Kementrian Lembaga: Komisi IX DPR RI

  • Saling Silang Pendapat Soal Setop MBG

    Saling Silang Pendapat Soal Setop MBG

    Jakarta

    Kini sorotan masyarakat tertuju pada polemik evaluasi program Makan Bergizi Gratis. Ketua DPR, Puan Maharani mendorong adanya perbaikan sistem di masa depan agar berita miring mencuat di masyarakat soal program ini tidak semakin menjadi-jadi. Usulan Puan ini berkaitan dengan adanya temuan sejumlah keracunan yang diduga berasal dari makanan yang disajikan dalam MBG.

    “Ya harus selalu dilakukan evaluasi untuk bisa ditindaklanjuti, untuk bisa pelaksanaannya di lapangan bisa menjadi lebih baik dan jangan sampai kemudian anak-anak yang kemudian dirugikan,” kata Puan dikutip dari detikNews, Senin (22/9/2025).

    Sejalan dengan Puan, Anggota Komisi IX DPR Ashabul Kahfi sepakat dengan adanya evaluasi sistem MBG yang sudah berjalan. Meski demikian, dirinya tidak setuju bila Makan Bergizi Gratis (MBG) akibat maraknya kasus keracunan yang menimpa ribuan siswa di sejumlah daerah.

    “Kalau ada yang bilang program MBG harus dihentikan karena ada kasus keracunan atau menu basi, menurut saya itu keliru. Program ini punya tujuan mulia, yakni memastikan masyarakat…,” kata Ashabul dikutip dari detikNews, Rabu (24/9/2025).

    Ia kemudian menyoroti beberapa titik krusial MBG yang menurutnya perlu segera dibenahi. Beberapa diantaranya adalah rantai distribusi hingga kapasitas penyedia makanan, terutama UMKM atau katering yang terlibat. Ia menuntut adanya pelatihan tentang higienitas, standar gizi, dan keamanan pangan, sehingga kualitasnya seragam di seluruh daerah.

    “Lakukan edukasi masyarakat. Orang tua, guru, bahkan siswa, harus paham bagaimana mengenali makanan yang tidak layak konsumsi, sehingga pengawasan tidak hanya dari pemerintah tapi juga dari lingkungan sekitar,” kata Ashabul.

    Sisi kontra muncul dari Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI). Dalam kesempatannya di Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI pada Senin (22/9/2025) lalu, Koordinator Program dan Advokasi JPPI, Ari Hadianto, menyampaikan jika MBG harus dihentikan.

    “Tolong wakilkan kami untuk sampaikan ini kepada ke Pak Prabowo. Pertama, hentikan program MBG sekarang juga. Ini bukan kesalahan teknis, tapi kesalahan sistem di BGN karena kejadiannya menyebar di berbagai daerah,” kata Ari dalam rapat tersebut.

    Terkait polemik ini, Ketua Badan Gizi Nasional (BGN) ikut menanggapi. Baginya sekarang hal yang dapat dilakukan adalah menanti arahan langsung dari presiden.

    “Saya ikut arahan Presiden, tidak berani mendahului,” ujar Ketua BGN Dadan Hindayana kepada wartawan, Rabu (24/9/2025).

    Seperti diketahui, program MBG merupakan salah satu program yang diusung Prabowo saat masa kampanye Capres 2024 lalu. Program ini menarget 80 juta lebih penerima manfaat dari seluruh Indonesia.

    Terlepas dari hal tersebut, detikSore hari ini akan mengulas sebesar apa gizi yang dibutuhkan oleh anak-anak usia sekolah. Menghadirkan Ahli Gizi Felix Zulhendri, detikSore juga akan mengulas bagaimana makanan dapat menjadi racun apabila tidak diolah dengan benar. Ikuti diskusinya dalam Editorial Review.

    Beralih ke Bali, detikSore akan membahas mengenai update terbaru kasus turis asal Australia yang dikabarkan harus membayar 69 juta rupiah untuk vaksin rabies. Adalah Flavia McDonald, suaminya, dan putri mereka yang berusia 12 tahun, Lorena, terbang ke Pulau Dewata pada Hari Ayah sebagai kejutan liburan dadakan bagi keluarga. Naas, saat mengunjungi Monkey Forest Ubud, putri mereka terkena gigitan salah satu monyet di sana. Lalu, benarkah mereka harus mengeluarkan membayar vaksin dengan harga tersebut? Apa update terbaru dari kasus ini? Simak liputannya bersama jurnalis detikcom selengkapnya.

    Pada penghujung acara nanti, Detik Sore akan kedatangan musisi ibu kota, Eros Tjokro. Dirinya kembali dengan karya terbaru berjudul “Sama Sama Mau”, sebuah lagu pop yang menangkap manisnya fase talking stage-saat dua orang saling tertarik, saling faham perasaan masing-masing, tapi belum benar-benar berani melangkah lebih jauh. Diciptakan oleh Pringgo Aryo dan Eros Tjokro, lagu ini bercerita tentang dua orang yang saling ingin, namun hanya bisa mencuri waktu di tengah kesibukan mereka. Apa cerita menarik dibalik lagu ini? Simak penampilan dan obrolannya hanya dalam segmen Sunsetalk.

    Ikuti terus ulasan mendalam berita-berita hangat detikcom dalam sehari yang disiarkan secara langsung langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 15.30-18.00 WIB, di 20.detik.com dan TikTok detikcom. Jangan ketinggalan untuk mengikuti analisis pergerakan pasar saham jelang penutupan IHSG di awal acara. Sampaikan komentar Anda melalui kolom live chat yang tersedia.

    “Detik Sore, Nggak Cuma Hore-hore!”

    (far/vys)

  • Legislator Tak Setuju Program MBG Dihentikan: Benahi Sistemnya

    Legislator Tak Setuju Program MBG Dihentikan: Benahi Sistemnya

    Jakarta

    Anggota Komisi IX DPR Ashabul Kahfi tidak sepakat dengan usulan Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan usai ribuan siswa menjadi korban keracunan. Ashabul menilai bahwa program ini tujuannya mulia.

    “Kalau ada yang bilang program MBG harus dihentikan karena ada kasus keracunan atau menu basi, menurut saya itu keliru. Program ini punya tujuan mulia, yakni memastikan masyarakat,” kata Ashabul kepada wartawan, Rabu (24/9/2025).

    “Khususnya anak-anak sekolah dan kelompok rentan, mendapat makanan sehat dan bergizi. Kalau ada masalah, yang dibenahi adalah sistemnya, bukan programnya dihentikan,” tambahnya.

    Selanjutnya, Ashabul memberikan lima saran dalam membenahi masalah tersebut. Pertama, lanjut dia yakni harus memperketat standar kualitas dan pengawasan. Artinya mulai dari pemilihan bahan, proses memasak, penyimpanan, sampai distribusi, semua harus diawasi secara ketat oleh Dinas Kesehatan dan BPOM.

    Kemudian, melakukan perbaikan rantai distribusi dan penyimpanan. Sebab, dia menilai banyak kasus terjadi karena makanan basi dalam perjalanan.

    Dia juga menyinggung peningkatan kapasitas penyedia makanan, terutama UMKM atau katering yang terlibat. Menurut dia, perlu pelatihan tentang higienitas, standar gizi, dan keamanan pangan, sehingga kualitasnya seragam di seluruh daerah.

    “Lakukan edukasi masyarakat. Orang tua, guru, bahkan siswa, harus paham bagaimana mengenali makanan yang tidak layak konsumsi, sehingga pengawasan tidak hanya dari pemerintah tapi juga dari lingkungan sekitar,” kata dia.

    “Jadi solusinya bukan menghentikan MBG. Justru dengan pembenahan bertahap ini, program bisa lebih kuat, lebih aman, dan benar-benar menjadi instrumen negara dalam mewujudkan masyarakat yang sehat dan cerdas,” ujarnya.

    Sebelumnya, Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI) meminta agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan. Hal ini menindaklanjuti sejumlah temuan kasus keracunan terhadap siswa setelah mengonsumsi MBG.

    Koordinator Program dan Advokasi JPPI, Ari Hadianto, menyampaikan hal itu di rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI, Senin (22/9/2025). Ari menyebutkan temuan dugaan keracunan lantaran ada kesalahan sistem di BGN.

    “Tolong wakilkan kami untuk sampaikan ini kepada ke Pak Prabowo. Pertama, hentikan program MBG sekarang juga. Ini bukan kesalahan teknis, tapi kesalahan sistem di BGN karena kejadiannya menyebar di berbagai daerah,” kata Ari dalam rapat tersebut.

    Ia berharap siswa tidak dijadikan target politik. Ari meminta yang harus diprioritaskan saat ini adalah keselamatan dan tumbuh kembang anak.

    “Jadi jangan jadikan anak itu dari target-target program politik yang akhirnya malah menyampingkan keselamatan anak dan tumbuh kembang anak,” ujar Ari.

    “Maka kami meminta dengan hormat kepada para Bapak Ibu anggota Dewan anggota Komisi IX, sampaikan rekomendasi ini kepada Pak Presiden dan kami minta hentikan MBG dan evaluasi total,” ungkapnya.

    (azh/idn)

  • BGN Tolak Usulan Makan Gratis Diberikan Dalam Bentuk Uang Tunai

    BGN Tolak Usulan Makan Gratis Diberikan Dalam Bentuk Uang Tunai

    Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP, Charles Honoris, sempat mengusulkan pemberian Makan Bergizi Gratis (MBG) diberikan dalam bentuk tunai kepada orang tua siswa. Hal ini diusulkan lantaran banyaknya kasus keracunan di beberapa daerah.

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menolak usulan tersebut. Ia menyebut MBG jadi program prioritas presiden untuk intervensi gizi secara langsung.

    Klik di sini untuk melihat video lainnya!

  • Video JPPI Minta Prabowo Hentikan Program MBG Buntut Ramai Kasus Keracunan

    Video JPPI Minta Prabowo Hentikan Program MBG Buntut Ramai Kasus Keracunan

    Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI) merekomendasikan kepada Presiden Prabowo Subianto agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan. Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI, pada Senin (22/9).

    Saran tersebut diberikan buntut sejumlah temuan kasus keracunan terhadap siswa setelah mengonsumsi MBG.

  • Komisi IX DPR pastikan pembahasan RUU Ketenagakerjaan jadi prioritas

    Komisi IX DPR pastikan pembahasan RUU Ketenagakerjaan jadi prioritas

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari memastikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan tetap menjadi prioritas pembahasan demi membentuk ekosistem ketenagakerjaan yang lebih adil dan inklusif bagi pekerja.

    Hal ini menyusul RUU tersebut yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025-2026.

    “Kami sesuai tentunya dengan arahan dari pimpinan DPR untuk ini juga menjadi salah satu prioritas dari Komisi IX untuk bisa segera diselesaikan di bidang legislasi. Kita upayakan untuk bisa secepatnya,” kata Putih usai Rapat Panja RUU Ketenagakerjaan pertama bersama setidaknya 20 serikat/konfederasi pekerja/buruh yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa.

    Meski demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin terburu-buru dalam menyelesaikan RUU ini, karena ingin mendengar lebih banyak masukan dan aspirasi dari para pemangku kepentingan lainnya seperti serikat pekerja hingga akademisi.

    “Saya kira dari kelompok masyarakat yang lain yang mungkin (bisa ikut dilibatkan), seperti nanti dari akademisi, akan kami libatkan. Lalu juga dari sisi pengusaha pasti juga harus kita dengarkan masukan-masukannya,” ujar Putih.

    “Termasuk juga mungkin (kami) akan mengundang kembali perwakilan-perwakilan dari serikat pekerja karena banyak (isu dan usulan), perlu pendalaman-pendalaman lebih lanjut dari apa yang sudah diusulkan yang sifatnya general dan belum spesifik terkait dengan hal-hal yang memang perlu diperjuangkan di dalam RUU Ketenagakerjaan,” imbuhnya.

    Putih mengatakan, langkah awal yang dilakukan badan legislatif adalah dengan menggelar Rapat Panja RUU Ketenagakerjaan pertama bersama setidaknya 20 serikat/konfederasi pekerja/buruh.

    Sejumlah topik dan masukan dari serikat pekerja di antaranya mengenai upah yang laik, perlindungan pekerja rentan, pencegahan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kepastian pesangon yang diterima setelah di-PHK dari perusahaan, hingga penghapusan sistem outsourcing.

    Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan bahwa RUU Ketenagakerjaan berupaya menghadirkan regulasi yang lebih komprehensif, adil, dan adaptif, dengan menyeimbangkan perlindungan pekerja dan kepastian usaha, serta mengintegrasikan putusan-putusan MK.

    “RUU Ketenagakerjaan ini disusun dengan semangat untuk menghadirkan kepastian hukum dan perlindungan yang lebih adil bagi pekerja, sekaligus memberi ruang bagi dunia usaha agar tetap tumbuh,” kata Puan pada Senin (22/9).

    Ia menyampaikan, DPR dalam pembahasan RUU Ketenagakerjaan akan mengintegrasikan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi, termasuk soal perlindungan upah, aturan pemagangan, pembatasan alih daya, serta jaminan sosial bagi pekerja formal maupun informal. Ia juga menegaskan pentingnya dialog sosial, antara serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • RUU Ketenagakerjaan Dibahas, Buruh Singgung soal Outsourcing, PHK & Pesangon

    RUU Ketenagakerjaan Dibahas, Buruh Singgung soal Outsourcing, PHK & Pesangon

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan buruh menyinggung perihal pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kepastian pesangon dalam pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Ketenagakerjaan bersama Komisi IX DPR RI pada hari ini, Selasa (23/9/2025).

    Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) salah satunya mendorong agar kepastian pesangon karyawan yang menjadi korban PHK dapat diakomodasi dalam rancangan beleid tersebut.

    Perwakilan KSPSI Roy Jinto menekankan pentingnya kepastian pesangon buruh di tengah maraknya kejadian PHK di Tanah Air dalam beberapa waktu terakhir.

    “Salah satu contohnya adalah banyak perusahaan-perusahaan yang mempailitkan dirinya dalam tanda kutip untuk menghindari membayar pesangon,” kata Roy dalam rapat panitia kerja RUU Ketenagakerjaan di Komisi IX DPR RI, Selasa (23/9/2025).

    Lebih lanjut, dia lantas menjelaskan bahwa kebijakan PHK oleh perusahaan perlu terlebih dahulu melewati prosedur musyawarah bipartit, sehingga terdapat proses yang lebih berimbang.

    KSPSI lantas menyinggung perihal maraknya hubungan kerja alih daya alias outsourcing dan perjanjian kerja dengan waktu tertentu (PKWT), yang semestinya hanya berlaku untuk jenis pekerjaan sementara dan baru serta tidak melebihi tiga tahun.

    Oleh karenanya, KSPSI berharap masukan-masukan ini turut menjadi catatan bagi legislator dalam merumuskan RUU Ketenagakerjaan.

    Semetara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menyoroti perihal kesenjangan upah minimum di berbagai daerah di Indonesia. Presiden KSPN Ristadi mengusulkan agar RUU Ketenagakerjaan yang baru dapat mengakomodasi upah minimum sektoral secara nasional.

    “Kesenjangan upah yang begitu mencolok ini tidak adil bagi pekerja secara umum untuk ikut menikmati hasil pertumbuhan ekonomi secara nasional. Kami dari KSPN ingin mengusulkan, ini agak radikal, yaitu diberlakukannya upah minimum sektoral secara nasional,” katanya.

    Dia memaparkan, kebijakan kenaikan upah minimum nasional yang dipukul rata sebesar 6,5% seperti tahun ini hanya akan menambah kesenjangan upah buruh antardaerah.

    Itu sebabnya, KSPN mendorong agar kesenjangan upah minimum antardaerah berkurang, salah satunya dengan penerapan persentase kenaikan yang lebih tinggi bagi daerah dengan upah minimum rendah.

    Sementara itu, Komisi IX DPR RI memastikan bahwa pembahasan RUU Ketenagakerjaan yang baru dimulai akan menghasilkan UU baru, bukan merupakan revisi UU.

    Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago memandang bahwa proses legislasi dalam Omnibus Law Ketenagakerjaan banyak memicu reaksi masyarakat sipil, termasuk buruh, sehingga parlemen dan pemerintah disebutnya juga perlu berbenah diri.

    Oleh karena itu, dia menyebut bahwa DPR bakal duduk bersama kalangan buruh hingga pengusaha untuk membahas secara terperinci mengenai pokok-pokok rancangan beleid baru ini.

    “Sehingga nanti undang-undang ini yang akan kami buat, itu justru undang-undang baru, ya, bukan revisi. Dan undang-undang ini akan dikerjakan secara komprehensif,” kata Irma dalam rapat.

  • RUU Ketenagakerjaan Dibahas, Ini Poin-Poin Penting Usulan Buruh

    RUU Ketenagakerjaan Dibahas, Ini Poin-Poin Penting Usulan Buruh

    Bisnis.com, JAKARTA — Sebanyak 22 konfederasi serikat buruh di Indonesia membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Ketenagakerjaan baru bersama Komisi IX DPR RI pada hari ini, Selasa (23/9/2025).

    Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat menyampaikan bahwa pada pokoknya, kalangan buruh meminta agar ketentuan-ketentuan yang merugikan buruh dari UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja alias Omnibus Law Ketenagakerjaan dapat dihapus.

    “Yang pertama misalnya soal mudahnya PHK, ketidakpastian kerja, ketidakpastian income, upah murah dan sebagainya itu kita lawan. Termasuk outsourcing, kontrak, magang dan sebagainya,” kata Jumhur saat ditemui wartawan usai rapat panja RUU Ketenagakerjaan di Gedung DPR RI, Jakarta.

    Poin berikutnya terkait dengan disparitas upah antardaerah. Menurut Jumhur, buruh mengusulkan agar upah minimum di daerah yang terbilang rendah dapat dinaikkan, mengikuti perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL).

    Menurutnya, KHL pun perlu diartikan ulang seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Selanjutnya, buruh juga mengusulkan tentang perlindungan pekerja platform, misalnya ojek daring (ojol).

    “Kemudian juga soal tenaga kerja asing, tenaga kerja asing itu selama ini dipermudah sekarang. Jadi intinya mengambil alih tenaga lapangan kerja yang harusnya bisa diambil oleh orang Indonesia, itu juga jadi catatan khusus,” lanjutnya.

    Di samping itu, Jumhur memaparkan bahwa pihaknya juga membahas perihal Komite Pengawas Ketenagakerjaan. Buruh mengusulkan anggota komite bersifat tripartit, yakni melibatkan unsur pemerintah, swasta, dan pekerja itu sendiri.

    “Jadi, ada orang yang mengawasi secara sama-sama. Kalau hanya pemerintah saja, itu selama ini menjadi komplain, tidak berhasil adil begitu, lah,” ujar mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) ini.

    Sementara itu, Komisi IX DPR RI memastikan bahwa pembahasan RUU Ketenagakerjaan yang baru dimulai akan menghasilkan UU baru, bukan merupakan revisi UU.

    Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago memandang bahwa proses legislasi dalam Omnibus Law Ketenagakerjaan banyak memicu reaksi masyarakat sipil, termasuk buruh, sehingga parlemen dan pemerintah disebutnya juga perlu berbenah diri.

    Oleh karena itu, dia menyebut bahwa DPR bakal duduk bersama kalangan buruh hingga pengusaha untuk membahas secara terperinci mengenai pokok-pokok rancangan beleid baru ini.

    “Sehingga nanti undang-undang ini yang akan kami buat, itu justru undang-undang baru, ya, bukan revisi. Dan undang-undang ini akan dikerjakan secara komprehensif,” kata Irma dalam rapat.

  • Serikat buruh soroti isu PHK hingga upah dalam RUU Ketenagakerjaan

    Serikat buruh soroti isu PHK hingga upah dalam RUU Ketenagakerjaan

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah serikat pekerja/buruh menyoroti sejumlah isu ketenagakerjaan seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga upah laik agar dapat diselesaikan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan yang masuk sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025-2026.

    Hal tersebut disampaikan oleh setidaknya 20 serikat/konfederasi pekerja/buruh dalam Rapat Panja bersama Komisi IX DPR RI yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa.

    “Pertama kami (menyoroti) soal mudahnya (perusahaan) melakukan PHK, ketidakpastian kerja dan income, dan outsourcing. Kita harap bisa mencari formula yang adil untuk semua pihak (pekerja dan perusahaan),” kata Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Moh Jumhur Hidayat saat ditemui usai rapat panja tersebut.

    Lebih lanjut, Jumhur juga menyoroti pemberian upah bagi pekerja yang mengikuti kebutuhan hidup layak (KHL), serta meminta pemerintah agar bisa mengatasi adanya kesenjangan upah di berbagai daerah di Indonesia.

    “Selanjutnya adalah soal (mitra) ojol (ojek online) dan pekerja platform. Driver ojol harus didefinisikan sebagai pekerja agar mendapatkan kepastian perlindungan bagi mereka,” ujar Jumhur.

    Selain itu, serikat buruh juga mendorong pemerintah agar komite pengawas dapat melibatkan pendekatan tripartit yang meliputi pemerintah, pekerja, dan dunia usaha agar penyelesaian masalah di lapangan bisa adil.

    Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengusulkan agar rancangan UU ini dapat mengakomodasi upah minimum sektoral secara nasional menyusul keterkaitannya dengan dengan kesenjangan upah pekerja antardaerah di Indonesia.

    “Kesenjangan upah yang begitu mencolok ini tidak adil bagi pekerja secara umum untuk ikut menikmati hasil pertumbuhan ekonomi secara nasional,” kata Ristadi.

    Ia mengusulkan pemberlakuan upah minimum sektoral secara nasional untuk bisa dilakukan secara bertahap dengan adanya masa transisi.

    Lebih lanjut, perwakilan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Roy Jinto menekankan pentingnya kepastian pesangon bagi karyawan korban PHK, penghapusan sistem outsourcing, hingga pembatasan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang misalnya tidak melebihi 3 atau 5 tahun.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPR Singgung Omnibus Law Cipta Kerja saat Rapat Bahas RUU Ketenagakerjaan

    DPR Singgung Omnibus Law Cipta Kerja saat Rapat Bahas RUU Ketenagakerjaan

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi IX DPR RI memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Ketenagakerjaan yang baru dimulai akan menghasilkan UU baru, bukan merupakan revisi UU.

    Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago menyampaikan bahwa parlemen menerima pelbagai masukan dan pokok pikiran 22 konfederasi serikat buruh dalam rapat panitia kerja (Panja) RUU Ketenagakerjaan pada hari ini.

    “Sehingga nanti undang-undang ini yang akan kami buat, itu justru undang-undang baru, ya, bukan revisi. Undang-undang ini akan dikerjakan secara komprehensif,” kata Irma dalam rapat di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (23/9/2025).

    Politisi Partai Nasdem ini lantas menyinggung proses legislasi UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja alias Omnibus Law Ketenagakerjaan yang saat itu berlangsung di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

    Irma memandang bahwa proses legislasi tersebut banyak memicu reaksi masyarakat sipil, termasuk buruh, sehingga parlemen dan pemerintah disebutnya juga perlu berbenah diri.

    Oleh karena itu, dia menyebut bahwa DPR bakal duduk bersama kalangan buruh hingga pengusaha untuk membahas secara terperinci mengenai pokok-pokok rancangan beleid baru ini.

    “Semuanya akan kami akomodir satu demi satu masukan-masukan yang betul-betul bisa membuat undang-undang ini menjadi undang-undang yang memang bermaslahat,” tutur Irma.

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh menegaskan apabila pembahasan ini memuat perubahan hingga 80% dari UU yang ada, maka pihaknya akan mengeluarkan UU baru.

    Mengingat usulan buruh yang banyak menggarisbawahi perihal perlindungan pekerja, maka dia mengusulkan draf ini diberi nama RUU Perlindungan dan Kesejahteraan Pekerja.

    Diberitakan sebelumnya, sejumlah serikat buruh bersama Komisi IX DPR RI mulai membahas Rancangan Undang-undang tentang Perubahan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan (RUU Ketenagakerjaan). Kalangan buruh menyampaikan pandangan dan masukan terkait pokok-pokok pikiran terkait rancangan beleid tersebut.

    Pandangan pertama disampaikan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), yang diwakili Roy Jinto. Dia menekankan bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pembahasan ini berlaku untuk UU yang baru, bukan revisi UU.

    “Karena ini adalah Undang-undang yang baru sesuai dengan Putusan MK No. 168, pertama adalah bahwa upah minimum kabupaten/kota ini kami mengusulkan menjadi wajib bagi daerah yang selama ini upah minimumnya adalah UMK,” katanya.

  • Ketua Banggar Tak Setuju MBG Disetop Imbas Marak Kasus Keracunan: Lebih Baik Deteksi Dini
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        23 September 2025

    Ketua Banggar Tak Setuju MBG Disetop Imbas Marak Kasus Keracunan: Lebih Baik Deteksi Dini Nasional 23 September 2025

    Ketua Banggar Tak Setuju MBG Disetop Imbas Marak Kasus Keracunan: Lebih Baik Deteksi Dini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah tidak setuju program Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan atau dibekukan sementara usai maraknya kasus gangguan pencernaan yang menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di berbagai tempat.
    Ia menilai, masalah keracunan itu sebenarnya bisa dideteksi lebih dini dan dievaluasi, alih-alih menyetop program yang belum genap setahun itu.
    Dia tidak memungkiri, banyaknya kasus keracunan perlu menjadi perhatian bersama.
    “Kalau dari sisi pemberitaan sampai Kepala Staf Kepresiden yang menyampaikan ada 5.300 sampai 5.800 yang keracunan, kita semua kan wajib prihatin. Tapi tidak berarti, tidak berarti ada konklusi harus di-setop. Jangan,” kata Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (23/9/2025).
    “Lebih baik mari kita deteksi dini, di mana letak masalahnya,” imbuh Said.
    Ia menyebut, evaluasi ditekankan pada sejumlah aspek. Termasuk, potensi keracunan lantaran rantai pasok dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum hingga sampai ke sekolah yang terlalu panjang.
    Solusinya kata Said, bisa saja dengan membagi jangkauan SPPG ke berbagai sekolah.
    “Apakah karena rantai pasok dari SPPG ke sekolah terlalu panjang? Karena 1 SPPG melayani 3.000, apakah itu bisa diperpendek? 1 SPPG cukup 1.500. Sehingga makanan bergizi gratis yang sampai di sekolah itu masih
    fresh from the oven
    ,” ucap Said.
    Evaluasi lainnya mencakup jeda waktu masak dengan penyajian makanan.
    Jeda waktunya bisa diperpendek, dari sebelumnya memasak jam 02.00 dini hari untuk disajikan pukul 12.00 WIB.
    “Jadi perlu pola baru. Atau skema-nya diubah, setiap sekolah ada satu SPPG, sehingga itu akan lebih menarik, dan lebih mudah dari sisi pengawasan,” jelas Said.
    Sebelumnya, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) meminta Komisi IX DPR RI agar mendesak Presiden Prabowo untuk menghentikan program MBG.
    “Ini rekomendasi dari kami, kami tujukan langsung kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo. Melalui forum yang sangat terhormat ini di depan Bapak Ibu anggota Komisi IX DPR RI, tolong wakilkan kami untuk sampaikan ini kepada Bapak Prabowo,” ujar Koordinator Program dan Advokasi JPPI Ari Hadianto, dalam RDPU bersama Komisi IX DPR.
    Ari Hadianto mengatakan, keselamatan anak-anak harus diutamakan dibanding ambisi politik maupun target program yang telah ditetapkan.
    “Utamakan keselamatan anak di atas ambisi politik dan target program. Jangan jadikan anak sebagai target program politik yang justru mengorbankan tumbuh kembang mereka,” ujar Ari, dalam RDPU bersama Komisi IX DPR.
    Menurut Ari, kasus keracunan massal akibat MBG di berbagai daerah bukan sekadar persoalan teknis, melainkan sistemik.
    Dalam rapat yang sama, peneliti dari Monash University Grace Wangge juga menilai, pemerintah perlu segera melakukan moratorium program.
    Menurut dia, kasus keracunan yang terus berulang membuat kepercayaan publik terhadap MBG semakin terkikis.
    “Dalam jangka pendek, kami berharap pemerintah mau legawa untuk melakukan moratorium. Karena tidak bisa ditunda lagi, ini sudah sembilan bulan,” kata Grace.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.