miliar. Data tersebut didapatkan dari audit Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    “Ada iuran rutin setiap bulan yang ditransfer dari 10 peserta didik kepada yang bersangkutan ke bendahara, uangnya mengalir ke oknum-oknum tertentu, data itu ada di PPATK,” beber Menkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (30/4/2025).

    Data tersebut bahkan disebutnya berasal dari penelusuran iuran setiap PPDS. “Hampir di semua sentra pendidikan, begitu dibuka, auditnya masuk, kita dapat buktinya,” lanjutnya.

    Menkes menyebut hal inilah yang membuat beban biaya PPDS di Indonesia relatif semakin mahal. Selain iuran, didapatkan pula ‘pesanan’ khusus dari para senior dalam bentuk sopan maupun tidak sopan.

    “Data-data ini kita dapatkan pada saat audit, ada pembelian pemesanan tiket hotel, ada untuk sendiri, berdua, kita rutin temukan pada saat audit itu kita lakukan,” tandas Menkes.

    Sejak dibukanya pengaduan laporan bulllying atau perundungan Juni 2023, Menkes sudah mendapati 2.668 laporan yang 632 di antaranya berhasil terkonfirmasi perundungan. Terbanyak berada di RS vertikal atau pemerintah.

    (naf/up)

  • Soal Bullying di Pendidikan Kesehatan, Menkes: Yang Ngajar Seniornya Bukan Guru  – Halaman all

    Soal Bullying di Pendidikan Kesehatan, Menkes: Yang Ngajar Seniornya Bukan Guru  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin menyatakan, banyaknya kasus perundungan atau bullying di dunia pendidikan kesehatan terjadi karena proses belajar di rumah sakit pendidikan lebih banyak dilakukan oleh senior ketimbang guru mereka.

    Hal ini disampaikan Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).

    Budi mengatakan, saat ini Kementerian Kesehatan tengah menyiapkan sistem pemantauan proses pendidikan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) melalui aplikasi e-logbook

    “Dulu lulus enggak lulus susah kalau dokter spesialis, enggak lulus kenapa? Saya enggak suka, nanti enggak, kita lihat, melakukan operasi usus buntu, bener enggak operasinya, berhasil atau enggak, kalau dia dari 10 berhasil 10, kalau dia enggak lulus itu akan kelihatan karena semuanya by sistem dan dijaga dua orang,” kata Budi.

    Dengan penerapan sistem baru ini, kelulusan peserta tidak lagi bergantung pada senior. Sebab, praktik perundungan kerap muncul lantaran proses pengajaran dilakukan oleh senior, sementara guru atau dosen yang seharusnya mengajar tidak terlibat secara langsung.

    “Jadi enggak bisa like, dislike dari senior. Kenapa bullying terjadi, karena senior yang menentukan yang ngajar sekarang di PPD sekarang bukan gurunya, gurunya sibuk,” ujar Budi.

    Menurut Budi, situasi ini terjadi hampir di semua rumah sakit pendidikan lantaran jumlah murid yang banyak tidak sebanding dengan jumlah pengajar yang tersedia.

    “Di semua rumah sakit pendidikan Bapak/Ibu bisa tanya, Dirutnya Soetomo, Cipto mereka tuh pasti merasa berat sekali karena muridnya banyak sekali gurunya enggak bisa ngajar, karena harusnya kan namanya praktek itu gurunya yang ngajarin, sebelah-sebelahan ini, gurunya enggak bisa ngajar akhirnya dikasih ke senior,” tuturnya.

    Dia mengungkapkan, kondisi inilah yang membuat praktik bullying menjadi lebih sering terjadi. Menurutnya, melalui sistem baru tersebut, proses pembelajaran dan pengawasan akan lebih terstruktur.

    “Jadi yang ngajar di kita itu senior yang bukan gurunya yang ngajar, senior ya bullying itu, karena gurunya enggak bisa ngawasin, dan itu yang kita ubah di sistem ini jadi semua masuk ke sistem,” ujar dia.

    Selain itu, Budi menjelaskan, dalam sistem terbaru ini, kelulusan senior juga akan dipengaruhi oleh umpan balik dari para junior secara anonim. 

    “Ini juga penting kita juga memberikan 360°. Kalau seniornya mau lulus itu ada feedback dari bawahannya dari juniornya dan ini dibikin anonimous, kita bisa tahu kalau ada redflag, oh seniornya bisa seksual itu kan terkenal sekali kan, yang junior enggak bisa apa-apa kalau enggak dikasih jadi susah enggak bisa lulus,” ujarnya.

    “Sekarang dengan demikian sekarang ada kontrol semua metode-metode ini merupakan standar yang dilakukan di luar negeri sistemnya ada yang kita tiru,” ucapnya menambahkan.

     

     

  • Herannya Menkes Harga Obat di Tiap RS Beda-beda, Ada yang Selisih Rp 10 Juta

    Potret Menkes Ungkap Penyebab Kurangnya Dokter Spesialis di Raker DPR

    Foto Health

    Agung Pambudhy – detikHealth

    Selasa, 29 Apr 2025 20:16 WIB

    Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap penyebab Indonesia masih kekurangan dokter spesialis. Hal itu disampaikan dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI.

  • Anggota DPR minta KP2MI hati-hati buka moratorium PMI ke Arab Saudi

    Anggota DPR minta KP2MI hati-hati buka moratorium PMI ke Arab Saudi

    pekerja sektor domestik Indonesia kerap dianggap hanya menjadi budak. Jika terjadi masalah hukum, maka hukum yang berlaku adalah hukum di Arab Saudi. Ini membuktikan negara kita tidak mampu bernegosiasi dengan Pemerintah Arab Saudi untuk melindungi P

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi IX DPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa mengingatkan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) untuk lebih hati-hati dalam rencana membuka moratorium pemberangkatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi.

    “Membuka moratorium bukan semata menghilangkan masalah, namun akan membuka potensi masalah kembali jika pemerintah tidak matang,” kata Eem dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa.

    Sejak moratorium diberlakukan pada tahun 2011, menurut dia, ada sekitar 185 ribu PMI berangkat secara ilegal ke Arab Saudi. Fakta itu, kata dia, menunjukkan lemahnya pengawasan dan sistem migrasi tenaga kerja Indonesia yang masih memiliki celah besar.

    Dia mengatakan banyak sekali kasus terjadi pada pekerja sektor domestik di luar negeri, khususnya para pekerja perempuan yang mengalami perlakuan tidak adil, seperti halnya pelecehan seksual atau tindakan kekerasan lainnya.

    Dia mengatakan pekerja sektor domestik Indonesia kerap dianggap hanya menjadi budak. Jika terjadi masalah hukum, maka hukum yang berlaku adalah hukum di Arab Saudi

    “Ini membuktikan negara kita tidak mampu bernegosiasi dengan Pemerintah Arab Saudi untuk melindungi Pekerja Migran Indonesia,” kata dia.

    Menurut dia, pembukaan moratorium khusus untuk pekerja perempuan perlu dipertimbangkan kembali. Kecuali, kata dia, jika hukum yang akan diberlakukan adalah hukum yang disepakati atau hukum internasional.

    Dia menambahkan, pemerintah perlu mengupayakan jalur diplomasi yang jelas demi menciptakan kesepakatan yang lebih melindungi para PMI. Tanpa pembenahan yang serius, menurut dia, penghapusan moratorium justru hanya akan mengulang pola lama.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

  • Legislator Ingatkan Tak Lindungi Kasus Dokter, Menkes Tegaskan Tak Halangi

    Legislator Ingatkan Tak Lindungi Kasus Dokter, Menkes Tegaskan Tak Halangi

    Jakarta

    Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP Edy Wuryanto mewanti-wanti Menkes Budi Gunadi Sadikin agar tak ada intervensi terhadap kasus bullying maupun pemerkosaan yang pelakunya dokter. Menkes Budi menegaskan tak ada yang menghalangi dalam kasus-kasus tersebut.

    “Saya mendukung dokter ini harus diproses hukum, APH harus betul-betul menjadikan kasus ini kasus besar, rumah sakit dan siapapun tidak boleh mengintervensi, termasuk Pak Menteri sekalipun jangan sekali-sekali mengintervensi proses pada dokter yang melakukan ini,” kata Edy dalam rapat Komisi IX DPR bersama Kemenkes di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).

    Edy lalu menyoroti lokasi bullying dan pemerkosaan tersebut terjadi di rumah sakit. Padahal, kata dia, rumah sakit seharusnya memiliki pelayanan yang ketat.

    “Lokusnya ini di rumah sakit Pak ini yang nggak habis pikir, jadi nggak masuk akal gitu loh, rumah sakit ini rumah sakit institusi yang sangat rigid SOP-nya, layanannya sangat ketat, jadi publik tidak bisa menerima dengan akal sehat, kok ini bisa terjadi di rumah sakit,” ujarnya.

    Menurutnya, kejadian itu merupakan bentuk kegagalan dalam menciptakan lingkungan praktik kesehatan yang positif. Edy menilai hal itu menjadi persoalan besar bagi seluruh rumah sakit.

    “Karena itu di UU Kesehatan yang baru kita sahkan kemarin, setiap pelanggaran malpraktik dokter atau tenaga kesehatan di RS, itu direktur RS bertanggung jawab, nggak bisa lepas, itu di dalam norma UU yang kita sahkan,” paparnya.

    “Karena itu kasus ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab direktur rumah sakit. Pertanyaan saya kenapa Pak Menteri tak memberhentikan direktur rumah sakit? Karena ini di wilayah rumah sakit vertikal sebagai bentuk tanggung jawab Pak Menteri kepada publik,” ujarnya.

    Edy menilai adanya sikap menutup-nutupi yang dilakukan oleh Menkes. Edy menegaskan setiap kasus harus ada pihak yang bertanggung jawab.

    “Fenomena ini adalah puncak dari seluruh akibat dari kegagalan kita menciptakan lingkungan pembelajaran yang sehat dan positif,” sambung dia.

    Dalam kesempatan yang sama, Menkes Budi menegaskan tak ada intervensi dalam kasus dokter bullying dan pemerkosaan. Menkes mengatakan tak ada yang menghalangi dalam pengungkapan kasus tersebut.

    “Kita proses bukan hanya secara administratif tapi secara yudikatif juga kita proses, jadi kita masukin ke polisi, kita tidak ada yang lagi menghalang-halangi,” jelas Budi.

    “Saya bilang, Pak Edy bilang Menkes jangan mengintervensi, loh Menkes-nya diintervensi, kita di kasus-kasus ini saya pikir nggak ada tuh teman-teman Pak Edy yang melobi, mengintervensi Menkes, kan banyak kasus yang nggak pernah naik,” sambung dia.

    Budi mengatakan kasus bullying yang menewaskan mahasiswa PPDS anestesi Undip dapat berjalan lancar lantaran adanya hubungan baik. Meski begitu, Budi menegaskan akan memproses hukum kasus-kasus yang tersebut.

    “Saya pikir yang di Undip juga mulus, nggak mulus, juga. Untung kita punya hubungan baik, kalau nggak kan kena intervensi juga. Jadi ini proses hukumnya harus jalan, supaya apa, supaya terbuka,” tuturnya.

    (amw/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • DPR: Kematian di Kamboja pengingat akan perlindungan pekerja migran

    DPR: Kematian di Kamboja pengingat akan perlindungan pekerja migran

    Indonesia harus mendorong peran dari TFAMW sebagai respons kolektif kawasan terhadap kejahatan lintas negara.

    Jakarta (ANTARA) – Ketua DPR RI Puan Maharani menilai lonjakan angka kasus kematian pekerja migran Indonesia (PMI) di Kamboja akibat praktik penipuan daring (online scam) harus menjadi pengingat bagi Pemerintah untuk memaksimalkan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia.

    “Fenomena ini harus menjadi warning bagi Pemerintah untuk memaksimalkan perlindungan bagi para PMI kita, yang kita tahu tidak sedikit dari mereka datang ke Kamboja akibat aksi-aksi penipuan,” kata Puan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

    Menurut dia, Pemerintah dan masyarakat tidak bisa menutup mata akan maraknya modus kejahatan terhadap pekerja migran Indonesia akhir-akhir ini sebab korban bukan hanya dirugikan secara ekonomi, melainkan juga secara fisik dan nyawa.

    Puan juga mengungkapkan bahwa kasus-kasus penipuan online yang berujung pada kematian itu menjadi peringatan keras bagi Pemerintah untuk memastikan agar anak bangsa tidak mudah tergiur pada janji manis pekerjaan di luar negeri tanpa adanya kejelasan.

    Apalagi, kata dia, jika tawaran-tawaran pekerjaan tersebut tanpa melibatkan badan yang resmi atau pemberangkatan melalui jalur nonprosedural.

    “Maka, tugas Pemerintah di sini adalah untuk bagaimana meningkatkan literasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahayanya berangkat kerja ke luar negeri secara ilegal,” ujarnya.

    Ia lantas menyebut sejumlah langkah perlindungan yang dapat diberikan negara kepada PMI, antara lain, dengan menggencarkan upaya pencegahan, termasuk memaksimalkan penanganan pada kasus-kasus PMI yang menjadi korban penipuan di Kamboja.

    “Kita dapat memanfaatkan teknologi dalam mencegah dan melawan kejahatan-kejahatan seperti ini. Bagaimana sosialisasi dan kampanye juga makin dimasifkan lewat berbagai sarana media,” tuturnya.

    Lebih jauh Puan mengemukakan bahwa persoalan penipuan daring yang berujung kematian di Kamboja itu bukan lagi merupakan isu domestik, melainkan sudah masuk sebagai darurat kawasan.

    Untuk itu, dia menekankan pentingnya Indonesia mendorong secara aktif ASEAN Task Force on Migrant Workers (TFAMW) guna memperkuat perlindungan hak-hak pekerja migran di kawasan.

    “Indonesia harus mendorong peran dari TFAMW sebagai respons kolektif kawasan terhadap kejahatan lintas negara, terutama yang berbasis digital seperti sindikat online scam,” katanya.

    Menurut Puan, kasus tersebut harus menjadi momentum untuk memperkuat kerja sama kawasan dalam melindungi pekerja migran dari kejahatan lintas negara yang makin canggih.

    Termasuk, sambung dia, Indonesia perlu mendorong perluasan mandat gugus tugas TFAMW, terutama dalam hal perlindungan pekerja migran dari eksploitasi digital, serta memperkuat koordinasi antarnegara dan penanganan korban.

    “Indonesia harus menekankan pentingnya ASEAN membentuk protokol bersama untuk perlindungan darurat bagi korban eksploitasi, serta mewajibkan pendataan pekerja migran secara transparan dan terintegrasi antarnegara,” ucapnya.

    Wakil rakyat ini mendorong pula Pemerintah untuk menggalakkan edukasi kepada masyarakat terkait dengan penipuan daring sebab tak sedikit WNI yang berangkat ke Kamboja dan wilayah sekitarnya sebagai korban penipuan daring yang menjanjikan pekerjaan dengan gaji menggiurkan.

    Terakhir, dia memastikan bahwa DPR RI akan terus mengawal dan menjadi bagian dari solusi dalam meminimalisasi tragedi yang menimpa WNI di luar negeri.

    “DPR bersama Pemerintah akan berkolaborasi dengan aparat dan mitra internasional guna memperkuat sistem perlindungan hukum bagi pekerja migran, termasuk mereka yang berangkat melalui jalur nonprosedural,” kata dia.

    Sebelumnya, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengatakan bahwa kementeriannya terus memasifkan strategi untuk mencegah calon pekerja migran Indonesia (CPMI) nonprosedural berangkat bekerja ke Kamboja, Myanmar, dan Laos.

    Upaya itu dilakukan karena makin banyak CPMI ilegal yang berangkat ke tiga negara tersebut, terutama Myanmar, yang meningkat 27 kali lipat pada tahun 2025 dari data pada tahun 2024.

    “Terjadi lonjakan besar dari Myanmar, 26 orang pada tahun 2024, menjadi 698 orang pada tahun 2025. Peningkatan hampir 27 kali lipat,” kata Menteri Karding dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) dengan Komisi IX DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4).

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Cuma Anak Orang Kaya yang Bisa Jadi Dokter Spesialis? Ini Sentilan Menkes Budi

    Cuma Anak Orang Kaya yang Bisa Jadi Dokter Spesialis? Ini Sentilan Menkes Budi

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyinggung proses pendidikan dokter spesialis (PPDS) umumnya diikuti masyarakat dengan ekonomi atas alias kaya. Jarang dokter spesialis berasal dari kelompok menengah ke bawah, lantaran selama empat tahun menjalani PPDS, para residen, sebutan untuk calon dokter spesialis, tidak mendapatkan pemasukan.

    Selain memenuhi biaya hidup, pengeluaran selama PPDS juga disebut Menkes terbilang mahal.

    “Mereka itu umumnya sudah berkeluarga, sudah bekerja sebagai dokter, sudah ada income (pemasukan),” beber Menkes Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (29/4/2025).

    “Kemudian kalau jadi dokter spesialis kan harus berhenti kerja, mesti ngelamar ke fakultas kedokteran, belajar selama 4 tahun tidak dapat income,” lanjutnya.

    Menkes menyebut melalui sistem baru Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSPPU), kini memungkinkan untuk mendapat tambahan biaya dalam bentuk bantuan biaya hidup (BBH), dengan jumlah yang relatif berbeda tergantung tingkatan masing-masing.

    Tahap 1/awal: Rp 5 jutaTahap 2/madya: Rp 7,5 jutaTahap 3/mandiri: Rp 10 juta

    “Nah itu yang menyebabkan kenapa dokter espesialis biasanya anak orang kaya, kalau bukan orang kaya, dia nggak akan bisa hidup,” tandas Menkes.

    “Itu sebabnya yang sekarang, dengan sistem pendidikan sekarang, kalau dia dari luar kota, mereka kita kasih (uang), ya enggak besar, tapi seenggaknya bisa ganjel mereka hidup,” pungkasnya.

    (naf/up)