Kementrian Lembaga: Komisi IX DPR RI

  • Bandel Bansos Dipakai Judol, Namanya Bakal Ditendang dari Daftar Penerima!

    Bandel Bansos Dipakai Judol, Namanya Bakal Ditendang dari Daftar Penerima!

    Jakarta – Pemerintah bakal mengevaluasi data penerima bantuan sosial (bansos) agar lebih tepat sasaran. Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengatakan, sejumlah nama bisa didepak dari daftar penerima bansos, lalu yang lainnya bisa dimasukkan ke daftar nama penerima.

    Beberapa kategori yang bakal didepak antara lain oknum yang menggunakan dana bansos untuk bermain judi online (judol). Tak hanya itu, masyarakat yang sudah naik kelas juga dikeluarkan dari daftar penerima bansos.

    “Penerima bansos bisa berubah, termasuk PBI (Penerima Bantuan Iuran BPJS) Kesehatan, selalu ada yang keluar dan ada yang menggantikannya. Siapa yang keluar ,yang inclusion error yang masuk data negative list, yang bansosnya disalahgunakan seperti judol misalnya, yang mungkin sudah sejahtera atau atau naik kelas,” kata Gus Ipul dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).

    Mereka akan digantikan oleh nama-nama yang selama ini tidak mendapatkan bansos padahal seharusnya berhak menerima sesuai kriteria yang berlangsung. Menurut Gus Ipul, hal penyesuaian ini merupakan konsekuensi dari penerapan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTESN).

    Konsekuensi lainnya adalah adanya pemeringkatan dari desil 1 sampai desil 10. Lewat desil, masyarakat dikelompokkan berdasarkan tingkat pendapatan, yakni paling miskin desil 1, sementara paling kaya desil 10.

    “Apa yang terjadi di sana, pertama dinamis pemeringkatan berubah dalam kurun waktu 3 bulan sekali akibat pemutakhiran data. Dengan adanya pemutakhiran itu ada inclusion error, mereka yang seharusnya tidak menerima bansos, tetapi menerima. Ada juga yang exclusion error, mereka yang seharusnya menerima Bansos, namun tidak menerima Bansos,” bebernya.

    Menurutnya data-data tersebut sangat dinamis dan terus berubah setiap hari, sesuai dengan kondisi di masyarakat. Misalnya, bertambahnya jumlah kelahiran, kematian, masyarakat yang pindah domisili dan lain-lain.

    Konsekuensi ketiga adalah kuota penerima bansos daerah yang berubah. Namun, Gus Ipul menegaskan kuota bansos nasional tidak akan berubah.

    “Ada 10 juta KPM untuk PKH, ada 18,3 juta KPM untuk sembako, dan 96,8 juta Jiwa PBI untuk jaminan kesehatan, jadi kuotanya tidak berubah,” tuturnya.

    Hanya saja distribusi kuota penerima bansos daerah berubah mengikuti proporsi jumlah penduduk miskin di daerah. Intinya semakin banyak penduduk miskin maka semakin banyak pula kuota bansosnya.

    “Kemudian daerah yang kurang dari kuota akan ditambah, sementara daerah yang over kuota akan berkurang, ini yang mungkin perlu kami Informasikan di awal sebagai hal yang mungkin baru,” tutupnya.

    Lihat juga Video Mensos Masih Dalami Kasus Penerima Bansos yang Terlibat Judol-Terorisme

    (ily/fdl)

  • Bansos Rp 500 Triliun Bocor! Sebanyak Ini yang Salah Sasaran

    Bansos Rp 500 Triliun Bocor! Sebanyak Ini yang Salah Sasaran

    Jakarta

    Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengungkap besarnya angka salah sasaran pada program bantuan sosial (bansos) dan subsidi. Program yang dimaksud mencakup Program Keluarga Harapan (PKH) dan Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP) hingga bansos lainnya.

    Anggaran bansos dan subsidi tahun ini diketahui mencapai Rp 504,7 triliun. Sayangnya banyak program yang dicanangkan pemerintah justru salah sasaran dan mengalir ke pihak yang tidak berhak.

    “Bantuan sosial yang besarannya Rp 500 triliun lebih besar juga ya, Rp 500 triliun lebih, di situ jelas untuk PKH dan Sembako, untuk PIP, untuk Gas 3 kg, BBM, listrik Bantuan Sosial lainnya termasuk PBI,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat. Selasa (15/7/2025).

    “Nah ini yang menarik, ditengarai untuk PKH dan Sembako misalnya itu 45% mistargeted atau salah sasaran. Jadi hampir bantuan sosial dan subsidi sosial kita itu ditengarai tidak tepat sasaran,” tambah Gus Ipul.

    Dari data yang dipaparkan, anggaran untuk PKH dan Sembako adalah Rp 78 triliun, namun 45% salah sasaran. Kemudian anggaran PIP adalah Rp 13,4 triliun, tapi 43% salah sasaran.

    Pemerintah juga menganggarkan Rp 87,6 triliun untuk subsidi LPG 3 kg namun 60,6% di antaranya salah sasaran. Sementara 58,6% dari total subsidi listrik yang sebesar Rp 90,2 triliun salah sasaran. Begitu juga dengan bansos dan subsidi lainnya senilai Rp 207,8 triliun, 40% di antaranya salah sasaran.

    Karena alasan itu, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTESN). Nantinya akan ada satu data terpadu supaya penyaluran program pemerintah menjadi lebih tepat sasaran.

    “Ini adalah suatu sejarah baru buat Indonesia, di mana kita diwajibkan, baik itu kementerian, lembaga maupun pemerintah daerah Menjadikan DTSEN sebagai satu-satunya sumber untuk melaksanakan program-program pembangunan,” tutupnya.

    Potensi efisiensi jika subsidi dan bansos tepat sasaran diprediksi mencapai Rp 101 triliun sampai Rp 127 triliun. Potensi ini berasal dari efisiensi pada program-program bantuan sosial yang saat ini berjalan.

    (ily/fdl)

  • Menkes Buka-bukaan Banyak Orang Kaya Terdaftar Jadi Peserta PBI BPJS Kesehatan

    Menkes Buka-bukaan Banyak Orang Kaya Terdaftar Jadi Peserta PBI BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti banyaknya peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan yang tidak sesuai dengan status ekonomi alias salah sasaran terutama di DKI Jakarta. Hal ini kembali disorot menyusul gaduh pemerintah menonaktifkan sekitar 7 juta peserta PBI pasca dilakukan verifikasi data bersama antar lembaga dan kementerian.

    Budi mengaku, nihil rekonsiliasi data antara Kementerian Sosial, BPJS Kesehatan, juga Kementerian Dalam Negeri.

    “Memang karena berbeda-beda juga datanya, pemerintah daerah juga masih berbeda,” beber Menkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (15/7/2025).

    “Jadi jangan sampai seperti yang sempat ramai kemarin. Sekjen saya juga dibayarin PBPU-nya, di DKI, kan itu data ada semua di DKI, dan orang-orang yang lebih kaya dari Pak Kunta (Sekjen) juga dibayarin,” sorotnya.

    Karenanya, pemerintah ke depan melakukan pemutakhiran untuk satu data dari seluruh kementerian dan lembaga, seluruhnya berada di Badan Pusat Statistik (BPS), untuk menghindari salah sasaran penerima PBI.

    PBI tercatat sebagai jumlah kunjungan layanan terbanyak di fasilitas kesehatan, setelah pekerja bukan penerima upah (PBPU) mandiri. Total hingga Mei 2025 tercatat sebanyak 30 juta kunjungan.

    “Sekali lagi, data PBI di kita nggak pernah tau mana yang benar dan yang nggak, antara datanya Kemensos, Kemenkes, data Dukcapil, itu nggak pernah sama sudah puluhan tahun,” titir dia.

    Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyebut pihaknya bertahap melalukan realokasi peserta PBI. Belakangan mulai teejadi perbaikan proporsi PBI pada angka kemiskinan daerah.

    Ia mencontohkan salah satu redistribusi alokasi PBI yang sudah dilakukan per Juni 2025. Misalnya di Kabupaten Jombang, total penduduk miskin sebanyak 110.570 warga dengan kuota ideal PBI 424 ribu.

    Setelah dilakukan realokasi, jumlah peserta PBI di sana dikurangi sebanyak 6.803 lantaran tercatat ada lebih dari 33 ribu pemberian salah sasaran.

    Meski begitu, bagi masyarakat yang ingin mengakses pelayanan tetapi baru menyadari dinonaktifkan sebagai peserta PBI, bisa melakukan reaktivasi dengan syarat tergolong masyarakat miskin atau rentan miskin.

    Berikut caranya:

    – Masuk dalam daftar peserta PBI JK yang dinonaktifkan pada Mei 2025
    – Mengikuti verifikasi di lapangan dan dinyatakan termasuk kategori miskin dan rentan miskin
    – Memiliki kondisi darurat medis yang mengancam keselamatan jiwa

    Peserta diimbau untuk melapor ke Dinas Sosial dengan membawa surat keterangan membutuhkan layanan kesehatan. Setelah melewati tahap tersebut, Dinas Sosial akan mengusulkan peserta ke Kementerian Sosial, untuk melakukan verifikasi status peserta.

    Jika peserta lolos verifikasi, maka BPJS Kesehatan akan mengaktifkan kembali status JKN peserta tersebut, sehingga peserta yang bersangkutan dapat kembali mengakses layanan kesehatan.

    (naf/kna)

  • 6
                    
                        BGN Minta Tambahan Anggaran Rp 118 T, Komisi IX: MBG Program Mulia, Namun..
                        Nasional

    6 BGN Minta Tambahan Anggaran Rp 118 T, Komisi IX: MBG Program Mulia, Namun.. Nasional

    BGN Minta Tambahan Anggaran Rp 118 T, Komisi IX: MBG Program Mulia, Namun..
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua
    Komisi IX
    DPR Yahya Zaini mengatakan, usulan tambahan anggaran sebesar Rp 118 triliun untuk
    Badan Gizi Nasional
    (
    BGN
    ) diingatkannya tak hanya dialokasikan untuk program
    Makan Bergizi Gratis
    (
    MBG
    ).
    Menurutnya, masalah utama yang harus dibenahi BGN adalah rendahnya edukasi gizi untuk usia dini dan lemahnya akses pangan sehat di berbagai daerah.

    Program MBG
    adalah program mulia, namun anggaran yang besar harus diarahkan tidak hanya untuk memberi makan, tetapi juga untuk mengubah pola konsumsi, memperbaiki rantai pasok pangan lokal, dan memperkuat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi yang benar dan berimbang,” ujar Yahya, Senin (14/7/2025).
    Ia mengatakan, usulan tambahan anggaran sebesar Rp 118 triliun akan menjadi pemborosan jika BGN hanya fokus terhadap hal-hal yang berkaitan dengan distribusi makanan.
    “Program ini akan menjadi pemborosan terbesar jika hanya difokuskan pada pengadaan makanan tanpa menyentuh akar masalah yang selama ini menjadi penyebab krisis gizi,” ujar Yahya.
    Oleh karena itu, Komisi IX akan membedah terlebih dahulu usulan tambahan anggaran dari BGN sebelum menyetujuinya.
    Jelasnya, MBG jangan hanya menjadi proyek distribusi makanan tanpa adanya program perbaikan gizi untuk jangka panjang.
    “Tentunya akan kita bahas terlebih dulu, kita akan bedah secara mendalam sebelum mengambil keputusan. Ini menjadi salah satu fungsi penganggaran dan pengawasan DPR,” ujar Yahya.
    “MBG harus menjadi tonggak awal reformasi menyeluruh terhadap sistem gizi nasional yang selama ini rapuh, fragmentaris, dan berorientasi jangka pendek,” sambungnya.
    Politikus Partai Golkar itu kembali mengingatkan, anggaran besar BGN harus menjadi modal pemerintah dalam melakukan reformasi perbaikan gizi anak Indonesia.
    “Jika anggaran besar hanya disalurkan tanpa disertai reformasi sistemik, maka kita hanya mengulang pola bantuan pangan konvensional yang tidak menyelesaikan persoalan struktural. Negara butuh keberanian untuk mengubah pendekatan dari memberi makan menjadi mendidik gizi,” ujar Yahya.
    Sebelumnya, BGN mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 118 triliun dalam Rencana Anggaran 2026, untuk menjamin keberlanjutan program prioritas MBG.
    Usulan itu disampaikan Kepala BGN Dadan Hindayana dalam rapat tertutup bersama Komisi IX DPR, pada Kamis (10/7/2025).
    Dadan memaparkan, pagu indikatif yang telah ditetapkan untuk BGN pada 2026 adalah sebesar Rp 217 triliun.
    Namun, anggaran itu diperkirakan hanya cukup membiayai
    program MBG
    hingga akhir Agustus 2026.
    Dia menambahkan, jika program MBG dijalankan penuh sejak Januari 2026 dengan cakupan penerima manfaat sebanyak 82,9 juta jiwa, maka kebutuhan anggaran per bulan dapat mencapai lebih dari Rp 25 triliun.
    “Iya, kita usulkan tambahan Rp 118 triliun,” ujar Dadan, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • LKN PKB Targetkan 270.000 Kader, Zainul Munasichin Berkelakar Minta Izin Jarang ke DPR

    LKN PKB Targetkan 270.000 Kader, Zainul Munasichin Berkelakar Minta Izin Jarang ke DPR

    LKN PKB Targetkan 270.000 Kader, Zainul Munasichin Berkelakar Minta Izin Jarang ke DPR
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Lembaga
    Kaderisasi
    Nasional (LKN) DPP Partai Kebangkitan Bangsa (
    PKB
    )
    Zainul Munasichin
    menargetkan 270.000 kader baru melalui proses
    kaderisasi
    hingga akhir tahun 2025.
    Zainul yang juga Anggota Komisi IX DPR RI itu menyampaikan hal tersebut saat pelantikan pengurus LKN DPP PKB di Hotel Millennium, Jakarta, Senin (14/7/2025) malam.
    “Perlu kami sampaikan dan kami laporkan, sampai dengan akhir Desember 2025, LKN menargetkan 3.734 angkatan kaderisasi, dengan total peserta mencapai kurang lebih 270.000 kader,” ujar Zainul.
    Dia pun meminta doa dan dukungan dari Ketua Umum PKB
    Muhaimin Iskandar
    (Cak Imin), Sekretaris Jenderal PKB Hasanuddin Wahid, serta seluruh jajaran pengurus DPP dan Dewan Syuro agar target besar itu dapat tercapai.
    “Mohon doa, support, dan bimbingan dari Ketua Umum, Pak Sekjen, dan juga seluruh pengurus DPP-PKB, serta para Dewan Syuro, agar target kaderisasi ini bisa kita capai semaksimal mungkin,” ujarnya.
    Setelah itu, Zainul pun menyampaikan permohonan maaf kepada para pengurus DPP dan tenaga ahli yang harus terlibat aktif dalam program kaderisasi.
    Ia menyadari banyak waktu dan tenaga yang harus dikorbankan.
    “Kami menyampaikan permohonan maaf jika selama kami menyelenggarakan kegiatan kaderisasi ini merepotkan Bapak-Ibu sekalian, khususnya bagi para anggota DPR dan para instruktur dari tenaga ahli, karena waktunya harus berbagi dengan kaderisasi,” kata dia.
    Dengan nada bercanda, Zainul bahkan meminta izin kepada pimpinan PKB jika dirinya dan sejumlah tenaga ahli tak bisa rutin berada di Gedung DPR RI, Senayan.
    “Sekali lagi saya mintakan izin kepada para tenaga ahli yang mungkin sebagian menjadi pengurus LKN, tolong diikhlaskan kalau tidak berkantor di Senayan, karena mereka akan keliling daerah seluruh Indonesia,” tuturnya.
    “Termasuk mohon diikhlaskan juga Pak Sekjen kalau mungkin saya mulai setelah dilantik jarang berkantor di Senayan. Alasan aja ya,” kelakarnya yang disambut tawa hadirin.
    Dalam pidatonya, Zainul menegaskan bahwa kaderisasi menjadi instrumen penting untuk menjaga eksistensi dan kualitas PKB.
    Menurutnya, kaderisasi akan memastikan pasokan kader partai tetap tersedia dan berkualitas.
    “Kaderisasi ini penting bagi PKB untuk memastikan PKB tidak akan pernah terhilang. Karena kaderisasi, stok kader kita akan terus melimpah dengan kualitas yang sama atau bahkan lebih,” kata Zainul.
    Dia menilai, kaderisasi menjadi sarana untuk menjaga konsistensi ideologi partai sebagai rujukan utama dalam menggerakkan organisasi.
    “Kaderisasi juga bertujuan memastikan ideologi partai tetap menjadi referensi utama dalam kita bergerak dan menjalankan roda organisasi,” kata Zainul.
    Tak hanya itu, kaderisasi menurutnya juga menjadi cara untuk melawan dominasi politik jangka pendek yang sarat kepentingan pragmatis.
    “Kaderisasi merupakan bagian penting dalam rangka melawan orientasi politik jangka pendek yang dikuatkan dengan politik transaksional. Jangan pernah berharap umat terbaik lahir dari model politik yang transaksional,” tegasnya.
    Dia lantas mengingatkan bahwa politik yang hanya berorientasi pada akumulasi kekuasaan dan kekayaan tanpa distribusi yang adil, hanya akan menjadi “politik pesugihan” yang memakan tumbal.
    “Tumbal pertama dari politik pesugihan adalah rakyat. Semakin jauh dari kemandirian, kesejahteraan, dan kemakmuran,” ucap Zainul.
    “Politik pesugihan tidak akan pernah berhenti memakan tumbal sebelum tuannya sendiri ditumbalkan,” sambungnya.
    Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin resmi melantik pengurus LKN DPP PKB di Jakarta.
    Dalam pelantikan tersebut, Cak Imin menunjuk Zainul Munasichin sebagai Ketua LKN periode 2025.
    Dia pun berharap keberadaan LKN ini akan ujung tombak PKB dalam melahirkan kader-kader yang siap berjuang bersama partai.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cak Imin Lantik Pengurus LKN PKB, Tunjuk Zainul Munasichin Jadi Ketua

    Cak Imin Lantik Pengurus LKN PKB, Tunjuk Zainul Munasichin Jadi Ketua

    Cak Imin Lantik Pengurus LKN PKB, Tunjuk Zainul Munasichin Jadi Ketua
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (
    PKB
    )
    Muhaimin Iskandar
    melantik pengurus
    Lembaga Kaderisasi Nasional
    (LKN) DPP PKB di Hotel Millennium Jakarta, Senin (14/7/2025) malam.
    Politikus yang akrab disapa Cak Imin itu menunjuk elite PKB sekaligus Anggota Komisi IX DPR
    Zainul Munasichin
    sebagai Ketua LKN DPP PKB.
    “Saya menganggap pelantikan LKN hari ini adalah salah satu hadiah terbaik ulang tahun PKB yang ke-27,” ujar Cak Imin saat memberikan sambutan usai pelantikan, Senin.
    Dia pun berharap keberadaan LKN ini akan menjadi ujung tombak PKB dalam melahirkan kader-kader yang siap berjuang bersama partai.
    “Karena LKN beserta kader, para instruktur, para ujung tombak perjuangan PKB hadir dan akan tumbuh dari
    lembaga kaderisasi nasional
    ini,” kata Cak Imin.
    Berikut Susunan Pengurus LKN DPP PKB:
    Dewan Pembina:
    1. Dr. H. Abdul Muhaimin Iskandar, M.Si., Ketua Umum DPP PKB
    2. Dr. M. Hasanuddin Wahid, M.Si., Sekretaris Jenderal DPP PKB
    3. Dr. M. Hanif Dhakiri, M.Si., Wakil Ketua Umum Bidang Ideologi, Organisasi, Kaderisasi dan Data Informasi
    Dewan Pengarah:
    1. KH. Abdul Mun’im DZ
    2. KH. Adnan Anwar
    3. Zaini Rahman
    4. Yanuar Prihatin
    5. Anggia Erma Rini
    6. Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz
    7. Nihayatul Wafiroh
    8. Tommy Kurniawan
    9. Daniel Johan
    10. Idham Arsyad
    11. KH. Hariri
    Jajaran Pengurus:
    Ketua:
    Zainul Munasichin
    Wakil Ketua Zona Jawa: Muhammad Dawam
    Wakil Ketua Zona Sumbagsel: H. S.N. Prana Putra Sohe
    Wakil Ketua Zona Sumbagut: Faridah Farichah
    Wakil Ketua Zona Kalimantan: Irma Muthoharoh
    Wakil Ketua Zona Sulawesi: Syamsu Rizal Marzuki Ibrahim
    Wakil Ketua Zona Bali-Nusa Tenggara: Usman Husin
    Wakil Ketua Zona Maluku-Papua: Indra Jaya
    Wakil Ketua Bidang Penataan Kelembagaan Kaderisasi: Mahrus Ali
    Wakil Ketua Bidang Pengelolaan: Badrut Tamam
    Wakil Ketua Bidang Modul dan Pengembangan Kurikulum: Fuad Bahari
    Wakil Ketua Bidang Data dan Sertifikasi Kelulusan: Badrul Munir
    Wakil Ketua Bidang Pengelolaan Jejaring Kader: Andreas Marbun
    Wakil Ketua Bidang Pemuda dan Generasi Milenial: Fauzan Amin
    Wakil Ketua Bidang Lintas Agama: Carolus Nino Tindra
    Wakil Ketua Bidang Petani dan Nelayan: Fathullah Syahrul
    Wakil Ketua Bidang Pekerja Migran: Ali Nurdin
    Wakil Ketua Bidang Mahasiswa dan Generasi Z: Nurul Mubin
    Wakil Ketua Bidang Perempuan: Khizanaturrohmah
    Sekretaris:
    MF Nurhuda Yusro
    Wakil Sekretaris:
    Ahmad Riyanto, Nur Kholim, M. Husein, Deta Anggraeni Ilyas, Bustanul Arifin, Eneng Ervi Siti Zahroh Zidni, Andi Wibowo, Maya Muizatil Lutfillah, Saman, Enung Maryati, Suprafto, Ali Jaziroh, Siti Suciawati Sultan, Priyo Pamungkas Kustiadi, Mohammad Kholil, Edi Purwanto, Heriadi, Luluk Fadillah Muzni
    Bendahara:
    Kaisar Abu Hanifah
    Wakil Bendahara:
    Adil Satria, Arif Susanto
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BGN Minta Tambahan Anggaran MBG, Komisi IX: Pemborosan, jika…

    BGN Minta Tambahan Anggaran MBG, Komisi IX: Pemborosan, jika…

    BGN Minta Tambahan Anggaran MBG, Komisi IX: Pemborosan, jika…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI
    Yahya Zaini
    mengkritisi usulan penambahan
    anggaran Rp 118 Triliun
    oleh
    Badan Gizi Nasional
    (BGN). Salah satu alasannya untuk menjamin keberlanjutan program
    Makan Bergizi Gratis
    (MBG).
    Yahya menegaskan bahwa usulan tambahan tersebut akan menjadi pemborosan, jika hanya dipakai membagikan makanan tanpa mengatasi akar krisis gizi di masyarakat.
    “Program ini akan menjadi pemborosan terbesar jika hanya difokuskan pada pengadaan makanan tanpa menyentuh akar masalah yang selama ini menjadi penyebab krisis gizi,” ujar Yahya, Senin (14/7/2025).
    Politikus Golkar itu mengingatkan bahwa rendahnya edukasi gizi sejak usia dini, lemahnya akses pangan sehat di daerah, serta minimnya literasi nutrisi di sekolah menjadi persoalan utama yang harus dibenahi.
    “Program MBG adalah program mulia, namun anggaran yang besar harus diarahkan tidak hanya untuk memberi makan, tetapi juga untuk mengubah pola konsumsi, memperbaiki rantai pasok pangan lokal, dan memperkuat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi yang benar dan berimbang,” kata Yahya.
    Yahya menegaskan bahwa Komisi IX akan membedah usulan tambahan anggaran Badan Gizi Nasional (BGN) secara mendalam sebelum mengambil keputusan.
    Dia menambahkan, MBG tak boleh berhenti sebagai proyek distribusi makanan massal, tetapi harus program perbaikan gizi jangka panjang.
    “Tentunya akan kita bahas terlebih dulu, kita akan bedah secara mendalam sebelum mengambil keputusan. Ini menjadi salah satu fungsi penganggaran dan pengawasan DPR,” katanya.
    “MBG harus menjadi tonggak awal reformasi menyeluruh terhadap sistem gizi nasional yang selama ini rapuh, fragmentaris, dan berorientasi jangka pendek,” sambungnya.
    Di samping itu, Yahya juga mendorong integrasi lintas sektor dalam pelaksanaan MBG.
    Mulai dari penguatan pertanian lokal berbasis komunitas hingga pemberdayaan ibu-ibu dalam menyusun pola konsumsi rumah tangga berbasis gizi.
    Dia juga mengusulkan digitalisasi pemantauan status gizi anak agar perubahan kondisi penerima dapat terukur.
    “Jika anggaran besar hanya disalurkan tanpa disertai reformasi sistemik, maka kita hanya mengulang pola bantuan pangan konvensional yang tidak menyelesaikan persoalan struktural. Negara butuh keberanian untuk mengubah pendekatan dari ‘memberi makan’ menjadi ‘mendidik gizi’,” pungkas Yahya.
    Diberitakan sebelumnya, BGN mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 118 triliun dalam Rencana Anggaran 2026, untuk menjamin keberlanjutan program prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG).
    Usulan itu disampaikan Kepala BGN Dadan Hindayana dalam rapat tertutup bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (10/7/2025).
    “Iya, kita usulkan tambahan Rp 118 triliun,” ujar Dadan, saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (10/7/2025).
    Dadan memaparkan, pagu indikatif yang telah ditetapkan untuk BGN pada 2026 adalah sebesar Rp 217 triliun.
    Namun, menurut dia, anggaran itu diperkirakan hanya cukup membiayai program MBG hingga akhir Agustus 2026.
    “Rp 217 triliun akan habis diserap di akhir Agustus (2026),” ujar Dadan.
    Dia menambahkan, jika program MBG dijalankan penuh sejak Januari 2026 dengan cakupan penerima manfaat sebanyak 82,9 juta jiwa, maka kebutuhan anggaran per bulan dapat mencapai lebih dari Rp 25 triliun.
    “Kalau basis pelaksanaannya kita sukses di akhir tahun dengan 82,9 juta. Maka 82,9 juta sudah start dari Januari. Itu artinya Rp 25 triliun per bulan lebih,” kata dia.
    Dadan menyampaikan, implementasi program MBG akan dipercepat mulai Agustus 2025, seiring tambahan tenaga dari lulusan 30.000 Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) dari Universitas Pertahanan.
    Dia menargetkan program tersebut dapat menjangkau minimal 20 juta penerima manfaat pada Agustus 2025, dengan estimasi penyerapan anggaran sebesar Rp 7 triliun per bulan.
    “September (2025), karena kita sudah melihat ada SPPG yang siap, kita perkirakan sudah akan melayani 40 juta (penerima). 40 juta itu artinya sudah akan menyerap Rp 14 triliun satu bulan,” kata Dadan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemerintah Didorong Naikkan Iuran Jaminan Pensiun Secara Bertahap Demi Keberlanjutan

    Pemerintah Didorong Naikkan Iuran Jaminan Pensiun Secara Bertahap Demi Keberlanjutan

    Jakarta: Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mendorong pemerintah untuk menaikkan iuran Jaminan Pensiun (JP) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan secara bertahap guna menjamin keberlanjutan dana pensiun dalam jangka panjang.

    “Jaminan pensiun tidak boleh hanya jadi program administratif. Program ini harus benar-benar menjamin kehidupan di usia tua,” ujar Edy dikutip dari ANTARA.

    Ia menjelaskan bahwa jika iuran tidak disesuaikan dengan kebutuhan manfaat dan perkembangan demografi penduduk lansia, potensi terjadinya defisit tetap terbuka.

    Merujuk pada data Statistik Penduduk Lanjut Usia 2024 dari BPS, rasio ketergantungan lansia mencapai 17,76 persen. Artinya, dari setiap 100 orang usia produktif, terdapat sekitar 17–18 orang lansia yang mungkin memerlukan dukungan sosial maupun ekonomi.

    Jumlah penduduk lansia pun menunjukkan tren peningkatan signifikan. Pada 2024, populasi lansia Indonesia telah mencapai 33,67 juta jiwa, atau sekitar 12 persen dari total populasi, dan diperkirakan akan terus bertambah di tahun-tahun mendatang.

    Lebih lanjut, Edy menekankan bahwa program JP perlu diselaraskan dengan standar internasional. Salah satunya mengacu pada Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952, yang merekomendasikan agar manfaat pensiun paling tidak sebesar 40 persen dari gaji terakhir, bagi pekerja dengan masa iur 30 tahun.

    “Untuk bisa mencapai angka tersebut, pemerintah perlu segera menaikkan koefisien perhitungan manfaat dari yang saat ini berlaku menjadi 1,33 persen. Tanpa itu, manfaat yang diterima akan terus berada di bawah standar kelayakan,” kata dia. 
     

    Di samping nilai manfaat, ia juga menyoroti pentingnya perluasan cakupan kepesertaan. Dari total 145,77 juta penduduk yang bekerja, baru sekitar 15 juta yang tercatat sebagai peserta aktif program JP. Ini menunjukkan sebagian besar pekerja, khususnya di sektor informal dan mikro, belum terproteksi dalam skema pensiun nasional.

    “Ini adalah masalah serius. Artinya, sebagian besar pekerja akan memasuki masa tua tanpa perlindungan ekonomi,” ujar Legislator Dapil Jawa Tengah III ini.

    Edy juga mengingatkan pentingnya perlindungan yang layak bagi ahli waris peserta yang meninggal dunia atau mengalami cacat total.

    Ia mengusulkan agar manfaat minimum bagi kondisi tersebut setidaknya setara dengan 1,5 kali garis kemiskinan, sebagai bentuk perlindungan dasar yang manusiawi.

    “Jika kita ingin mewujudkan perlindungan sosial yang adil dan inklusif, maka manfaat JP harus naik dan pesertanya harus diperluas. Tidak bisa lagi hanya menjangkau kelompok formal,” kata dia.

    Pandangan senada juga disampaikan oleh Ketua Asosiasi Ekonomi Kesehatan Indonesia, Hasbullah Thabrany. Ia menilai bahwa jaminan pensiun untuk seluruh warga negara, sebagai bagian dari sistem jaminan sosial, belum sepenuhnya menjadi prioritas nasional.

    Padahal, menurutnya, UUD 1945 Pasal 34 ayat 2 dengan jelas menyebutkan bahwa negara wajib mengembangkan sistem jaminan sosial untuk seluruh rakyat. Selama ini, kata dia, manfaat pensiun berupa pendapatan bulanan hingga akhir hayat umumnya hanya dinikmati oleh ASN.

    Ia menggarisbawahi bahwa seluruh penduduk Indonesia berpotensi mengalami masa tua atau sakit yang menyebabkan kehilangan kemampuan bekerja, dan tanpa perlindungan ekonomi, tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. 
     

    “Itu adalah kebutuhan paling mendasar bagi semua orang baik muda maupun tua. Para lansia orang tua, pekerja mandiri, entah itu petani, nelayan, pedagang, ketika tua belum tentu mendapatkan pendapatan yang cukup. Tidak mungkin mengandalkan anak-anak, karena tidak selalu mendapatkan penghasilan yang cukup,” katanya.

    Sayangnya, jumlah peserta Jaminan Pensiun saat ini baru mencapai sekitar 38 juta orang, masih sangat kecil dibandingkan total pekerja informal yang mencapai 130 juta.

    Hasbullah mendorong adanya perbaikan mendasar dalam skema iuran dan pengelolaan dana pensiun. Menurutnya, seluruh pekerja yang memiliki penghasilan seharusnya dapat terdaftar sebagai peserta JP, dengan iuran yang dibagi antara pekerja dan pemberi kerja.

    Ia juga mengkritisi program Jaminan Hari Tua (JHT) yang dapat dicairkan kapan saja, karena justru melemahkan esensi perlindungan jangka panjang.

    “Harusnya diakumulasi saja. Iuran JHT sebesar 5,7 persen antara pekerja dan pemberi kerja, ditambah iuran jaminan pensiun 3 persen. Total 8,7 persen itu seharusnya sudah cukup baik untuk masa pensiun,” kata Hasbullah.

    Menurutnya, banyak pekerja masih memiliki pola pikir jangka pendek. Saat terkena PHK, sebagian besar langsung mencairkan dana JHT untuk konsumsi atau usaha tanpa persiapan matang.

    “Padahal mereka tidak memiliki kompetensi untuk berbisnis. Uangnya habis, dan ketika tua atau sakit, tidak ada tabungan pensiun yang tersisa,” katanya.

    Hasbullah juga menyoroti tertinggalnya Indonesia dalam pengumpulan dana pensiun publik oleh BPJS Ketenagakerjaan jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan.

    “Vietnam, yang baru merdeka 30 tahun setelah Indonesia dan jumlah penduduknya hanya setengahnya, dana pensiunnya bisa lebih besar dari kita,” ujarnya.

    Sementara itu, Malaysia dan Singapura bahkan sudah masuk dalam 50 besar dunia dalam hal pengelolaan dana pensiun, meski jumlah penduduknya lebih kecil. Belanda, lanjutnya, bahkan memiliki dana pensiun setara dua kali PDB-nya.

    “Sementara kita baru 8 persen dari PDB,” kata dia.

    Ia mengajak seluruh pihak, baik pemerintah maupun pekerja dari berbagai sektor, untuk memiliki kesadaran kolektif akan pentingnya perlindungan sosial di usia senja.

    “Semua kita akan menjadi lansia, atau bisa saja menderita cacat karena sakit. Maka kita punya hak untuk memenuhi kebutuhan dasar: makan, pakaian, tempat tinggal. Negara harus hadir dan pekerja juga harus punya kesadaran itu,” katanya.

    Jakarta: Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mendorong pemerintah untuk menaikkan iuran Jaminan Pensiun (JP) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan secara bertahap guna menjamin keberlanjutan dana pensiun dalam jangka panjang.
     
    “Jaminan pensiun tidak boleh hanya jadi program administratif. Program ini harus benar-benar menjamin kehidupan di usia tua,” ujar Edy dikutip dari ANTARA.
     
    Ia menjelaskan bahwa jika iuran tidak disesuaikan dengan kebutuhan manfaat dan perkembangan demografi penduduk lansia, potensi terjadinya defisit tetap terbuka.

    Merujuk pada data Statistik Penduduk Lanjut Usia 2024 dari BPS, rasio ketergantungan lansia mencapai 17,76 persen. Artinya, dari setiap 100 orang usia produktif, terdapat sekitar 17–18 orang lansia yang mungkin memerlukan dukungan sosial maupun ekonomi.
     
    Jumlah penduduk lansia pun menunjukkan tren peningkatan signifikan. Pada 2024, populasi lansia Indonesia telah mencapai 33,67 juta jiwa, atau sekitar 12 persen dari total populasi, dan diperkirakan akan terus bertambah di tahun-tahun mendatang.
     
    Lebih lanjut, Edy menekankan bahwa program JP perlu diselaraskan dengan standar internasional. Salah satunya mengacu pada Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952, yang merekomendasikan agar manfaat pensiun paling tidak sebesar 40 persen dari gaji terakhir, bagi pekerja dengan masa iur 30 tahun.
     
    “Untuk bisa mencapai angka tersebut, pemerintah perlu segera menaikkan koefisien perhitungan manfaat dari yang saat ini berlaku menjadi 1,33 persen. Tanpa itu, manfaat yang diterima akan terus berada di bawah standar kelayakan,” kata dia. 
     

     
    Di samping nilai manfaat, ia juga menyoroti pentingnya perluasan cakupan kepesertaan. Dari total 145,77 juta penduduk yang bekerja, baru sekitar 15 juta yang tercatat sebagai peserta aktif program JP. Ini menunjukkan sebagian besar pekerja, khususnya di sektor informal dan mikro, belum terproteksi dalam skema pensiun nasional.
     
    “Ini adalah masalah serius. Artinya, sebagian besar pekerja akan memasuki masa tua tanpa perlindungan ekonomi,” ujar Legislator Dapil Jawa Tengah III ini.
     
    Edy juga mengingatkan pentingnya perlindungan yang layak bagi ahli waris peserta yang meninggal dunia atau mengalami cacat total.
     
    Ia mengusulkan agar manfaat minimum bagi kondisi tersebut setidaknya setara dengan 1,5 kali garis kemiskinan, sebagai bentuk perlindungan dasar yang manusiawi.
     
    “Jika kita ingin mewujudkan perlindungan sosial yang adil dan inklusif, maka manfaat JP harus naik dan pesertanya harus diperluas. Tidak bisa lagi hanya menjangkau kelompok formal,” kata dia.
     
    Pandangan senada juga disampaikan oleh Ketua Asosiasi Ekonomi Kesehatan Indonesia, Hasbullah Thabrany. Ia menilai bahwa jaminan pensiun untuk seluruh warga negara, sebagai bagian dari sistem jaminan sosial, belum sepenuhnya menjadi prioritas nasional.
     
    Padahal, menurutnya, UUD 1945 Pasal 34 ayat 2 dengan jelas menyebutkan bahwa negara wajib mengembangkan sistem jaminan sosial untuk seluruh rakyat. Selama ini, kata dia, manfaat pensiun berupa pendapatan bulanan hingga akhir hayat umumnya hanya dinikmati oleh ASN.
     
    Ia menggarisbawahi bahwa seluruh penduduk Indonesia berpotensi mengalami masa tua atau sakit yang menyebabkan kehilangan kemampuan bekerja, dan tanpa perlindungan ekonomi, tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. 
     

     
    “Itu adalah kebutuhan paling mendasar bagi semua orang baik muda maupun tua. Para lansia orang tua, pekerja mandiri, entah itu petani, nelayan, pedagang, ketika tua belum tentu mendapatkan pendapatan yang cukup. Tidak mungkin mengandalkan anak-anak, karena tidak selalu mendapatkan penghasilan yang cukup,” katanya.
     
    Sayangnya, jumlah peserta Jaminan Pensiun saat ini baru mencapai sekitar 38 juta orang, masih sangat kecil dibandingkan total pekerja informal yang mencapai 130 juta.
     
    Hasbullah mendorong adanya perbaikan mendasar dalam skema iuran dan pengelolaan dana pensiun. Menurutnya, seluruh pekerja yang memiliki penghasilan seharusnya dapat terdaftar sebagai peserta JP, dengan iuran yang dibagi antara pekerja dan pemberi kerja.
     
    Ia juga mengkritisi program Jaminan Hari Tua (JHT) yang dapat dicairkan kapan saja, karena justru melemahkan esensi perlindungan jangka panjang.
     
    “Harusnya diakumulasi saja. Iuran JHT sebesar 5,7 persen antara pekerja dan pemberi kerja, ditambah iuran jaminan pensiun 3 persen. Total 8,7 persen itu seharusnya sudah cukup baik untuk masa pensiun,” kata Hasbullah.
     
    Menurutnya, banyak pekerja masih memiliki pola pikir jangka pendek. Saat terkena PHK, sebagian besar langsung mencairkan dana JHT untuk konsumsi atau usaha tanpa persiapan matang.
     
    “Padahal mereka tidak memiliki kompetensi untuk berbisnis. Uangnya habis, dan ketika tua atau sakit, tidak ada tabungan pensiun yang tersisa,” katanya.
     
    Hasbullah juga menyoroti tertinggalnya Indonesia dalam pengumpulan dana pensiun publik oleh BPJS Ketenagakerjaan jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan.
     
    “Vietnam, yang baru merdeka 30 tahun setelah Indonesia dan jumlah penduduknya hanya setengahnya, dana pensiunnya bisa lebih besar dari kita,” ujarnya.
     
    Sementara itu, Malaysia dan Singapura bahkan sudah masuk dalam 50 besar dunia dalam hal pengelolaan dana pensiun, meski jumlah penduduknya lebih kecil. Belanda, lanjutnya, bahkan memiliki dana pensiun setara dua kali PDB-nya.
     
    “Sementara kita baru 8 persen dari PDB,” kata dia.
     
    Ia mengajak seluruh pihak, baik pemerintah maupun pekerja dari berbagai sektor, untuk memiliki kesadaran kolektif akan pentingnya perlindungan sosial di usia senja.
     
    “Semua kita akan menjadi lansia, atau bisa saja menderita cacat karena sakit. Maka kita punya hak untuk memenuhi kebutuhan dasar: makan, pakaian, tempat tinggal. Negara harus hadir dan pekerja juga harus punya kesadaran itu,” katanya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (PRI)

  • 10
                    
                        Rakyat Susah Cari Kerja, Anggota DPR: Jangan-jangan SDM Enggak Kompeten, Loker Banyak tapi Tak Terserap
                        Nasional

    10 Rakyat Susah Cari Kerja, Anggota DPR: Jangan-jangan SDM Enggak Kompeten, Loker Banyak tapi Tak Terserap Nasional

    Rakyat Susah Cari Kerja, Anggota DPR: Jangan-jangan SDM Enggak Kompeten, Loker Banyak tapi Tak Terserap
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKB Zainul Munasichin mengungkapkan sejumlah kemungkinan mengapa rakyat Indonesia
    kesulitan mencari kerja
    .
    Zainul menduga, salah satunya disebabkan oleh
    SDM Indonesia
    yang tidak kompeten, sehingga tidak terserap lowongan kerja (loker).
    “Jangan-jangan memang kita ini enggak siap SDM yang kompeten. Lowongan kerja banyak tetapi enggak keserap, karena standar SDM kita ini enggak kompeten untuk bisa mengisi lowongan itu,” ujar Zainul saat ditemui di kantor DPP PKB, Jakarta, Jumat (11/7/2025).
    Selain itu, Zainul membeberkan, kondisi
    iklim usaha
    selaku sektor hulu juga harus baik, sehat, dan bagus.
    Jika sektor hulunya sehat, maka tenaga kerja yang merupakan sektor hilir akan terbawa ke dalamnya.
    “Tapi kalau sektor hulunya ini enggak bagus, iklim usaha kita ini enggak bagus, maka tidak akan ada penciptaan lapangan kerja yang berkualitas yang bisa diserap oleh pasar kerja kita,” tuturnya.
    Zainul pun mencontohkan kondisi iklim usaha berupa investasi di Indonesia.
    Pada kuartal pertama 2025 ini, kata Zainul, investasi Indonesia meningkat hingga 15 persen.
    Hanya saja, Zainul heran kenapa investasi yang masuk ke Indonesia tidak sebanding dengan penyerapan tenaga kerjanya.
    “Rp 486 triliun dana masuk ke Indonesia investasi, tapi serapan tenaga kerjanya kecil, hanya 600.000. Kalau dibikin indeksnya, 1 tenaga kerja itu yang direkrut butuh Rp 700 juta investasi. Rp 700 juta investasi hanya merekrut 1 tenaga kerja. Kan mahal sekali,” jelas Zainul.
    Meski demikian, Zainul menduga, bisa saja investasi yang masuk memang bukan padat karya, melainkan padat modal.
    Dia mengatakan, sektor pertambangan adalah contoh padat modal, di mana investasi Rp 1 triliun hanya akan menyerap 5.000 tenaga kerja.
    Sedangkan di sektor pertanian, investasi Rp 1 triliun bisa menyerap 150 ribu tenaga kerja.
    Lalu, Zainul juga memprediksi uang investasi banyak yang terbuang karena mengurus perizinan hingga dipalak ormas.
    “Yang kedua, mungkin padat karya mungkin, tapi karena proses birokrasi kita ini tidak mendukung untuk itu, maka banyak dana yang bocor.
    High cost
    . Uang investasi yang harus dipakai untuk kegiatan produksi habis ke mana-mana itu ngurus perizinannya mahal, termasuk kena ormas-ormas yang mengganggu itu,” kata Zainul.
    Sebagai informasi, jumlah
    pengangguran di Indonesia
    pada 2025 mencapai 7,28 juta orang atau setara dengan 4,76 persen.
    Apabila dirinci, profil pendidikan pengangguran di Indonesia terdiri dari lulusan SD hingga sarjana. Dari data yang ditampilkan, sebanyak 2.422.846 lulusan SD dan SMP yang menganggur.
    Kemudian, ada 2.038.893 lulusan SMA yang menganggur. Lalu, ada 1.628.517 lulusan SMK yang menganggur.
    Selanjutnya, ada 1.010.652 lulusan universitas yang menganggur, dan terakhir sebanyak 177.399 lulusan diploma yang menganggur.
    Di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia yang saat ini bekerja sebanyak 145,77 juta orang. Dari jumlah itu, ada 38,67 persen yang bekerja di sektor formal dan 56,57 persen pekerja di sektor informal (termasuk setengah pengangguran).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Arzeti: Sekolah Rakyat Penting untuk Putus Rantai Kemiskinan

    Arzeti: Sekolah Rakyat Penting untuk Putus Rantai Kemiskinan

    Jakarta, Beritasatu.com – Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina menegaskan, DPR mendukung penuh berjalannya program sekolah rakyat sebagai upaya pemerintah untuk memperatakan akses pendidikan berkualitas bagi rakyat miskin dan miskin ekstrem. Dukungan tersebut disampaikan Arzeti melalui akun Instagram pribadinya, Jumat (11/7/2025).

    “Kami dari Komisi IX DPR mendukung penuh peluncuran sekolah rakyat yang digagas pemerintah sebagai upaya pemerataan pendidikan berkualitas dan menjadi jembatan untuk memutus rantai kemiskinan di Indonesia,” ungkap Arzeti, dikutip dari akun Instagram @arzetibi.

    Ia menerangkan, berdasarkan data yang ia terima,  ada sebanyak 424.616 anak dari keluarga miskin ekstrem yang tidak bersekolah akibat masalah ekonomi.

    “Ratusan ribu anak dari keluarga miskin ekstrem itu tidak sekolah dan harus putus sekolah karena tidak punya biaya, dan ini bagian dari total 5,36 juta anak usia sekolah di kalangan termiskin yang seharusnya sekolah. Makanya kita dukung kalau ada program ini, tetapi harus tepat sasaran,” tegasnya.

    Arzeti juga mengimbau semua pihak, termasuk masyarakat ikut menjadi pengawas pelaksanaan program ini agar target operasional program sekolah rakyat benar-benar  tepat.

    “Kita harus sama-sama bahu membahu mengawasipelaksanaan program ini. Kementerian Sosial dan instansi terkait juga wajib memantau implementasi sekolah rakyat, semua anak harus mendapatkan hak atas pendidikan sesuai dengan visi dan misi Presiden Prabowo,” tandasnya.

    Sebagai informasi, program sekolah rakyat tahap pertama berjumlah 100 sekolah, dan 63 di antaranya akan mulai berjalan pada pertengahan Juli hingga Agustus 2025  dengan jumlah siswa yang terdaftar berdasarkan data terpadu sejahtera ekstrem nasional (DTSEN) sebanyak 9.755 anak.