Kementrian Lembaga: Komisi III DPR RI

  • Rudianto Lallo Dukung Bareskrim Polri Tuntaskan Aksi Teror di Kantor Tempo – Halaman all

    Rudianto Lallo Dukung Bareskrim Polri Tuntaskan Aksi Teror di Kantor Tempo – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo mendukung Bareskrim Mabes Polri untuk mengusut tuntas kasus teror berupa kepala babi dan tikus yang dialamtkan ke kantor media dan jurnalis Tempo.

    Rudianto Lallo menyatakan, langkah Bareskrim Polri untuk mengusut tuntas kasus teror terhadap Tempo ini menjadi penting untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi warga negara, termasuk pers.

    “Penuntasan kasus teror di kantor Tempo menjadi poin penting untuk menunjukkan kalau kebebasan pers masih terjaga di Indonesia. Karena pentingnya hal ini, kami mendukung Bareskrim Polri untuk menuntaskan kasus ini,” kata Rudianto Lallo, Selasa (25/3/2025).

    Kapoksi Fraksi NasDem di Komisi III DPR RI ini menegaskan bahwa kepolisian dituntut serius mengungkap siapa dalang di balik aksi teror ini.

    “Kalau teror ini tidak dituntaskan, maka potensi terjadinya teror, intimidasi, bahkan kekerasan terhadap pers dan masyarakat sipil yang kritis bisa berulang,” ujar Rudianto Lallo.

    Sebelumnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan telah memerintahkan Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan teror tersebut.

    Dugaan aksi teror dialami media Tempo dan jurnalis Tempo terjadi pada 19 Maret 2025  sekitar pukul 16.15 WIB lalu. Wartawan Tempo, baru menerima paket berisi kepala babi itu pada 20 Maret pukul 15.00 WIB setelah kembali dari liputan.

    Setelah kejadian itu, kantor redaksi Tempo kembali menerima kiriman teror kedua berupa kotak berisi bangkai tikus yang dipenggal. Petugas kebersihan menemukan kardus tersebut pada Sabtu, 22 Maret 2025, pukul 08.00 WIB. 

  • RUU KUHAP Wajibkan Ruang Pemeriksaan Dilengkapi CCTV, Ini Alasannya

    RUU KUHAP Wajibkan Ruang Pemeriksaan Dilengkapi CCTV, Ini Alasannya

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menjelaskan alasan pihaknya mengatur soal ruang pemeriksaan wajib dilengkapi kamera pengawas atau CCTV dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP. Menurut Sahroni, CCTV tersebut untuk mencegah kekerasan atau intimidasi yang kerap terjadi dalam proses pemeriksaan.

    Ketentuan ini tercantum pada Pasal 31 RUU KUHAP yang mewajibkan setiap tahap pemeriksaan harus dilengkapi oleh kamera pemantau atau CCTV. 

    “Dalam RUU KUHAP, nantinya setiap proses pemeriksaan diwajibkan terdapat CCTV. Ini karena sudah diamanatkan oleh UU, tidak boleh ada lagi kasus CCTV mati,” ujar Sahroni kepada wartawan di Jakarta, Selasa (25/3/2025).

    Sahroni mengatakan RUU KUHAP berupaya maksimal mencegah kekerasan atau intimidasi yang kerap terjadi dalam proses pemeriksaan. Hal tersebut sebagai upaya negara dalam melindungi hak asasi manusia warganya. 

     “Ini sebagai bentuk upaya negara dalam melindungi hak-hak saksi, tersangka, maupun korban. Ini juga mencegah adanya tindakan intimidasi atau kekerasan tidak manusiawi yang enggak perlu selama proses pemeriksaan,” tandas Sahroni.

    Lebih lanjut, Sahroni juga berharap nantinya proses pemeriksaan dapat lebih akuntabel dan transparan karena bukti pemeriksaan dapat disaksikan oleh berbagai pihak.

    “Diharapkan proses pemeriksaan juga menjadi lebih akuntabel dan transparan karena dapat diawasi oleh berbagai pihak terkait, termasuk pengacara. Juga, rekaman dapat dijadikan alat bukti pendukung di persidangan apabila diperlukan. Jadi ini sebuah bentuk kemajuan dalam proses hukum kita,” pungkas Sahroni.

    Dalam draf RUU KUHAP, pengaturan soal CCTV tertuang dalam Pasal 31 yang menyatakan:

    (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat direkam dengan menggunakan kamera pengawas selama pemeriksaan berlangsung

    (3) Rekaman kamera pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan hanya untuk kepentingan Penyidikan dan dalam penguasaan Penyidik

    Ayat selanjutnya, menjelaskan soal rekaman kamera pengawas dapat digunakan untuk kepentingan tersangka, terdakwa, atau penuntut umum dalam pemeriksaan di sidang pengadilan atas permintaan Hakim. Ketentuan lebih lanjut bakal diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).

    Saat ini DPR sudah menerima surat presiden (supres) terkait penunjukan wakil pemerintah dalam pembahasan RUU KUHAP. Pembahasan mengenai RUU KUHAP nantinya akan dilaksanakan di Komisi III DPR.

  • Puan tegaskan DPR belum terima Surpres RUU Polri

    Puan tegaskan DPR belum terima Surpres RUU Polri

    Jakarta (ANTARA) – Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan lembaganya belum menerima Surat Presiden soal Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri).

    “Surpres (RUU Polri), saya tegaskan sampai saat ini belum diterima pimpinan DPR,” kata Puan di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Dengan begitu, Puan mengatakan bahwa draf RUU Polri yang beredar di media sosial bukan draf yang resmi.

    Selain itu, Surat Presiden (Surpres) soal RUU Polri yang beredar di publik bukanlah surat resmi dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto.

    Selain itu, Puan juga memastikan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Polri yang beredar saat ini bukan draf resmi sebab pimpinan DPR hingga saat ini belum menerima surpres terkait RUU tersebut.

    “Jadi, kalau sudah ada DIM yang beredar itu bukan DIM resmi,” katanya.

    Puan menambahkan bahwa DPR baru menerima surpres terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Hal tersebut diungkap Puan dalam penutupan masa sidang II tahun 2024–2025 hari ini.

    Menurut dia, surpres yang diterima bernomor R19/Pres/03/2025 terkait penunjukan wakil pemerintah untuk membahas RUU KUHAP. Surpres RUU KUHAP tersebut akan ditindaklanjuti Komisi III DPR.

    Menurut Puan, alat kelengkapan dewan yang akan membahas RUU KUHAP akan diputuskan pada masa persidangan selanjutnya.

    DPR RI akan memasuki masa reses mulai 26 Maret hingga 16 April 2025.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tokoh NU Soroti Legislator Gerindra yang Anggap Kiriman Bangkai ke Tempo Belum Termasuk Teror

    Tokoh NU Soroti Legislator Gerindra yang Anggap Kiriman Bangkai ke Tempo Belum Termasuk Teror

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi membeberkan pengertian terkait Terorisme.

    Hal ini dilakukan di media sosial X pribadinya untuk membalas pernyataan dari Legoslator Gerindra.

    Dalam pengertian Terorisme adalah suatu metode pemaksaan yang dilakukan dengan mengancam yang diikut dengan menyebarkan rasa takut.

    “Terorisme adalah suatu metode pemaksaan yang menggunakan ancaman untuk menyebarkan rasa takut demi mencapai tujuan politik atau ideologis,” tulisnya dikutip Selasa (25/3/2025).

    “UNODC — The Doha Declaration, Promoting a Culture of Lawfulness (2021),” tambahnya.

    Sebelumnya, Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Gerindra Komisi III DPR Muhammad Rahul menyoroti kasus teror terhadap Tempo.

    Muhammad Rahul menilai teror terhadap Tempo terlalu dini apabila dianggap sebagai ancaman terhadap jurnalis.

    Ia memaparkan hal ini belum bisa dipastikan karena sampai saat ini belum ada kepastian hukum dari pihak kepolisian.

    “Secara hukum, belum dapat dikatakan sebagai bentuk teror kepada jurnalis karena belum ada putusan pengadilan yang sah terkait siapa pelakunya,” sebut Rahul.

    “Oleh sebab itu, kita perlu mengedepankan asas praduga tak bersalah,” tuturnya.

    Dilansir Tempo, Petugas kebersihan Tempo menemukannya kardus berisi enam ekor tikus pada Sabtu, 22 Maret 2025, pukul 08.00 WIB. Agus, petugas kebersihan Tempo, menduga kotak kardus yang dibungkus dengan kertas kado bermotif bunga mawar merah itu berisi mi instan. Kotak itu sedikit penyok. “Ketika dibuka, isinya kepala tikus,” kata dia. 

  • DPR Terima Surpres Penunjukan Wakil Pemerintah untuk RUU KUHAP

    DPR Terima Surpres Penunjukan Wakil Pemerintah untuk RUU KUHAP

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menerima Surat Presiden (Supres) untuk penunjukan wakil pemerintah guna membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan Supres tersebut teregister dengan nomor R19/pres/03/2025. Dia pun membantah adanya tarik-menarik antara pemerintah dan DPR terkait dengan pembahasan tersebut.

    “Surat tersebut akan ditindaklanjuti sesuai dengan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang tata tertib dan mekanisme yang berlaku, ini merupakan domain atau tupoksi komisi III namun baru kami akan putuskan nanti sesudah pembukaan sidang yang akan datang,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025).

    Cucu Proklamator RI ini melanjutkan, keputusan revisi KUHAP akan dibahas di mana nantinya baru akan diputuskan seusai pembukaan masa sidang berikutnya.

    “Nanti kita putuskan sesudah pembukaan masa sidang karena ada mekanismenya,” ujar Puan.

    Sebelumnya, dia mengatakan pihaknya telah menerima Supres berkenaan revisi UU KUHAP. Hal ini dia ungkapkan dalam rapat sidang paripurna ke-16 penutupan masa sidang II tahun 2024-2025 di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025).

    “Perlu kami beritahukan bahwa pimpinan dewan telah menerima surat dari Presiden RI yaitu nomor R19/Pres/03/2025 hal penunjukan wakil pemerintah untuk membahas RUU tentang KUHAP,” ucapnya dalam pidatonya.

    Dia menerangkan, Surpres itu akan ditindaklanjuti sesuai dengan tata tertib dan mekanisme yang berlaku, karena ini merupakan domain atau tupoksi Komisi III DPR RI.

    “Namun, baru kami akan putuskan nanti sesudah pembukaan sidang yang akan datang,” sebutnya dalam rapat sidang paripurna tersebut.

  • Pro-Kontra Revisi KUHAP: Pasal Penyadapan, Penyidikan, hingga Sidang Tak Boleh Diliput

    Pro-Kontra Revisi KUHAP: Pasal Penyadapan, Penyidikan, hingga Sidang Tak Boleh Diliput

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi III DPR akan segera memulai pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Revisi ini merupakan pertama kali yang dilakukan setelah 44 tahun. 

    Untuk diketahui, KUHAP merupakan dasar bagi aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan untuk melaksanakan wewenangnya. Revisi KUHAP ini juga sejalan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru yang akan mulai berlaku pada 2026 atau tahun depan.

    Komisi III DPR RI segera menggulirkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) bersama Pemerintah, usai menerima Surat Presiden (Surpres) terkait pembahasan revisi UU tersebut pada Kamis (20/3).

    Pada Senin (25/3/2025), Komisi III DPR menghadirkan dua pakar hukum ternama Indonesia, yaitu Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) Juniver Girsang Ketua PBHI Julius Ibrani, dan Prof. Romli Atmasasmita, di Gedung DPR, Jakarta Pusat.

    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menargetkan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP tidak memakan waktu hingga melebihi dua masa sidang. Pihaknya optimistis pembahasan revisi KUHAP itu bisa dibahas tanpa waktu yang lama.

    “Kalau bisa ya jangan lebih dari dua kali masa sidang. Jadi kalau dua kali masa sidang Insyaallah sih siap ya teman-teman ya,” ujarnya di Gedung DPR. 

    Habiburokhman menyebut jumlah pasal yang akan dibahas di dalam KUHAP tidak sampai 300 pasal. Jumlah itu lebih sedikit dari pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP, yang disebut mencapai sekitar 700 pasal. 

    Pria yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu lalu menilai bahwa tidak banyak pihak yang akan mempertentangkan revisi KUHAP tersebut. 

    “Karena konsennya adalah memperkuat hak-hak orang yang bermasalah dengan hukum. Apakah sebagai tersangka, sebagai saksi, sebagai korban, kita perkuat hak-haknya,” tuturnya. 

    Berikut pasal-pasal yang menjadi sorotan dalam revisi KUHAP 

    1. Tidak Boleh Ada Siaran Langsung Persidangan

    Dalam kesempatan itu, Juniver Girsang mengusulkan agar revisi KUHAP dimasukkan pasal soal tidak ada liputan langsung dalam proses persidangan.

    Juniver menyarankan dalam Pasal 253 ayat 3 supaya ada penegasan dari makna publikasi proses persidangan. Menurut dia, harus ada pelarangan liputan langsung dalam persidangan.

    “Ini harus clear, jadi bukan berarti advokatnya setelah dari sidang tidak boleh memberikan keterangan di luar, ini bisa kita baca Ayat 3 ini kan; ‘Setiap orang yang berada di ruang sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan’,” tuturnya.

    Menurutnya, usulan ini perlu disetujui karena dia menilai ketika setiap orang yang ada di ruang sidang melakukan liputan langsung, dikhawatirkan dapat mempengaruhi keterangan para saksi.

    “Kenapa ini harus kita setujui? Karena orang dalam persidangan pidana kalau di liputannya langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek, itu kita setuju itu,” ujarnya.

    Akan tetapi, Juniver turut menyebut liputan langsung sebenarnya masih bisa dilakukan apabila telah mendapatkan izin dari hakim pengadilan. 

    “Dilarang mempublikasikan atau liputan langsung, tanpa seizin, bisa saja diizinkan oleh hakim, tentu ada pertimbangannya,” pungkasnya.

    2. Kejaksaan tetap berhak ikut penyidikan tindak pidana korupsi 

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

    “Jadi kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tipikor menurut KUHAP yang baru,” kata Habiburokhman saat konferensi pers usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama sejumlah pakar untuk mendengarkan masukan terkait RUU KUHAP di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    Hal itu disampaikannya merespons informasi yang beredar di publik terkait Pasal 6 dalam draf RUU KUHAP yang menyebutkan jaksa tak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor.

    “Ada yang menyebutkan kejaksaan tidak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor karena Pasal 6, penjelasannya Pasal 6 itu menyebutkan bahwa yang disebutkan adalah penyidik kejaksaan di bidang pelanggaran HAM berat,” ucapnya.

    Untuk itu, dia meluruskan bahwa kabar yang menyebut jaksa tak lagi memiliki wewenang melakukan penyidikan tipikor dalam RUU KUHAP tidaklah benar.

    “Tidak benar sama sekali bahwa kejaksaan tidak lagi memiliki kewenangan menyidik di tipikor karena naskah yang asli yang sudah kami kirimkan kemarin sudah jelas-jelas, di contoh juga kami sebutkan seperti adalah penyidik kejaksaan di bidang tipikor dan HAM berat,” tuturnya.

    Menurut dia, pengaturan soal kewenangan institusi tidak ikut diatur dalam RUU KUHAP, termasuk kejaksaan.

    “Memang KUHAP ini tidak mengatur soal kewenangan institusi, jadi dia hanya memberi contoh dari apa yang sudah berlaku,” kata dia.

    Komisi III DPR RI RDPU menerima masukan terkait RUU Hukum Acara Pidana dengan Juniver Girsang, Ketua PBHI Julius Ibrani, dan Prof. Romli Atmasasmita, di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025)/BISNIS-Annisa Nurul Amara

    3. Kasus penghinaan Presiden 

    Kasus penghinaan terhadap presiden penting untuk dapat diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice/RJ) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

    “Seluruh fraksi juga sepakat bahwa pasal penghinaan presiden adalah pasal yang paling penting yang harus bisa diselesaikan dengan restorative justice,” kata Habiburokhman. 

    Hal itu disampaikannya di akhir rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama sejumlah pakar untuk mendengarkan masukan terkait RUU KUHAP.

    Dia menyebut kebijakan keadilan restoratif penting diterapkan dalam pasal penghinaan terhadap presiden sebab pasal tersebut dapat menimbulkan multitafsir atau multiinterpretasi.

    “Faktanya bahwa justru pasal tersebut, pasal penghinaan presiden adalah pasal yang paling penting yang harus bisa diselesaikan dengan restorasi justice karena itu adalah pasal terkait ujaran, orang bicara A, bisa jadi tafsirkan B, C, dan E karena itu cara menyelesaikannya adalah dengan mekanisme dialog restorative justice,” ujarnya.

    Untuk itu, dia mengatakan pihaknya memandang penting diterapkannya keadilan restoratif atas pasal tersebut agar masyarakat tidak mudah dijerat hukuman penjara atas lontarannya yang dianggap menghina presiden.

    4. KPK Tak Ikuti Revisi KUHAP soal Penyadapan 

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal tetap merujuk pada Undang-Undang (UU) No.19/2019 terkait dengan wewenang penyadapan kendati draf revisi KUHAP memuat aturan berbeda.

    Untuk diketahui, draf revisi KUHAP yang akan dibahas oleh DPR mengatur sederet kebijakan soal penyadapan yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH).

    Berdasarkan draf revisi KUHAP yang dilihat Bisnis, wewenang penyadapan oleh penegak hukum diatur dalam pasal 124 hingga 129. Pada pasal 124 ayat (1), KUHAP mengatur bahwa penyidik, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) atau penyidik tertentu dapat melakukan penyadapan untuk kepentingan penyidikan. 

    Kemudian, pada ayat (2), penyadapan harus dilakukan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri (PN). 

    Sementara itu, pada UU No.19/2019 tentang KPK, pasal 12 mengatur bahwa KPK berwenang melakukan penyadapan dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan. 

    Aturan itu berbeda dengan UU No.19/2019 tentang KPK yang selama ini menjadi rujukan bagi lembaga antirasuah menangani kasus-kasus korupsi. Misalnya, draf revisi KUHAP yang akan dibahas itu salah satunya mengatur penyadapan dilakukan untuk kepentingan penyidikan.

    Sementara itu, UU KPK mengatur bahwa penyadapan dapat dilakukan pada tahap penyelidikan dan penyidikan. 

    Menanggapi perbedaan tersebut, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang dibentuk secara khusus sebagaimana diatur dalam pasal 43 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

    “Dalam melaksanakan tugasnya KPK diberi kewenangan khusus untuk melakukan penyadapan dalam tahap penyelidikan dan penyidikan sebagaimana diatur dalam UU No.19 Tahun 2019,” ujar Johanis kepada wartawan, Senin (24/3/2025).

    Johanis menyebut penyadapan yang diatur dalam KUHAP lebih bersifat umum karena dapat digunakan untuk penanganan kasus pidana lain, di luar pidana korupsi. 

    “Dengan demikian berdasarkan asas ‘lex spesialis derogat legi generalis’ KPK dapat saja melakukan penyadapan berdasarkan UU No.19 Tahun 2019 tanpa perlu mengikuti ketentuan yang diatur dalam KUHAP,” terang pimpinan KPK dua periode itu.

  • AKD yang Bahas RKUHAP Belum Ditentukan, Puan Bantah Ada Tarik-menarik

    AKD yang Bahas RKUHAP Belum Ditentukan, Puan Bantah Ada Tarik-menarik

    AKD yang Bahas RKUHAP Belum Ditentukan, Puan Bantah Ada Tarik-menarik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua
    DPR RI

    Puan Maharani
    menampik anggapan adanya tarik-menarik mengenai pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
    Hal itu disampaikan Puan saat menjelaskan soal belum ditetapkannya alat kelengkapan dewan (AKD) yang ditugaskan untuk membahas
    RUU KUHAP
    .
    “Tidak ada tarik-menarik, baru diterima suratnya. Jadi memang karena ini sudah tutup masa sidang, dan kemudian baru diterima suratnya, karenanya kami baru membacakan,” ujar Puan saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa (25/3/2025).
    Puan mengakui bahwa persoalan mengenai KUHAP adalah domain
    Komisi III
    DPR RI selaku mitra dari kementerian dan lembaga di bidang hukum.
    Namun, pimpinan DPR RI memutuskan untuk menunggu masa sidang berikutnya dimulai, untuk menetapkan AKD yang bertugas membahas RUU KUHAP.
    “Memang domainnya itu domain Komisi III. Namun nanti baru akan diputuskan sesudah pembukaan masa sidang akan dibahas di mana,” kata politikus PDI-P tersebut.
    Saat ditanya mengenai kemungkinan RUU KUHAP tetap dibahas oleh Komisi III atau dilimpahkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Puan meminta untuk menunggu keputusan resmi setelah masa reses.
    Diketahui, DPR RI akan memasuki masa reses mulai Rabu (26/3/2025) hingga 16 April 2025.
    “Nanti kita putuskan sesudah pembukaan masa sidang karena ada mekanismenya,” jelas Puan.
    Sikap pimpinan DPR RI kali ini berbanding terbalik dengan proses pembahasan RUU TNI.
    Saat itu, Pimpinan DPR RI langsung menugaskan Komisi I untuk membahas setelah menerima surpres terkait RUU TNI.
    Diberitakan sebelumnya, Pimpinan DPR RI telah menerima Surat Presiden (Surpres) soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
    Hal ini diungkap Puan dalam rapat sidang paripurna ke-16 penutupan masa sidang II tahun 2024-2025 di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (25/3/2025).
    “Perlu kami beritahukan bahwa pimpinan dewan telah menerima surat dari Presiden RI yaitu nomor R19/Pres/03/2025 hal penunjukan wakil pemerintah untuk membahas RUU tentang KUHAP,” kata Puan, Selasa.
    Menurut Puan, surpres itu akan ditindaklanjuti DPR RI, dalam hal ini Komisi III DPR RI.
    “Surat tersebut akan ditindaklanjuti sesuai peraturan DPR RI No 1 tahun 2020 tentang tata tertib dan mekanisme yang berlaku. Ini merupakan domain atau tupoksi Komisi III,” ujar Puan.
    Sementara itu, Komisi III DPR RI sebelumnya menyatakan akan membahas dan membentuk panitia kerja (panja) pembahasan
    revisi KUHAP
    setelah Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah/2025 Masehi.
    Adapun DPR RI akan memasuki reses setelah digelar sidang paripurna penutupan pada Selasa ini.
    “Ya, jadi setelah kita reses, kita langsung bentuk panitia kerjanya,” kata anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Senin, 24 Maret 2025.
    Menurut Hinca, ketua Panja revisi KUHAP akan dipimpin oleh pimpinan Komisi III DPR.
    “Ketuanya langsung dipimpin pimpinan, toh di antara mereka berunding siapa yang akan memimpin, lalu di masing-masing fraksi akan ada utusannya,” ujar Hinca.
    Adapun rencana pembentukan panja itu dilakukan setelah Komisi III menggelar serangkaian rapat dengar pendapat dan menyusun draf naskah RUU KUHAP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Peradi Apresiasi DPR yang Setujui Hak Imunitas Advokat dalam RUU KUHAP

    Peradi Apresiasi DPR yang Setujui Hak Imunitas Advokat dalam RUU KUHAP

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang, mengapresiasi Komisi III DPR yang menyetujui usulan hak imunitas advokat dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Menurut Juniver, keputusan ini menjadi kabar baik bagi advokat karena mereka tidak dapat dituntut, baik di dalam maupun di luar pengadilan, saat menjalankan tugasnya membela klien.

    “Kami sangat mengapresiasi Komisi III DPR yang menerima usulan Peradi SAI. Advokat kini memiliki hak imunitas dan tidak dapat dituntut di dalam maupun di luar pengadilan,” ujar Juniver seusai rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Meski demikian, Juniver menegaskan hak imunitas ini hanya berlaku jika advokat menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengaturan ini memberikan kepastian hukum bagi advokat serta melindungi mereka dari kriminalisasi saat membela hak-hak masyarakat dalam mencari keadilan.

    “Ini langkah maju yang memastikan advokat tidak lagi khawatir akan kriminalisasi. Kami ucapkan selamat kepada seluruh advokat yang selama ini memperjuangkan hak imunitas ini,” jelas Juniver.

    Juniver juga menyambut baik langkah DPR yang memperbarui KUHAP lama, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, dengan RUU KUHAP yang lebih progresif. Salah satu poin penting dalam revisi ini adalah advokat kini dapat mendampingi saksi sepanjang proses hukum, mulai dari penyidikan hingga pengadilan.

    “Sebelumnya, advokat hanya dapat mendampingi tersangka. Namun, dengan RUU KUHAP yang baru, advokat wajib mendampingi saksi sejak tahap awal penyidikan,” kata Juniver.

    Lebih lanjut, Komisi III DPR memberikan kesempatan kepada Peradi SAI dan organisasi advokat lainnya untuk menyampaikan masukan guna memperkuat RUU KUHAP sebelum disahkan.

    “Kami akan terus memberikan masukan agar RUU KUHAP semakin baik dan bisa berlaku efektif tahun depan,” tambah Juniver.

    Sementara itu, Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menegaskan RUU KUHAP akan memperkuat peran advokat dalam sistem peradilan pidana. Selain mendampingi tersangka, advokat kini juga dapat mendampingi saksi dan korban.

    “Dalam KUHAP lama, advokat hanya mendampingi tersangka. Sekarang, advokat juga bisa mendampingi saksi dan korban,” ujar Habiburokhman.

    Ia mencontohkan kasus mahasiswa yang diperiksa karena bentrokan dalam demonstrasi. Di bawah KUHAP lama, mahasiswa yang diperiksa sebagai saksi belum dapat didampingi advokat. Namun, dalam RUU KUHAP, advokat wajib mendampingi saksi sejak awal pemeriksaan.

    “Kalau dahulu, saksi tidak bisa didampingi advokat hingga statusnya ditetapkan sebagai tersangka. Sekarang, saksi pun wajib didampingi advokat untuk memastikan perlindungan hukum yang lebih baik,” jelasnya.

    Selain itu, RUU KUHAP juga memberikan hak kepada advokat untuk mengajukan keberatan jika ada intimidasi terhadap saksi atau tersangka dalam proses pemeriksaan.

    “Advokat tidak hanya mencatat dan mendengarkan pemeriksaan, tetapi juga dapat menyampaikan keberatan jika ada intimidasi,” tegas Habiburokhman terkait RUU KUHAP.

  • Isu Politik dan Hukum Terkini: Polemik UU TNI dan 31 Dubes Dilantik

    Isu Politik dan Hukum Terkini: Polemik UU TNI dan 31 Dubes Dilantik

    Jakarta, Beritasatu.com – Isu politik dan hukum terkini di Beritasatu.com pada Selasa (25/3/2025), diisi dengan polemik UU TNI, perlukah seleksi transparan prajurit duduki jabatan sipil?

    Selain itu ada juga kegiatan Presiden Prabowo yang resmi mellantik 31 duta besar RI. Ada juga mengenai DPR yang mendukung Prabowo perintahkan para menteri perbaiki komunikasi ke rakyat.

    Berikut isu politik dan hukum terkini Beritasatu.com:

    1.. Polemik UU TNI: Perlu Seleksi Transparan Prajurit Duduki Jabatan Sipil
     

    UU TNI harus diperkuat dengan peraturan teknis untuk memastikan seleksi prajurit aktif yang menduduki jabatan pada 14 kementerian/lembaga benar-benar dilakukan secara demokratis, transparan, dan ketat tanpa mengorbankan supremasi sipil.

    Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan seleksi yang ketat untuk TNI aktif menduduki jabatan sipil perlu diatur secara jelas dalam peraturan teknis.

    “Harus ada nominasi, proses penjaringan seseorang untuk bisa ditempatkan pada jabatan-jabatan sipil tertentu, terutama sebagai dirjen atau irjen, harus ada nominasi, ada prosesnya, tentu harus ada syaratnya, harus ada panitia seleksinya, harus ada pengumuman ke publik, proses seleksi seperti apa, tahapan seleksi seperti apa,” ujar Arya di kantor CSIS, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    2. Presiden Prabowo Subianto Resmi Lantik 31 Dubes RI, Ini Nama-namanya
     

    Presiden Prabowo Subianto resmi melantik 31 duta besar (dubes) luar biasa dan berkuasa penuh (LBBP) Republik Indonesia di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Para dubes akan mewakili Indonesia di berbagai kawasan strategis di dunia, termasuk di sejumlah organisasi internasional.

    Pantauan Beritasatu.com, pelantikan dimulai sekitar pukul 17.20 WIB. Pelantikan dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto didampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

    3. DPR Dukung Prabowo Perintahkan Menteri Perbaiki Komunikasi ke Rakyat
     

    Isu politik dan hukum berikutnya mengenai anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mendukung ketegasan Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan para menteri dan wakil menterinya agar memperbaiki cara komunikasi dengan rakyat.

    Menurut Hinca, komunikasi merupakan salah unsur penting yang bakal memengaruhi keberhasilan pemerintahan Prabowo-Gibran.

    “Pertama saya setuju dengan Presiden Prabowo dan imbauannya itu saya kira penting dan berlaku untuk tidak hanya kabinetnya atau pemerintahan eksekutif, itu juga kepada kita semualah untuk mengkomunikasikan secara baik, bijak dan terukur,” ujar Hinca di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

  • RUU KUHAP, CCTV Wajib Ada di Tempat Pemeriksaan dan Penahanan

    RUU KUHAP, CCTV Wajib Ada di Tempat Pemeriksaan dan Penahanan

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman memastikan, rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akan mengatur secara ketat penggunaan kamera pengawas atau CCTV di setiap tempat pemeriksaan dan penahanan.

    Hal ini dianggap penting untuk mencegah terjadinya intimidasi dan kekerasan terhadap saksi atau tersangka oleh penyidik.

    “Salah satu poin utama dalam RUU KUHAP adalah mengatur setiap tempat pemeriksaan dan penahanan, termasuk ruang tahanan, harus dilengkapi dengan kamera pengawas,” ujar Habiburokhman kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Habiburokhman menambahkan, pihaknya sering menerima keluhan terkait aksi kekerasan yang terjadi saat pemeriksaan atau penahanan.

    Bahkan, beberapa waktu lalu, ada kasus seorang tahanan yang meninggal akibat penganiayaan oleh oknum polisi di Palu. Beruntung, kasus tersebut dapat terungkap berkat adanya rekaman dari kamera CCTV.

    “Kasus di Palu itu terungkap karena adanya kamera pengawas. Setelah kita melakukan RDPU, Karo Propam memeriksa video rekaman, dan ternyata terlihat ada penganiayaan terhadap tahanan,” katanya lagi.

    Oleh karena itu, pihaknya akan mengatur dalam RUU KUHAP agar setiap polda dilengkapi dengan CCTV. Ia menegaskan, harga kamera pengawas kini relatif murah dan dapat dibeli dengan anggaran yang cukup.

    “Kami ingin semua polda memiliki CCTV seperti yang ada di Palu. Saat ini, harga kamera pengawas sudah terjangkau, dan kami akan mendukung pengadaannya dengan anggaran dari APBN,” tambahnya.

    Dalam draf revisi RUU KUHAP, pengaturan soal penggunaan CCTV tercantum dalam Pasal 31, yang mengatur bahwa:

    (2) Pemeriksaan dapat direkam dengan menggunakan kamera pengawas selama proses pemeriksaan berlangsung.

    (3) Rekaman dari kamera pengawas hanya digunakan untuk kepentingan penyidikan dan harus berada dalam penguasaan penyidik.

    Pasal selanjutnya menjelaskan rekaman dari CCTV dapat digunakan untuk kepentingan tersangka, terdakwa, atau penuntut umum dalam proses sidang pengadilan atas permintaan hakim. Ketentuan lebih lanjut mengenai hal ini akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) terkait RUU KUHAP.