Kementrian Lembaga: Komisi IX DPR RI

  • Banyak Orang RI yang Belum Punya Sertifikasi Kerja

    Banyak Orang RI yang Belum Punya Sertifikasi Kerja

    Jakarta

    Pekerja-pekerja di Indonesia disebut belum banyak memiliki sertifikasi kerja. Menurut data Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) selama 5 tahun terakhir hanya ada 5,1 juta orang pekerja yang memiliki sertifikasi.

    Kepala BNSP Syamsi Hari mengatakan jumlah pekerja yang tersertifikasi berbanding terbalik dengan jumlah angkatan kerja yang. Hingga 2025 ada total 153 jutaan tenaga kerja, baru 5 jutaan saja yang pekerja yang memiliki sertifikasi.

    “Kami gambarkan bapak ibu, untuk sertifikasi kompetensi ketenagakerjaan ini berbanding terbalik jauhnya. Selama 5 tahun ini hanya 5.105.250 orang tapi berbanding terbalik dengan angkatan kerja senilai 153 jutaan,” beber Syamsi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Rabu (2/7/2025).

    Per 2025 saja baru ada 700 ribu orang pekerja saja yang tersertifikasi, targetnya sendiri hanya 1,2 juta pekerja saja yang bisa mendapatkan sertifikasi tahun ini. Meskipun total angkatan kerja mencapai 5,1 juta orang.

    Syamsi menjelaskan ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam sertifikasi kerja masyarakat. Pertama, belum ada ketersediaan standar kompetensi dan okupansi nasional.

    Kemudian, pengakuan sistem sertifikasi juga belum menyeluruh di Indonesia. Belum banyak perusahaan yang mewajibkan sertifikasi sebagai syarat penting untuk seleksi atau promosi jabatan.

    “Pengakuan sistem sertifikasi belum menyeluruh. Di tengah masyarakat utamanya industri belum mengakui adanya sertifikasi tersebut. Baru beberapa perusahaan saja yang akui sertifikasi untuk seleksi dan promosi jabatan,” beber Syamsi.

    Di sisi lain, belum banyak juga pendidikan dan pelatihan di Indonesia, khususnya yang dasarnya vokasi, belum banyak yang terintegrasi dengan sertifikasi kerja.

    Terakhir, penjaminan mutu sertifikasi di Indonesia juga masih lemah. Masih terdapat praktik pelaksanaan sertifikasi yang belum sesuai prosedur sehingga sertifikat tidak bisa diakui banyak pihak.

    (kil/kil)

  • BPOM RI Kawal Makan Bergizi Gratis, Sorot 19 Kasus Dugaan Keracunan Pangan

    BPOM RI Kawal Makan Bergizi Gratis, Sorot 19 Kasus Dugaan Keracunan Pangan

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Taruna Ikrar menegaskan akan terus mengawal pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu program strategis pemerintah. Dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, BPOM diundang untuk memberikan penjelasan terkait peran dan langkah pengawasan yang telah dilakukan.

    “Sejak awal, BPOM telah berkomitmen untuk melakukan pendampingan secara maksimal. Tentunya, hal ini kami lakukan bersama berbagai kementerian dan lembaga lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kami,” ungkap Taruna, Selasa (1/7/2025).

    Salah satu bentuk dukungan konkret BPOM adalah melalui pembekalan kepada para Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI). Lebih dari 900 trainer telah disiapkan untuk melatih 32 ribu SPPI yang akan dikerahkan ke berbagai wilayah sebagai bagian dari penguatan pelaksanaan MBG di lapangan.

    Dari sisi keamanan pangan, BPOM menyatakan pengawasan dan pemantauan terhadap potensi risiko dilakukan secara aktif, termasuk pemantauan kasus-kasus yang terkait dengan dugaan keracunan MBG.

    19 Kasus Keracunan Pangan MBG

    Sejak 6 Januari hingga Juli 2025, tercatat ada 19 dugaan kasus keracunan pangan yang terjadi di 12 provinsi, dan seluruhnya telah mendapatkan penanganan sesuai prosedur yang berlaku.

    Sebagai bagian dari sinergi lintas sektor, BPOM juga telah menjalin nota kesepahaman (MoU) dengan Badan Gizi Nasional. “Kami tetap konsisten dan berkomitmen terhadap MoU tersebut, yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden yang dalam waktu dekat akan diundangkan,” tambah BPOM.

    Tak hanya itu, BPOM juga telah melakukan pemeriksaan terhadap sarana penyedia pangan MBG, termasuk sarana produksi susu pasteurisasi yang menjadi salah satu menu program ini. Pemeriksaan dilakukan di beberapa daerah seperti Bogor, Surabaya, dan Bandung untuk memastikan keamanan dan kualitas produk pangan yang akan dikonsumsi anak-anak penerima manfaat MBG.

    Melalui langkah-langkah ini, BPOM berharap dapat memastikan bahwa program Makan Bergizi Gratis tidak hanya berjalan sesuai rencana, tetapi juga aman dan berkualitas bagi seluruh penerima manfaat.

    (naf/kna)

  • BGN Target 82 Juta Orang Terima Manfaat Makan Bergizi Gratis Akhir 2025

    BGN Target 82 Juta Orang Terima Manfaat Makan Bergizi Gratis Akhir 2025

    Jakarta

    Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana menyebut penerima manfaat makan bergizi gratis relatif masih sedikit karena keterbatasan satuan pemenuhan pelayanan gizi (SPPG). Meski peningkatan penyerapan MBG relatif signifikan sejak Januari, jumlahnya masih berada di bawah 2 juta penerima manfaat per bulan.

    Walhasil, penyerapan anggaran baru berkisar Rp 5 triliun per bulan dengan total penerima manfaat.

    “Jadi kalau serapan hari ini baru Rp 5 triliun itu karena memang penyerapan yang kami lakukan sesuai dengan jumlah satuan pemenuhan pelayanan gizi (SPPG) yang ada,” terang Dadan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (1/6/2025).

    Pihaknya akan merekrut 915 tambahan SPPG, dengan total saat ini 30 ribu SPPG yang masih menjalani proses pendidikan dengan target selesai 15 Juli mendatang. Pendampingan SPPG dalam proses penyediaan makanan bergizi gratis juga dilakukan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI). Sudah 2 ribu SPPG yang diberikan edukasi.

    Dalam proses keberlangsungan MBG mendatang, Kemenkes RI dipastikan ikut andil di pengawasan kelayakan makanan bergizi gratis. Sementara BPOM RI lebih banyak berperan dalam memastikan sarana yang baik dalam pembuatan makan bergizi gratis.

    “Percepatan mulai juli kita upayakan dengan pengadaan tambahan SPPG, akan ada 6 juta penerima manfaat, dan kita tambahkan lebih dari dua kali lipat di Agustus hingga 24 juta penerima manfaat,” tukasnya.

    Berikut target penerima manfaat hingga akhir Desember 2025:

    Agustus

    24 juta penerima manfaat dengan total 8.000 SPPG

    September

    42 juta penerima manfaat dengan 14 ribu SPPG

    Oktober

    63 juta penerima manfaat dengan 21 ribu SPPG

    November

    82,9 juta penerima manfaat dengan 20 ribu SPPG

    Desember

    82,9 juta penerima manfaat dengan 30 ribu SPPG

    (naf/kna)

  • Ambisi Badan Gizi Tambah Anggaran kala Realisasi MBG Masih Mini

    Ambisi Badan Gizi Tambah Anggaran kala Realisasi MBG Masih Mini

    Bisnis.com, JAKARTA— Badan Gizi Nasional (BGN) berambisi menambah anggaran kendati realisasi pada Program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih mini.

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi anggaran program MBG baru mencapai Rp5 triliun hingga semester I/2025. Realisasi itu setara 7,1% dari total pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp71 triliun.

    Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan masih membutuhkan dana tambahan untuk mendukung MBG hingga pengujung tahun ini. Dia menyebut tambahan dana Rp50 triliun akan menutup kebutuhan dana pada dua bulan terakhir.

    “Makanya harus ada tambahan Rp50 triliun untuk dua bulan tersisa, November dan Desember [2025],” ungkap Dadan kepada awak media di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Lebih lanjut, dia menyebut anggaran yang akan terserap untuk program MBG diperkirakan sekitar Rp8 triliun dengan total perkiraan 8.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan 20 juta penerima di Agustus 2025. 

    Jumlah serapan itu diperkirakan terus meningkat, bahkan diproyeksi mencapai Rp20 triliun pada Oktober 2025, seiring bertambahnya jumlah SPPG dan penerima program. Dengan perkiraan tersebut, Dadan menyebut diperlukan tambahan anggaran sekitar Rp50 triliun, sehingga total anggaran untuk program MBG hingga akhir tahun diproyeksi mencapai Rp121 triliun.

    Rencana pengajuan tambahan anggaran untuk program MBG disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/7/2025). Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan serapan anggaran per 1 Juli 2025 sejalan dengan dukungan 1.863 SPPG yang tersebar di 38 provinsi. Dia meyakini bahwa penambahan anggaran akan mendorong jumlah SPPG.

    “Jadi kalau serapan hari ini baru Rp5 triliun, itu karena memang penyerapan yang kami lakukan sesuai dengan jumlah SPPG yang ada,” kata Dadan.

    Untuk diketahui, total penerima manfaat program MBG per 1 Juli 2025 sudah mencapai 5,59 juta penerima. Secara terperinci, total 5,59 juta penerima itu mencakup Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebanyak 81.649 penerima, Raudhatul Athfal (RA) 33.643 penerima, dan Taman Kanak-kanak (TK) 205.860 penerima.

    Kemudian, jenjang Sekolah Dasar (SD) sebanyak 2,19 juta penerima, Madrasah Ibtidaiyah (MI) 205.595 penerima, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1,31 juta penerima, Madrasah Tsanawiyah (MTs) 217.996 penerima, Sekolah Menengah Atas (SMA) 638.383 penerima, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 416.973 penerima, Madrasah Aliyah (MA) 111.910 penerima, dan Sekolah Luar Biasa (SLB) 8.706 penerima.

    Selanjutnya, Ponpes 27.480 penerima, PKBM 1.207 penerima, ibu menyusui 30.672 penerima, ibu hamil 18.031 penerima, balita 85.920 penerima, dan seminari 802 penerima. Dengan demikian, total penerima MBG per 1 Juli 2025 mencapai 5.592.745 penerima.

     

  • Serapan Anggaran MBG Cuma 7%, Bos BGN Berkilah Jumlah SPPG Minim

    Serapan Anggaran MBG Cuma 7%, Bos BGN Berkilah Jumlah SPPG Minim

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Gizi Nasional (BGN) ungkap alasan rendahnya realisasi anggaran untuk program makan gizi bergizi (MBG). Pada semester I/2025, anggaran baru terserap Rp5 triliun atau 7,1% dari total alokasi Rp71 triliun untuk tahun ini.

    Kepala BGN Dadan Hindayana menyampaikan, serapan anggaran yang masih rendah ini terjadi lantaran BGN menyesuaikan dengan jumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang ada. Per 1 Juli 2025, Dadan menyebut bahwa sudah ada sekitar 1.863 SPPG yang tersebar di 38 provinsi di Indonesia.

    “Jadi kalau serapan hari ini baru Rp5 triliun, itu karena memang penyerapan yang kami lakukan sesuai dengan jumlah SPPG yang ada,” kata Dadan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Selasa (1/7/2025).

    Untuk diketahui, total penerima manfaat program makan bergizi gratis (MBG) per 1 Juli 2025 mencapai 5,59 juta penerima. Secara terperinci, total 5,59 juta penerima itu mencakup PAUD sebanyak 81.649 penerima, Raudhatul Athfal (RA) 33.643 penerima, dan TK 205.860 penerima.

    Kemudian, jenjang SD sebanyak 2,19 juta penerima, Madrasah Ibtidaiyah (MI) 205.595 penerima, SMP 1,31 juta penerima, MTs 217.996 penerima, SMA 638.383 penerima, SMK 416.973 penerima, MA 111.910 penerima, dan SLB 8.706 penerima.

    Selanjutnya, Ponpes 27.480 penerima, PKBM 1.207 penerima, ibu menyusui 30.672 penerima, ibu hamil 18.031 penerima, balita 85.920 penerima, dan seminari 802 penerima. Dengan demikian, total penerima MBG per 1 Juli 2025 mencapai 5.592.745 penerima.

    Dia meyakini anggaran yang terserap akan semakin besar seiring bertambahnya SPPG dan penerima manfaat di sejumlah daerah. Pasalnya, kata dia, semakin banyak penerima manfaat MBG dan SPPG, maka serapan anggaran akan semakin besar.

    Dia memperkirakan, akan ada 20 juta penerima MBG di 8.000 SPPG pada Agustus 2025. Dengan jumlah tersebut, Dadan memprediksi total anggaran yang bakal terserap mencapai Rp8 triliun pada Agustus 2025.

    “Nanti kalau didobelkan di September, dua kali lipatnya. Artinya Rp14 triliun satu bulan akan terserap. Itu cara penyerapan di Makan Bergizi Gratis,” tutur Dadan kepada awak media.

    Sementara itu, Dadan memperkirakan penyerapan anggaran untuk program MBG diperkirakan mencapai Rp121 triliun hingga akhir 2025. Sejalan dengan hal itu, BGN berencana untuk mengajukan anggaran tambahan sebanyak Rp50 triliun untuk mencapai target 82,9 juta penerima manfaat di 2025. 

    “Kelihatannya BGN harus kembali ke Komisi IX untuk menjustifikasi tambahan Rp50 triliun, karena kalau Rp71 triliun saja tidak cukup,” kata Dadan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    Untuk diketahui, BGN telah mengantongi anggaran senilai Rp71 triliun untuk pelaksanaan program MBG tahun ini. Kendati begitu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi anggaran program tersebut baru mencapai Rp5 triliun hingga semester I/2025. Realisasi itu setara 7,1% dari total alokasi anggaran Rp71 triliun.

  • Menkes Siap Bantu BGN Awasi Makan Bergizi Gratis, Kerahkan Dinkes

    Menkes Siap Bantu BGN Awasi Makan Bergizi Gratis, Kerahkan Dinkes

    Jakarta

    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meminta maaf ke Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana. Sebab, BGN selalu menjadi ‘samsak’ amarah publik jika ada masalah terkait program makan bergizi gratis (MBG).

    “Jadi saya bilang, kami mesti minta maaf ke pak Dadan, kalau ada apa-apa (soal MBG) yang dimarah-marahin Pak Dadan. Harusnya Menteri Kesehatan-nya juga,” kata Menkes Budi dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Selasa (1/7/2025).

    “Tapi pak Dadan bilang, ‘Menteri Kesehatan-nya sudah banyak dihujat (isu) yang lain, jadi ya sudah lah biarin,’” sambungnya.

    Budi menambahkan, terkait makanan siap saji yang diberikan kepada siswa, ibu hamil, hingga ibu menyusui merupakan tugas dari Kemenkes melalui Dinas Kesehatan.

    “Jadi Kementeriannya sebagai koordinatornya, dan eksekusinya dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Mereka juga bisa menggunakan Puskesmas,” katanya.

    Sementara, untuk makanan olahan, lanjut Menkes Budi ada di bawah pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

    “Jadi saya sudah minta mulai tahun ini, kami bantu pak Dadan (BGN), itu Bu Endang coba dibikin programnya seperti apa dan kami bisa berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan. Jadi Pak Dadan lebih tenang lah,” katanya.

    “Jadi kalau nanti ada yang kena (ditegur), ya yang kena itu mulai dari Dinas Kesehatannya (Kota) dulu, terus naik ke Dinkes Provinsi, baru naik ke Kemenkes, baru naik ke beliau (BGN). Jadi harusnya aturan yang ditegur duluan itu mulainya dari situ,” tutupnya.

    (dpy/naf)

  • Jumlah Penerima MBG Hampir Setara dengan Seluruh Penduduk Singapura Juli 2025

    Jumlah Penerima MBG Hampir Setara dengan Seluruh Penduduk Singapura Juli 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Gizi Nasional (BGN) melaporkan, total penerima manfaat program makan bergizi gratis (MBG) per 1 Juli 2025 sudah mencapai 5,59 juta penerima. Total tersebut setara dengan jumlah penduduk di Singapura.

    Hal tersebut diungkapkan Kepala BGN Dadan Hindayana dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

    “Alhamdulillah total ini sebetulnya kita sudah bisa memberi makan hampir seluruh penduduk Singapura. Jadi ini kalau di Indonesia baru 2% kalau Singapura sudah hampir 100%,” kata Dadan, Selasa (1/7/2025). 

    Secara terperinci, total 5,59 juta penerima itu mencakup PAUD sebanyak 81.649 penerima, Raudhatul Athfal (RA) 33.643 penerima, dan TK 205.860 penerima.

    Kemudian, jenjang SD sebanyak 2,19 juta penerima, Madrasah Ibtidaiyah (MI) 205.595 penerima, SMP 1,31 juta penerima, MTs 217.996 penerima, SMA 638.383 penerima, SMK 416.973 penerima, MA 111.910 penerima, dan SLB 8.706 penerima.

    Selanjutnya, Ponpes 27.480 penerima, PKBM 1.207 penerima, ibu menyusui 30.672 penerima, ibu hamil 18.031 penerima, balita 85.920 penerima, dan seminari 802 penerima. Dengan demikian, total penerima MBG per 1 Juli 2025 mencapai 5.592.745 penerima. 

    Diakui Dadan, realisasi penerima dari kelompok sasaran ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita masih rendah. Kendati begitu, dia meyakini penerima program di tiga kategori ini akan meningkat mulai pekan ini.

    “Angka ini akan melonjak tinggi karena mulai dari minggu ini intervensi untuk ibu hamil, busui dan anak balita kita intensifkan,” ujarnya.

    Pasalnya, kata dia, saat ini sebagian besar anak sekolah sebagai salah satu sasaran dari program MBG, tidak bersedia datang ke sekolah untuk menerima MBG lantaran tengah memasuki musim libur panjang.

    Untuk itu, pihaknya akan secara intensif menyalurkan MBG untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita, dengan mengirimkan MBG ke posyandu atau langsung ke rumah masing-masing.

    “Sehingga pembagian ke sekolah itu hanya untuk sekolah-sekolah yang muridnya bersedia datang ke sekolah, sementara ibu hamil, busui, dan anak balita kita kirimkan ke posyandu atau ke rumah masing-masing,” tuturnya.

  • MBG Tetap Jalan saat Libur Sekolah, BGN Beberkan Mekanisme Pembagiannya

    MBG Tetap Jalan saat Libur Sekolah, BGN Beberkan Mekanisme Pembagiannya

    Jakarta

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan program makan bergizi gratis (MBG) tetap berjalan meski sekolah libur. Terkait mekanisme pembagiannya, akan disesuaikan dengan sekolah masing-masing.

    “Kadang-kadang anak sekolah itu datang dari jauh ke sekolah, kadang-kadang juga mereka liburan, jadi pembagian (MBG) ke sekolah hanya untuk sekolah-sekolah yang muridnya bersedia datang ke sekolah,” kata Dadan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (1/7/2025).

    “Sementara (MBG) untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita, kami kirimkan ke Posyandu atau ke rumah masing-masing. Oleh sebab itu, kami berkolaborasi dengan kader-kader Kemendukbangga/BKKBN untuk mendistribusikan ke posyandu dan rumah masing-masing,” sambungnya.

    Dadan menambahkan, kader-kader Kementerian Kependudukan dan Pengembangan Keluarga (Kemendukbangga) yang ikut membantu menyukseskan program MBG akan ditambahkan terkait honor.

    “Alhamdulillah kami sudah masukkan dalam pedoman kami bahwa kader-kader Kemendukbangga/BKKBN yang selama ini hanya diberi honor Rp 200-300 ribu akan kami tambahkan Rp 1 juta pak Menteri, jadi nggak usah khawatir, supaya mereka (kader) semakin semangat,” katanya.

    Saat ini, sudah ada sekitar 1.863 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) operasional dengan 5.592.745 penerima manfaat.

    “Total ini alhamdulillah kita sudah bisa memberi makan hampir seluruh penduduk Singapura, kalau Indonesia baru dua persen,” kata Dadan.

    “Ibu hamil sudah kami intervensi 18.000, ibu menyusui 30.000, anak balita kami intervensi 85.920,” sambungnya.

    BGN memiliki target di tahun 2025 ini untuk meningkatkan jumlah SPPG menjadi 30.000 pada bulan November dengan 82,9 juta penerima manfaat.

    (dpy/up)

  • Menkes: Angka Stunting Nasional 2024 Turun Jadi 19,8 Persen, Lampaui Target

    Menkes: Angka Stunting Nasional 2024 Turun Jadi 19,8 Persen, Lampaui Target

    Menkes: Angka Stunting Nasional 2024 Turun Jadi 19,8 Persen, Lampaui Target
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kesehatan (Menkes)
    Budi Gunadi Sadikin
    mengungkapkan bahwa prevalensi
    stunting nasional
    pada tahun 2024 berhasil turun di bawah 20 persen, yakni mencapai 19,8 persen.
    Angka tersebut melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang ditetapkan Bappenas sebesar 20,1 persen.
    “Pertama, memang hasil stunting tahun 2024, tahun terakhir dari pemerintahan kita berhasil menembus di bawah 20 persen (19,8 persen) untuk pertama kali,” kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
    Budi memaparkan bahwa jumlah balita yang teridentifikasi mengalami stunting alias tengkes pada 2024 mencapai 4.482.340 anak.
    Ia menjelaskan bahwa tren penurunan tersebut terjadi setelah sempat stagnan pada 2023, namun berhasil ditekan kembali berkat penyerapan yang baik pada
    program Pemberian Makanan Tambahan
    (PMT).
    “Di 2024 jadi menurun dan ini lebih baik dari target RPJMN Bappenas. Diharapkan di 2025 kita bisa capai target 18,8 persen,” ujarnya.
    Budi memaparkan bahwa sejak 2023, Kemenkes mulai mengubah pendekatan strategi.
    Jika sebelumnya hanya mengejar wilayah dengan prevalensi stunting tinggi, kini pemerintah juga fokus pada provinsi dengan jumlah balita stunting yang besar secara nominal.
    “Karena kalau kita hanya kejar yang prevalensinya tinggi seperti Sulawesi Barat, NTT, Papua Barat Daya, tapi tidak kejar yang nominalnya tinggi, enggak akan turun angka stunting nasional,” tegas Budi.

    Ia mencontohkan keberhasilan penurunan signifikan di Jawa Barat, yang mencatat penurunan hingga 5,8 persen, menjadi faktor utama penurunan angka nasional 2024.
    “Jawa Barat turun drastis, itu yang sebenarnya menggeret angka nasional turun. Jadi strategi kita memang memperhatikan daerah-daerah dengan jumlah kasus stunting tinggi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara,” jelasnya.
    Empat provinsi besar lainnya yang juga menjadi fokus Kemenkes adalah Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.
    Meski secara nasional angka stunting turun, Budi mencatat ada sejumlah daerah yang justru mengalami lonjakan prevalensi.
    Provinsi Riau mengalami kenaikan 6,5 persen, Nusa Tenggara Barat naik 5,2 persen, dan Sulawesi Barat naik 5,1 persen.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Akhirnya! Stunting RI Turun di Bawah 20 Persen, Tapi Masih Tinggi di 10 Provinsi Ini

    Akhirnya! Stunting RI Turun di Bawah 20 Persen, Tapi Masih Tinggi di 10 Provinsi Ini

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membawa kabar baik, pertama kalinya stunting di Indonesia bisa ditekan hingga di bawah 20 persen. Dari semula 21,5 persen pada 2023 menjadi 19,8 persen di 2024 menurut data yang dirilis Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024.

    “Angka stunting kita berhasil menembus di bawah 20 persen untuk pertama kalinya, yang teridentifikasi stunting 4.482.340,” terangnya dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (1/7/2025).

    Meski begitu, masih terdapat 10 provinsi dengan beban kasus stunting tertinggi yakni:

    Nusa Tenggara Timur: 37 persenSulawesi Barat: 35,4 persenPapua Barat Daya: 30,5 persenNusa Tenggara Barat: 29,8 persenAceh: 28,6 persenMaluku: 28,4 persenKalimantan barat: 26,8 persenSulawesi Tengah: 26,1 persenSulawesi Tenggara: 26,1 persenPapua Selatan: 25,7 persen

    Tren penurunan stunting disebut Menkes relatif membaik pasca sebelumnya ‘stagnan’ di periode 2022 dan 2023 lantaran pengaruh dari pemenuhan program makanan tambahan yang hanya sedikit diserap dari total target.

    Kini, penurunan stunting menjadi berkisar 19 persen bahkan melampaui target RPJMN di angka 20,1 persen pada 2024. Targetnya di 2025 angka stunting bisa terus ditekan menjadi 18 persen.

    Periode Kritis Stunting

    Dari data SSGI juga terlihat ‘waktu kritis’ terjadinya stunting adalah di usia 6 hingga 24 bulan. Bukan tanpa sebab, di waktu tersebut Menkes menyinggung risiko pemenuhan makanan pendamping ASI (MPASI) yang kerap tidak sesuai dengan standar gizi.

    “Dan kalau bapak ibu lihat, stunting, waktu kritisnya di mana sih? Kelihatan stunting itu paling banyak terjadi saat bayi lahir, sudah langsung 11 persen, jadi yang diintervensi bukan anaknya, ibunya juga, karena ibunya contribute 11 persen dari angka 19 persen, kenaikan stunting,” tandas Menkes.

    Banyak ibu-ibu tidak lagi memberikan ASI eksklusif di usia bayi 6 hingga 24 bulan.

    “Kalau masih ASI ekslusif stuntingnya rendah, kalau sudah ditambah makanan tambahan makanan nya nggak bagus akibatnya stunting 11 persen naik ke 19 persen,” pungkasnya.

    (naf/up)