Kementrian Lembaga: Komisi III DPR RI

  • Kejagung Didesak Tuntaskan Kasus Korupsi Sritex Sampai ke Akarnya

    Kejagung Didesak Tuntaskan Kasus Korupsi Sritex Sampai ke Akarnya

    Bisnis.com, Jakarta — Kejaksaan Agung (Kejagung) didesak untuk menuntaskan kasus korupsi yang terjadi di PT Sri Rejeki Tekstil Tbk. (Sritex) hingga ke akarnya mengingat banyak praktik bisnis yang tidak sehat di perusahaan tersebut.

    Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai bahwa praktik bisnis tidak sehat sering kali terjadi di PT Sritex, namun tidak terungkap ke publik. Kali ini, kata Nasir, penyimpangan yang terungkap adalah pemberian fasilitas kredit kepada PT Sritex.

    “Jadi ada dugaan monopoli, dan jika ada praktik monopoli dan permainan, kemungkinan memang ada praktik korupsi. Sehingga potensi merugikan masyarakat banyak, itu sangat kemungkinannya sangat besar,” tuturnya di Jakarta, Senin (2/6).

    Nasir juga mengakui pemerintahan Presiden  Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka kini tengah memperjuangkan para pekerja di PT Sritex agar bisa kembali bekerja normal.

    Maka dari itu, dia juga berharap Kejaksaan Agung turut serta memperhatikan nasib para pekerja di PT Sritex yang jumlahnya sangat banyak.

    “Kementerian terkait juga harus membantu mengusut potensi lain yang bisa merugikan banyak orang dan membantu menghidupkan kembali Sritex agar bisa kembali beroperasi dengan baik, tanpa praktik-praktik yang melanggar aturan,” katanya.

    Secara terpisah, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menyarankan Kejaksaan Agung agar tidak menghentikan perkara tersebut mengingat kerugian negaranya cukup besar.

    “Kejagung maju saja terus mengusut kasus dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit Sritex ini,” ujarnya.

    Dia menilai bahwa penanganan kasus Sritex oleh Kejaksaan Agung bisa menjadi contoh bagi perusahaan lainnya agar tidak bermain anggaran.

    “Hal ini penting agar kasus serupa tidak lagi dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lain. Termasuk jika nantinya Sritex bisa beroperasi lagi maka penyalahgunaan fasilitas kredit tidak terulang lagi,” tuturnya

    Kejagung telah menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Sritex 2005-2022 Irwan Setiawan Lukminto (ISL) sebagai tersangka utama dalam kasus ini.

    Selain itu juga menetapkan dua tersangka lainnnya atas nama Dicky Syahbandinata (DS) yang diketahui selaku Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank Jawa Barat (Jabar) Banten, serta Zainuddin Mappa selaku Dirut Bank DKI 2020.

    Dalam pengusutan korupsi terkait PT Sritex ini, penyidik total sudah memeriksa 55 orang sebagai tersangka, dan satu ahli. Korupsi yang menyeret PT Sritex sebagai objek penyidikan, terkait dengan penyimpangan dan pemberian serta penggunaan fasilitas kredit setotal Rp 3,6 triliun oleh bank-bank pemerintah nasional dan daerah.

  • Pro Kontra Revisi KUHAP, Soal Penyidik hingga Isu Larangan Meliput Sidang

    Pro Kontra Revisi KUHAP, Soal Penyidik hingga Isu Larangan Meliput Sidang

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dan DPR sedang membahas amandemen Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Perubahan KUHAP akan mengubah lanskap tata cara beracara termasuk proses pemidanaan dalam suatu perkara.

    Ketua DPR Puan Maharani menyebut parlemen tidak akan tergesa-gesa dalam membahas revisi KUHAP. Dia menjanjikan agar semua masukan dari seluruh elemen masyarakat turut didengar. 

    Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) itu mengatakan, legislator nantinya juga akan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset setelah revisi KUHAP dituntaskan. 

    “Setelah itu baru kita akan masuk ke perampasan aset. Bagaimana selanjutnya, ya itu juga kita akan minta masukkan pandangan dari seluruhnya,” ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).

    Sementara itu, pada Maret 2025 sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengungkap pihaknya menargetkan bakal menuntaskan revisi KUHAP tidak melebihi waktu dua kali masa sidang.

    Komisi III DPR menargetkan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP tidak memakan waktu hingga melebihi dua masa sidang. 

    Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menyebut, komisi hukum DPR optimistis pembahasan revisi KUHAP bisa dibahas tanpa waktu yang lama. Apalagi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP yang baru bakal mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

    “Kalau bisa ya jangan lebih dari dua kali masa sidang. Jadi kalau dua kali masa sidang Insyaallah sih siap ya teman-teman ya,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

    Masukan KPK

    Adapun Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menyampaikan sejumlah masukan untuk Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. 

    Lembaga antirasuah itu tetap berpedoman dengan KUHAP, meski juga berpegang kepada Undang-Undang (UU) No 19/2019 tentang KPK dengan azas lex specialis dalam melakukan penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan. 

    Menurut Johanis, terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan pada revisi KUHAP. Dia menyebut pedoman menyelenggarakan hukum acara pidana itu saat ini merupakan produk Orde Lama yang masih digunakan pada era pascareformasi. 

    “Sekarang ini dalam era reformasi perkembangan dari berbagai aspek kehidupan semakin meningkat, seiring dengan hal tersebut. Sudah saatnya kita mengubah UU KUHAP untuk mengikuti perkembangan zaman saat ini dan ke depan,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Minggu (1/6/2025). 

    Johanis menyebut setidaknya ada lima aspek yang harus masuk ke dalam revisi. Pertama, syarat pendidikan minimal penyelidik dan penyidik. Pimpinan KPK berlatar belakang jaksa itu mengatakan ada ketimpangan syarat minimal pendidikan antara penyelidik dan penyidik dengan advokat, jaksa serta hakim. Penyelidik dan penyidik, yang biasanya berlatar belakang dari Kepolisian, tidak disarankan berpendidikan S1 Ilmu Hukum. 

    Oleh sebab itu, dia menilai penyelidik dan penyidik di berbagai lembaga penegak hukum harus berpendidikan serendah-rendahnya S1 Ilmu Hukum.

    “Sehingga seluruh aparat penegak hukum, berlatar belakang pendidikan S1 Ilmu Hukum. Saat ini Penyelidik dan Penyidik tidak disarankan berpendidikan S1 Ilmu Hukum, sedangkan Advokat, Jaksa dan Hakim sudah disyaratkan harus S1 Ilmu Hukum,” tuturnya.

    Kedua, menghilangkan penyidik pembantu. Ketiga, pengaturan yang jelas ihwal tenggang waktu penyidikan supaya ada kepastian hukum. 

    “Begitu juga halnya tenggang waktu proses pemeriksaan persidangan, harus diatur dengan jelas dan tegas agar ada kepastian hukum bagi pencari keadilan,” pesannya. 

    Keempat, pengaturan jelas dan tegas atas tenggan waktu penanganan perkara saat tahap penuntutan. Kelima, pengaturan mengenai perlindungan terhadap pelapor dugaan tindak pidana ke penegak hukum.

    “Dan lain-lain masih banyak lagi yang perlu diatur,” jelasnya.

    Sorotan AJI 

    Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Nany Afrida menyoroti ada usulan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang pihaknya anggap dapat menganggu kebebasan pers.

    Dia menyebut, pasal yang dimaksudnya adalah aturan yang membuat sidang pengadilan tertutup alias tidak ada liputan langsung atau jika ditayangkan harus ada izin dari ketua pengadilan terlebih dahulu.

    “Kita merasa itu mengganggu kerja-kerja pers yang harusnya transparan, kita harus tahu apa yang terjadi di dalam [persidangan],” katanya seusai menghadiri pertemuan dengan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025).

    Sebab itu, Nany bersama anggota-anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mendesak DPR untuk mencopot bahkan kalau bisa menghapuskan usulan tersebut.

    Menurut dia, sidang pengadilan seperti korupsi hingga pembunuhan berencana merupakan sebuah kepentingan umum, sehingga masyarakat berhak tahu proses persidangannya seperti apa.

    “Kecuali kalau seandainya pengadilan tentang kekerasan seksual itu mungkin tertutup dan kita kan punya etika soal itu. Aku rasa wartawan-wartawan pasti paham dan mereka pasti nggak akan meliput. Tapi yang berhubungan dengan kepentingan umum, ya pasti kita harus liput,” urainya.

    Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Sura Advokat Indonesia (Peradi SAI), Juniver Girsang mengusulkan agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimasukkan pasal soal tidak ada liputan langsung dalam proses persidangan..

    Juniver mengusulkan dalam Pasal 253 ayat 3 supaya ada penegasan dari makna publikasi proses persidangan. Menurut dia, harus ada pelarangan liputan langsung dalam persidangan dan ini perlu disetujui.

    “Kenapa ini harus kita setuju? Karena orang dalam persidangan pidana kalau di liputannya langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek, itu kita setuju itu,” ujarnya, di Gedung DPR RI pada Senin (23/3/2025).

  • Revisi KUHAP Usulan KPK: Penyidik Minimal S1 Hukum, Ada Perlindungan Pelapor

    Revisi KUHAP Usulan KPK: Penyidik Minimal S1 Hukum, Ada Perlindungan Pelapor

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menyampaikan sejumlah masukan untuk Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. 

    Lembaga antirasuah itu tetap berpedoman dengan KUHAP, meski juga berpegang kepada Undang-Undang (UU) No 19/2019 tentang KPK dengan azas lex specialis dalam melakukan penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan. 

    Menurut Johanis, terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan pada revisi KUHAP. Dia menyebut pedoman menyelenggarakan hukum acara pidana itu saat ini merupakan produk Orde Lama yang masih digunakan pada era pascareformasi. 

    “Sekarang ini dalam era reformasi perkembangan dari berbagai aspek kehidupan semakin meningkat, seiring dengan hal tersebut. Sudah saatnya kita mengubah UU KUHAP untuk mengikuti perkembangan zaman saat ini dan ke depan,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Minggu (1/6/2025). 

    Johanis menyebut setidaknya ada lima aspek yang harus masuk ke dalam revisi. Pertama, syarat pendidikan minimal penyelidik dan penyidik. Pimpinan KPK berlatar belakang jaksa itu mengatakan ada ketimpangan syarat minimal pendidikan antara penyelidik dan penyidik dengan advokat, jaksa serta hakim. Penyelidik dan penyidik, yang biasanya berlatar belakang dari Kepolisian, tidak disarankan berpendidikan S1 Ilmu Hukum. 

    Oleh sebab itu, dia menilai penyelidik dan penyidik di berbagai lembaga penegak hukum harus berpendidikan serendah-rendahnya S1 Ilmu Hukum.

    “Sehingga seluruh aparat penegak hukum, berlatar belakang pendidikan S1 Ilmu Hukum. Saat ini Penyelidik dan Penyidik tidak disarankan berpendidikan S1 Ilmu Hukum, sedangkan Advokat, Jaksa dan Hakim sudah disyaratkan harus S1 Ilmu Hukum,” tuturnya.

    Kedua, menghilangkan penyidik pembantu. Ketiga, pengaturan yang jelas ihwal tenggang waktu penyidikan supaya ada kepastian hukum. 

    “Begitu juga halnya tenggang waktu proses pemeriksaan persidangan, harus diatur dengan jelas dan tegas agar ada kepastian hukum bagi pencari keadilan,” pesannya. 

    Keempat, pengaturan jelas dan tegas atas tenggan waktu penanganan perkara saat tahap penuntutan. Kelima, pengaturan mengenai perlindungan terhadap pelapor dugaan tindak pidana ke penegak hukum.

    “Dan lain-lain masih banyak lagi yang perlu diatur,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani menyebut parlemen tidak akan tergesa-gesa dalam membahas revisi KUHAP. Dia menjanjikan agar semua masukan dari seluruh elemen masyarakat turut didengar. 

    Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) itu mengatakan, legislator nantinya juga akan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset setelah revisi KUHAP dituntaskan. 

    “Setelah itu baru kita akan masuk ke perampasan aset. Bagaimana selanjutnya, ya itu juga kita akan minta masukkan pandangan dari seluruhnya,” ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).

    Sementara itu, pada Maret 2025 sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengungkap pihaknya menargetkan bakal menuntaskan revisi KUHAP tidak melebihi waktu dua kali masa sidang.

    Komisi III DPR menargetkan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP tidak memakan waktu hingga melebihi dua masa sidang. 

    Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menyebut, komisi hukum DPR optimistis pembahasan revisi KUHAP bisa dibahas tanpa waktu yang lama. Apalagi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP yang baru bakal mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

    “Kalau bisa ya jangan lebih dari dua kali masa sidang. Jadi kalau dua kali masa sidang Insyaallah sih siap ya teman-teman ya,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/3/2025). 

  • Hari Lahir Pancasila momentum refleksi peran jaga persatuan

    Hari Lahir Pancasila momentum refleksi peran jaga persatuan

    Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo. ANTARA/HO-MPR/aa.

    Bamsoet: Hari Lahir Pancasila momentum refleksi peran jaga persatuan
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 01 Juni 2025 – 13:03 WIB

    Elshinta.com – Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan agar perayaan Hari Lahir Pancasila setiap 1 Juni tidak hanya menjadi seremoni belaka, tetapi menjadi momentum untuk merefleksikan kembali peran setiap individu dalam menjaga persatuan bangsa.

    “Perayaan hari lahir Pancasila tidak boleh hanya menjadi seremoni belaka. Tetapi harus menjadi momentum untuk merefleksikan kembali peran setiap individu dalam menjaga persatuan bangsa, terutama di ruang digital yang kini menjadi medan baru perjuangan nilai,” kata Bamsoet, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.

    Dia menyebut merayakan Pancasila berarti menanamkan semangat persatuan dalam algoritma kehidupan sehari-hari, meskipun berbeda suku, agama, pilihan politik, atau preferensi budaya.

    “Kita tetap satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa: Indonesia,” ujarnya.

    Mantan Ketua DPR dan MPR itu juga mengatakan perayaan hari lahir Pancasila merupakan momen penting bagi masyarakat Indonesia untuk merenungkan kembali nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi bangsa tersebut. Terlebih, lanjut dia, tantangan untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa menjadi semakin kompleks di tengah era informasi yang bergerak cepat melalui media digital.

    Untuk itu, dia menyebut nilai-nilai dalam lima sila Pancasila yang menyatukan seluruh elemen masyarakat Indonesia harus diinternalisasikan dalam setiap interaksi di ruang digital.

    “Fenomena ‘echo chamber’ dan algoritma yang hanya menyajikan informasi sesuai preferensi pengguna telah mempersempit ruang dialog dan memperlebar jurang perbedaan. Dalam hal ini, nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ketiga yaitu ‘Persatuan Indonesia’, menjadi sangat relevan untuk kembali ditegakkan, terutama di dunia digital,” katanya.

    Dia menjelaskan tantangan lain yang perlu dicermati ialah ancaman disinformasi yang datang dari luar negeri dan dimanfaatkan untuk mengganggu stabilitas nasional. Menurut dia, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia memiliki posisi strategis dalam konteks geopolitik global, dan ruang digital Indonesia bukanlah ruang yang steril.

    Oleh sebab itu, dia menekankan meneguhkan nilai-nilai Pancasila, khususnya semangat persatuan, juga menjadi bagian dari ketahanan nasional di era digital.

    “Ketahanan ini hanya akan kuat jika masyarakat memiliki kesadaran kolektif bahwa identitas digital kita adalah bagian dari identitas kebangsaan,” tuturnya.

    Dia pun menambahkan bahwa seluruh elemen bangsa memiliki peran vital sebagai penjaga nilai Pancasila sehingga harus berperan aktif dalam merajut persatuan di era digital, khususnya generasi muda yang mendominasi demografi pengguna internet.

    “Dalam setiap unggahan, komentar, dan interaksi daring, ada ruang untuk merefleksikan apakah tindakan tersebut memperkuat atau justru merusak nilai-nilai persatuan,” ucapnya.

    Sebab, sambung dia, nasionalisme era digital bukan lagi soal berdiri di medan perang, melainkan menjaga ruang digital dari perpecahan, menjaga wacana dari kebencian, serta merawat kebhinekaan melalui literasi dan etika bermedia.

    Selain itu, dia mengingatkan agar pengajaran Pancasila tidak cukup hanya lewat buku teks dan hafalan sila, melainkan melalui pendekatan yang kontekstual dan kreatif. Misalnya, melalui film pendek, vlog edukatif, atau kampanye media sosial yang memuat narasi kebangsaan.

    “Sejumlah komunitas daerah telah memulai ini dengan memproduksi konten edukatif berbahasa daerah untuk memperkuat jati diri lokal sambil menjembatani rasa kebangsaan. Inilah bentuk nyata dari semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang hidup di dunia maya,” kata dia.

    Sumber : Antara

  • Bamsoet: Hari Lahir Pancasila momentum refleksi peran jaga persatuan

    Bamsoet: Hari Lahir Pancasila momentum refleksi peran jaga persatuan

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan agar perayaan Hari Lahir Pancasila setiap 1 Juni tidak hanya menjadi seremoni belaka, tetapi menjadi momentum untuk merefleksikan kembali peran setiap individu dalam menjaga persatuan bangsa.

    “Perayaan hari lahir Pancasila tidak boleh hanya menjadi seremoni belaka. Tetapi harus menjadi momentum untuk merefleksikan kembali peran setiap individu dalam menjaga persatuan bangsa, terutama di ruang digital yang kini menjadi medan baru perjuangan nilai,” kata Bamsoet, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.

    Dia menyebut merayakan Pancasila berarti menanamkan semangat persatuan dalam algoritma kehidupan sehari-hari, meskipun berbeda suku, agama, pilihan politik, atau preferensi budaya.

    “Kita tetap satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa: Indonesia,” ujarnya.

    Mantan Ketua DPR dan MPR itu juga mengatakan perayaan hari lahir Pancasila merupakan momen penting bagi masyarakat Indonesia untuk merenungkan kembali nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi bangsa tersebut.

    Terlebih, lanjut dia, tantangan untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa menjadi semakin kompleks di tengah era informasi yang bergerak cepat melalui media digital.

    Untuk itu, dia menyebut nilai-nilai dalam lima sila Pancasila yang menyatukan seluruh elemen masyarakat Indonesia harus diinternalisasikan dalam setiap interaksi di ruang digital.

    “Fenomena ‘echo chamber’ dan algoritma yang hanya menyajikan informasi sesuai preferensi pengguna telah mempersempit ruang dialog dan memperlebar jurang perbedaan. Dalam hal ini, nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ketiga yaitu ‘Persatuan Indonesia’, menjadi sangat relevan untuk kembali ditegakkan, terutama di dunia digital,” katanya.

    Dia menjelaskan tantangan lain yang perlu dicermati ialah ancaman disinformasi yang datang dari luar negeri dan dimanfaatkan untuk mengganggu stabilitas nasional.

    Menurut dia, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia memiliki posisi strategis dalam konteks geopolitik global, dan ruang digital Indonesia bukanlah ruang yang steril.

    Oleh sebab itu, dia menekankan meneguhkan nilai-nilai Pancasila, khususnya semangat persatuan, juga menjadi bagian dari ketahanan nasional di era digital.

    “Ketahanan ini hanya akan kuat jika masyarakat memiliki kesadaran kolektif bahwa identitas digital kita adalah bagian dari identitas kebangsaan,” tuturnya.

    Dia pun menambahkan bahwa seluruh elemen bangsa memiliki peran vital sebagai penjaga nilai Pancasila sehingga harus berperan aktif dalam merajut persatuan di era digital, khususnya generasi muda yang mendominasi demografi pengguna internet.

    “Dalam setiap unggahan, komentar, dan interaksi daring, ada ruang untuk merefleksikan apakah tindakan tersebut memperkuat atau justru merusak nilai-nilai persatuan,” ucapnya.

    Sebab, sambung dia, nasionalisme era digital bukan lagi soal berdiri di medan perang, melainkan menjaga ruang digital dari perpecahan, menjaga wacana dari kebencian, serta merawat kebhinekaan melalui literasi dan etika bermedia.

    Selain itu, dia mengingatkan agar pengajaran Pancasila tidak cukup hanya lewat buku teks dan hafalan sila, melainkan melalui pendekatan yang kontekstual dan kreatif. Misalnya, melalui film pendek, vlog edukatif, atau kampanye media sosial yang memuat narasi kebangsaan.

    “Sejumlah komunitas daerah telah memulai ini dengan memproduksi konten edukatif berbahasa daerah untuk memperkuat jati diri lokal sambil menjembatani rasa kebangsaan. Inilah bentuk nyata dari semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang hidup di dunia maya,” kata dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Anggota DPR Minta Dewi Buron Kasus Sabu Rp 5 T Segera Ditangkap

    Anggota DPR Minta Dewi Buron Kasus Sabu Rp 5 T Segera Ditangkap

    Jakarta

    Interpol tengah memburu buronan Dewi Astutik alias PA (43), yang menjadi otak penyelundupan sabu seberat dua ton atau Rp 5 triliun. Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB, Jazilul Fawaid, berharap Dewi segera bisa ditangkap.

    “Saya harap langkah cepat aparat untuk segera memburu dan membekuknya. Aparat jangan kalah cepat apalagi kecolongan,” kata Jazilul kepada wartawan, Minggu (1/6/2025).

    “Ada yang bilang sindikat narkoba selangkah lebih cerdik dari antisipasi aparat kita. Sebab mereka punya jaringan dan dukungan dana yang kuat,” tambahnya.

    Jazilul menyinggung banyaknya warga negara Indonesia (WNI) yang dijadikan alat kejahatan, termasuk jaringan narkoba. Oleh sebab itu, dia meminta pengawasannya harus ditingkatkan.

    “Sudah lazim WNI dijadikan alat oleh sindikat narkoba, baik berkedok sebagai ART atau lainnya maka pengawasannya perlu ditingkatkan,” ucapnya.

    Seperti diketahui, warga Dusun Sumber Agung, Ponorogo, Jawa Timur, geger setelah nama orang yang pernah tinggal di kampung mereka disebut-sebut menjadi buronan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Interpol. Sosok itu bernama Dewi Astutik yang disebut terlibat dalam penyelundupan narkoba internasional sebanyak 2 ton sabu senilai Rp 5 triliun.

    “Kalau yang namanya Dewi Astutik itu bukan warga sini, tapi kalau alamatnya Balong, memang benar,” tegas Gunawan dikutip detikJatim, Rabu (29/5).

    Gunawan juga mengungkapkan perempuan itu memang pernah bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri.

    Kantor Imigrasi Ponorogo pun menggelar rapat Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora). Kepala Kantor Imigrasi Ponorogo, Happy Reza Dipayuda, menjelaskan bahwa rapat ini dilakukan untuk memperkuat pengawasan orang asing di wilayah Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek.

    Happy menambahkan, pihaknya bersama BNN telah bekerja sama mengusut kasus ini. Menurutnya, Dewi Astutik mengaku sebagai TKI untuk menyamarkan aktivitasnya.

    “Kalau yang bersangkutan (Dewi Astutik) sebetulnya mengaku-ngaku TKI, dia di sana tugasnya mencari kaki tangan untuk jadi kurir, sebenarnya bukan real TKI,” kata Happy, Kamis (29/5).

    (fas/dhn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • KPK Lindungi Kerahasiaan Pelapor Kasus Korupsi – Page 3

    KPK Lindungi Kerahasiaan Pelapor Kasus Korupsi – Page 3

    Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) mengatur penyelidik dan penyidik minimal harus berpendidikan sarjana ilmu hukum.

    “Penyelidik dan penyidik harus berpendidikan serendah-rendahnya strata satu atau S-1 ilmu hukum sehingga seluruh aparat penegak hukum berlatar belakang pendidikan S-1 ilmu hukum,” ujar Tanak seperti dilansir Antara.

    Ia menjelaskan bahwa hal tersebut perlu diatur karena saat ini baik penyelidik maupun penyidik tidak disarankan berpendidikan S-1 ilmu hukum, sedangkan advokat, jaksa, dan hakim sudah disyaratkan demikian.

    Selain itu, Tanak mengusulkan agar RUU KUHAP menghilangkan peran penyidik pembantu karena dinilai sudah tidak diperlukan lagi.

    “Tenggang waktu penyidikan juga harus diatur dengan jelas dan tegas supaya ada kepastian hukum. Begitu juga halnya tenggang waktu proses pemeriksaan persidangan harus diatur dengan jelas dan tegas agar ada kepastian hukum bagi pencari keadilan,” katanya.

    Ia juga mengusulkan agar pada tahap penuntutan sudah diatur dengan jelas dan tegas mengenai tenggang waktu penanganan perkara.

    Terakhir, Tanak mengusulkan perlu adanya pengaturan mengenai perlindungan terhadap pelapor.

    Menurut ia, hal-hal tersebut diusulkan agar diatur dalam RUU KUHAP karena aturan yang berlaku saat ini merupakan produk era orde lama.

    “Sekarang ini pada era reformasi, perkembangan dari berbagai aspek kehidupan semakin meningkat. Seiring dengan hal tersebut, sudah saatnya kita mengubah UU KUHAP untuk mengikuti perkembangan zaman saat ini dan ke depan,” jelasnya.

    Saat ini RUU KUHAP sedang dibahas oleh Komisi III DPR RI.

     

  • Sahroni Desak Pengendara BMW Penabrak Mahasiswa UGM Dihukum Maksimal

    Sahroni Desak Pengendara BMW Penabrak Mahasiswa UGM Dihukum Maksimal

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni memastikan akan mengawal kasus pengendara BMW yang juga mahasiswa FEB UGM, Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan (21), yang menabrak hingga tewas mahasiswa UGM Argo Ericko Achfandi (19). Sahroni mendesak pihak kepolisian menerapkan hukuman maksimal.

    “Itu pasalnya banyak sekali tindak pidana yang dilakukan si penabrak, polisi tahu semua, itu pasti ditindak dengan tepat dan saya akan awasi perkara ini bersama semua insan masyarakat luas,” kata Sahroni saat dihubungi, Jumat (30/5/2025).

    Sahroni juga menyinggung upaya Christiano lari dari tanggung jawabnya dengan memalsukan pelat mobil. Menurutnya, Christiano sudah selayaknya dijatuhi pasal berlapis.

    “Kalau sekarang nggak bisa lagi lari dia, dia harus terima resiko yang telah dia lakukan, kasih saja pasal berlapis untuk dia bertanggung jawab dengan apa yang dia lakukan,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Bendum DPP NasDem ini juga mendesak pihak kepolisian menerapkan hukuman seberat-beratnya terhadap Christiano.

    “Iya karena itu lah dia harus bertanggungjawab dan harus maskimal hukumannya atas perbuatannya,” ujar dia.

    Nahas, dari arah yang sama melaju mobil BMW yang dikendarai Christiano. Jarak yang terlalu dekat membuat pengemudi BMW itu akhirnya menabrak Argo.

    Setelahnya mobil BMW itu oleng dan menabrak mobil Honda CR-V yang tengah parkir di tepi jalan sisi timur. Akibat insiden ini, Argo megnalami sejumlah luka berat dan meninggal dunia.

    (maa/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Komisi III: Pembahasan RUU KUHAP butuh masukan masyarakat

    Komisi III: Pembahasan RUU KUHAP butuh masukan masyarakat

    Padang (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyatakan bahwa pembahasan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAPidana) butuh masukan masyarakat.

    Hal itu dikatakan Sahroni usai melakukan kunjungan kerja ke Kantor Polda Sumbar sekaligus bertemu dengan sejumlah pimpinan instansi penegak hukum di Sumbar.

    “Revisi KUHAP sedang berproses, namun demikian kita butuh pendapat serta masukan dari masyarakat dalam penyusunannya,” kata Sahroni di Padang, Rabu

    Ia mengatakan saat ini Komisi III DPR RI masih dalam masa reses, pembahasan RUU KUHAPidana akan kembali dilakukan pada sidang usai reses.

    Seperti yang pernah diungkapkan oleh pimpinan DPR RI sebelumnya, RUU KUHAPidana merupakan beleid yang harus diprioritaskan.

    Pasalnya ada dua beleid yang menunggu revisi setelah KUHAPidana, yakni RUU Perampasan Aset dan Undang-undang Polri.

    Sahroni mengatakan pihaknya akan mengundang berbagai pihak dalam rangka menghimpun masukan serta pendapat terhadap KUHAPidana baru, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman,” jelasnya.

    Sebelumnya seperti diberitakan Antara, Pakar hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Prof Pujiyono berpendapat bahwa paradigma pemidanaan dalam RUU KUHAPidana harus selaras dengan KUHPidana yang baru.

    “Pembaruan hukum pidana tidak dapat dilakukan secara parsial,” kata Pujiono di Semarang, Selasa.

    Menurut dia KUHPidana baru telah menetapkan tujuan dan pedoman pemidanaan sebagai ruh baru dari sistem hukum pidana Indonesia.

    Ia memandang KUHPidana baru telah dengan tegas menempatkan pidana penjara dan tindakan pembatasan kebebasan lainnya sebagai jalan terakhir.

    Oleh karena itu, kata dia, pembaruan KUHAPidana tidak bisa dilepaskan dari tujuan pemidanaan dalam KUHPidana yang baru.

    Ia menuturkan KUHPidana baru membawa perubahan paradigma besar, misalnya pendekatan pemidanaan yang kaku menjadi pendekatan yang lebih humanis dan fleksibel termasuk penyelesaian perkara di luar Pengadilan.

    Oleh karena itu, dalam konteks tersebut, kata Pujiono, diskresi jaksa, penuntutan sukarela, serta penguatan asas proporsionalitas harus tercermin dalam KUHAPidana nantinya.

    “KUHAP harus bisa menjadi instrumen operasional yang menjembatani tujuan pemidanaan dengan praktik prosedural aparat penegak hukum,” katanya.

    Pada bagian lain, Komnas HAM RI mendorong agar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang KUHAPidana mengedepankan tiga prinsip kunci partisipasi publik yakni memenuhi hak untuk didengar, dipertimbangkan, dan mendapatkan penjelasan.

    “Komnas HAM meminta agar [pembahasan] RUU KUHAP dilakukan secara partisipatif untuk mendorong pendekatan hukum acara yang menjunjung prinsip keadilan substantif, perlindungan terhadap kelompok rentan, dan penghormatan terhadap HAM,” kata Anggota Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro dalam keterangannya di Jakarta, Senin (19/5).

    Pewarta: Rahmatul Laila
    Editor: Azhari
    Copyright © ANTARA 2025

  • DPR RI puji pogram humanis milik Kapolda dan Kajati Sumbar

    DPR RI puji pogram humanis milik Kapolda dan Kajati Sumbar

    “Kami mengapresiasi program humanis yang telah dijalankan oleh Kapolda Sumbar serta Kepala Kejati Sumbar,”

    Padang (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni memberikan apresiasi serta pujian terhadap program Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar Irjen Pol Tri Suryanta dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumbar Yuni Daru Winarsih karena dinilai humanis.

    Hal itu dikatakannya usai melakukan kunjungan kerja dan menggelar pertemuan dengan pimpinan instansi penegak hukum di Kantor Polda Sumbar pada Rabu (28/5).

    “Kami mengapresiasi program humanis yang telah dijalankan oleh Kapolda Sumbar serta Kepala Kejati Sumbar,” kata Ahmad Sahroni di Padang.

    Ia mengatakan dua program yang dimaksud adalah “Gerakan Shubuh Berjemaah” milik Kapolda Sumbar, dan “Jaksa Mengajar” milik Kajati Sumbar.

    Kedua program itu dinilai Sahroni secara positif karena bisa menghadirkan para aparat penegak hukum langsung ke tengah masyarakat.

    Karena sejatinya aparat penegak hukum harus hadir dan hidup di tengah masyarakat agar memahami kondisi serta lingkungan masyarakatnya sendiri.

    Untuk diketahui Gerakan Shubuh Berjemaah adalah program yang digagas oleh Irjen Pol Gatot Tri Suryanta sejak pertengahan Januari 2025.

    Melalui program tersebut Jenderal bintang dua itu mengajak para personel Kepolisian ke berbagai Masjid saat Shubuh untuk mendekatkan diri kepada masyarakat di Sumbar.

    Gatot memandang Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, namun juga pusat peradaban untuk mencari ilmu pengetahuan dan kehidupan sebagaimana yang sudah dipraktikkan oleh masyarakat Minangkabau di masa lalu.

    Sementara “Jaksa Mengajar” adalah program yang diluncurkan pertama kali oleh oleh Kajati Sumbar Yuni Daru Winarsih serta Wakil nya Sugeng Hariadi pada Desember 2024.

    Yuni Daru Winarsih menerangkan Jaksa Mengajar sejatinya adalah sedekah mengajar yang diberikan oleh Jaksa kepada generasi muda secara cuma-cuma.

    Dalam pelaksanaannya, Jaksa mendatangi sekolah-sekolah yang menjadi sasaran program untuk memberikan pendidikan hukum serta wawasan kebangsaan secara langsung.

    Program ini dilakukan sebagai jam pelajaran tambahan kepada peserta didik, sehingga tidak mengganggu proses belajar-mengajar formal yang ada di setiap di sekolah.

    Yuni yang pernah menjadi Wakil Kejati Banten menceritakan program tersebut hadir atas dasar keprihatinan pihaknya terhadap berbagai fenomena yang membayangi generasi muda saat ini, termasuk Sumbar.

    Seperti masalah penyalahgunaan narkotika, tawuran, geng motor, judi dalam jaringan (judi online), aksi kekerasan, risak (bullying), dan tindakan negatif lainnya yang berujung pada permasalahan hukum.

    Pewarta: Rahmatul Laila
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025