Anggota DPR Sebut Ada 5.000 Dapur MBG Fiktif, BGN Membantah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Tuduhan adanya 5.000 titik dapur MBG yang fiktif ini dikemukakan anggota Komisi IX DPR Nurhadi dalam rapat dengan BGN pada Senin (15/9/2025).
Awalnya, Nurhadi menyinggung temuan bahwa ada 5.000 unit dapur MBG yang tidak beroperasi di lapangan di mana kasus ini terjadi karena beberapa oknum diduga tahu detail seluk-beluk pendirian SPPG di BGN.
“Jadi ada oknum yang tahu sistem BGN, tahu dia cara daftarnya seperti apa dan pakai yayasannya dia. Setelah oknum ini mengunci titiknya ternyata dia nggak bangun-bangun dapurnya, dan saat menuju 45 hari dijual-lah titik itu dengan ditawarkan ke investor,” kata Nurhadi, dikutip dari
YouTube
Komisi IX DPR RI Channel, Jumat (19/9/2025).
Nurhadi pun menilai temuan tersebut tidak bisa dipandang sepele karena program MBG menyerap anggaran jumbo yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
“Ribuan titik dapur yang mangkrak bukan sekadar soal teknis, melainkan menyangkut hak anak-anak Indonesia untuk mendapatkan asupan gizi yang layak sesuai mandat program,” ujr dia.
Nurhadi lantas menyoroti lemahnya mekanisme verifikasi dan pengawasan lapangan sejak awal.
Politikus Partai Nasdem ini mempertanyakan penjelasan BGN terkait lokasi yang belum dibangun dapur untuk program MBG tetapi sudah tercatat.
“Bagaimana mungkin ribuan lokasi sudah terdaftar, tetapi tidak menunjukkan progres pembangunan meski melewati tenggat waktu 45 hari,” ujar Nurhadi.
“Sistem yang longgar membuka celah terjadinya praktik percaloan, dominasi investor besar, hingga penyalahgunaan dana publik, seperti temuan dugaan ‘konglomerasi yayasan’ oleh lembaga pemantau independen,” kata dia.
Nurhadi pun meminta agar persoalan ini tidak berdampak terhadap pemenuhan gizi bagi anak-anak.
“Angka ini memicu dugaan adanya ‘dapur fiktif’, meski BGN menyebut di lokasi tersebut belum dibangun walau sudah tercatat,” kata Nurhadi dalam keterangan resmi.
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang membantah tuduhan yang menyebut terdapat 5.000 dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) fiktif.
Menurut dia, hal tersebut bukan fiktif, tetapi hanya peletakan titik yang dilakukan tanpa adanya tindak lanjut setelahnya.
“Iya, kami membantah keras. Enggak ada fiktif. Itu belum dibangun juga, belum ada. Jadi pengertiannya itu pas kita cek, ternyata nggak ada. Kemudian di DPR mengartikan itu fiktif,” kata Nanik saat dihubungi
Kompas.com
, Jumat (19/9/2025).
Nanik menyebutkan, dalam aturan terbaru dari BGN, semua masyarakat bisa membuat titik dapur MBG secara
online.
Hal ini tak ubahnya dengan pendaftaran merek, di mana nanti jika ada yang butuh akan dijual.
“Nah, ini sama. Karena bebas orang boleh mendaftar di
online,
ini orang pada meletakkan titik, daftar titik. Jadi ini (hanya) daftarkan titik, enggak tahu siapa nanti yang mau bangun,” ujar Nanik.
Sistem pendaftaran
online
ini dibuat untuk mencegah praktik kolusi ketika akan menjadi mitra BGN atau SPPG.
“Ini kan dulu dibuat
online
untuk menghindari, biar orang enggak
nyogok
kanan,
nyogok
kiri, kalau mau daftar jadi mitra. Dari situ BGN ini kemudian melakukan cek mana yang benar, mana yang tidak,” kata Nanik.
“Mana yang memang ada tempatnya, lokasinya benar, atau ada yayasannya, atau ada yang memang sudah membangun,” imbuh dia.
Oleh karena itu, Nanik menegaskan bahwa apa yang dituduhkan mengenai dapur MBG fiktif sebanyak 5.000 SPPG adalah tidak benar.
Dia menduga, apa yang dimaksudkan adalah titik pendaftaran yang belum ada bangunannya.
“Yang dimaksud dengan fiktif ini adalah yang belum ada bangunan, belum ada apa-apanya. Bukan fiktif ini. Mereka gambling dan masih menunggu,” ujar Nanik.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Komisi IX DPR RI
-
/data/photo/2025/02/03/67a070b992212.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Anggota DPR Sebut Ada 5.000 Dapur MBG Fiktif, BGN Membantah Nasional
-

Kasus Keracunan Belum Beres, Kini Ada Temuan Ribuan Dapur MBG Abal-abal, Bermodal Buka Akun Tapi Fisiknya Tidak Ada
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sejumlah permasalahan dalam pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dikelola Badan Gizi Nasional (BGN) menuai sorotan tajam masyarakat. Mulai dari terjadinya keracunan di mana-mana, nampan yang diduga mengandung minyak babi, hingga temuan dapur MBG fiktif.
Salah satu carut marut yang kini ramai disorot adalah adanya indikasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG fiktif yang jumlahnya mencapai ribuan.
“BGN menyebut ada sekitar delapan ribuan SPPG yang ditetapkan. Namun, lima ribu di antaranya tidak jelas keberadaannya. Ada yang hanya membuka akun, tetapi lokasi fisiknya tidak ada. Informasi yang saya terima, termasuk di Batam, meskipun tidak sepenuhnya. Ini menimbulkan dugaan bahwa SPPG tersebut hanya untuk dijual,” kata Anggota Komisi IX DPR RI, Sahidin dalam keterangannya, Jumat (19/9/2025).
Lemahnya pengawasan dari BGN terhadap keberadaan dan operasional SPPG di lapangan pun dipertanyakan. Sahidin juga menyoroti informasi bahwa banyak SPPG dikuasai oleh segelintir pihak.
“Yang kita survei tadi masih banyak kekurangannya. Ini seperti apa pengawasan dari BGN?” tanyanya.
Selain masalah pengawasan, Sahidin menyoroti lemahnya koordinasi antara BGN dengan pemerintah daerah.
Ia menekankan bahwa tanggung jawab pelaksanaan program MBG ada di tingkat pemerintahan, sehingga koordinasi menjadi kunci penting.
“Kami minta kepada BGN, baik pusat maupun daerah, agar menyelesaikan masalah ini, khususnya di Kepri. Jangan sampai program ini hanya sekadar ‘booking’, akunnya sudah terdaftar lalu dijual. Kalau seperti ini, kita khawatir program prioritas Presiden Prabowo Subianto justru bermasalah,” tegasnya.
-

Bos BGN Ungkap Serapan Anggaran Rendah Gegara Banyak Tak Yakin MBG Jalan
Jakarta –
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan alasan serapan anggaran yang masih rendah. Ia menyinggung tentang banyak pihak tidak yakin terhadap jalannya program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai salah satu penyebabnya.
Menurut Dadan, penyerapan anggaran di BGN sangat erat kaitannya dengan jumlah penerima manfaat. Dengan demikian, yang menjadi salah satu mesin penyerapan anggaran adalah jumlah Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) atau dapur MBG.
Namun demikian, pada awal pelaksanaan program MBG pemerintah masih cukup berhati-hati. Bahkan pada kala itu, juga banyak pihak yang tidak yakin kalau program MBG bisa berjalan.
“Satu SPPG berdiri, satu hari, maka Rp 1 miliar satu bulan akan terserap. Kita kenapa lambat di awal? Karena kan banyak orang yang tidak yakin program ini akan jalan. Januari itu kan hanya 190 SPPG, itu penyerapannya berapa? Hanya Rp 190 miliar,” kata Dadan di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2025).
Per hari ini, Dadan mengatakan, sudah ada 8.344 SPPG beroperasi dan diperkirakan realisasi penyerapan anggaran telah mencapai Rp 8,3 triliun. BGN menargetkan, realisasi terus bertambah seiring waktu.
Ditargetkan pada bulan ini jumlah SPPG bertambah menjadi 10.000 sehingga realisasi bisa tembus Rp 10 triliun. Dadan menargetkan, pada Oktober mendatang jumlah SPPG bertambah menjadi 20.000 sehingga penyerapannya bisa tembus hingga Rp 20 triliun.
Persoalan lambatnya penyerapan anggaran BGN sempat mendapat sorotan dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Saat ditanya tentang permintaan Purbaya agar BGN mengadakan jumpa pers update realisasi keuangan secara rutin, Dadan mengatakan komunikasi intensif terus berjalan.
“Saya perlu informasikan bahwa saya dengan menkeu itu setiap saat (koordinasi), mereka kan mantau setiap saat. Bahkan dengan Bu Sri Mulyani dulu kan sudah dua atau tiga kali konferensi pers. Jadi, karena Pak Menkeu baru, nanti kita akan lakukan dengan Pak Menkeu baru, tapi dengan tiga wamennya kan sudah biasa,” kata Dadan.
Ancaman Menkeu ke Instansi yang Penyerapannya Lambat
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan keliling ke kementerian dan lembaga (K/L) yang penyerapan anggarannya belum optimal. Jika dirasa tidak bisa membelanjakannya sampai akhir tahun, maka anggaran tersebut akan diambil kembali.
“Tadi saya izin ke Pak Presiden, bulan depan saya akan mulai beredar di kementerian-kementerian yang besar yang penyerapan anggarannya belum optimal. Kita akan coba lihat, kita akan bantu,” kata Purbaya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Ia akan melihat penyerapan anggaran K/L sampai Oktober 2025. Jika anggaran dirasa tidak bisa terserap sepenuhnya sampai akhir tahun, maka anggaran tersebut akan diambil kembali untuk dialihkan ke program-program yang langsung dirasakan masyarakat.
Di samping itu, Purbaya juga sempat menyoroti rendahnya penyerapan anggaran BGN untuk program MBG. Pihaknya sudah memantau aktivitas BGN, namun dinilai masih baik sehingga belum diketahui penyebab rendahnya penyerapan anggaran.
“Saya bilang ya udah nanti sebulan sekali kita akan jumpa pers dengan Kepala BGN, nanti kalau penyerapannya jelek, dia suruh jelasin ke publik, saya di sebelahnya,” kata Purbaya, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2025).
Menurutnya, penyerapan anggaran yang lambat disertai rentetan masalah di baliknya bisa saja menjadi penyebab dampak MBG kurang optimal bagi pertumbuhan ekonomi. Ia teringat masa saat ada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) untuk memantau penyerapan anggaran.
Tonton juga video “Komisi IX DPR Minta BGN Tak Ragu Kasih Sanksi ke SPPG” di sini:
Halaman 2 dari 2
(shc/ara)
-

Baleg DPR setujui 67 RUU untuk masuk Prolegnas Prioritas 2026
Jakarta (ANTARA) – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui sebanyak 67 Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas untuk dibahas tahun 2026.
Puluhan RUU itu disetujui setelah Baleg DPR RI menggelar rapat penyusunan RUU Prioritas 2026 bersama Kementerian Hukum dan DPD RI. Sejumlah RUU prioritas untuk 2026 itu pun merupakan luncuran dari prioritas 2025 untuk mengantisipasi jika pembahasannya belum selesai.
“Semuanya diluncurkan, nanti khawatirnya kan ini kan percepat gitu lho. Takutnya nanti belum selesai, atau apa semuanya begitu. Diluncurkan juga 2026,” kata Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.
Sementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR RI Sturman Panjaitan mengatakan bahwa salah satu RUU penting yang dimasukkan ke dalam Prolegnas adalah RUU Perampasan Aset hingga RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga.
“Kami berharap pemerintah juga berharap kita segera berkolaborasi untuk menyelesaikan. Pemerintah menginginkan agar segera diselesaikan,” kata dia.
Berikut daftar RUU Prolegnas Prioritas 2026 berserta lembaga yang mengusulkan:
1. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (Komisi I DPR)
2. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Komisi II DPR)
3. RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Komisi II DPR)
4. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Komisi III DPR)
5. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia (Komisi III DPR)
6. RUU tentang Perampasan Aset terkait dengan Tindak Pidana (Komisi III DPR)
7. RUU tentang Jabatan Hakim (Komisi III DPR)
8. RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Komisi IV DPR)
9. RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 41 Tahun 1991 tentang Kehutanan (Komisi IV DPR)
10. RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Komisi V DPR)
11. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Komisi VI DPR)
12. RUU tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Komisi VI DPR)
13. RUU tentang Kawasan Industri (Komisi VII DPR)
14. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (Komisi VIII DPR)
15. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Komisi VIII DPR)
16. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Komisi IX DPR)
17. RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Komisi X DPR)
18. RUU tentang Keuangan Negara (Komisi XI DPR)
19. RUU tentang Energi Baru Terbarukan (Komisi XII DPR)
20. RUU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Komisi XIII DPR)
21. RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Baleg DPR)
22. RUU tentang Komoditas Strategis (Baleg DPR)
23. RUU tentang Pertekstilan (Baleg DPR)
24. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Baleg DPR)
25. RUU tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (Baleg DPR)
26. RUU tentang Pelindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional (Baleg DPR)
27. RUU tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) (Baleg DPR)
28. RUU tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Baleg DPR)
29. RUU tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (Baleg DPR)
30. RUU tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (DPD)
31. RUU tentang Badan Usaha Milik Daerah (Baleg DPR)
32. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (Baleg DPR)
34. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (Baleg DPR)
35. RUU tentang Transportasi Online (Baleg DPR)
36. RUU tentang Patriot Bond / RUU tentang Surat Berharga (Baleg DPR)
37. RUU tentang Daya Anagata Nusantara (Danantara) (Baleg DPR)
38. RUU tentang Pekerja Lepas/RUU tentang Pekerja Platform Indonesia/RUU tentang Perlindungan Pekerja Ekonomi GIG (Baleg DPR)
39. RUU tentang Pelelangan Aset (Baleg DPR)
40. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka (Baleg DPR)
41. RUU tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Hewan (Baleg DPR)
42. RUU tentang Pengelolaan Perubahan Iklim (DPR/DPD)
43. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (DPR/anggota)
44. RUU tentang Masyarakat Hukum Adat (DPR/DPD)
45. RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (DPR/DPD)
46. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan (DPR/anggota)
47. RUU tentang Komoditas Khas (DPR/anggota)
48. RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (DPR/anggota)
49. RUU tentang Bank Makanan (DPR/anggota)
50. RUU tentang Hukum Acara Perdata (Pemerintah)
51. RUU tentang Narkotika dan Psikotropika (Pemerintah)
52. RUU tentang Hukum Perdata Internasional (Pemerintah)
53. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (Pemerintah)
54. RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (Pemerintah)
55. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Pemerintah)
56. RUU tentang Pengadaan Barang dan Jasa Publik (Pemerintah)
57. RUU tentang Pelaksanaan Pidana Mati (RUU tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati) (Pemerintah)
58. RUU tentang Penyesuaian Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah) (Pemerintah)
59. RUU tentang Pemindahan Narapidana Antarnegara (Pemerintah)
60. RUU tentang Jaminan Benda Bergerak (Pemerintah)
61. RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Pemerintah)
62. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Pemerintah)
63. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan (Pemerintah)
64. RUU tentang Badan Usaha (Pemerintah)
65. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Pemerintah)
66. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Pemerintah)
67. RUU tentang Bahasa Daerah (DPD).
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Bos BGN Sebut 8.344 Dapur MBG Didanai Masyarakat
Jakarta –
Badan Gizi Nasional (BGN) melaporkan telah terbangun 8.344 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur Makan Bergizi Gratis (MBG). Fasilitas ini dibangun 100% didanai oleh dana non-APBN.
Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan, Presiden Prabowo Subianto meminta BGN agar target sasaran program MBG kepada 82,9 juta penerima manfaat bisa dipenuhi akhir 2025.
“Alhamdulillah sampai hari ini, sampai pagi ini, sudah ada 8.344 SPPG dan itu 100% dari 8.344 itu didanai oleh dana masyarakat. Jadi, ini kontribusi masyarakat yang luar biasa,” kata Dadan dalam acara Penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2025).
Dadan mengatakan, pada tahun ini pihaknya mendapatkan anggaran Rp 71 triliun dan ditargetkan membangun 5.000 SPPG untuk melayani 17,5 juta penerima manfaat. Setelah program ini berjalan, pihaknya menerima aduan dari masyarakat, masih banyak yang belum dan ingin segera mendapat manfaat dari program MBG. Selaras dengan itu, Prabowo menaikkan target penerima manfaat MBG menjadi 82,9 juta.
Lebih lanjut Dadan mengatakan, BGN telah menyiapkan dana Rp 6 triliun dari APBN untuk membangun 1.542 SPPG. Namun sampai saat ini, proses pembangunan belum bisa dilaksanakan.
Pihaknya menjalin kerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menetapkan lokasi dan merealisasikan pembangunan tersebut.
“Alhamdulillah saya mendapatkan komitmen dari Kementerian PU bahwa di PU juga ada dana yang bisa digunakan, yang bisa mempercepat itu, sehingga nanti untuk daerah-daerah terpencil saya kira dana APBN akan ada,” ujar Dadan.
Tonton juga video “Komisi IX DPR Minta BGN Tak Ragu Kasih Sanksi ke SPPG” di sini:
(shc/ara)
-

PDIP Soroti Mutu Layanan Jaminan Kesehatan, Charles Honoris Ingatkan Akses Tanpa Kualitas Hanya Ilusi
Jakarta (beritajatim.com) – Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bidang Jaminan Sosial, Charles Honoris, menilai meski cakupan jaminan kesehatan nasional sudah mencapai 98,3 persen dari 280 juta penduduk Indonesia, kualitas layanan kesehatan belum sepenuhnya terpenuhi di lapangan.
“Fakta di lapangan masih menunjukkan adanya berbagai tantangan serius, baik itu ketimpangan layanan antara kota besar dan daerah terpencil, lalu banyaknya antrian yang masih terjadi di rumah sakit-rumah sakit,” kata Charles dalam peringatan Hari Keselamatan Pasien Sedunia bertema ‘Seluruh Rakyat Berhak Sehat’ yang digelar DPP PDIP di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Charles menekankan, di balik angka statistik yang terlihat impresif, terdapat rakyat yang menaruh harapan besar terhadap layanan kesehatan yang bermutu dan berkeadilan. Menurutnya, jaminan kesehatan yang luas harus dibarengi dengan peningkatan mutu layanan secara merata agar benar-benar memberi manfaat nyata.
“Semua ini berdampak langsung pada kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan nasional kita dan negara tidak boleh berhenti pada kebanggaan angka semata karena akses tanpa mutu adalah ilusi,” tegasnya.
Ia menyoroti masih banyak daerah terpencil yang minim sarana, prasarana, dan tenaga kesehatan. Akibatnya, masyarakat harus menempuh perjalanan jauh untuk mendapat layanan kesehatan yang seharusnya tersedia di dekat tempat tinggal. Persoalan keterbatasan distribusi tenaga medis dan standar pelayanan yang belum merata juga menambah beban pasien, termasuk waktu tunggu yang masih panjang di banyak rumah sakit.
Melalui momentum Hari Keselamatan Pasien Sedunia, Charles mendorong penguatan sistem rujukan kesehatan agar lebih efisien dan tidak hanya menumpuk di rumah sakit besar. “Artinya, kami bukan hanya mengkritik, tetapi juga akan menghadirkan solusi. Peringatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan sebuah pengingat bahwa keselamatan pasien adalah penting, dari pelayanan kesehatan yang bermutu dan menjadi hak mendasar setiap warga negara,” ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR RI tersebut. [hen/beq]
-

BGN: 51 SPPG program MBG di Makassar telah beroperasi
“SPPG bukan hanya dapur gizi, tapi juga mesin penggerak ekonomi rakyat. Pelaku usaha lokal, petani, hingga UMKM pangan kita libatkan agar perputaran ekonomi tetap hidup,”
Makassar (ANTARA) – Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) bersama Komisi IX DPR RI terus mensosialisasikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai upaya pencegahan stunting dengan mendirikan 51 dapur Sentra Produksi Pangan Gizi (SPPG) dan kini telah beroperasi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
“SPPG bukan hanya dapur gizi, tapi juga mesin penggerak ekonomi rakyat. Pelaku usaha lokal, petani, hingga UMKM pangan kita libatkan agar perputaran ekonomi tetap hidup,” ujar perwakilan BGN Adib Alfikry melalui keterangannya tertulisnya diterima, Rabu.
Ia mengungkapkan ada dimensi ekonomi dari program MBG. Dari catatan, per September 2025 sebanyak 51 SPPG sudah beroperasi di Kota Makassar. SPPG tersebut, kata dia, merupakan elemen utama dalam program MBG dengan menyiapkan makanan bergizi diberikan ke penerima manfaat.
Anggota Komisi IX DPRD RI Ashabul Kahfi mengemukakan, MBG bukan sekadar program bantuan makanan, melainkan instrumen strategis negara untuk memutus rantai stunting dan meningkatkan kualitas generasi bangsa.
“Program MBG adalah investasi masa depan bangsa. Jika gizi anak sejak dini tidak terpenuhi, maka kita sedang mempertaruhkan kualitas SDM (sumber daya manusia) Indonesia. Ini bukan lagi isu kesehatan, tapi isu peradaban,” tutur Anggota Komisi IX DPRD RI Ashabul Kahfi.
Menurutnya, kualitas pangan dan gizi merupakan kunci utama dalam menciptakan sumber daya manusia yang unggul. Program MBG juga sejalan visi Indonesia 2045 terciptanya generasi emas yang mampu membawa Indonesia menjadi negara maju.
Sementara itu, Akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Syamsul Tomar menambahkan, stunting harus dilihat sebagai ancaman multidimensi.
oleh karena itu kasus stunting di Indonesia harus segera diatasi, salah satunya yakni dengan program MBG yang di gagas Pemerintahan Prabowo Subianto-Giran Rakabuming Raka.
“Stunting bukan hanya tubuh anak yang pendek, tapi masa depan bangsa yang dipangkas. MBG ini hadir sebagai solusi nyata, sekaligus membuka jalan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan UMKM pangan,”paparnya
Melalui kolaborasi lintas sektor, program MBG diharapkan tidak hanya memperkuat daya tahan gizi anak-anak, tetap menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan.
Dengan demikian, program MBG berdiri sebagai program yang tajam menyasar dua masalah krusial bangsa stunting dan ketimpangan ekonomi lokal. Sosialisasi program MBG tersebut diikuti ratusan peserta dari masyarakat di Vann in Sky Makassar.
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Menkes Sebut ‘NutriGrade’ di RI Tinggal Tunggu Waktu, Targetnya Tahun Ini
Jakarta –
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin memastikan penetapan labeling seperti yang dilakukan Singapura pada minuman dengan kadar gula tinggi, akan ditetapkan tahun ini. Wacana tersebut semula muncul pasca kasus obesitas hingga diabetes terus meningkat, termasuk pada kelompok anak.
Regulasi baru semacam ini diharapkan bisa meningkatkan ‘awareness’ atau literasi di lingkup masyarakat agar lebih bijak memilih makanan maupun minuman yang dikonsumsi. Label sehat di Singapura dinamakan ‘NutriGrade’ dengan mengkategorikan kelompok makanan berdasarkan level A, B, C, dan D.
Masyarakat dengan mudah mengenali makanan ataupun minuman yang termasuk kelompok D adalah paling tidak sehat, sementara kelompok A sebaliknya.
“NutriGrade sama BPOM RI sebenarnya pembahasannya sudah final, kita akan tiru yang di Singapura itu, tinggal tunggu ‘timingnya’ saja,” beber Menkes kepada wartawan, pasca rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senin (15/9/2025).
Menkes Budi menekankan target pemerintah tetap di tahun ini.
“Targetnya bisa tahun ini,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi menegaskan saat ini tahapan penetapan NutriGrade masih menunggu hasil sosialisasi dengan masyarakat dan pihak industri.
“Tahapan-tahapan ini harus kita lakukan, ini juga merupakan salah satu masukan dari konsultasi publik,” tegas dia kepada detikcom Selasa (9/9).
Hal ini menurut dr Nadia membuat sisi industri maupun masyarakat benar-benar siap saat label resmi ditetapkan. Sembari sosialisasi berjalan, dr Nadia juga menyebut tetap meningkatkan edukasi untuk pola makan sehat, tidak mengonsumsi tinggi gula, garam dan lemak (GGL), demi menekan insiden kasus penyakit tidak menular.
“Kita juga saat ini masih melakukan penetapan kadar maksimum gula garam lemak juga bersama Kemenko PMK untuk penerapan kewajiban labelling ya,” tandas dia.
Halaman 2 dari 2
(naf/up)
-

Video Menkes Budi Cari Mekanisme Pengajuan Tambahan Anggaran Kemenkes
Jakarta – Pagu anggaran Kementerian Kesehatan RI sebesar Rp 114 triliun untuk tahun anggaran 2026, telah disetujui oleh Komisi IX DPR RI. Persetujuan anggaran tersebut dicapai dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin di ruang rapat komisi IX DPR RI pada Senin (15/9) siang.
Setelah ditemui saat rapat, Menkes akui ingin mencari mekanisme untuk mengajukan tambahan pada anggaran 2026. Menurutnya anggaran Rp 114 triliun tersebut belum termasuk program rutin Kemenkes seperti Cek Kesehatan Gratis, vaksin, dan obat-obatan.
(/)
