Kementrian Lembaga: Komisi IX DPR RI

  • Job Fair Ricuh, Nurhadi Sebut Bukti Kebutuhan Kerja Begitu Mendesak

    Job Fair Ricuh, Nurhadi Sebut Bukti Kebutuhan Kerja Begitu Mendesak

    FAJAR.CO.ID, BEKASI — Gelaran job fair Bekasi Pasti Kerja yang dilakukan Pemkab Bekasi, Jawab Barat melalui Dinas Ketenagakerjaan menuai banyak perhatian. Tingginya animo masyarakat menjadi salah satu alasan.

    Selain animo masyarakat yang sangat tinggi, perhatian publik semakin tertuju ke job fair tersebut setelah terjadi keributan.

    Kericuhan itu terjadi diduga ramainya para pencari kerja yang mencapai 25 ribu orang, sementara kuota lowongan yang tersedia hanya sebanyak 3.000.

    Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyebut insiden itu terjadi karena mendesaknya kebutuhan kerja, mengingat tingginya angka pengangguran.

    “Kejadian ini mencerminkan betapa mendesaknya kebutuhan masyarakat terhadap pekerjaan, sekaligus buruknya mekanisme teknis yang diterapkan panitia,” kata Nurhadi kepada wartawan, Senin (2/6).

    Nurhadi menekankan, Pemerintah Daerah (Pemda) seharusnya menyadari bahwa job fair bukan sekadar ajang seremonial tahunan, melainkan representasi dari masalah besar terkait pengangguran.

    Karena itu, tingginya angka pengangguran tidak bisa disikapi dengan pendekatan administratif melalui event based semata, tetapi perlu dilihat sebagai bagian dari strategi berkelanjutan dalam pembangunan ketenagakerjaan daerah.

    “Lebih dari 25.000 pencari kerja memadati satu titik lokasi, insiden saling dorong hingga ada yang pingsan menjadi bukti bahwa sistem dan perencanaan acara belum sensitif terhadap realita di lapangan,” sesal Nurhadi.

    Legiskator Fraksi Partai Nasdem itu mengingatkan, pentingnya solusi jangka pendek terkait membludaknya pencari kerja saat ini. Salah satunya, dengan menyelenggarakan job fair secara terdesentralisasi di berbagai kecamatan maupun zona industri.

  • Anggota DPR: Kericuhan job fair cerminan kebutuhan pekerjaan mendesak

    Anggota DPR: Kericuhan job fair cerminan kebutuhan pekerjaan mendesak

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi mengemukakan kericuhan pada bursa kerja atau job fair yang digelar Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi di Jababeka, Cikarang Utara, Jawa Barat, Selasa (27/5), mencerminkan mendesaknya kebutuhan masyarakat terhadap pekerjaan.

    “Kejadian ini mencerminkan betapa mendesaknya kebutuhan masyarakat terhadap pekerjaan, sekaligus buruknya mekanisme teknis yang diterapkan panitia,” kata Nurhadi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

    Dia juga mengatakan insiden tersebut menunjukkan ketidaksiapan manajerial pemerintah dalam menangani animo masyarakat yang tinggi terhadap akses kerja.

    Nurhadi pun menyayangkan kericuhan terjadi hanya karena berebut scanner kode QR yang berisi daftar perusahaan pembuka lowongan kerja.

    “Seharusnya antisipasi terhadap lonjakan pengunjung, manajemen alur peserta, distribusi informasi digital, dan pemecahan titik lokasi acara sudah menjadi standar minimum dalam penyelenggaraan job fair berskala besar, apalagi di tengah badai PHK seperti ini,” ujarnya.

    Menurut dia, pemerintah daerah seharusnya menyadari pula bahwa job fair bukan sekadar ajang seremonial tahunan, melainkan representasi dari pengangguran struktural yang menjadi masalah besar di tengah masyarakat.

    “Job fair harus menjadi jalan keluar nyata menuju pekerjaan yang layak, aman, dan bermartabat. Bukan cuma seremonial,” katanya.

    Untuk itu, dia menambahkan pendekatannya tidak bisa hanya tentang administratif atau event based semata, tetapi perlu dilihat sebagai bagian dari strategi berkelanjutan dalam pembangunan ketenagakerjaan daerah.

    “Lebih dari 25.000 orang pencari kerja memadati satu titik lokasi, insiden saling dorong hingga ada yang pingsan menjadi bukti bahwa sistem dan perencanaan acara belum sensitif terhadap realitas di lapangan,” tuturnya.

    Legislator itu mengatakan pemda perlu menegaskan tanggung jawab perusahaan-perusahaan di wilayah Kabupaten Bekasi yang merupakan salah satu kawasan industri terbesar di Asia Tenggara.

    Dia memandang perusahaan yang menempati kawasan industri di Bekasi serta mendapat insentif, kemudahan, dan manfaat dari keberadaan di wilayah ini harus didorong agar ikut berkontribusi nyata dalam membuka dan menyerap tenaga kerja lokal.

    “Perusahaan yang beroperasi di kawasan industri Bekasi tidak boleh hanya menikmati fasilitas, tetapi juga wajib menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar,” ucapnya.

    Dia juga menimpali, “Pemerintah harus memastikan ada regulasi yang mengikat dan mendorong keterlibatan aktif sektor industri dalam mengurangi angka pengangguran.”

    Nurhadi menyebut sebagai solusi jangka pendek untuk mengatasi masalah membludaknya pencari kerja saat ini maka penyelenggaraan job fair dapat dilakukan secara terdesentralisasi di berbagai kecamatan atau zona industri.

    “Pemerintah juga bisa memperkuat platform daring yang memungkinkan pencari kerja mengakses informasi lowongan tanpa harus berdesakan secara fisik,” katanya.

    Anggota DPR yang membidangi komisi terkait ketenagakerjaan itu pun meminta pemerintah mengevaluasi ketersediaan dan kesesuaian lapangan kerja dengan profil keterampilan para pencari kerja, termasuk memperbanyak pelatihan vokasional dan bimbingan karier apabila ketidakcocokan terlalu tinggi.

    “Termasuk sinergi dengan dunia usaha harus lebih ditekankan lagi. Kita tidak bisa membiarkan ribuan warga terus mengantre hanya demi men-scan QR,” paparnya.

    Selain itu, dia meminta pemerintah hadir dengan perencanaan yang lebih manusiawi, adil, dan berbasis data sehingga pencari kerja tidak menjadi korban dari manajemen buruk.

    Menurut dia, hal itu penting mengingat fenomena badai pemutusan hubungan kerja (PHK) berkorelasi dengan besarnya animo masyarakat terhadap peluang akses mendapat pekerjaan, termasuk melalui ajang seperti job fair.

    “Dengan angka pengangguran yang masih tinggi dan keresahan sosial yang mulai terlihat dalam bentuk kericuhan seperti ini, job fair ke depan tidak boleh lagi menjadi simbol kepanikan kolektif,” katanya.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Uya Kuya Dukung Pengiriman Tenaga Kerja Profesional ke Kroasia

    Uya Kuya Dukung Pengiriman Tenaga Kerja Profesional ke Kroasia

    Jakarta, Beritasatu.com – Anggota Komisi IX DPR, Surya Utama atau yang dikenal sebagai Uya Kuya menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah untuk mengirimkan tenaga kerja formal dan profesional Indonesia ke Kroasia.

    Hal ini disampaikan Uya Kuya setelah melakukan kunjungan kerja dan bertemu dengan anggota parlemen Kroasia di Zagreb.

    “Indonesia pastinya berminat menjalin kerja sama dengan Kroasia untuk pengiriman tenaga kerja formal dan profesionalnya,” ujar Uya Kuya, dikutip dari akun Instagram pribadinya, @king_uyakuya, Sabtu (31/5/2025).

    Meskipun mendukung inisiatif tersebut, Uya menekankan pentingnya adanya perjanjian kerja sama yang jelas antara Indonesia dan Kroasia untuk menjamin perlindungan hak-hak pekerja migran Indonesia (PMI).

    “Untuk menjamin proses imigrasi tenaga kerja yang aman, kami tetap mendorong adanya pembentukan nota kesepahaman (MoU) penempatan dan perlindungan PMI di Kroasia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia,” tegasnya.

    Menurut Uya, UU tersebut memberikan landasan hukum bagi Indonesia untuk menetapkan negara tujuan dan mengatur perlindungan bagi para pekerja migran yang dikirim ke luar negeri.

    “Negara tujuan PMI juga harus memiliki mekanisme jaminan sosial yang memadai bagi pekerja migran. Dengan begitu, kita bisa merasa tenang saat melepas warga negara kita untuk bekerja di luar negeri,” lanjutnya.

    Dalam kunjungannya, Uya Kuya juga menerima masukan serta pandangan dari parlemen Kroasia terkait keberadaan tenaga kerja asing di negara tersebut.

    Pertemuan tersebut menjadi momentum penting untuk menjajaki kerja sama bilateral yang lebih konkret di sektor ketenagakerjaan.

    Dukungan Uya Kuya ini sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia dalam memperluas pasar kerja luar negeri bagi tenaga kerja formal dan profesional, sekaligus memastikan perlindungan menyeluruh bagi PMI melalui regulasi dan kerja sama internasional.

  • PKB: Asta Cita Prabowo Bukan Kapitalis, Ini Buktinya

    PKB: Asta Cita Prabowo Bukan Kapitalis, Ini Buktinya

    Jakarta, Beritasatu.com – Program-program dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto sama sekali tidak mengandung pendekatan kapitalis. Sebaliknya, program-program tersebut sangat menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil.

    Politisi PKB sekaligus anggota Komisi IX DPR Zainul Munasichin menyatakan hal itu dalam diskusi Polemik Trijaya di Jakarta, Sabtu (31/5/2025). “By gagasan, by ide, program-program Asta Cita Pak Prabowo ini sangat bagus. Kelihatan keberpihakannya ke rakyat,” ujarnya.

    Zainul menyebut, salah satu program paling nyata yang menggambarkan semangat antikapitalis adalah makan bergizi gratis (MBG). Program ini bukan hanya bentuk perhatian pada sektor kesehatan dan gizi anak, tetapi juga bukti pemerintah tidak mencari keuntungan dari rakyat.

    “MBG itu jelas bukan pendekatan kapitalis. Kalau kapitalis, mana ada rakyat dikasih makan gratis?” tegasnya.

    Tak hanya itu, ia juga menyebut program sekolah rakyat yang akan mulai digulirkan pada Juli 2025 sebagai contoh lain dari pendekatan inklusif dalam pemerintahan Prabowo. “Kalau kapitalis, rakyat enggak dikasih sekolah gratis. Dalam pendekatan kapitalis, yang punya uang bisa dapat pendidikan, yang tidak ya ketinggalan,” jelasnya.

    Selain dua program itu, Zainul menyoroti koperasi desa (kopdes) Merah Putih sebagai langkah strategis mendukung ekonomi kerakyatan. Menurutnya, koperasi jauh dari pola pikir korporasi yang identik dengan sistem kapitalis. 

    “Kalau kapitalis, pasti bersifat korporasi. Namun, program koperasi ini justru mempercepat perputaran ekonomi daerah dan menguatkan basis rakyat,” tambahnya.

    Sebagai anggota legislatif, Zainul menegaskan pengawasan implementasi dari program-program ini akan dilakukan secara ketat. Ia berharap agar seluruh program yang telah dirancang dalam asta cita dapat tepat sasaran dan sesuai janji kampanye.

    “Intinya, gagasan asta cita ini baik. Tinggal kita lihat teknokrasi, implementasi, dan detail pelaksanaannya seperti apa,” urainya.

    Dengan dukungan parlemen dan partisipasi masyarakat, Zainul optimistis program-program prorakyat dalam asta cita Presiden Prabowo Subianto dapat menjadi warisan kebijakan yang benar-benar berdampak luas bagi masyarakat Indonesia.

  • SE Antidiskriminasi Pekerja, Pemerintah Perlu Siapkan Pengawas-Pelaporan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 Mei 2025

    SE Antidiskriminasi Pekerja, Pemerintah Perlu Siapkan Pengawas-Pelaporan Nasional 30 Mei 2025

    SE Antidiskriminasi Pekerja, Pemerintah Perlu Siapkan Pengawas-Pelaporan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi IX DPR RI,
    Netty Prasetiyani
    , menyambut baik terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan tentang Antidiskriminasi Tenaga Kerja.
    Meski begitu, ia menilai pemerintah perlu menyiapkan pengawasan yang efektif dan berkelanjutan agar ini tidak menjadi dokumen administratif semata.
    “Surat edaran ini tidak boleh hanya berhenti sebagai dokumen administratif. Pemerintah perlu memastikan pengawasan yang efektif dan berkelanjutan, agar implementasinya benar-benar terjadi di lapangan,” ujar Netty saat dihubungi, Jumat (30/5/2025).
    Pengawasan yang dimaksud, kata Netty, bisa mencakup mulai dari sisi jumlah maupun kapasitasnya.
    Selain itu, pemerintah disarankan untuk membuat sarana pengaduan jika ada masyarakat yang masih mendapat perlakuan diskriminatif.
    “Juga soal sarana pelaporan dari masyarakat, khususnya pekerja, perlu dipermudah dan dilindungi, agar korban diskriminasi tidak takut bersuara,” ucap Netty.
    Selanjutnya, ia juga menekankan soal pemberian sanksi dan teguran bagi perusahaan yang melanggar aturan ini.
    “Juga soal pemberian sanksi atau teguran terhadap perusahaan yang terbukti melanggar, agar ada efek jera,” tegasnya.
    Lebih lanjut, politikus PKS ini menganggap SE tersebut merupakan langkah progresif yang mencerminkan komitmen pemerintah dalam menciptakan lingkungan kerja yang adil, setara, dan inklusif.
    Dia berharap ke depannya tidak lagi ada diskriminasi terhadap pekerja.
    “Tidak boleh ada lagi diskriminasi dalam proses rekrutmen, promosi, maupun pemutusan hubungan kerja,” kata Netty.
    Diberitakan sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menerbitkan SE Nomor M/6/HK.04/V/2025 tentang
    Larangan Diskriminasi
    Dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja pada Rabu (28/5/2025).
    Dilansir dari salinan resmi SE tersebut, Kemenaker ingin mewujudkan prinsip non-diskriminasi dalam proses rekrutmen tenaga kerja.
    Selain itu, Kemenaker memperhatikan dinamika ketenagakerjaan saat ini terkait persyaratan rekrutmen tenaga kerja.
    Oleh karena itu, Menaker Yassierli mengeluarkan empat poin dalam SE terbaru ini.
    Pertama, setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
    Kedua, pemberi kerja dilarang melakukan diskriminasi atas dasar apa pun dalam proses rekrutmen tenaga kerja.
    Namun, SE ini tetap memberi ruang pengecualian untuk syarat usia dengan kriteria ketat, yakni:
    a. Untuk pekerjaan atau jabatan yang memiliki sifat atau karakteristik yang secara nyata mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan dan/atau
    b. Tidak boleh berdampak pada hilangnya atau berkurangnya kesempatan dalam memperoleh pekerjaan.
    Keempat,
    larangan diskriminasi
    dan ketentuan persyaratan usia dalam proses rekrutmen tenaga kerja sebagaimana tersebut di atas berlaku sama kepada tenaga kerja penyandang disabilitas.
    Menaker Yassierli meminta para gubernur menyampaikan SE ini kepada bupati/wali kota dan pemangku kepentingan terkait di wilayah masing-masing.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 1
                    
                        Menkes: Apa yang Saya Omongin Sekarang Salah Semua…
                        Nasional

    1 Menkes: Apa yang Saya Omongin Sekarang Salah Semua… Nasional

    Menkes: Apa yang Saya Omongin Sekarang Salah Semua…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Menteri Kesehatan (Menkes)
    Budi Gunadi Sadikin
    merasa apa yang disampaikannya beberapa waktu belakangan kerap salah dipersepsikan publik. 
    Gaya komunikasi
    Budi awalnya disorot oleh anggota
    Komisi IX DPR RI
    dalam rapat kerja yang berlangsung pada Senin (26/5/2025).
    Salah satu legislator yang menyoroti
    gaya komunikasi
    Menkes adalah Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Nasdem, Nurhadi.
    Dia menilai cara berkomunikasi Budi sebagai Menkes dianggap kurang bijak.
    “Saya langsung ke Pak Menteri Kesehatan. Nah ini Pak, beberapa akhir ini, hari ini, Pak Menteri jadi sorotan, Pak. Kaitannya, saya menyoroti kaitannya dengan cara komunikasi Pak Menteri yang kurang
    wise
    , kurang bijaksana Pak,” ujar Nurhadi di Gedung DPR RI, Senin.
    Nurhadi mencontohkan pernyataan Budi soal orang dengan lingkar pinggang besar yang ‘lebih cepat menghadap Allah’.
    Pernyataan itu dianggap Nurhadi tak seharusnya keluar dari mulut seorang Menkes.
    “Yang pertama, Bapak menyampaikan orang yang punya ukuran lingkar pinggang di atas 33 cm itu akan cepat menghadap Allah, Pak. Saya kira ini kok tidak… maksudnya Bapak levelnya Menteri harusnya enggak bicara seperti ini, Pak,” ucap Nurhadi.
    “Harusnya Pak Menteri lebih bicara yang terduh, yang membuat masyarakat ini menerima informasi dari Kementerian Kesehatan ini membuat masyarakat terasa senang, damai, bahagia,” sambungnya.
    Nurhadi juga menyinggung pernyataan Menkes yang menyatakan bahwa orang bergaji Rp 5 juta tergolong kurang pintar dan tidak sehat, jika dibandingkan pihak-pihak dengan pendapatan Rp 15 juta.
     
    “Pak Menteri perlu tahu, Pak. Kalau di kami, Pak, di Kabupaten Blitar, di desa, orang dengan pendapatan Rp 5 juta itu sudah sejahtera, Pak. Sayur enggak beli, lauk enggak beli, Pak, mungkin belinya hanya beras, itu sudah sejahtera,” kata Nurhadi.
    “Saya minta tolong, Pak Menteri, untuk
    statement-statement
    berikutnya lebih
    wise
    dan lebih bijaksana, lebih adem, bisa diterima masyarakat luas Indonesia, menuju Indonesia semakin sehat, berdaulat tahun Indonesia Emas 2045,” sambung Nurhadi.
    Menjawab pernyataan Nurhadi, Menkes pun menjelaskan bahwa apa yang disampaikannya sebetulnya didasarkan pada niat baik untuk mendorong kesehatan masyarakat.
    Dia mencontohkan pernyataan mengenai pendapatan masyarakat Rp 5 juta dan Rp 15 juta yang bukan bermaksud membanding-bandingkan.
    Pernyataan itu bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat.
    “Ya mengenai komunikasi, ya memang apa yang saya omongin sekarang salah semua ya. Niatnya sebenarnya baik. Mengenai pendapatan itu sebenarnya angka Rp 5 juta, Rp 15 juga bukan maksudnya ke sana, Pak Nurhadi,” kata Menkes.
    “Maksudnya adalah untuk jadi negara maju, memang kita baru bisa masuk negara maju kalau rata-rata pendapatan kita itu Rp 15 juta. Dan kita harus angkat bersama-sama, kan, supaya bisa jadi negara maju. Nah untuk bisa jadi kesana, masyarakatnya harus sehat,” sambungnya.
    Oleh karena itu, lanjut Budi, penting bagi pemerintah untuk menjamin kesehatan masyarakat.
    Sebab dengan kondisi kesehatan yang baik bisa menjadi faktor pendorong peningkatan pendapatan masyarakat.
    “Nah cuman memang sekarang apa pun yang saya omongin dipotong dan disebarkannya begitu. Saya enggak ngerti juga apa yang terjadi dengan diri saya gitu ya. Tapi yang saya sampaikan adalah kalau mau jadi negara maju, secara definisi World Bank itu jelas, rata-rata pendapatan per kapitanya harus Rp 15 juta,” ucap Menkes.
    “Nah kita di sektor kesehatan menjamin bahwa kita sehat, karena kalau kita sehat proses kenaikan rata-rata pendapatan itu bisa naik. Mungkin kemudian ada yang mengambil, kemudian memutar, menaruhnya seperti apa, niatnya seperti itu,” sambungnya.
    Lebih lanjut, Menkes juga memberikan penjelasan mengenai pernyataannya soal lingkar pinggang.
    Menurutnya, lingkar pinggang yang besar erat kaitannya dengan hipertensi dan diabetes.
    Oleh sebab itu, lanjut Menkes, penting bagi masyarakat untuk menjaga kesehatannya agar terhindar dari hipertensi dan diabetes.
    “Tapi kalau memperbaiki cara komunikasi, saya akan berusaha selalu memperbaiki cara komunikasi saya, dan semua masukan
    welcome
    ,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Video: Sorotan DPR soal Gaya Komunikasi Menkes Budi yang Dinilai Kurang Bijak

    Video: Sorotan DPR soal Gaya Komunikasi Menkes Budi yang Dinilai Kurang Bijak

    Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, soroti gaya komunikasi Menkes Budi Gunadi Sadikin yang dinilai kurang bijak. Beberapa di antaranya mulai dari soal perbandingan gaji Rp 5 juta dengan Rp 15 juta, hingga soal ukuran lingkar pinggang.

    Menkes Budi pun menyebut punya niat baik untuk mengingatkan.Ia juga berusaha akan memperbaiki gaya bahasa dan cara penyampaiannya.

    (/)

  • Komunikasi Menkes Jadi Sorotan, Niatnya Baik Malah Jadi Polemik

    Komunikasi Menkes Jadi Sorotan, Niatnya Baik Malah Jadi Polemik

    Jakarta

    Sejumlah pernyataan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin belakangan memicu reaksi dan kegaduhan. Salah satunya terkait pria dengan ukuran celana jeans di atas 33-34 yang disebutnya lebih cepat ‘menghadap Allah SWT’.

    Celetukan tersebut sebenarnya merupakan analogi untuk menggambarkan bahaya penumpukan lemak viseral di sekitar perut. Kondisi ini berkaitan dengan obesitas sentral yang memang berhubungan dengan risiko kematian dini.

    Selain soal ukuran celana jeans, pernyataan Menkes soal pendapatan atau gaji yang berkaitan dengan sehat tidaknya seseorang belakangan juga disorot publik. Lagi-lagi, tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut karena sebetulnya mengarah ke definisi negara maju menurut World Bank, dengan rata-rata penghasilan setiap warganya berkisar Rp 15 juta.

    Namun demikian, anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago, mengingatkan Menkes untuk berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan di ruang publik. Sebab, hal tersebut bisa memancing kegaduhan di masyarakat.

    Menurutnya, pernyataan tersebut mungkin tidak jadi masalah jika Menkes bicara di lingkungan akademik seperti universitas yang umumnya sudah memiliki pengetahuan yang lebih baik. Mereka bisa memahami bahwa obesitas punya banyak dampak negatif, termasuk risiko penyakit serius. Berbeda halnya dengan masyarakat umum yang belum tentu memiliki pemahaman serupa.

    “Kalau nggak gatal, jangan digaruk Pak. Saya paham betul Bapak harusnya ngomong seperti itu jangan di publik,” ucap Irma dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menkes, Dewan Jaminan Sosial Nasional, Direktur BPJS Kesehatan, Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, serta sejumlah asosiasi rumah sakit, Senin (26/5/2025).

    Irma memberi masukan agar penyampaian pesan soal kesehatan dapat dilakukan dengan cara yang lebih bijak dan empatik untuk menghindari kesalahpahaman yang terjadi di masyarakat.

    “Tapi tidak semua masyarakat paham itu Pak. Jadi Bapak kalau nggak gatal, jangan digaruk. Ngomongnya jangan seperti itu, walaupun sebenarnya maksudnya baik. Karena obesitas tidak bagus,” tuturnya lagi.

    Senada, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris juga menekankan pentingnya komunikasi publik yang lebih baik agar tak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

    Menurut Charles, terobosan apapun yang dilakukan pemerintah tetap harus disampaikan dengan tepat kepada publik. Ia mengingatkan, kebijakan tanpa komunikasi yang baik justru bisa memunculkan resistensi dan keresahan.

    “Kita tentunya berharap semua pejabat publik, termasuk Menteri Kesehatan, bisa lebih berhati-hati dalam mengeluarkan statement,” ujar Charles kepada wartawan, Senin (26/5).

    “Selama ini yang dilaporkan ke kami, Kemenkes sedang berupaya melakukan transformasi sektor kesehatan. Tapi transformasi yang baik tetap butuh komunikasi yang baik pula,” kata Charles.

    NEXT: Menkes menanggapi kritik soal komunikasinya

    Tanggapan Menkes

    Menyoroti kegaduhan akibat pernyataan yang dilontarkannya, Menkes mengatakan akan memperbaiki cara komunikasi publik untuk mencegah terjadinya kegaduhan di media sosial

    Meski begitu, dirinya mengaku heran lantaran beberapa pernyataan yang belakangan disorot sebetulnya sudah pernah disampaikan pada beberapa kali kesempatan, selama setahun terakhir ke belakang.

    “Apa yang saya omongin sekarang salah semua, niatnya sebenarnya baik,” tutur Menkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (26/5/2025).

    Simak Video “Video Komisi IX Wanti-wanti Menkes Bicara Lebih Bijak ke Masyarakat”
    [Gambas:Video 20detik]

  • DPR perkuat kolaborasi lawan DBD dengan target 0 persen kematian

    DPR perkuat kolaborasi lawan DBD dengan target 0 persen kematian

    Indonesia sendiri menempati posisi lima besar negara dengan jumlah kasus tertinggi bersama Brasil, Kolombia, Meksiko, dan Vietnam

    Jakarta (ANTARA) – DPR RI bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia meluncurkan Presidium Kaukus Kesehatan DPR RI untuk menciptakan ruang kolaborasi lintas sektor penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan target nol kematian pada tahun 2030.

    Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Cucun Ahmad Syamsurijal menyampaikan tujuan dibentuknya Kaukus Kesehatan DPR RI adalah sebagai ruang strategis lintas komisi dan fraksi di DPR RI untuk merespons isu-isu kesehatan publik secara terintegrasi, termasuk DBD.

    “Angka kematian akibat DBD bukan hanya statistik, tapi cerminan lemahnya sistem respons kita. Ini saatnya bergeser dari pendekatan reaktif menjadi strategi kolaboratif yang proaktif dan prediktif,” kata Cucun di Gedung Nusantara, kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Senin.

    Selain itu DPR RI bersama Kemenkes juga menyelenggarakan High-Level Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Koalisi Bersama Lawan Dengue (Kobar Lawan Dengue).

    Terhitung hingga Mei 2025, Indonesia telah mencatat lebih dari 56.000 kasus DBD dengan lebih dari 250 kematian di 456 kabupaten/kota di 34 provinsi.

    Di Kabupaten Bandung tercatat 3.529 kasus dan 38 kematian. Angka ini membuat Bandung menjadi salah satu daerah dengan angka kematian tertinggi akibat DBD di Indonesia.

    Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menambahkan bahwa DBD masih menjadi ancaman serius di negara-negara berkembang. Ia menyebut bahwa 40 persen penduduk dunia berada dalam risiko tertular DBD.

    Indonesia sendiri menempati posisi lima besar negara dengan jumlah kasus tertinggi bersama Brasil, Kolombia, Meksiko, dan Vietnam.

    “Tahun 2024 mencatat lebih dari 257.000 kasus DBD dan sekitar 1.400 kematian di Indonesia. Untuk mencapai target nol kematian pada 2030, dibutuhkan kolaborasi nyata antar-stakeholder,” kata Dante.

    Cucun juga menegaskan komitmennya untuk mengawal agenda kesehatan nasional melalui fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Maka dari itu, melalui pembentukan koalisi bersama dan presidium kaukus ini, DPR RI dan Kemenkes berharap bisa mendorong secara maksimal agenda advokasi kebijakan, percepatan vaksinasi, edukasi publik berbasis data, serta memperkuat sistem deteksi dini dan respon terhadap penyakit menular seperti DBD.

    “Kolaborasi ini adalah awal dari langkah nyata, menyatukan visi dan kekuatan nasional untuk melindungi generasi bangsa. DBD bisa kita kalahkan, asal kita tidak bekerja sendiri-sendiri,” ujarnya.

    Sebagai informasi, agenda peluncuran ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, antara lain: Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari, Anggota Komisi IX DPR RI sekaligus Koordinator Presidium Kaukus Kesehatan Netty Prasetiyani Heryawan, beserta Para Ketua Kelompok Fraksi Komisi IX DPR RI.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Video Curhatan Menkes Budi ke Komisi IX: Apa yang Saya Omongin Salah Semua

    Video Curhatan Menkes Budi ke Komisi IX: Apa yang Saya Omongin Salah Semua

    Jakarta – Menkes Budi Gunadi Sadikin tanggapi masukan anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, saat rapat dengar pendapat (RDP) di DPR RI Jakarta terkait pernyataan kontroversialnya soal ukuran lingkar pinggang 33 cm lekas menghadap Allah hingga perbandingan gaji Rp 5 juta dan Rp 15 juta. Budi ungkap pernyataannya yang beredar dipotong-potong hingga menuai banyak sorotan.

    Ia pun akui terbuka dengan semua masukan dan berupaya untuk terus memperbaiki cara komunikasi dengan publik. Budi juga sampaikan temuan masalah kesehatan masyarakat yang didapat dari data program cek kesehatan gratis (CKG).

    (/)