Respons Puan soal Komisi III Dilaporkan ke MKD Gara-gara RUU KUHAP
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua DPR RI Puan Maharani merespons adanya laporan Koalisi Masyarakat Sipil terhadap anggota Komisi III DPR RI ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), terkait proses pembahasan Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Puan mengatakan, Komisi III telah menjelaskan secara terbuka dalam rapat paripurna bahwa pembahasan
RUU KUHAP
melewati proses panjang dan melibatkan banyak pihak.
“Oh, tadi seperti yang disampaikan dalam rapat paripurna oleh Ketua Komisi III bahwa proses ini sudah berjalan hampir 2 tahun, sudah melibatkan banyak sekali
meaningful participation
,” kata Puan, setelah rapat paripurna pengesahan RUU KUHAP di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Puan memaparkan, Komisi III telah menerima sekitar 130 masukan dari berbagai kalangan dan melakukan kunjungan ke sejumlah daerah untuk menjaring aspirasi publik.
“Sudah dari kurang lebih 130 masukan, kemudian sudah apa, mutar-mutar di beberapa banyak wilayah Indonesia, Jogja, Sumatera, Sulawesi, dan lain-lain sebagainya,” ucap dia.
Menurut Puan, masukan untuk RUU KUHAP sudah dikumpulkan sejak 2023, sehingga proses legislasi berjalan panjang dan tidak terburu-buru.
Oleh karena itu, dia menilai penyelesaian revisi ini sangat penting mengingat KUHAP telah berlaku selama 44 tahun tanpa perubahan signifikan.
“Jadi, kalau tidak diselesaikan dalam proses yang sudah berjalan hampir 2 tahun, tentu saja kemudian tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah yang sudah 44 tahun undang-undang ini berlaku,” tutur Puan.
Dia juga menegaskan bahwa pembaruan KUHAP dilakukan dengan melibatkan banyak pihak dan bertujuan menyesuaikan hukum acara pidana dengan perkembangan zaman.
“Dan banyak sekali hal-hal yang diperbaharui yang sudah melibatkan banyak pihak yang kemudian dalam pembaharuannya itu berpihak kepada hukum yang mengikuti zaman atau hukum-hukum atau undang-undang yang berlaku sekarang,” kata Puan.
Meski begitu, Puan menyatakan, pimpinan DPR menghormati seluruh mekanisme yang berlaku soal tindak lanjut laporan masuk ke MKD DPR RI.
“Jadi, terkait dengan laporan di MKD, kita ikuti dulu prosesnya seperti apa, nanti tentu saja laporan dari MKD akan berproses dan dilaporkan kepada pimpinan,” pungkas dia.
Untuk diketahui, sehari sebelum pengesahan RUU KUHAP, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP melaporkan anggota Komisi III DPR RI ke MKD DPR RI, Senin (17/11/2025).
Mereka menilai, Komisi III melanggar kode etik dalam proses legislasi.
Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan mengatakan, pengaduan tersebut diajukan karena proses pembahasan RUU KUHAP dinilai tertutup dan tidak melibatkan publik secara substansial.
“Laporan atau pengaduan ini kami tempuh karena dalam proses panjang pembahasan KUHAP ini, setidak-tidaknya sejak bulan Mei 2025 lalu, kami tidak melihat proses ini dilandasi atau berbasis partisipasi publik yang bermakna,” ujar dia.
Fadhil juga menyinggung undangan rapat pada 8 Mei 2025 yang disebut sebagai diskusi informasi, namun kemudian diklaim sebagai rapat dengar pendapat umum (RDPU).
“Padahal dalam undangan, dalam perihal undangan dalam komunikasi tidak disebut sebagai RDPU,” tegas dia.
Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana menambahkan, Panja RUU KUHAP mengabaikan ketentuan dalam proses legislasi.
“Para anggota Panja (RUU KUHAP) ini kami nilai melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya dalam konteks penyusunan legislasi,” ujar dia.
Koalisi menilai, para anggota Komisi III telah melanggar kode etik, asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), serta ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Mereka juga menegaskan bahwa revisi KUHAP tidak mencerminkan
meaningful participation
.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Komisi III DPR RI
-
/data/photo/2025/05/26/6834612044177.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Respons Puan soal Komisi III Dilaporkan ke MKD Gara-gara RUU KUHAP
-
/data/photo/2023/02/17/63eef838c0f07.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KUHP dan KUHAP Baru Berlaku Mulai 2 Januari 2026
KUHP dan KUHAP Baru Berlaku Mulai 2 Januari 2026
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menjelaskan, revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang telah disahkan menjadi undang-undang akan berlaku pada 2 Januari 2026.
KUHAP
yang baru akan berlaku berbarengan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (
KUHP
).
”
Komisi III
bersama rekan-rekan pemerintah mengucapkan syukur alhamdulillah atas telah selesainya pembahasan RUU tentang KUHAP yang sangat dibutuhkan seluruh penegak hukum di negeri ini,” ujar
Habiburokhman
dalam rapat paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, Selasa (18/11/2025).
“Yang akan mendampingi penggunaan KUHP sebagai hukum materil harus dilengkapi dengan hukum operasionalnya, yaitu KUHAP yang akan bersama-sama mulai berlaku 2 januari 2026,” sambungnya.
Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan, aparat penegak hukum terlalu kuat dalam KUHAP lama.
Oleh karena itu, poin penting dalam revisi KUHAP yang dilakukan oleh Komisi III adalah memperkuat posisi warga negara dalam hukum.
“Di KUHAP yang lama negara itu terlalu powerful, aparat penegak hukum terlalu powerful. Kalau di KUHAP yang baru warga negara diperkuat, diberdayakan haknya, diperkuat melalui juga penguatan profesi advokat sebagai orang yang mendampingi warga negara,” ujar Habiburokhman.
KUHAP baru
yang telah disahkan DPR disebutnya telah mengakomodasi kebutuhan kelompok rentan; memperjelas syarat penahanan; perlindungan dari penyiksaan; penguatan dan perlindungan hak korban; kompensasi; restitusi, rehabilitasi; hingga keadilan restoratif.
“KUHAP ini dalam penyusunan ini kami semaksimal mungkin berikhtiar untuk sedemikian mungkin memenuhi
meaningful participation
atau partisipasi yang bermakna,” ujar Habiburokhman.
“Sejak februari 2025 Komisi III DPR RI telah mengunggah naskah tentang KUHAP di laman dpr.go.id dan melakukan pembahasan DIM secara terbuka. Kemudian telah dilakukan RDPU setidaknya 130 pihak dari berbagai elemen masyarakat, akademisi, advokat, serta elemen penegak hukum,” sambungnya.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman saat membacakan laporan Komisi III dalam rapat paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, pada Selasa (18/11/2025).
Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Komisi III yang telah menyelesaikan dan mengesahkan
RKUHAP
menjadi undang-undang.
Menurutnya, kehadiran KUHAP baru menjadi pemicu bagi Polri untuk meningkatkan profesionalitas dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).
“Kami dari Polri mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh Komisi III yang hari ini alhamdulillah sudah menuntaskan
RUU KUHAP
menjadi KUHAP,” ujar Dedi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III, Selasa (18/11/2025).
“Dan Insya Allah KUHAP ini menjadi pemicu kami ya untuk lebih meningkatkan profesionalitas, kemudian juga untuk lebih menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menghormati semua hak warga negara di dalam melakukan upaya-upaya penegakan hukum yang kami lakukan,” sambungnya.
Dalam KUHAP yang baru, terdapat perubahan terhadap 14 substansi utama. Berikut 14 substansi tersebut:
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/18/691c1765e8957.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Panja Reformasi Penegak Hukum Bakal Panggil Kapolri hingga Jaksa Agung
Panja Reformasi Penegak Hukum Bakal Panggil Kapolri hingga Jaksa Agung
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi III DPR RI menyepakati pembentukan Panitia Kerja (Panja) Percepatan Reformasi Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung, Selasa (18/11/2025).
Kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja Komisi III bersama perwakilan Polri, Kejaksaan Agung, dan
Mahkamah Agung
di ruang rapat
Komisi III DPR
, Jakarta.
Wakil Ketua Komisi III DPR Rano Alfath mengatakan, Panja tersebut akan ditujukan untuk mempercepat proses reformasi dan memastikan jawaban serta tindak lanjut dari masing-masing institusi.
“Kita sepakati karena memang kesimpulan kita nanti membentuk panja. Panja ini nanti akan terkait soal panja reformasi, baik Polri, Kejaksaan maupun Pengadilan,” ujar Rano dalam rapat kerja di Gedung DPR RI, Selasa.
Rano menerangkan bahwa selanjutnya Panja Percepatan
Reformasi Polri
, Kejaksaan dan Pengadilan akan memanggil pimpinan tertinggi ketiga lembaga tersebut untuk melaksanakan rapat.
Salah satu agendanya adalah mendengarkan jawaban dari ketiga lembaga soal pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan oleh Anggota Komisi III DPR RI.
“Nanti kita akan undang kembali untuk mendengar jawaban-jawaban yang tadi harus sudah dipersiapkan,” jelas Rano dalam rapat.
“Mungkin yang hadir adalah Kapolri, Pak Jaksa Agung dan Pak Mahkamah Agung, mungkin salah satu hakim agung. Ini akan kita sepakati ya,” sambungnya.
Dalam kesimpulan yang ditampilkan di layar ruang rapat, Komisi III menilai reformasi di tiga institusi penegak hukum tersebut sangat mendesak.
Oleh karena itu, pembentukan panja diputuskan sebagai bentuk pengawasan sekaligus langkah untuk mempercepat agenda reformasi.
“Komisi III DPR RI menilai reformasi Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan Pengadilan sangat mendesak, dan oleh karena itu akan menindaklanjuti hasil RDP dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) Percepatan Reformasi Kepolisian RI, Kejaksaan RI dan Pengadilan sebagai langkah pengawasan dan percepatan agenda reformasi tersebut,” demikian bunyi kesimpulan rapat.
Setelah notulensi kesimpulan rapat dibacakan pihak Sekretariat Komisi III DPR RI, Rano kembali meminta persetujuan peserta.
“Setuju ya?” tanya Rano, yang kemudian dijawab serempak dengan “setuju” oleh peserta rapat.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, panja ini dibentuk untuk merespons tuntutan publik agar penegakan hukum berjalan semakin baik dan berkeadilan.
“Komisi III DPR RI akan membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan. Hal ini merupakan respons dari tuntutan masyarakat agar penegakan hukum semakin baik dan semakin berkeadilan,” ujar Habiburokhman, Jumat (14/11/2025).
Politikus Gerindra itu menambahkan, panja ini akan menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan dugaan pelanggaran di tiga institusi penegak hukum tersebut.
Habiburokhman memastikan bahwa Komisi III akan membuka pintu bagi pengaduan publik yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran oleh Polri, Kejaksaan, maupun lembaga peradilan.
“Kami akan secara khusus menerima aduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran yang terjadi di tiga institusi tersebut,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

DPR Resmi Sahkan RKUHAP Menjadi Undang-Undang, Ini Langkah Selanjutnya
Jakarta (beritajatim.com) – DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi Undang-Undang, Selasa, 18 November 2025. Pengesahan ini dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026.
Keputusan penting ini mengakhiri serangkaian pembahasan panjang dan menjadi tonggak reformasi hukum pidana di Indonesia.
Pengesahan UU KUHAP diawali dengan laporan dari Ketua Komisi III DPR sekaligus Ketua Panja, Habiburokhman. Ia menjelaskan secara rinci proses pembahasan RKUHAP yang telah dilakukan di tingkat Panitia Kerja.
Setelah mendengar laporan tersebut, Menteri Hukum dan HAM RI, Supratman Andi Agtas, menyampaikan pandangan pemerintah mewakili Presiden terkait substansi RKUHAP dan kesepakatan yang telah dicapai antara DPR dan pemerintah.
Dalam kesempatan itu, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta persetujuan dari seluruh anggota DPR untuk mengesahkan RKUHAP menjadi Undang-Undang. “Kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh Anggota apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang,” ujar Puan di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan.
Puan didampingi oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, Adies Kadir, Cucun Ahmad Syamsurijal, dan Saan Mustopa. Sebanyak 8 fraksi yang ada di DPR menyetujui RKUHAP untuk menjadi Undang-Undang. Setelah itu, Puan kembali mengetuk palu persetujuan yang menandai sahnya UU KUHAP yang baru.
Puan mengungkapkan rasa terima kasih kepada Menteri Hukum dan Menteri Sekretaris Negara atas segala kontribusi dan kerjasama selama proses pembahasan RKUHAP.
“Melalui forum ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat Menteri Hukum RI dan Menteri Sekretaris Negara RI atas segala peran serta dan kerjasama yang telah diberikan selama pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut,” tambah Puan.
Selain mengesahkan UU KUHAP, agenda Rapat Paripurna DPR juga mencakup pendapat fraksi-fraksi tentang Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang diusulkan oleh Badan Legislasi DPR RI. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan untuk menetapkan RUU tersebut sebagai inisiatif DPR RI.
Sebagai bagian dari agenda Rapat Paripurna, DPR juga menyetujui hasil uji kelayakan yang dilakukan oleh Komisi XI terhadap Kantor Akuntan Publik (KAP) yang akan memeriksa Laporan Keuangan BPK RI Tahun 2025.
Rapat Paripurna ditutup dengan agenda penetapan Penyesuaian Mitra Kerja Komisi yang disahkan melalui pengambilan keputusan. [hen/suf]
-
/data/photo/2025/05/12/6821589847319.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bawas MA Ungkap 19 Hakim Dijatuhi Hukuman Berat Sepanjang 2025
Bawas MA Ungkap 19 Hakim Dijatuhi Hukuman Berat Sepanjang 2025
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung (MA) mengungkapkan bahwa sepanjang 2025, sebanyak 19 hakim dijatuhi hukuman disiplin kategori berat.
Kepala
Bawas MA
Suradi mengatakan, jumlah tersebut menjadi bagian dari total 176 aparatur peradilan yang menerima berbagai jenis sanksi hingga Oktober 2025.
Penjatuhan sanksi diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan atas pengaduan masyarakat yang masuk sepanjang tahun.
“Rekapitulasi hukuman disiplin di tahun 2025, yang pertama dengan jabatan. Pada 2025 untuk hakim ada
hukuman berat
19, hukuman sedang 12, hukuman ringan 43, hingga totalnya 74 orang hakim,” ujar Suradi, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (18/11/2025).
Selain hakim karier, Bawas juga memberikan sanksi kepada aparatur peradilan lain, seperti hakim ad hoc (4 orang), panitera (11 orang), sekretaris (10 orang), panitera muda (10 orang), jurusita, panitera pengganti, pejabat struktural, pejabat fungsional, staf pelaksana, dan tenaga PPNPN.
Secara keseluruhan, Suradi menyebut, ada 176 aparatur yang dijatuhi hukuman disiplin hingga Oktober 2025.
“Ini memang agak turun dari tahun 2024. Di tahun 2024 sampai dengan Desember itu ada 244 orang yang dijatuhi disiplin. Namun, ini masih berjalan sampai akhir tahun,” ucap dia.
Dalam rapat tersebut, Suradi juga merinci tindak lanjut atas usulan penjatuhan sanksi dari
Komisi Yudisial
(KY) untuk 2024-2025.
Total ada 94 hakim yang diusulkan KY untuk dijatuhi sanksi.
“Usulan tahun 2024 jumlah usulan dari Komisi Yudisial ada 49, hakim yang diusulkan 54, dan sudah ditindaklanjuti 41. Ada 13 yang masih dalam proses,” ujar dia.
Sementara untuk 2025, lanjut Suradi, KY mengajukan 72 usulan dengan 40 hakim yang direkomendasikan dijatuhi sanksi.
“Yang sudah selesai ditindaklanjuti Bawas ada 25, yang masih dalam proses 15,” kata Suradi.
Secara total, dari usulan KY 2024 dan 2025, sebanyak 66 hakim telah dijatuhi sanksi, sementara 28 lainnya masih dalam proses.
Bawas MA juga mengungkapkan bahwa MA dan KY berencana menyelenggarakan sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) terhadap 18 hakim sepanjang 2025.
Para hakim tersebut direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian.
“Dari peradilan umum yang diusulkan
Mahkamah Agung
ada 8, yang diusulkan KY ada 7, jadi jumlahnya 15. Namun, yang sudah dilaksanakan baru 3, sisanya masih 12,” ungkap Suradi.
Adapun dari peradilan agama, terdapat 2 hakim yang diusulkan MA.
Sementara dari peradilan tata usaha negara, MA mengusulkan 1 hakim.
Terkait jenis pelanggaran, Suradi mengungkap ragam pelanggaran yang membuat para hakim diusulkan untuk disidang MKH, mulai dari asusila hingga gratifikasi.
“Pelanggaran-pelanggaran itu ada asusila, disiplin masuk kantor, gratifikasi, penelantaran istri dan anak, memalsukan dokumen kependudukan, penggelapan uang hasil lelang, pengurusan perkara, perselingkuhan, serta pelecehan. Yang paling besar itu memang pengurusan perkara,” pungkas Suradi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Dampak DPR Sahkan RUU KUHAP Menjadi UU bagi Masyarakat dan Alasan Koalisi Masyarakat Sipil Menolak
GELORA.CO – Pengesahan RKUHAP oleh DPR RI memicu kekhawatiran luas karena sejumlah pasal dinilai berpotensi memperluas kewenangan aparat dan mengurangi perlindungan terhadap hak-hak warga.
Meski pemerintah menegaskan revisi KUHAP memperkuat HAM, kepastian hukum, dan restorative justice, berbagai kalangan menilai aturan baru tersebut membuka celah penyalahgunaan yang dapat berdampak langsung pada kebebasan sipil masyarakat.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi Undang-Undang, meski gelombang penolakan publik menggema di media sosial dan jalan.
Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menanggapi penolakan tersebut dengan menyebutnya sebagai hal biasa.
“Kemudian bahwa ada yang setuju, ada yang tidak setuju itu biasa. Tapi secara umum bahwa KUHAP kali ini, yang pertama adalah mementingkan perlindungan hak asasi manusia, yang kedua soal restorative justice, yang ketiga memberi kepastian terhadap dan perluasan untuk objek praperadilan,” ujar Supratman usai sidang pengesahan RUU KUHAP di Parlemen.
Supratman menekankan, tiga aspek utama dalam KUHAP baru didesain untuk menutup celah tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum.
“Nah, ketiga hal itu menghilangkan kesewenang-wenangan yang mungkin dulu pernah terjadi. Dan itu sangat baik buat masyarakat, termasuk perlindungan bagi kaum disabilitas,” kata politisi Partai Gerindra itu, seperti dilansir Tribunnews.com.
KUHAP Sebelum Revisi
KUHAP pertama kali disahkan pada 1981 untuk menggantikan aturan kolonial Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR).
Aturan lama tersebut dianggap bermasalah karena proses pembuktian lebih menekankan pada pengakuan tersangka, sehingga sering terjadi salah tangkap atau pengakuan di bawah tekanan.
KUHAP 1981 hadir sebagai upaya koreksi untuk memperkuat hak asasi tersangka/terdakwa dan memperbaiki praktik peradilan pidana.
Penolakan Publik Menggema
Meski pemerintah menilai KUHAP baru membawa kemajuan, penolakan publik tetap kuat.
Tagar #TolakRKUHAP dan #SemuaBisaKena ramai di media sosial, mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap potensi dampak aturan baru.
Koalisi masyarakat sipil menyoroti sejumlah pasal kontroversial, antara lain:
Penyadapan tanpa izin hakim → memberi kewenangan aparat melakukan penyadapan tanpa persetujuan pengadilan.Penangkapan dan penahanan → memperpanjang masa penahanan tersangka sebelum proses pengadilan.Pemeriksaan tersangka tanpa pendampingan hukum → membuka peluang tekanan pada tahap awal pemeriksaan.Penggeledahan dan penyitaan tanpa izin hakim → mengurangi kontrol yudisial terhadap tindakan aparat.Pembatasan objek praperadilan → mengurangi kontrol publik terhadap tindakan aparat.Perluasan definisi bukti elektronik → dikhawatirkan membuka ruang kriminalisasi tanpa pengawasan ketat.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP dalam siaran pers 16 November 2025 menilai bahwa Revisi KUHAP yang dilakukan serampangan membuka lebar pintu bagi aparat untuk merenggut kebebasan sipil.
“Proses pembahasan RKUHAP sejak awal tidak menempatkan suara masyarakat sebagaimana mestinya.” ujar Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan.
Wakil Ketua YLBHI, Arif Maulana, menilai pembahasan cacat formil dan materiil.
Dalam pernyataannya pada 12–13 November 2025, ia menegaskan bahwa Pembahasan RKUHAP oleh Panja Komisi III DPR dan Pemerintah pada 12–13 November 2025 berlangsung tanpa memperhatikan masukan masyarakat sipil.
Gelombang Aksi Mahasiswa Memuncak pada Hari Pengesahan
Aksi penolakan telah berlangsung sejak awal November 2025, ketika rancangan ini masih dibahas di DPR RI.
Menjelang pengesahan, intensitas aksi meningkat. Pada 17–18 November 2025, mahasiswa dari berbagai kampus turun ke jalan menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI.
Aksi mencapai puncak pada hari pengesahan, Selasa 18 November 2025, berlangsung sejak pagi hingga sore.
Massa menuntut agar pengesahan ditunda karena menilai proses pembahasan tidak transparan, terburu-buru, dan minim partisipasi publik.
Dominasi Fraksi DPR dan Lancarnya Pengesahan
RKUHAP diusulkan oleh pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM, kemudian dibahas bersama DPR RI.
Arah legislasi di parlemen dinilai sejalan dengan agenda pemerintah karena fraksi DPR periode 2024–2029 didominasi oleh partai-partai pendukung pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming, seperti Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, dan PSI.
Dengan dukungan mayoritas tersebut, pengesahan RKUHAP berjalan mulus meski ada penolakan publik.
Dampak bagi Masyarakat
Dengan pengesahan ini, KUHAP baru akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.
Pemerintah menekankan bahwa aturan baru memperkuat perlindungan HAM, kepastian hukum, dan penerapan restorative justice.
Namun di sisi lain, keresahan publik tetap menguat.
Banyak yang mempertanyakan bagaimana implementasi aturan baru ini di lapangan dan apakah mekanisme pengawasan akan cukup kuat untuk mencegah potensi penyalahgunaan kewenangan aparat.
-

DPR Setujui RKUHAP jadi UU, Menkum Sebut Menyesuaikan Kebutuhan Perkembangan Zaman
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas mengatakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi Undang-Undang yang menyesuikan kebutuhan perkembangan zaman.
Pernyataan itu dia sampaikan saat menyampaikan pandangan pemerintah atas pengesahan RUU tersebut, Senin (18/11/2025), di Kompleks Parlemen.
“Kami mewakili Presiden menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, khususnya Komisi III DPR RI yang terhormat,” kata Supratman.
Menurutnya, KUHAP menjadi tonggak kemandirian hukum bangsa Indonesia, serta menegaskan prinsip bahwa Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Penjelasan dalam KUHAP dinilai relevan dengan perkembangan zaman saat ini dan dinamika sosial masyarakat. Menurutnya, pembaharuan KUHAP juga mampu membantu mengatasi kejahatan lintas negara, kejahatan siber, hingga meningkatkan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
“RUU KUHAP memuat sejumlah pembaharuan mendasar yang disusun untuk menyesuaikan sistem hukum acara pidana dalam perkembangan zaman,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi III Habiburokhman mengatakan KUHAP yang baru mengatur perihal penindakan kepolisian seperti penyadapan, penangkapan, hingga penahanan di mana semua harus berdasarkan izin dari ketua pengadilan.
Selain itu, penindakan harus berdasarkan barang bukti yang cukup. Dia turut menepis isu-isu yang beredar bahwa KUHAP terbaru memberikan wewenang lebih bagi kepolisian.
Adapun pengesahan RUU KUHAP menjadi UU langsung diresmikan oleh Ketua DPR RI sekaligus Pimpinan Sidang, Puan Maharani.
“Tibalah saatnya kami minta persetujuan fraksi fraksi terhadap rancangan undang-undang KUHAP Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan ke anggota fraksi
“Setuju,” jawab anggota fraksi.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5177317/original/078241500_1743159437-Puan_Maharani_2.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Puan Maharani: Pembaruan UU KUHAP Berpihak kepada Hukum yang Mengikuti Perkembangan Zaman
Sesudahnya, Puan menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan RKUHAP, mulai dari pemerintah hingga Komisi III.
“Melalui forum ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Menteri Hukum RI dan Menteri Sekretaris Negara RI, atas segala peran serta dan kerjasama yang telah diberikan selama pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut,” ujar Puan.
“Perkenankan pula atas nama Pimpinan Dewan, kami menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI yang telah menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang ini dengan lancar,” lanjutnya.
Selain pengesahan UU KUHAP, rapat paripurna juga membahas IHPS I 2025 oleh BPK RI, RUU Perkoperasian sebagai inisiatif DPR, hasil uji kelayakan Kantor Akuntan Publik oleh Komisi XI, serta penetapan Penyesuaian Mitra Kerja Komisi.
Usai rapat, Puan menegaskan bahwa UU KUHAP baru akan mulai berlaku awal tahun depan.
“Undang-undang ini akan mulai berlaku nanti tanggal 2 Januari 2026,” katanya.
-

Tok! RUU KUHAP Resmi Disahkan Jadi UU, Berikut 14 Poin yang Direvisi
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) resmi disahkan menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (18/11/2025) yang dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani setelah mendengar laporan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman.
“Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU KUHAP apakah dapat disetujui menjadi UU?” tanya Puan. Seluruh peserta rapat paripurna pun kompak menyatakan “Setuju” terhadap pengesahan RUU KUHAP tersebut.
Di kesempatan berbeda, Puan menegaskan bahwa laporan hasil pembahasan KUHAP yang disampaikan oleh Habiburokhman sudah cukup jelas.
Pimpinan DPR RI pun berharap publik yang masih menolak proses legislasi tersebut tidak termakan hoaks terkait substansi KUHAP baru yang disahkan.
“Penjelasan dari Ketua Komisi III saya kira cukup bisa dipahami dan dimengerti sekali. Jadi hoaks-hoaks yang beredar itu, semua hoaks itu tidak betul, dan semoga kesalahpahaman dan ketidakmengertian kita sama-sama bisa pahami,” jelas Puan.
Berikut 14 poin substansi revisi KUHAP yang disepakati Panitia Kerja RUU KUHAP DPR:
Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
Penyesuaian nilai hukum acara pidana sesuai KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat.
Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga.
Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman dan kekerasan.
Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana.
Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.
Perlindungan khusus kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, dan lansia.
Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh tahap pemeriksaan.
Perbaikan pengaturan upaya paksa dengan memperkuat asas due process of law.
Pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi.
Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.
Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban atau pihak yang dirugikan.
Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa penyusunan KUHAP yang baru bukan merupakan kehendak sepihak pemerintah atau DPR, melainkan hampir sepenuhnya bersumber dari masukan publik.
Ia menyebut, 99 persen substansi KUHAP baru berasal dari aspirasi masyarakat, termasuk rekomendasi akademisi, lembaga bantuan hukum, hingga organisasi masyarakat sipil yang selama ini mengawal reformasi peradilan pidana.
-

Tok! DPR Sahkan RKUHAP Menjadi Undang-Undang
Bisnis.com, JAKARTA – DPR melalui Komisi III mengesahkan Revisi Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi Undang-undang. Pengesahan itu dilakukan dalam rapat paripurna ke-8 masa persidangan II tahun 2025-2026, Selasa (18/11/2025).
Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyampaikan pidato terkait mekanisme pembahasan RUU KUHAP sebelum disahkan menjadi UU. Dia juga sekaligus menepi isu bahwa anggota polisi dapat menyadap secara mudah. Menurutnya, informasi tersebut tidak benar.
“Kami perlu klarifikasi bahwa menurut pasal 135 ayat (2) KUHAP yang baru, hal ihwal penyadapan itu tidak diatur sama sekali dalam KUHAP tapi akan kita atur di UU sendiri yang membahas soal penyadapan,” katanya, Selasa (18/11/2025).
Bahkan, katanya, pembicaraan lintas fraksi di komisi III hampir semua fraksi menginginkan penyadapan itu diatur secara sangat hati-hati dan harus dengan izin ketua pengadilan.
Kemudian terkait wewenang pembekuan rekening, dia menyampaikan menurut pasal 139 ayat 2 KUHAP baru, semua bentuk pemblokiran dengan kemudian data di drive dan sebagainya harus dilakukan dengan izin hakim atau ketua pengadilan.
Lalu, terkait penyitaan, polisi juga harus mendapatkan izin ketua pengadilan negeri. Begitupun terkait penangkapan hingga penahan.
“Menurut pasal 93 dan pasal 90 KUHAP baru, penangkapan, penahanan, penggeledahan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan berdasarkan minimal dua alat bukti. Sementara, penahanan nanti kita jelaskan diatur lebih rinci,” ujarnya.
Setelah menyampaikan beberapa penjelasan, Ketua DPR RI sekaligus Pimpinan Sidang, Puan Maharani mengatakan penjelasan dari Habiburokhman sudah cukup jelas dan menepis hoax yang beredar di masyarakat.
“Tibalah saatnya kami minta persetujuan fraksi fraksi terhadap rancangan undang-undang KUHAP Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Puan ke anggota fraksi
“Setuju,” jawab anggota fraksi.