Kementrian Lembaga: Komisi III DPR RI

  • Nasir Djamil Ingatkan Kejaksaan, Penyadapan Harus Diatur UU Khusus

    Nasir Djamil Ingatkan Kejaksaan, Penyadapan Harus Diatur UU Khusus

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Langkah Kejaksaan Agung yang menjalin nota kesepahaman dengan empat operator telekomunikasi untuk melakukan penyadapan menuai sorotan.

    Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil mengingatkan bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 5/PUU-VIII/2010, penyadapan wajib diatur melalui undang-undang khusus yang hingga kini masih dalam pembahasan pemerintah dan DPR.

    “Putusan MK itu jelas menyatakan bahwa penyadapan harus diatur melalui undang-undang khusus. Sampai hari ini, beleid itu belum juga dibentuk, baik oleh pemerintah maupun DPR,” ujar Nasir dalam keterangan video, Sabtu (28/6/2025).

    Ia menambahkan, Komisi III DPR RI sebenarnya telah beberapa kali mengundang berbagai pihak untuk melakukan pengayaan terhadap rencana pembentukan UU Penyadapan.

    Namun hingga kini, naskah RUU-nya belum juga masuk dalam pembahasan formal.

    Nasir Djamil juga menyinggung Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, khususnya Pasal 30C yang mengatur kewenangan kejaksaan dalam melakukan penyadapan.

    Menurutnya, pasal tersebut secara eksplisit hanya dapat diimplementasikan setelah ada UU khusus tentang penyadapan.

    “Ada kesepahaman antara pemerintah dan DPR saat itu bahwa pelaksanaan Pasal 30C baru bisa dilakukan jika UU Penyadapan sudah terbentuk,” tegas Politisi PKS ini.

    Oleh karena itu, lanjut Nasir, dirinya terkejut ketika mendengar adanya MoU antara Kejaksaan Agung dan operator seluler terkait penyadapan. Ia menyatakan belum melihat isi MoU tersebut dan mengaku akan mendorong Komisi III untuk segera meminta klarifikasi resmi.

  • Kejagung Kini Bisa Sadap Nomor Telkomsel, Indosat, XL, hingga Smartfren

    Kejagung Kini Bisa Sadap Nomor Telkomsel, Indosat, XL, hingga Smartfren

    PIKIRAN RAKYAT – Kejaksaan Agung RI resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan empat raksasa telekomunikasi Indonesia: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat Tbk., dan PT XL Smart Telecom Sejahtera Tbk.

    MoU ini membuka jalan bagi Jamintel Kejaksaan untuk memasang dan mengoperasikan perangkat penyadapan informasi, dengan tujuan utama mendukung penegakan hukum.

    Penyadapan Demi Penegakan Hukum

    Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Reda Manthovani menjelaskan kerja sama ini merupakan langkah strategis untuk mendukung tugas intelijen kejaksaan yang berfokus pada pengumpulan data dan informasi hukum.

    “Saat ini business core intelijen kejaksaan berpusat pada pengumpulan data dan/atau informasi yang selanjutnya sebagai bahan untuk dianalisis, diolah, dan dipergunakan sesuai dengan kebutuhan organisasi,” kata Reda, Kamis 26 Juni 2025.

    Menurutnya, data valid dengan kualifikasi nilai A1 sangat krusial, terutama untuk mengejar buronan, mendalami kejahatan digital, hingga menyusun analisis komprehensif kejahatan lintas sektor.

    Punya Dasar Hukum

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menegaskan penyadapan ini sepenuhnya sah secara hukum, mengacu pada Pasal 31 ayat (3) UU ITE. Undang-undang tersebut memang mengatur intersepsi untuk penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi penegak hukum lain.

    “Ini murni karena dalam konteks penegakan hukum, perlu ada fungsi yang bisa mendukung membantu itu sehingga perlu dikerjasamakan,” ucap Harli di Jakarta, Kamis 26 Juni 2025.

    Contoh nyatanya, kata dia, adalah upaya penelusuran Daftar Pencarian Orang (DPO) yang sering memerlukan pelacakan intensif melalui nomor telepon.

    Meski demikian, Harli menegaskan publik tidak perlu khawatir ruang privasi akan diterobos tanpa batas.

    “Dalam konteks ini, tentu tidak membatasi ruang privasi publik karena itu tidak boleh,” ujarnya.

    Puan Ingatkan Batas Privasi

    Di sisi lain, Ketua DPR RI Puan Maharani langsung mengingatkan Kejagung agar memastikan perlindungan data pribadi warga negara tetap terjaga.

    “Penegakan hukum sangat penting, tetapi Kejaksaan harus memperhatikan hak atas perlindungan data pribadi karena hak privat adalah hak konstitusional,” kata Puan.

    Puan menekankan kolaborasi teknologi seperti ini harus berjalan dalam koridor akuntabilitas, transparansi, dan penghormatan hak sipil.

    “Kemajuan teknologi harus menjadi sahabat demokrasi dan tidak boleh berubah menjadi pengawasan,” ujarnya..

    DPR Wanti-Wanti Penyalahgunaan Wewenang

    Peringatan senada datang dari Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding. Ia mendukung penegakan hukum berbasis teknologi, tetapi meminta agar mekanisme penyadapan benar-benar diawasi ketat.

    “Upaya penegakan hukum jangan sampai melanggar privasi masyarakat. Penegak hukum tidak boleh serta merta melakukan penyadapan tanpa tujuan hukum yang jelas,” kata Sudding.

    Menurutnya, dalam negara hukum yang demokratis, penyadapan hanyalah opsi luar biasa yang harus dijalankan sesuai kerangka undang-undang, demi menjaga kepercayaan publik.

    Poin Pengawasan Disorot

    Anggota Komisi III DPR lainnya, Martin Tumbelaka, juga menyoroti perlunya akuntabilitas prosedural. Ia mendukung MoU ini asal disertai pengawasan ketat dan keterlibatan lembaga independen seperti Komnas HAM dan Komisi Informasi.

    “Kerja sama ini harus dibarengi mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang,” tutur Martin.

    Ia menambahkan, penyadapan harus dibatasi hanya untuk kasus pidana berat, terutama korupsi dan pencucian uang, melalui mekanisme perizinan dan evaluasi berkala.

    Transparansi Jadi Kunci

    Baik publik maupun anggota DPR sepakat: penyadapan sah dilakukan demi keadilan, asalkan tetap dalam rel hukum dan dilakukan secara transparan.

    “Demokrasi digital harus dibangun dengan kebijakan yang bukan hanya cepat dan efisien, tetapi juga beradab dan menjunjung tinggi etika hukum,” ujar Sudding.***

  • Anggota DPR dukung MoU Kejagung dan provider asal diawasi ketat

    Anggota DPR dukung MoU Kejagung dan provider asal diawasi ketat

    Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Martin Daniel Tumbelaka. (ANTARA/HO-Komisi III DPR RI)

    Anggota DPR dukung MoU Kejagung dan provider asal diawasi ketat
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Jumat, 27 Juni 2025 – 23:29 WIB

    Elshinta.com – Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka mendukung penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan Agung dengan empat provider telekomunikasi tentang mekanisme penyadapan untuk penegakan hukum, asalkan dilakukan dengan pengawasan ketat.

    “Kerja sama ini harus dibarengi dengan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan tuduhan berbagai pihak terkait privasi data warga negara,” kata Martin dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Dia menggarisbawahi beberapa poin krusial yang perlu diperhatikan, yakni perlindungan hak privasi. Pasalnya, dia mengatakan bahwa penyadapan harus benar-benar terbatas pada kasus-kasus pidana berat dan korupsi melalui proses perizinan yang jelas, untuk memastikan tidak terjadi penyadapan sewenang-wenang.

    “Tetapi kita tahu kondisi kejahatan era sekarang itu terutama pencucian uang dan pelacakan buronan itu sangat dinamis. Sementara, penegak hukum kita berkejaran agar pelaku tidak membawa kabur uang negara,” kata dia.

    Dia mengatakan Kejagung perlu menjaga akuntabilitas prosedural. MoU itu, kata dia, perlu menjelaskan secara rinci prosedur penyadapan, termasuk mekanisme pelaporan dan evaluasi.

    “Transparansi adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik,” kata dia.

    Martin pun mendorong adanya sinergi antara Kejagung dengan Komnas HAM dan Komisi Informasi untuk memastikan keseimbangan antara kebutuhan penegakan hukum dan perlindungan hak sipil.

    Walaupun begitu, dia menegaskan dukungannya terhadap upaya penegakan hukum. Dia pun mengapresiasi inisiatif Kejagung dalam memerangi kejahatan dengan memaksimalkan penegakan hukum, terutama pemberantasan tindak pidana korupsi.

    “Komisi III DPR akan terus melakukan pengawasan terhadap implementasi MoU ini untuk memastikan tidak ada penyimpangan,” kata dia.

    Sumber : Antara

  • Legislator Dukung MoU Penyadapan Kejagung-4 Provider, tapi Harus Diawasi Ketat

    Legislator Dukung MoU Penyadapan Kejagung-4 Provider, tapi Harus Diawasi Ketat

    Jakarta

    Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka menyampaikan pandangan kritis terkait penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan empat provider telekomunikasi tentang mekanisme penyadapan untuk penegakan hukum. Ia meminta adanya pengawasan ketat terkait penyadapan tersebut.

    “Sebagai anggota Komisi III, kami mendukung MoU penyadapan dalam konteks penegakan hukum. Namun, kerja sama ini harus dibarengi dengan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan tuduhan berbagai pihak terkait privasi data warga negara,” kata Martin kepada wartawan lewat pesannya, Jumat (27/6/2025).

    Tumbelaka menggarisbawahi beberapa poin krusial yang perlu diperhatikan. Salah satunya terkait perlindungan hak privasi

    “Penyadapan harus benar-benar terbatas pada kasus-kasus pidana berat dan korupsi melalui proses perizinan yang jelas. untuk memastikan tidak terjadi penyadapan sewenang-wenang. Tetapi kita tahu kondisi kejahatan era sekarang itu terutama pencucian uang dan pelacakan buronan itu sangat dinamis, sementara penegak hukum kita berkejaran agar pelaku tidak membawa kabur uang negara,” kata Martin.

    Lebih lanjut, anggota Fraksi Partai Gerindra ini juga menekankan pentingnya Kejagung menjaga akuntabilitas prosedural.

    “MoU ini perlu menjelaskan secara rinci prosedur penyadapan, termasuk mekanisme pelaporan dan evaluasi. Transparansi adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik,” kata Martin.

    “Kami mendorong adanya sinergi dengan Komnas HAM dan Komisi Informasi untuk memastikan keseimbangan antara kebutuhan penegakan hukum dan perlindungan hak sipil,” lanjut dia.

    “Komisi III DPR akan terus melakukan pengawasan terhadap implementasi MoU ini untuk memastikan tidak ada penyimpangan,” sambung dia.

    Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Reda Manthovani melaksanakan penandatanganan nota kesepakatan dengan penyedia layanan telekomunikasi terkemuka, yakni dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Telekomunikasi Selular, PT Indosat Tbk, dan PT Xlsmart Telecom Sejahtera Tbk.

    “Saat ini, business core intelijen Kejaksaan berpusat pada pengumpulan data dan/atau informasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai bahan untuk dianalisis, diolah, dan dipergunakan sesuai dengan kebutuhan organisasi,” ujar Reda melalui keterangannya, Selasa (24/6).

    Karena itu, dia mengungkap kolaborasi dengan penyedia jasa telekomunikasi menjadi hal yang krusial dan urgen agar kualitas dan validitas data dan/atau informasi tidak terbantahkan serta memiliki kualifikasi nilai A1.

    “Data dan/atau informasi dengan kualifikasi A1 tersebut tentunya memiliki berbagai manfaat, diantaranya dalam tataran praktis seperti pencarian buron atau daftar pencarian orang, pengumpulan data dalam rangka mendukung penegakan hukum, atau dalam tataran global yang akan digunakan sebagai penyusunan analisis holistik terhadap suatu topik tertentu dan khusus,” pungkas Reda.

    (maa/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Politik kemarin, revisi UU Pemilu dan penutupan retret kepala daerah

    Politik kemarin, revisi UU Pemilu dan penutupan retret kepala daerah

    Jakarta (ANTARA) – Berbagai peristiwa politik kemarin (26/6) menjadi sorotan, di antaranya pernyataan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang menegaskan revisi UU Pemilu tidak dibahas pada masa sidang terdekat yaitu pada 24 Juni—24 Juli, dan penutupan retret kepala daerah gelombang ke-2.

    Berikut lima berita pilihan ANTARA yang dapat kembali dibaca:

    1. Dasco ungkap revisi UU Pemilu tak akan dibahas di masa sidang ini

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa revisi Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tidak akan dibahas pada masa sidang kali ini, yang dimulai pada 24 Juni hingga 24 Juli 2025.

    Pasalnya, dia mengatakan bahwa fraksi-fraksi partai politik di DPR RI masih membicarakan revisi UU tersebut hanya sebatas informal. Menurut dia, pembicaraan itu pun belum bisa disampaikan ke publik.

    Selengkapnya baca di sini.

    2. Wamendagri minta kepala daerah bina dan tindak tegas ormas bermasalah

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto meminta para kepala daerah untuk membina sekaligus menindak tegas organisasi kemasyarakatan (ormas) yang bermasalah di wilayah masing-masing agar dapat berkontribusi positif bagi masyarakat.

    “Lakukan pembinaan, pendampingan, dan motivasi agar ormas yang nakal kembali ke jalan yang benar,” kata Bima setelah memimpin apel terakhir Retret Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di IPDN Jatinangor, Sumedang, Kamis.

    Selengkapnya baca di sini.

    3. Dasco: Komisi I DPR segera temui Presiden bahas konflik Iran-Israel

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa Komisi I DPR RI akan segera menemui Presiden Prabowo Subianto untuk membahas dinamika global terkait konflik yang terjadi antara Iran dan Israel.

    Menurut dia, komunikasi antara DPR dengan pemerintah diperlukan untuk mengetahui pandangan dan sikap pemerintah dalam menanggapi situasi di timur tengah tersebut. Di sisi lain, dia mengatakan DPR juga akan memberikan masukan terhadap pemerintah terkait hal itu.

    Selengkapnya baca di sini.

    4. Wamendagri resmi tutup retret kepala daerah gelombang kedua di IPDN

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto secara resmi menutup retret kepala daerah gelombang kedua di kampus Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Kamis.

    “Para kepala daerah yang kami hormati, selamat, anda sekarang ini sejajar dengan seluruh kepala daerah yang juga mengikuti proses retret,” kata Bima saat upacara penutupan retret kepala daerah di Sumedang.

    Selengkapnya baca di sini.

    5. Ketua Komisi III DPR ungkap RUU KUHAP “kick off” pada 7 Juli

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP akan “kick off” pada 7 Juli 2025.

    Setelah itu, dia mengatakan bahwa Komisi III DPR RI akan menggelar rapat setiap hari secara maraton untuk membahas RUU tersebut hingga selesai. Dia memastikan seluruh rapat akan diadakan di ruang rapat Komisi III DPR RI, bukan di hotel.

    Selengkapnya baca di sini.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ketua Komisi III DPR ungkap RUU KUHAP “kick off” pada 7 Juli

    Ketua Komisi III DPR ungkap RUU KUHAP “kick off” pada 7 Juli

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP akan “kick off” pada 7 Juli 2025.

    Setelah itu, dia mengatakan bahwa Komisi III DPR RI akan menggelar rapat setiap hari secara maraton untuk membahas RUU tersebut hingga selesai. Dia memastikan seluruh rapat akan diadakan di ruang rapat Komisi III DPR RI, bukan di hotel.

    “Semua proses akan berlangsung terbuka dan (disiarkan) live,” kata Habiburokhman saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

    Sebelum digelar, menurut dia, Komisi III DPR RI pada tanggal 1-4 Juli 2025 akan terlebih dahulu melakukan kunjungan kerja ke Jawa Barat dan Yogyakarta untuk mendengar aspirasi soal RUU KUHAP dari kalangan akademisi, mahasiswa, hingga aparat penegak hukum.

    Adapun pada rapat perdana itu, menurut dia, nantinya Komisi III DPR akan rapat dengan Menteri Hukum dan Menteri Sekretaris Negara selaku wakil dari pemerintah.

    Sebelumnya dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa RUU KUHAP akan digulirkan oleh Komisi III DPR setelah diumumkan dalam rapat paripurna terdekat.

    Menurut dia, tahapan penyusunan RUU tersebut sudah cukup setelah pemerintah menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan Komisi III DPR RI yang telah menyerap berbagai aspirasi dari seluruh elemen masyarakat.

    “Dalam masa sidang ini kita akan minta kepada komisi terkait membahas (RUU KUHAP),” kata Dasco.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • PP Justice Collaborator Diteken, Sahroni Harap Dalang Kasus Mudah Dijerat

    PP Justice Collaborator Diteken, Sahroni Harap Dalang Kasus Mudah Dijerat

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menyambut baik Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2025 yang isinya memberikan penghargaan berupa hukuman ringan hingga bebas bersyarat kepada justice collaborator (JC). Dia menyebut selama ini mekanisme JC memang belum jelas.

    “Kami dari Komisi III lega sekali karena akhirnya aturan soal saksi pelaku atau JC ini ada aturan yang jelas. Selama ini kan kita tau banyak mekanisme JC yang dijalankan namun standar dan mekanismenya belum jelas sehingga tidak efektif dijalankan,” kata Sahroni kepada wartawan, Rabu (26/6/2025).

    Sahroni berharap JC bisa dimanfaatkan dengan baik oleh para aparat penegak hukum. Dia berharap dalang dalam suatu kasus mudah dijerat.

    “Padahal apabila JC dijalankan dengan baik. Kasus-kasus korupsi atau narkoba yang selama ini hanya bisa memenjarakan operator-operator kecil di bawah, bisa diusut lebih dalam untuk memenjarakan dalangnya,” katanya.

    Selain itu, Sahroni juga meminta JC tidak dimanfaatkan untuk memberikan keringanan kepada saksi pelalu yang memang tidak membantu dalam pengungkapan kasus.

    “Jadi setelah aturan ini ditandatangani, saya harap penegak hukum dapat mengaplikasikannya dengan bijak. Jangan sampai justru dipakai buat hal-hal curang seperti memangkas jumlah tuntutan padahal yang bersangkutan tidak memberikan kontrobusi pada kasus,” katanya.

    Aturan ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan terhadap saksi pelaku dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Serta menjamin hak saksi pelaku yang telah berstatus sebagai narapidana.

    Selama ini pengaturan mengenai mekanisme penanganan secara khusus dan pemberian penghargaan bagi saksi pelaku belum diatur secara komprehensif dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, diperlukan aturan mengenai mekanisme penanganan secara khusus dan pemberian penghargaan bagi saksi pelaku.

    (azh/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pemerintah Resmi Teken DIM RUU KUHAP, Siap Dibawa ke DPR

    Pemerintah Resmi Teken DIM RUU KUHAP, Siap Dibawa ke DPR

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah resmi menandatangani naskah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) untuk Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP, Senin (23/6/2025). Dengan demikian, DIM dari pemerintah siap dibawa ke DPR untuk segera dibahas.

    DIM terkait dengan revisi KUHAP itu ditandatangani sore hari ini oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanudin serta Wakik Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto. 

    Pada kesempatan tersebut, Supratman menyebut penyusunan DIM atas rancangan revisi KUHAP itu telah melalui koordinasi yang baik antara lima lembaga. 

    Supratman menyebut UU KUHAP yang saat ini berlaku yakni UU No.8/1981 sudah tidak lagi relevan dengan paradigma yang ada pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru, yakni UU No.1/2023. Dia berharap agar revisi UU KUHAP bisa segera tuntas dan berlaku bersamaan dengan KUHP baru, yakni 1 Januari 2025. 

    “Sebuah harapan besar Insyaallah dalam waktu dekat mudah-mudahan dengan pemberlakuan Undang-Undang No.1/2023  di 1 Januari 2026, hukum acara kita juga sudah bisa berlaku,” ujarnya di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Senin (23/6/2025).

    Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perundang-undangan atau Dirjen PP Kementerian Hukum, Dhanana Putra menyampaikan bahwa proses penyusunan DIM atas RUU KUHAP juga telah mencakup keterlibatan berbagai pihak di luar kementerian/lembaga.

    Misalnya, akademisi, pakar hukum pidana, masyarakat sipil, advokat serta sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. 

    Dhahana juga menyebut, dengan tuntasnya penyusunan DIM RUU KUHAP, maka kini pembahasan bisa segera dilanjutkan dengan Komisi III DPR selaku inisiator dari revisi undang-undang tersebut. 

    Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menyebut revisi KUHAP harus cepat dilakukan karena saat ini sudah masuk masa genting (emergency).

    Menurutnya, semakin lama berdebat tanpa menghasilkan sesuatu yang signifikan, semakin banyak pula orang yang menderita karena masih berlakunya KUHAP yang ada saat ini.

    “Ini sudah situasi emergency harusnya teman-teman paham. Banyak sekali Pak yang client kita yang berduit aja di perlakukan tidak adil apalagi yang tidak berduit yang orang orang susah itu gak bisa didampingi, ketika didampingi advokat nya enggak bisa debat gak bisa ngomong, ya karena itu kita perlu segera,” terangnya, Rabu (18/6/2025). 

  • Ini kronologi seorang anak yang tega aniaya ibunya di Bekasi

    Ini kronologi seorang anak yang tega aniaya ibunya di Bekasi

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya mengungkapkan kronologi seorang anak berinisial MIEC yang aniaya ibunya berinisial MS di Jalan Irigasi Tertia RT 007/RW 011, Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi, pada Kamis (19/6).

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi di Jakarta, Senin menjelaskan, tersangka awalnya meminta ibunya untuk meminjam motor kepada tetangganya pada Kamis (19/6) sekitar pukul 12.30 WIB.

    “Namun, korban menolak permintaan tersangka tersebut dan tersangka langsung melemparkan bangku yang sedang tersangka duduki ke arah korban, namun beruntung tidak mengenai korban,” katanya.

    Selanjutnya, tersangka mengambil sebuah sendal dan digenggamnya dengan menggunakan tangan kanan, kemudian tersangka mendekati dan memukul ibunya (korban).

    “Kemudian, memukul kepala korban sebanyak lebih dari lima kali ke arah kepala hingga korban (ibunya) terjatuh. Tersangka juga menarik kerudung korban menggunakan tangan kanannya. Korban pun berdiri dan keluar dari pekarangan rumah (TKP) ke arah samping rumah,” kata Ade Ary.

    Setelah itu tersangka berjalan ke dalam rumah dan mengambil sebilah pisau dari dapur rumah korban (TKP).

    “Lalu, tersangka menuju ke teras rumah dan menunjukkan pisau tersebut ke arah korban yang sedang berada di area samping rumah (TKP),” ujarnya.

    Tersangka pun mengatakan kata-kata kasar kepada korban dan mengancam akan membunuh adiknya di depan mata korban.

    Selang beberapa menit, saksi berinisial J datang ke TKP bersama dua orang sekuriti komplek dan langsung mengamankan tersangka dan membawa tersangka ke Polsek Rawalumbu.

    Selanjutnya, anggota Polsek Rawalumbu mengarahkan dan mendampingi korban beserta saksi untuk menyerahkan tersangka ke Polres Metro Bekasi Kota untuk pengusutan lebih lanjut.

    Sebelumnya, polisi sudah membekuk pemuda berinisial MI (22) yang diduga menganiaya ibunya sendiri di Kota Bekasi, Jawa Barat. Dari penuturan kepolisian, MI menganiaya ibunya karena menolak untuk meminjam motor dari tetangga.

    Aksi MI yang menganiaya ibunya itu pun sempat terekam melalui video yang beredar, salah satunya diunggah di akun Instagram resmi Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni (@ahmadsahroni88). Aksi pemuda itu pun menuai kecaman dari warganet.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Lembaga Mati Suri yang Sudah Tak Efektif Lagi

    Lembaga Mati Suri yang Sudah Tak Efektif Lagi

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Prabowo Subianto resmi membubarkan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli), lembaga bentukan Presiden ke-7 RI Joko Widodo pada 2016. Keputusan tersebut diteken melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2025 yang secara resmi mencabut Perpres Nomor 87 Tahun 2016.

    “Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” kata bunyi Pasal 1 Perpres tersebut, yang diakses melalui laman resmi Kementerian Sekretariat Negara.

    Alasan pembubaran tegas disebutkan dalam konsiderans Perpres: Satgas dinilai sudah tidak efektif dan tidak relevan dengan kebutuhan saat ini.

    Dari Harapan Besar Menjadi Lembaga Mati Suri

    Satgas Saber Pungli pada masa awalnya digadang sebagai garda depan pemberantasan pungutan liar, terutama di instansi pelayanan publik. Namun seiring waktu, peran dan kinerjanya mulai dipertanyakan.

    Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil menilai langkah Presiden Prabowo sebagai keputusan tepat daripada membiarkan lembaga tersebut terus berada dalam kondisi mati suri.

    “Iya, daripada dia mati suri, sebaiknya memang harus dilikuidasi. Karena memang tidak jelas, tidak efektif, dan tangkapannya pun kecil serta tidak signifikan,” kata Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis 19 Juni 2025.

    Menurutnya, instansi seperti KemenPANRB melalui program Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) sudah cukup mampu mencegah pungli.

    “Sebenarnya itu sudah bisa mencegah yang namanya pungli. Tapi pembubaran ini jangan sampai menghilangkan komitmen pemerintah dalam pemberantasan pungli,” ujarnya.

    Legislator Lain: Tak Perlu Ada Satgas Jika Sudah Ada Polri, KPK, dan Kejaksaan

    Nada serupa datang dari Rudianto Lallo, anggota Komisi III DPR RI lainnya. Ia menyebutkan bahwa keberadaan Satgas Saber Pungli justru berpotensi tumpang tindih dengan lembaga penegak hukum yang sudah ada.

    “Sudah ada tiga penegak hukum, lalu menambah lagi satgas-satgas, nanti tumpang tindih, tidak jelas fungsinya nanti,” ujarnya.

    Rudianto menegaskan bahwa lebih baik mendorong Polri, KPK, dan Kejaksaan agar menjalankan fungsi pencegahan dan penindakan secara optimal daripada membentuk lembaga baru yang tidak sinergis.

    “Kalau tumpang tindih, nanti saling berharap, akhirnya pengawasan atau pemberantasan pungli tidak jalan,” ucapnya.

    Polri: Tanpa Satgas, Penegakan Hukum Jalan Terus

    Menanggapi pembubaran ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan bahwa penindakan terhadap praktik pungli akan tetap berlangsung. Ia menyatakan bahwa Polri kini lebih menekankan pada aspek pencegahan dan pemberdayaan sistem pengawasan internal.

    “Tetap berjalan. Karena pungli-pungli kecil di tempat-tempat pelayanan publik itu masih jadi fokus kita,” ujar Sigit saat ditemui di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri.

    Selain itu, Polri kini juga diarahkan untuk memperkuat penanganan korupsi skala besar, sesuai arahan Presiden Prabowo dalam dokumen Astacita yang memuat delapan agenda strategis pembangunan nasional.

    “Beliau (Presiden Prabowo) berulang kali bicara soal kasus korupsi, jadi kami siapkan Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor),” tutur Sigit.***