Kementrian Lembaga: Komisi III DPR RI

  • DPR Setuju RUU KUHAP Atur Hak Imunitas Advokat

    DPR Setuju RUU KUHAP Atur Hak Imunitas Advokat

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi III DPR menyetujui usulan terkait hak imunitas advokat atau tidak dapat dituntut ketika sedang membela kliennya secara patut dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diatur dalam RUU KUHAP. 

    “Saya pikir kita semua sepakat nih kalau ketentuan ini. Bisa disepakati enggak kawan-kawan? Sepakat ya? Langsung bungkus. Jadi kemungkinan enggak akan berubah di pembahasan, kita langsung ikat di situ,” ujar Ketua Komisi III DPR Habiburokhman saat memimpin rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan sejumlah LSM hukum, organisasi advokat, dan pakar hukum di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Habiburokhman memberikan persetujuan setelah mendengarkan pemaparan salah satu advokat senior Juniver Girsang. Dia merujuk pada Pasal 140 draf RUU KUHAP yang mengatur soal advokat.

    Bunyi Pasal 140 revisi KUHAP, yaitu advokat menjalankan tugas dan fungsi untuk melakukan pembelaan dan mendampingi orang yang menjalani proses peradilan pidana baik dalam pemeriksaan maupun di luar pemeriksaan sesuai dengan etika profesi yang berlaku.

    Berkaitan dengan ketentuan tersebut, Juniver mendorong agar dalam RUU KUHAP ada penegasan advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik, untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun luar pengadilan.

    “Ini penting sekali dimasukkan karena ini bagian dari hukum acara,” tandas Juniver.

    Juniver mengaku hak imunitas advokat dalam membela klien sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Advokat. Hanya saja, kata dia, saat ini masih banyak advokat yang harus menjalani proses hukum karena dituntut dan diminta pertanggungjawaban pada saat melakukan pembelaan profesi.

    “Kita sedang menangani ada lima advokat (yang) dimainkan, bahasanya, nanti kan tidak enak, ada kepentingannya advokatnya yang dipojokan supaya berkasnya tidak jalan, diproses,” pungkas Juniver dalam RDPU membahas RUU KUHAP.

  • Komisi III DPR Pastikan Bahas Revisi UU Polri secara Terbuka – Halaman all

    Komisi III DPR Pastikan Bahas Revisi UU Polri secara Terbuka – Halaman all

    Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, memastikan pihaknya akan membahas revisi UU Polri secara terbuka.

    Tayang: Senin, 24 Maret 2025 23:34 WIB

    Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra

    HINCA PANJAITAN – Ketua Majelis Kehormatan DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan (kiri) dan Waketum DPP Partai Gerindra Habiburokhman (kanan) saat ditemui awak media di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (29/11/2024). 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, memastikan pihaknya akan membahas revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri secara terbuka.

    Namun, Hinca menyebut saat ini Komisi III DPR belum membahas revisi UU Polri. Pihaknya tengah fokus membahas revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    “Setahu saya sampai hari ini di Komisi III belum ada (bahas revisi UU Polri), masih kita fokus di KUHAP,” kata Hinca di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Hinca memastikan pembahasan revisi UU Polri akan dilakukan secara terbuka kalaupun ditugaskan ke Komisi III DPR.

    Dia mencotohkan pembahasan KUHAP yang sedang berlangsung di Komisi III DPR. Dia mengklaim bahwa pembahasannya dilakukan secara terbuka dan mengundang banyak pihak.

    “Percayalah kalau RUU Polri itu juga masuk di kami, kami akan lakukan hal yang sama,” ungkap Hinca.

    Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menegaskan bahwa pihaknya belum menerima surat presiden (Surpres) terkait revisi UU Polri.

    “Belum ada (Surpres RUU Polri),” kata Adies di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2025).

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’1′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Komisi III DPR Tegaskan Kejaksaan Tetap Berwenang Lakukan Penyidikan Kasus Korupsi di KUHAP Baru

    Komisi III DPR Tegaskan Kejaksaan Tetap Berwenang Lakukan Penyidikan Kasus Korupsi di KUHAP Baru

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi III DPR RI membantah jika kejaksaan tidak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Sebagai informasi, mulanya beredar draf RUU KUHAP dalam Pasal 6 yang menyebutkan jaksa hanya menjadi penyidik HAM berat. Dalam draf beredar itu, jaksa sudah tidak lagi menjadi penyidik tipikor.

    “Perlu luruskan, kami perlu luruskan bahwa tidak benar sama sekali bahwa kejaksaan tidak lagi memiliki kewenangan menyidik di tipikor,” kata Ketua Komisi III DPR Habiburokhman di DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 24 Maret 2025.

    Waketum Gerindra itu mengatakan, memang KUHAP ini tidak mengatur soal kewenangan institusi, jadi dia hanya memberi contoh dari apa yang sudah berlaku.

    “Jadi kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tipikor menurut KUHAP yang baru,” ujarnya.

    Sebagai informasi, kewenangan jaksa dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi sorotan. Dalam RUU tersebut tertulis jaksa hanya menjadi penyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat.

    Aturan itu tertuang dalam draf RUU KUHAP pasal 6 tentang penyidik. Pasal tersebut menjelaskan kategori penyidik, berikut bunyinya:

    Pasal 6

    (1) Penyidik terdiri atas:
    a. Penyidik Polri;
    b. PPNS; dan
    c. Penyidik Tertentu.

    (2) Penyidik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penyidik utama yang diberi kewenangan untuk melakukan Penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.

    (3) Ketentuan mengenai syarat kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, serta sertifikasi bagi pejabat yang dapat melakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 3 Polisi Tewas Lampung Ditembak, Komisi III DPR Desak Polisi Segera Tetapkan Tersangka

    3 Polisi Tewas Lampung Ditembak, Komisi III DPR Desak Polisi Segera Tetapkan Tersangka

    loading…

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mendesak aparat penegak hukum segera menetapkan tersangka dalam kasus penembakan 3 anggota polisi saat menggerebek judi sabung ayam di Way Kanan, Lampung. FOTO/ACHMAD AL FIQRI

    JAKARTA Komisi III DPR mendesak aparat penegak hukum segera menetapkan tersangka dalam kasus penembakan 3 anggota polisi saat menggerebek judi sabung ayam di Way Kanan, Lampung. Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menilai, aparat bisa mudah mengungkap pelaku penembakan. Apalagi, kata dia, ada banyak saksi yang sangat mungkin mengetahui peristiwa itu.

    “Ini sederhana kok, pasti banyak saksi kok, begitu gitu lho. Kita mendorong semua pihak yang terlibat dalam joint investigation segera tentukan tersangkanya,” kata Habiburokhman di Gedung DPR, Senin (24/3/2025).

    Habiburokhman mempertanyakan hati nurani para aparat penegak hukum. “Hati nurani kita di mana sih, ada orang mati belum ada tersangka sudah berapa hari gitu lho, ya,” katanya.

    Menurutnya, pengungkapan kasus pembunuhan tersebut dinilai penting karena berkaitan dengan persoalan kemanusiaan. Di samping itu, ia menilai, sudah ada prajurit TNI yang sudah mengaku sebagai pelaku penembakan. Dengan begitu, tidak ada alasan untuk menunda-nunda pemeriksaan terduga pelaku tersebut.

    “Ada keluarga korban yang menunggu kepastian, siapa Tersangkanya harus jelas gitu lho. Kan sudah ada yang ngaku tuh, oknum TNI, nah seperti apa pengakuannya, jangan berlarut-larut,” kata Habiburokhman.

    Sekadar informasi, Kopka B dan Peltu L, dua oknum TNI yang diduga melakukan penembakan terhadap 3 anggota Polsek Negara Batin, Kabupaten Way Kanan masih menjalani pemeriksaan di Mako Denpom II/3 Lampung. Keduanya mengaku membawa senjata api dan melakukan penembakan terhadap tiga anggota Polri di Way Kanan, Lampung.

    Hal tersebut disampaikan Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika dalam pers rilis di Mapolda Lampung, Rabu (19/3/2025). “Hasil joint investigasi, Pomdam juga sudah menyampaikan terdapat 2 oknum TNI yang sudah menyerahkan diri, dan keduanya berdasarkan pengakuannya berada di tempat kejadian perkara (TKP). Ini sesuai dengan keterangan saksi-saksi,” ujar Kapolda.

    “Kemudian, mereka juga mengakui melakukan penembakan serta membawa senpi jenis rakitan. Namun, ini yang masih akan kita dalami, karena semua fakta peristiwa harus didukung dengan alat bukti,” sambungnya.

    (abd)

  • Revisi UU KUHAP: Juniver Girsang Usul Saksi Dibolehkan Ajukan Praperadilan

    Revisi UU KUHAP: Juniver Girsang Usul Saksi Dibolehkan Ajukan Praperadilan

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang mengusulkan agar revisi Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membolehkan saksi mengajukan praperadilan.

    Pasalnya, dia memaparkan selama ini praperadilan hanya bisa diajukan oleh tersangka.

    Usulan ini dia sampaikan langsung saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI dengan agenda menerima masukan terkait RUU Hukum Acara Pidana, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/3/2025).

    “Kalau kita baca di sini praperadilan adalah kewenangan dari pengadilan negeri yakni dari keluarga tersangka korban dan penyidikan. Ini juga harus kita masukkan yang berhak itu saksi. Saksi harus masuk dia juga berhak untuk mengajukan praperadilan,” usulnya.

    Juniver menilai saksi memiliki kaitan dengan suatu perkara, sehingga juga harus diizinkan untuk mengajukan praperadilan. Terlebih, terkadang ada upaya hukum paksa yang terjadi kepada saksi.

    “Bagaimana tidak ada kaitan dengan suatu perkara, tetapi ada tujuan dibalik itu, rumahnya disita, rekening yang diblokir tindakan upaya hukum paksa yang lain. Kita tanya penyidik ‘Kenapa?’, perintah. Waduh, kacau ini. ‘Perintah ada hubungannya tidak?’, ‘Nanti kita lihat dalam proses lebih lanjut,” kata dia.

    Kemudian, ujar dia, nasib seorang saksi dalam suatu perkara juga dipertaruhkan. Mulai dari kesulitan finansial akibat rekening diblokir, rumah disegel, dan hingga menanggung rasa malu.

    “Tentu ini kita di praperadilan artinya apa, artinya saksi juga berhak sepanjang upaya paksa itu dia terkena, nanti kita buktikan di pengadilan,” pungkasnya. 

  • Komisi III DPR Sambut Usulan Hak Imunitas Advokat di RUU KUHAP, Juniver Girsang: Advokat Tak Bisa Dituntut

    Komisi III DPR Sambut Usulan Hak Imunitas Advokat di RUU KUHAP, Juniver Girsang: Advokat Tak Bisa Dituntut

    PIKIRAN RAKYAT – Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang mengapresiasi Komisi III DPR RI yang menerima usulan Peradi SAI bahwa advokat mempunyai hak imunitas dalam pembahasan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Hal itu dia sampaikan langsung usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI dengan agenda menerima masukan terkait RUU Hukum Acara Pidana, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 24 Maret 2025.

    “Dalam RDPU tadi, kami sangat apresiasi usulan dari Peradi SAI diterima oleh Komisi III, yaitu advokat itu punya hak imunitas, tidak bisa dituntut di dalam dan di luar pengadilan,” kata Juniver.

    Tentu saja, kata Juniver, hak imunitas untuk advokat itu berlaku sepanjang advokat menjalankan profesinya dengan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Maka dari itu, hak imunitas ini memberikan kabar gembira bagi para advokat sehingga tidak ada kecemasan dalam membantu hak-hak kepentingan masyarakat dalam mencari keadilan.

    “Nah, ini sangat signifikan bagi advokat maupun bagi masyarakat yang memberi jasa hukum kepada advokat, supaya tidak ada kriminalisasi kepada advokat. Ini sehat sekali bagi advokat, juga mengucapkan selamat kepada seluruh advokat yang selama ini khawatir terhadap hak imunitasnya tidak diberikan, hari ini sudah diputuskan diberikan hak imunitas tidak bisa dituntut di dalam dan di luar pengadilan,” ujarnya.

    Selain itu, Juniver juga menyambut baik inisiatif DPR yang membahas RUU Hukum Acara Pidana ini lebih sangat maju dari KUHAP sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Menurut dia, Rancangan KUHAP yang sedang dibahas ini memberikan peran kepada advokat untuk mendampingi saksi yang menghadapi proses hukum.

    “Di mana, tadi sudah dijelaskan yang sangat signifikan adalah saat ini advokat sudah bisa dan wajib mendampingi saksi mulai dari tingkat penyidikan sampai kepada pengadilan. Kami menyampaikan apresiasi kepada DPR bahwa RUU KUHAP yang diinisiatif oleh DPR sangat baik dan sangat maju sekali dari KUHAP yang sebelumnya,” tuturnya.

    Di samping itu, Juniver mengimbau Komisi III DPR RI bahwa RUU KUHAP yang sekarang diberi waktu kepada advokat atau Peradi SAI untuk memasukkan lagi hal-hal apa saja yang diperlukan untuk penegakan hukum lebih baik di Indonesia.

    “Ini hasil kami RDPU dengan Komisi III, dan kiranya kami juga akan mempersiapkan bahan-bahan yang lebih lanjut untuk memperkuat RUU KUHAP yang akan berlaku sepertinya tahun depan sudah harus berlaku,” ujarnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Juniver Apresiasi Usulan Peradi SAI Diterima Komisi III DPR, Advokat Diberi Hak Imunitas

    Juniver Apresiasi Usulan Peradi SAI Diterima Komisi III DPR, Advokat Diberi Hak Imunitas

    loading…

    Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) Juniver Girsang mengapresiasi Komisi III DPR menerima usulan pihaknya agar advokat diberi hak imunitas dalam RUU KUHAP. Foto/TV Parlemen

    JAKARTA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia ( Peradi SAI ) Juniver Girsang mengapresiasi Komisi III DPR menerima usulan pihaknya agar advokat diberi hak imunitas dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( RUU KUHAP ). Adapun usulan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    “Dalam RDPU tadi, kami sangat apresiasi usulan dari Peradi SAI diterima oleh Komisi III, yaitu advokat itu punya hak imunitas, tidak bisa dituntut di dalam dan di luar pengadilan,” kata Juniver usai RDPU Komisi III DPR.

    Dia menuturkan, hak imunitas itu diusulkan berlaku sepanjang advokat menjalankan profesinya dengan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Maka itu, hak imunitas ini memberikan kabar gembira bagi para advokat.

    Sebab, dengan demikian tidak ada kecemasan ketika membantu hak-hak kepentingan masyarakat dalam mencari keadilan. “Nah, ini sangat signifikan bagi advokat maupun bagi masyarakat yang memberi jasa hukum kepada advokat, supaya tidak ada kriminalisasi kepada advokat,” jelasnya.

    “Ini sehat sekali bagi advokat, juga mengucapkan selamat kepada seluruh advokat yang selama ini khawatir terhadap hak imunitasnya tidak diberikan, hari ini sudah diputuskan diberikan hak imunitas tidak bisa dituntut di dalam dan di luar pengadilan,” sambungnya.

    Dia pun menyambut baik inisiatif DPR yang membahas RUU ini lebih sangat maju dari KUHAP sebelumnya. Dia mengatakan, RUU KUHAP yang sedang dibahas ini memberikan peran kepada advokat untuk mendampingi saksi yang menghadapi proses hukum.

    “Tadi sudah dijelaskan yang sangat signifikan adalah saat ini advokat sudah bisa dan wajib mendampingi saksi mulai dari tingkat penyidikan sampai kepada pengadilan. Kami menyampaikan apresiasi kepada DPR bahwa RUU KUHAP yang diinisiatif oleh DPR sangat baik dan sangat maju sekali dari KUHAP yang sebelumnya,” imbuhnya.

    Dia pun mengimbau Komisi III DPR memberikan waktu bagi advokat atau Peradi SAI untuk memberikan masukan lagi hal-hal apa saja yang diperlukan untuk penegakan hukum lebih baik di Indonesia dalam RUU KUHAP. “Ini hasil kami RDPU dengan Komisi III, dan kiranya kami juga akan mempersiapkan bahan-bahan yang lebih lanjut untuk memperkuat RUU KUHAP yang akan berlaku sepertinya tahun depan sudah harus berlaku,” pungkasnya.

  • Advokat Tak Dapat Dituntut Perdata-Pidana dalam Pembelaan Klien

    Advokat Tak Dapat Dituntut Perdata-Pidana dalam Pembelaan Klien

    Jakarta

    Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang, mengusulkan pengacara atau advokat tidak dapat dituntut pidana dan perdata saat membela klien. Komisi III DPR RI menyetujui usulan tersebut.

    Kesepakatan itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR dengan agenda menerima masukan RUU KUHAP di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025). Mulanya, Juniver menilai perlu adanya penambahan ayat baru dalam Pasal 140 RUU KUHAP.

    “Harus dicantumkan juga sewaktu kita menjalankan profesi itu, advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun secara pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien baik di dalam maupun luar pengadilan. Ini penting sekali dimasukkan karena ini bagian dari hukum acara,” kata Juniver.

    Dalam kesimpulan rapat, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyatakan usulan Juniver tersebut disetujui. Habiburokhman mengatakan advokat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata saat menjalankan tugas profesinya dalam RUU KUHAP.

    “Pasal 140 RUU KUHAP masukan dari Peradi SAI diterima (disetujui oleh seluruh fraksi di RDPU) Pasal 140 ditambahkan satu ayat: Pasal 140 ayat (2): Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien baik di dalam maupun di luar pengadilan,” kata Habiburokhman membacakan kesimpulan rapat.

    “Penjelasan: Yang dimaksud dengan ‘iktikad baik’ adalah sikap dan perilaku profesional yang ditunjukkan oleh advokat dalam menjalankan tugas pembelaan dan pendampingan hukum dengan kejujuran, integritas yang dinilai berdasarkan kode etik profesi Advokat,” sambung dia.

    “Kami sangat apresiasi usulan dari Peradi SAI diterima oleh Komisi III, yaitu advokat itu punya hak imunitas, tidak bisa dituntut di dalam dan di luar pengadilan,” kata Juniver.

    Juniver mengatakan hak imunitas tersebut berlaku sepanjang advokat menjalankan profesinya sesuai dengan etika dan ketentuan perundang-undangan. Dia mengatakan hak imunitas tersebut membuat advokat tidak lagi merasa cemas saat membela klien.

    (amw/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Draf Revisi KUHAP: DPR Dorong Pasal Penghinaan Presiden Selesai Lewat Restorative Justice

    Draf Revisi KUHAP: DPR Dorong Pasal Penghinaan Presiden Selesai Lewat Restorative Justice

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi III Habiburokhman menekankan dalam draf terbaru Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mengatur tindak pidana terhadap penghina martabat presiden dapat diselesaikan melalui restorative justice (RJ).

    Hal ini dia sampaikan kala meluruskan isu kekeliruan soal KUHAP baru yang menyebut kasus penghinaan presiden tidak bisa diselesaikan dengan RJ. Padahal, di Pasal 77 draf KUHAP yang benar memang menegaskan penyelesaian kasus penghinaan presiden bisa melalui RJ.

    “Kami semua anggota Komisi III lewat para kapoksinya sudah sepakat bahwa tidak benar pengaturan tersebut, yang benar adalah justru pasal penghinaan presiden memang harus bisa diselesaikan dengan restorative justice. Jadi di pasal 77 itu rumusannya diubah, yang benar adalah tidak ada pengecualian terhadap pasal penghinaan presiden di KUHP,” katanya saat konferensi pers, di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025).

    Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum Gerindra ini menyebut bahwa pasal penghinaan presiden ini merupakan bagian dari tindak pidana yang berkaitan dengan ujaran.

    Kata Habiburokhman, ujaran yang disampaikan semisal dengan spontan dan lisan tentunya bisa memunculkan multi interpretasi. Contohnya, saat seseorang berbicara mengenai A, bisa diartikan B oleh orang lain.

    Maka itu, dia memandang akan bahaya bila pengartian itu dianggap sebagai pelanggaran hukum penghinaan presiden. Sebab itu, Habiburokhman menyampaikan penyelesaiannya harus bida ditempuh dengan mekanisme RJ.

    “Jadi bahkan kita nanti kalau bisa kita dorong, pasal seperti itu tidak bisa langsung ke penegakan hukum, bahkan kita bisa lebih progresif lagi, harus melalui, jadi bukan hanya pilihan ya, bukan hanya bisa, tetapi harus melalui RJ. Harus dicoba nih yang RJ-nya ini harus dilalui dahulu tahapan RJ-nya,” urai legislator Gerindra ini.

    Sebagai informasi, Komisi III DPR menargetkan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP tidak memakan waktu hingga melebihi dua masa sidang.  

    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, pihaknya optimistis pembahasan revisi KUHAP itu bisa dibahas tanpa waktu yang lama. 

    “Kalau bisa ya jangan lebih dari dua kali masa sidang. Jadi kalau dua kali masa sidang Insyaallah sih siap ya teman-teman ya,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/3/2025). 

  • RUU KUHAP, Komisi III DPR Pastikan Jaksa Tetap Berwenang Jadi Penyidik Tipikor

    RUU KUHAP, Komisi III DPR Pastikan Jaksa Tetap Berwenang Jadi Penyidik Tipikor

    loading…

    Ketua Komisi III DPR Habiburokman bersama jajarannya dalam konferensi pers RUU KUHAP di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025). FOTO/FELLDY UTAMA

    JAKARTA – Komisi III DPR menegaskan revisi Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( RUU KUHAP ) tetap akan memberikan kewenangan kepada Kejaksaan Agung ( Kejagung ) menjadi penyidik tindak pidana korupsi. Dalam draf RUU KUHAP yang beredar, jaksa hanya menjadi penyidik HAM berat.

    “Kami perlu luruskan bahwa tidak benar sama sekali bahwa kejaksaan tidak lagi memiliki kewenangan menyidik di tipikor,” kata Ketua Komisi III DPR Habiburokman dalam konferensi persnya di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Habibur mengatakan, isu yang beredar merujuk pada draf RUU KUHAP yang belum final. Dalam draf tersebut terlihat bahwa Pasal 6 RUU KUHAP, mengatur Jaksa hanya menjadi penyidik HAM berat.

    Artinya, Jaksa sudah tidak lagi memiliki wewenang untuk menyidik tindak pidana korupsi.”Jadi kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tipikor menurut KUHAP yang baru,” ujarnya.

    “Karena memang KUHAP ini tidak mengatur soal kewenangan institusi, jadi dia hanya memberi contoh dari apa yang sudah berlaku,” tutur dia melanjutkan.

    Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil menyoroti penambahan kewenangan yang sangat besar bagi polisi di draf RUU KUHAP. Direktur LBH Jakarta Fadil Alfathan menilai ada dominasi polisi dalam draf RUU KUHAP yang beredar di masyarakat. Dia menjelaskan, tidak ada semangat untuk mengevaluasi lebih lanjut atas implementasi sistem peradilan pidana khusus yang dilakukan polisi.

    “Dalam konteks ini adalah sistem penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan polisi,” kata Fadil, Jumat (21/3/2025).

    Dia melanjutkan, dalam kondisi banyak kritik terhadap kinerja polisi, justru kewenangan lebih besar di RUU KUHAP diberikan kepada polisi. “Padahal kinerjanya bagi kami sangat buruk,” tuturnya.