Kementrian Lembaga: Komisi III DPR RI

  • Ketua Komisi III Minta Dugaan Polisi Terima Setoran Sabung Ayam Diusut Tuntas

    Ketua Komisi III Minta Dugaan Polisi Terima Setoran Sabung Ayam Diusut Tuntas

    Ketua Komisi III Minta Dugaan Polisi Terima Setoran Sabung Ayam Diusut Tuntas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi III
    DPR RI
    meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas pihak-pihak yang diduga terlibat dalam perjudian
    sabung ayam
    di
    Way Kanan
    , Lampung.
    Munculnya dugaan soal adanya anggota polisi yang membekingi bahkan menerima setoran dari oknum TNI, yang diduga menjadi mengelola sabung ayam tersebut, juga harus dapat terungkap.
    “Semua pelanggaran hukum harus diselesaikan dan diusut tuntas, termasuk soal sabung ayam siapa yang melakukan, siapa yang membekingi, siapa yang menerima aliran dan sebagainya,” ujar Ketua Komisi III DPR Habiburokhman saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (24/3/2025).
    Meski begitu, Habiburokhman mengingatkan penegak hukum untuk tetap mengutamakan pengusutan kasus pembunuhan 3 polisi, saat hendak menindak sabung ayam tersebut.
    “Tapi, yang paling penting dan paling prioritas sekarang adalah mengungkap kasus pembunuhannya. Siapa yang melakukan, tersangkanya harus jelas, harus segera diekspos,” kata Habiburokhman.
    Menurut Habiburokhman, pengungkapan kasus pembunuhan tersebut dinilai penting, karena berkaitan dengan persoalan kemanusiaan.
    Di samping itu, lanjut Habiburokhman, sudah ada prajurit TNI yang sudah mengaku sebagai pelaku penembakan. Dengan begitu, tidak ada alasan untuk menunda-nunda pemeriksaan terduga pelaku tersebut.
    “Ada keluarga korban yang menunggu kepastian, siapa tersangkanya harus jelas gitu lho. Kan sudah ada yang ngaku tuh, oknum TNI, nah seperti apa pengakuannya, jangan berlarut-larut,” kata Habiburokhman.
    Diberitakan sebelumnya, lima hari setelah peristiwa penembakan tiga anggota polisi di Kabupaten Way Kanan, Lampung, dua oknum TNI yang diduga terlibat masih berstatus sebagai saksi.
    Kedua oknum tersebut adalah Pembantu Letnan Satu (Peltu) L dan Kopral Kepala (Kopka) B.
    Keduanya diduga terlibat dalam insiden penembakan yang terjadi pada Senin (17/3/2025) sore.
    Komandan Korem 043 Garuda Hitam, Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI Rikas Hidayatullah, mengonfirmasi bahwa hingga saat ini status kedua oknum masih sebagai saksi.
    “Masih saksi,” katanya singkat saat dihubungi, Sabtu (22/3/2025).
    Saat ditanya mengenai alasan status belum ditingkatkan, Rikas menyebut penyidik masih melakukan proses pemeriksaan.
    “Info dari penyidik untuk melengkapi bukti,” kata dia.
    Sementara itu, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) II Sriwijaya, Kolonel Eko Siregar, belum memberikan respons terkait pertanyaan mengenai perkembangan penyelidikan kasus ini.
    Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menemukan sejumlah temuan penting saat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi penembakan yang menewaskan tiga anggota polisi.
    Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, mengungkapkan bahwa pelaku penembakan dipastikan bukan berasal dari kalangan sipil.
    Menurut Anam, luka tembak yang mengenai kepala dan dada korban secara spesifik menunjukkan bahwa pelaku memiliki keahlian, yang menurutnya tidak mungkin dimiliki warga sipil biasa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Peradi-SAI Usul Advokat Tak Bisa Dijerat Hukum saat Bela Klien Masuk Revisi UU KUHAP

    Peradi-SAI Usul Advokat Tak Bisa Dijerat Hukum saat Bela Klien Masuk Revisi UU KUHAP

    loading…

    Dewan Pimpinan Nasional Peradi-SAI rapat membahas RUU KUHAP dengan Komisi III DPR di Ruang Rapat Komisi III DPR, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025). FOTO/FELLDY UTAMA

    JAKARTA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia-Suara Advokat Indonesia (Peradi-SAI) Juniver Girsang meminta agar para advokat tidak dapat dituntut hukum ketika sedang membela kliennya. Ia berharap hal itu diatur dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( RUU KUHAP ).

    “Kemudian (Pasal) 140 ya, kami juga mengusulkan related dengan apa yang diformulasikan,” kata Juniver dalam rapat dengan Komisi III DPR di Ruang Rapat Komisi III DPR, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Bunyi Pasal 140 revisi KUHAP yaitu bahwa advokat menjalankan tugas dan fungsi untuk melakukan pembelaan dan mendampingi orang yang menjalani proses peradilan pidana, baik dalam pemeriksaan maupun di luar pemeriksaan, sesuai dengan etika profesi yang berlaku.

    Kemudian, Juniver menyampaikan agar profesi advokat tak dapat dituntut secara perdata maupun pidana. Karena, kata dia, advokat dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik, untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun luar pengadilan.

    “Ini penting sekali dimasukkan karena ini bagian dari hukum acara,” ujarnya.

    Meski sudah diatur dalam UU Advokat, menurut Juniver, saat ini masih banyak advokat yang harus menjalani proses hukum. Mereka dituntut dan diminta pertanggungjawaban pada saat melakukan pembelaan profesi.

    “Kita sedang menangani ada lima advokat (yang) dimainkan, bahasanya, nanti kan tidak enak, ada kepentingannya advokatnya yang dipojokkan supaya berkasnya tidak jalan, diproses,” tuturnya.

    Usulan itu ditanggapi oleh Ketua Komisi III DPR Habiburokhman. Dia mengatakan bahwa usulan itu dipastikan bakal disepakati seluruh fraksi di Komisi III DPR.

    “Saya pikir kita semua sepakat nih kalau ketentuan ini, bisa disepakati enggak kawan-kawan? Sepakat ya, langsung bungkus. Jadi kemungkinan enggak akan berubah di pembahasan, kita langsung ikat di situ,” kata Habiburokhman.

    (abd)

  • 6
                    
                        Diundang DPR, Kakak Adik Mengaku Spontan soal Jual Ginjal demi Bebaskan Ibu
                        Nasional

    6 Diundang DPR, Kakak Adik Mengaku Spontan soal Jual Ginjal demi Bebaskan Ibu Nasional

    Diundang DPR, Kakak Adik Mengaku Spontan soal Jual Ginjal demi Bebaskan Ibu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kakak adik di Tangerang Selatan, Farrel Mahardika Putra dan Nayaka Rivanno Attalah, mengungkap alasan mereka berencana menjual ginjal demi membebaskan ibunya dari jeratan hukum Polres Tangerang Selatan (Tangsel).
    Kabar mengenai Farrel dan adiknya viral usai melakukan aksi hendak menjual ginjal di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
    Farrel mengaku rencana menjual ginjal dilakukan secara spontan.
    Ini diungkapkan di hadapan jajaran Komisi III
    DPR
    , Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/3/2025).
    “Murni saya cuma spontan aja itu, Pak,” ungkap Farrel.
    Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan juga mempertanyakan lebih dalam soal alasan Farrel itu.
    Farrel lantas menjelaskan rencana jual ginjal itu adalah protes atas proses hukum yang menjerat ibunya.
    Terlebih lagi, ibunya hanya memiliki anak-anaknya untuk melakukan pembelaan.
    “Kau protes ke orang yang melaporkan atau protes ke polisinya yang menahan?” tanya Hinca kepada Farrel.
    “Bah, saya di situ juga minta keadilan, Pak. Ibu saya itu tidak terbukti bersalah, tapi malah ditahan, nah di situ yang agak aneh,” jelasnya.
    Farrel juga mengungkap ide menjual ginjal murni dari dirinya dan adiknya, bukan paksaan dari orang lain.
    “Sendirian pikiran itu waktu itu atau ada kawan lain?” tanya Hinca.
    “Enggak, saya sama adik saya berdua saja,” jawab Farrel.
    Diberitakan sebelumnya, pada Kamis (20/3/2025), kakak adik bernama Farrel Mahardika Putra dan Nayaka Rivanno Attalah melakukan aksi hendak jual ginjal.
    Aksi Farrel dan Nayaka itu bermula dari sang ibu yang dituduh menggelapkan sejumlah uang tunai dan ponsel milik keluarga ayahnya.
    Ibunda Farrel dan Nayaka, Syafrida Yani, bekerja sebagai penjual makanan rumahan.
    Lantaran sang suami yang tak lain ayah Farrel dan Nayaka kerap bepergian ke luar negeri, Yani diminta untuk bantu-bantu di rumah keluarga suaminya.
    “Awalnya ibu hanya membantu saudara ayah untuk mengurus rumahnya karena beliau bekerja di sebuah maskapai sehingga sering keluar negeri,” kata Farrel, dikutip dari Wartakotalive.com.
    Saat bekerja di rumah itu, kata Farrel, ibunya kerap diperlakukan tidak menyenangkan, bahkan beberapa kali menerima perlakuan kasar.
    Karena tak tahan, ibunda Farrel memutuskan untuk tak lagi mengurus rumah keluarga ayahnya.
    Sang pemilik rumah yang notabene adalah ipar Yani tidak terima.
    Yani pun dilaporkan atas tuduhan penggelapan uang dan ponsel ke Polsek Ciputat.
    Padahal, menurut Farrel, ponsel dan uang itu merupakan pemberian dari ipar Yani.
    Uang itu pun digunakan untuk kebutuhan rumah.
    “Saat diperiksa, ibu saya tak bisa membela diri karena tidak diberikan pendamping. Di sisi lain, pelapor ditemani pengacaranya,” kata Farrel.
    Bahkan, Yani disebut telah mengembalikan ponsel dan uang sebesar Rp 10 juta tersebut.
    “Namun, tetap saja ibu ditahan di Polres Tangerang Selatan sejak kemarin. Padahal, ibu belum tentu salah,” tambah dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Julius Ibrani Singgung APH Lemah dalam Surat Menyurat Perkara

    Julius Ibrani Singgung APH Lemah dalam Surat Menyurat Perkara

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani menyinggung soal lemahnya aparat penegak hukum (APH) dalam administrasi surat menyurat soal perkara.

    Hal ini dia sampaikan langsung saat rapat dengan pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI dengan agenda menerima masukan terkait RUU Hukum Acara Pidana, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025).

    “Kita boleh bilang APH kita lemah sekali dalam administrasi surat menyurat, mulai dari surat panggilan kemudian surat perintah-surat perintah kaitannya dalam upaya paksa, lalu kemudian surat pemberitahuan hasil perkembangan perkara SP2HP dan segala macamnya,” beber Julius.

    Akibat hal tersebut, Julius memandang masyarakat jadi tidak mengetahui proses perkaranya sudah sampai di tahap mana dan apa yang akan dihadapi. 

    Bahkan, lanjutnya, banyak juga yang suratnya tidak diberikan atau baru menyusul diberikan setelah diminta. 

    Padahal soal surat ini penting karena berkaitan dengan penyampaian informasi perkara dan informasi hak kepada yang bersangkutan.

    “Hak seseorang yang menghadapi proses penyidikan tentu berbeda dengan penyelidikan. Dalam penyidikan bisa status tersangka dan yang lain dan tentu berbeda situasinya apabila dia masih dalam konteks penyelidikan,” jelasnya.

  • RUU KUHAP Bolehkan Laporan Polisi via Medsos, Sahroni: Potensi Pungli Bisa Diminimalisir

    RUU KUHAP Bolehkan Laporan Polisi via Medsos, Sahroni: Potensi Pungli Bisa Diminimalisir

    loading…

    Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni. Foto/Dok SindoNews

    JAKARTA – Salah satu terobosan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( RUU KUHAP ) pada Pasal 5 Ayat (1) huruf a. Dalam pasal itu, nantinya polisi bisa memproses laporan terkait tindak pidana melalui media telekomunikasi atau elektronik.

    KUHAP selama ini hanya mengatur bahwa penyelidik bisa menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana. Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni pun menjelaskan bahwa hal itu sangat dibutuhkan di era saat ini.

    Sebab, banyaknya kasus pidana yang terungkap melalui media sosial (medsos). “Dalam RUU KUHAP, polisi nantinya bisa memproses laporan melalui media sosial. Sebelumnya kan hanya bisa melalui laporan perorangan, harus datang ke kantor, dan sebagainya,” kata Sahroni dalam keterangan, Senin (24/3/2025).

    “Sementara saat ini, banyak kasus kejahatan yang terungkap melalui medsos dan membutuhkan respons cepat dari polisi. Nah RUU KUHAP mengisi kekosongan itu,” sambungnya.

    Politikus Nasdem ini menilai kewenangan tersebut bisa membuat polisi bekerja lebih maksimal untuk melayani masyarakat. Masyarakat juga jadi mudah melapor, tanpa khawatir pungli.

    “Kewenangan ini bakal membuat polisi harus bekerja ekstra untuk melayani masyarakat. Selain itu, karena lewat medsos maka pelaporan jadi lebih mudah dan potensi pungli juga bisa kita minimalisir,” ujarnya.

    “Jadi ini adalah salah satu bentuk komitmen kami atas terwujudnya acara pidana yang baik dan terus mengikuti perkembangan zaman,” pungkasnya.

    (rca)

  • Revisi KUHAP: Dilarang Siaran Langsung di Persidangan Tanpa Izin Pengadilan

    Revisi KUHAP: Dilarang Siaran Langsung di Persidangan Tanpa Izin Pengadilan

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Sura Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang mengusulkan agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimasukkan pasal soal tidak ada liputan langsung dalam proses persidangan.

    Usulannya ini dia sampaikan langsung saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI dengan agenda menerima masukan terkait RUU Hukum Acara Pidana, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/3/2025).

    Juniver mengusulkan dalam Pasal 253 ayat 3 supaya ada penegasan dari makna publikasi proses persidangan. Menurut dia, harus ada pelarangan liputan langsung dalam persidangan.

    “Ini harus clear, jadi bukan berarti advokatnya setelah dari sidang tidak boleh memberikan keterangan di luar, ini bisa kita baca Ayat 3 ini kan; ‘Setiap orang yang berada di ruang sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan’,” tuturnya.

    Menurutnya, usulan ini perlu disetujui karena dia menilai ketika setiap orang yang ada di ruang sidang melakukan liputan langsung, dikhawatirkan dapat mempengaruhi keterangan para saksi.

    “Kenapa ini harus kita setuju? Karena orang dalam persidangan pidana kalau di liputannya langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek, itu kita setuju itu,” ujarnya.

    Akan tetapi, Juniver turut menyebut liputan langsung sebenarnya masih bisa dilakukan apabila telah mendapatkan izin dari hakim pengadilan. 

    “Dilarang mempublikasikan atau liputan langsung, tanpa seizin, bisa saja diizinkan oleh hakim, tentu ada pertimbangannya,” pungkasnya.

  • Revisi KUHAP: Dilarang Siaran Langsung di Persidangan Tanpa Izin Pengadilan

    Revisi KUHAP: Advokat Juniver Girsang Usul Larangan Liputan Langsung saat Sidang

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Sura Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang mengusulkan agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimasukkan pasal soal tidak ada liputan langsung dalam proses persidangan.

    Usulannya ini dia sampaikan langsung saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI dengan agenda menerima masukan terkait RUU Hukum Acara Pidana, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/3/2025).

    Juniver mengusulkan dalam Pasal 253 ayat 3 supaya ada penegasan dari makna publikasi proses persidangan. Menurut dia, harus ada pelarangan liputan langsung dalam persidangan.

    “Ini harus clear, jadi bukan berarti advokatnya setelah dari sidang tidak boleh memberikan keterangan di luar, ini bisa kita baca Ayat 3 ini kan; ‘Setiap orang yang berada di ruang sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan’,” tuturnya.

    Menurutnya, usulan ini perlu disetujui karena dia menilai ketika setiap orang yang ada di ruang sidang melakukan liputan langsung, dikhawatirkan dapat mempengaruhi keterangan para saksi.

    “Kenapa ini harus kita setuju? Karena orang dalam persidangan pidana kalau di liputannya langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek, itu kita setuju itu,” ujarnya.

    Akan tetapi, Juniver turut menyebut liputan langsung sebenarnya masih bisa dilakukan apabila telah mendapatkan izin dari hakim pengadilan. 

    “Dilarang mempublikasikan atau liputan langsung, tanpa seizin, bisa saja diizinkan oleh hakim, tentu ada pertimbangannya,” pungkasnya.

  • Juniver Girsang Minta Advokat Tak Dituntut saat Bela Kliennya Diatur di RUU KUHAP, DPR: Bungkus

    Juniver Girsang Minta Advokat Tak Dituntut saat Bela Kliennya Diatur di RUU KUHAP, DPR: Bungkus

    loading…

    Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia-Suara Advokat Indonesia (Peradi-SAI) Juniver Girsang meminta agar para advokat tidak dapat dituntut hukum ketika sedang membela kliennya. Foto/TV Parlemen

    JAKARTA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia-Suara Advokat Indonesia ( Peradi-SAI ) Juniver Girsang meminta agar para advokat tidak dapat dituntut hukum ketika sedang membela kliennya. Hal ini sebagai masukannya kepada Komisi III DPR untuk kemudian diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( RUU KUHAP ).

    “Kemudian (pasal) 140 ya, kami juga mengusulkan related dengan apa yang diformulasikan,” kata Juniver di Ruang Rapat Komisi III DPR, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Adapun bunyi Pasal 140 RUU KUHAP yaitu bahwa advokat menjalankan tugas dan fungsi untuk melakukan pembelaan dan mendampingi orang yang menjalani proses peradilan pidana baik dalam pemeriksaan maupun di luar pemeriksaan sesuai dengan etika profesi yang berlaku.

    Kemudian, Juniver menyampaikan agar profesi advokat tak dapat dituntut secara perdata maupun pidana. Karena, kata dia, advokat dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik, untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun luar pengadilan.

    “Ini penting sekali dimasukkan karena ini bagian dari hukum acara,” ujarnya.

    Meski sudah diatur dalam UU Advokat, menurut Juniver saat ini masih banyak advokat yang harus menjalani proses hukum. Mereka dituntut dan diminta pertanggungjawaban pada saat melakukan pembelaan profesi.

    “Kita sedang menangani ada lima advokat (yang) dimainkan, bahasanya, nanti kan tidak enak, ada kepentingannya advokatnya yang dipojokan supaya berkasnya tidak jalan, diproses,” tuturnya.

    Usulan itu pun ditanggapi oleh Ketua Komisi III DPR Habiburokhman. Dia mengatakan bahwa usulan itu dipastikan bakal disepakati seluruh fraksi di Komisi III DPR.

    “Saya pikir kita semua sepakat nih kalau ketentuan ini, bisa disepakati enggak kawan-kawan? Sepakat ya, langsung bungkus. Jadi kemungkinan enggak akan berubah di pembahasan, kita langsung ikat di situ,” kata Habiburokhman.

    (rca)

  • Habiburokhman: Kejaksaan Masih Berwenang Menyidik Tipikor di RUU KUHAP

    Habiburokhman: Kejaksaan Masih Berwenang Menyidik Tipikor di RUU KUHAP

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menegaskan, dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), Kejaksaan Agung masih memiliki kewenangan untuk melalukan penyidikan dalam ranah tindak pidana korupsi (Tipikor).

    “Kami perlu luruskan, tidak benar sama sekali bahwa Kejaksaan tidak lagi memiliki kewenangan menyidik di tipikor,” kata Habiburokhman dalam konferensi persnya usai menggelar rapat dengar pendapat di gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Ia menjelaskan bahwa berdasarkan draft RUU KUHAP terakhir, Kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan di ranah tipikor dan pelanggaran HAM berat.

    “Jadi, Kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan menurut KUHAP yang baru karena memang KUHAP ini enggak mengatur soal kewenangan eksekusi. Dia hanya memberi contoh dari apa yang sudah berlaku,” bebernya.

    Selain itu, Habiburokhman juga membantah bahwa pasal penghinaan terhadap presiden dikecualikan dari restorative justice. Ia menegaskan, tidak ada pengecualian terhadap pasal penghinaan tersebut di dalam RUU KUHAP yang baru.

  • Advokat Juniver Girsang Usul Hakim Wajib Punya 2 Alat Bukti Sah untuk Jatuhkan Pidana

    Advokat Juniver Girsang Usul Hakim Wajib Punya 2 Alat Bukti Sah untuk Jatuhkan Pidana

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Sura Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang mengusulkan adanya reformulasi Pasal 230 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Usulan ini dia sampaikan langsung saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI dengan agenda menerima masukan terkait RUU Hukum Acara Pidana, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/3/2025).

    “Pasal 230 kami mengusulkan ditambah ayat 3, ini harus tegas, hakim dilarang menjatuhkan pidana pada terdakwa kecuali hakim memperoleh keyakinan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, bahwa tidak ada tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya,” urainya.

    Adapun, dalam materi yang Juniver sampaikan, usulannya ini dilatar belakangi oleh hilangnya keharusan adanya minimal 2 alat bukti yang sah dalam menerapkan asas “in dubio pro reo” untuk menjatuhkan putusan telah merugikan hak advokat melakukan pembelaan kepada kliennya.

    “Karena ini bisa merugikan kita di dalam pembelaan, tidak jelas alat buktinya apa tapi dengan keyakinannya, jadi ada dua alat bukti tapi didukung keyakinan,” tukasnya.

    Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyebut sebenarnya apabila sudah ada dua alat bukti yang dirasa cukup maka tak perlu waktu lama untuk menuju proses persidangan.

    “Atau jika tidak ditemukan [dua alat bukti], maka tidak diproses sama sekali. Kejelasan ini penting demi kepastian hukum,” katanya dalam kesempatan yang sama.

    Sebagaimana diketahui, dalam materi yang disampaikan Juniver dalam draf bunyi pasal 230 RUU KUHAP hanya terdapat dua ayat berikut:

    Ayat 1 berbunyi: jika hakim berpendapat bahwa hasil pemeriksaan di sidang, tindak pidana yang didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan, Terdakwa dipidana.

    Ayat 2 berbunyi: jika hakim berpendapat bahwa hasil pemeriksaan di sidang, tindak pidana yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, Terdakwa diputus bebas.