Kementrian Lembaga: Komisi III DPR RI

  • DPR Setujui Tambahan Anggaran Polri Rp63,7 Triliun, Total Jadi Rp173,4 Triliun di 2026 – Page 3

    DPR Setujui Tambahan Anggaran Polri Rp63,7 Triliun, Total Jadi Rp173,4 Triliun di 2026 – Page 3

    Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati, menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima dan menyetujui penjelasan dari Polri dan siap memperjuangkan tambahan anggaran yang dibutuhkan.

    “Komisi III DPR RI akan menyampaikan hasil rapat ini kepada Badan Anggaran DPR RI untuk disinkronisasi sesuai mekanisme dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Sari.

    Ia menjelaskan bahwa tambahan anggaran tersebut akan difokuskan untuk pemenuhan kebutuhan strategis Polri, termasuk gaji pegawai baru, peningkatan tunjangan kinerja ASN dan Polri, serta penguatan infrastruktur dan operasional.

    Komjen Wahyu menambahkan, Rp4,8 triliun dari total kekurangan anggaran akan digunakan untuk belanja pegawai, termasuk pembayaran gaji personel baru hasil rekrutmen serta kenaikan tunjangan kinerja hingga 80 persen.

    Sementara sisanya akan difokuskan pada kebutuhan barang dan modal, seperti peralatan operasional, penguatan sistem teknologi informasi, dan peningkatan kapasitas institusi di berbagai lini.

     

    Reporter: Nur Habibie/Merdeka

  • Wacana Revisi UU MK, PKS: Untuk Perbaiki Undang Undang, Bukan Mengerdilkan MK – Page 3

    Wacana Revisi UU MK, PKS: Untuk Perbaiki Undang Undang, Bukan Mengerdilkan MK – Page 3

    Sementara itu, Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman mengaku pihaknya sudah lelah dengan Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran sering membatalkan produk perundang-undangan dengan alasan tidak terpenuhinya prinsip bermakna (meaningful participation).

    Hal tersebut disampaikan Habiburokhman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), pada Selasa (18/6/2025).

    “Di DPR ini kadang-kadang kami sudah capek bikin undang-undang, dengan gampangnya dipatahkan oleh Mahkamah Konstitusi,” ujar Habib dikutip dari Youtube DPR, Kamis (19/6/2025).

    Habiburokhman ini menyatakan, MK memiliki tiga cara untuk membatalkan undang-undang dengan menggunakan alasan meaningful participation.

    “Senjatanya itu meaningful participation, the right to be heard (hak untuk didengar), the right to be considered (hak untuk dipertimbangkan pendapatnya), the right to be explained (hak untuk mendapat penjelasan),” kata anggota Fraksi Gerindra DPR RI ini.

    Padahal, kata Habiburokhman, RDPU yang digelar sejak Selasa (17/6/2025) hingga Jumat (20/6/2025) merupakan bentuk implementasi dari meaningful participation.

    “Jangan sampai kami sudah capek-capek berbulan-bulan RDPU, dengan gampangnya pula oleh 9 orang itu (hakim MK) dipatahkan lagi. ‘Oh ini tidak memenuhi meaningful participation’, karena keinginan mereka tidak terakomodasi dalam undang-undang ini,” ujarnya.

    “Padahal kalau dibilang partisipasi, keputusan MK itu sama sekali enggak melibatkan pertisipasi siapa pun kecuali 9 orang itu. Ya enggak? Pendapat saya ini, silakan saja,” ucap Habiburokhman.

     

  • Kejagung Usulkan Tambahan Anggaran Rp18,5 Triliun untuk 2026

    Kejagung Usulkan Tambahan Anggaran Rp18,5 Triliun untuk 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusulkan penambahan anggaran sebesar Rp18,2 triliun untuk belanja Kejaksaan Tahun Anggaran (TA) 2026.

    Plt Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, Narendra Jatna mengatakan usulan itu muncul karena pagu indikatif Kejaksaan RI pada 2026 sebesar Rp8,9 triliun dinilai masih belum ideal.

    “Pagu indikatif TA 2026 sebesar 8,96 triliun masih belum memenuhi kebutuhan ideal kejaksaan RI sebesar Rp27,4 triliun. Berdasarkan jumlah ideal tersebut maka masih ada kekurangan anggaran mencapai Rp18,5 triliun,” ujarnya dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, Senin (7/7/2025).

    Dia menyampaikan, pagu indikatif Kejaksaan RI TA 2026 itu juga sangat menurun drastis sebesar 63,2 persen dibandingkan dengan TA 2025 sebesar Rp24,2 triliun.

    Menurutnya, penurunan anggaran yang dinilai signifikan ini bisa berimbas pada penegakan hukum dengan kebutuhan operasional dan target yang terus meningkat.

    “Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan kemampuan kejaksaan RI dalam menjalankan tugas dan fungsi secara optimal di tahun anggaran 2026,” imbuhnya.

    Di samping itu, Narendra mengungkap penambahan anggaran Rp18,5 triliun itu bakal digunakan untuk program penegak hukum Rp1,84 triliun dan program dukungan manajemen Rp16,6 triliun.

    “Untuk itu kami telah mengajukan usulan tambahan anggaran ke Bappenas dan Kementerian Keuangan melalui surat Jaksa Agung,” pungkasnya.

  • Anggota DPR: Wacana revisi UU MK tak terkait putusan soal pemilu

    Anggota DPR: Wacana revisi UU MK tak terkait putusan soal pemilu

    “Kami tidak mempersoalkan putusan itu, sebab itu ranah dan kewenangan kuasa pada hakim MK. Jadi DPR sebagai pembentuk UU harus mengevaluasi institusi-institusi yang diatur dalam konstitusi, salah satunya MK,”

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mengatakan bahwa munculnya wacana revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, bukan karena adanya Putusan MK yang memisahkan sistem pemilu nasional dan pemilu lokal/daerah.

    Dia mengatakan bahwa Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 tersebut tidak memiliki korelasi dengan revisi UU MK, karena DPR merupakan lembaga yang berwenang untuk membentuk dan merevisi undang-undang.

    “Kami tidak mempersoalkan putusan itu, sebab itu ranah dan kewenangan kuasa pada hakim MK. Jadi DPR sebagai pembentuk UU harus mengevaluasi institusi-institusi yang diatur dalam konstitusi, salah satunya MK,” kata Nasir di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Menurut dia, upaya untuk memperbaiki UU tentang Mahkamah Konstitusi bukan hendak mengamputasi kewenangan MK. Pasalnya, kata dia, kewenangan MK sudah jelas diatur dalam konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.

    “Tidak ada niat misalnya bagi DPR untuk mengamputasi atau mengerdilkan, atau menjadikan MK di bawah DPR. Kebetulan saja mungkin revisi UU MK itu berdekatan dengan putusan MK,” katanya.

    Namun, dia menilai bahwa sudah biasa jika sejumlah Anggota DPR atau sejumlah partai politik merespons dan memberikan komentar terhadap putusan MK tersebut. Menurut dia, hal itu memang sesuatu yang perlu dilakukan oleh partai politik.

    “Tentu saja banyak pihak yang pro dan kontra, dan itu hal yang lumrah di alam demokrasi,” katanya.

    Adapun dalam laman resmi DPR RI, RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sudah terdaftar dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2024-2029. Naskah akademik RUU tersebut disiapkan oleh DPR RI.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi III perjuangkan usulan tambahan anggaran Polri-Kejaksaan RI

    Komisi III perjuangkan usulan tambahan anggaran Polri-Kejaksaan RI

    “Komisi III DPR RI menerima dan menyetujui penjelasan usulan program Polri sesuai pagu indikatif tahun anggaran 2026 sebesar Rp109,6 triliun dan akan memperjuangkan usulan tambahan yang diajukan sebesar Rp63,7 triliun sehingga menjadi sebesar Rp173,4

    Jakarta (ANTARA) – Komisi III DPR RI akan memperjuangkan usulan tambahan anggaran bagi Polri dan Kejaksaan RI untuk tahun anggaran 2026.

    “Komisi III DPR RI menerima dan menyetujui penjelasan usulan program Polri sesuai pagu indikatif tahun anggaran 2026 sebesar Rp109,6 triliun dan akan memperjuangkan usulan tambahan yang diajukan sebesar Rp63,7 triliun sehingga menjadi sebesar Rp173,4 triliun,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Sari Yuliati dalam rapat kerja pembahasan anggaran di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

    Lalu, Sari juga menyatakan bahwa Komisi III DPR RI menerima dan menyetujui penjelasan usulan program Kejaksaan RI sesuai dengan pagu indikatif tahun anggaran 2026 sebesar Rp8,9 triliun dan akan memperjuangkan usulan tambahan yang diajukan sebesar Rp18,5 triliun sehingga menjadi sebesar Rp27 triliun.

    Dua keputusan tersebut turut diikuti dengan pernyataan sepakat dari para anggota Komisi III DPR RI dan ditegaskan dengan ketok palu oleh Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman.

    Untuk selanjutnya, hasil rapat pembahasan pagu indikatif tahun anggaran 2026 yang telah disetujui akan disampaikan oleh Komisi III DPR RI kepada Badan Anggaran DPR RI guna disinkronisasi sesuai dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan.

    Pada Senin ini, Polri dan Kejaksaan RI mengikuti rapat kerja pembahasan anggaran bersama Komisi III DPR RI.

    Polri mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp63,7 triliun untuk pagu anggaran pada tahun anggaran 2026.

    Asisten Utama Kapolri Bidang Perencanaan dan Anggaran (Astamarena) Komisaris Jenderal Polisi Wahyu Hadiningrat menerangkan bahwa usulan kebutuhan anggaran Polri tahun 2026 berdasarkan Surat Kapolri tertanggal 10 Maret 2025 adalah sebesar Rp173,4 triliun.

    Namun, pagu indikatif Polri tahun anggaran 2026 yang ditetapkan adalah sebesar Rp109,6 triliun sehingga terdapat kebutuhan tambahan anggaran Polri sebesar Rp63,7 triliun.

    Wahyu memerinci anggaran tersebut untuk kebutuhan belanja pegawai sebesar Rp4,8 triliun, belanja barang Rp13,8 triliun, dan belanja modal Rp45,1 triliun.

    Sementara itu, Kejaksaan RI mengusulkan tambahan anggaran tahun 2026 sebesar Rp18,5 triliun.

    Plt. Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan (Jambin) Kejaksaan RI Narendra Jatna menerangkan bahwa pagu indikatif Kejaksaan untuk tahun 2026 adalah sebesar Rp8,9 triliun.

    Jumlah tersebut, kata dia, menurun dari pagu alokasi anggaran tahun 2025.

    Dia mengatakan bahwa penurunan signifikan itu menjadi perhatian serius Kejaksaan RI mengingat peningkatan beban kerja di bidang penegakan hukum, kebutuhan operasional yang terus berkembang, dan target kinerja institusi semakin meningkat.

    Selain itu, berdasarkan analisis Kejaksaan, pagu Rp8,9 triliun belum memenuhi kebutuhan ril sebesar Rp27,4 triliun sebagaimana yang telah diusulkan. Sehingga, terdapat defisit Rp18,5 triliun atau sebesar 67,4 persen.

    Adapun tambahan anggaran Rp18,5 triliun itu untuk program dukungan manajemen sebesar Rp16,68 triliun serta program penegakan dan pelayanan hukum sebesar Rp1,84 triliun.

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ketua Komisi III DPR: Kick Off Pembahasan RUU KUHAP Dimulai Selasa Besok – Page 3

    Ketua Komisi III DPR: Kick Off Pembahasan RUU KUHAP Dimulai Selasa Besok – Page 3

    Sebelumnya, Kementerian Hukum, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Polri telah menandatangani DIM RUU KUHAP. Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej menyebut ada 6 ribu DIM RUU KUHAP dan akan diserahkan ke DPR.

    “Sekitar 6 ribu (DIM),” kata Edward Omar Sharif Hiariej, Senin 23 Juni 2025.

    Dia juga menanggapi soal kekhawatiran intervensi antar lembaga penegak hukum dalam proses penyidikan dan penuntutan pada Revisi Undang Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

    Pria yang kerap disapa Eddy ini memastikan, sistem hukum acara pidana ke depan akan berlandaskan prinsip peradilan pidana terpadu.

    Makna sistem peradilan pidana terpadu itu, kata dia, meskipun masing-masing punya kewenangan tetapi tentunya antara satu dengan yang lain saling berkoordinasi karena tidak mungkin penyidik dan penuntut umum akan berdiri sendiri.

    “Jadi sistem pidana terpadu itu yang memperlihatkan bagaimana pandangan hukum acara itu berjalan. Dan sistem keradilan pidana terpadu yang di dalamnya ada Polri, kemudian Kejaksaan dan Mahkamah Agung sebagai penyeimbang di sini, kemudian kita melihat juga ada peran dari advokat untuk menyeimbangkan kewenangan yang ada pada aparat penegak hukum,” ujar Eddy usai menghadiri penandatanganan Naskah DIM RUU KUHAP di Graha Pengayoman Kementerian Hukum, pada Senin 23 Juni 2025.

    “Jadi sudah pasti tidak akan ada intervensi kewenangan karena masing-masing punya kewenangan meskipun dalam bingkai sistem keradilan pidana terpadu, itu ada di state di dalam,” sambung dia.

      

  • Komisi III DPR Batal Gelar Raker Bahas Revisi KUHAP Hari Ini, Ada Apa?

    Komisi III DPR Batal Gelar Raker Bahas Revisi KUHAP Hari Ini, Ada Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi III DPR telah membatalkan rencana untuk membahas revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hari ini, Senin (7/7/2025).

    Sebelumnya, Ketua Komisi III Habiburokhman menyatakan bahwa pihaknya bakal menggelar rapat revisi KUHAP pada Senin (7/7/2025). Namun rapat itu ditunda hingga besok Selasa (8/7/2025).

    “Menyampaikan kepada publik terkait RUU KUHAP yang rencananya raker hari ini dengan Mensesneg dan Menteri Hukum itu ditunda sampai besok, Selasa [8/7] jam 13.00 WIB,” ujarnya di DPR RI, Senin (7/7/2025).

    Rencananya, kata Habiburokhman, rapat pembahasan RUU KUHAP besok bakal dihadiri oleh Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi.

    “Kita mulai raker dengan Menteri Hukum dan menteri sekretariat Negara tentang RUU KUHAP,” tambah Habiburokhman.

    Kemudian, dia menyatakan bahwa fokus pembahasan revisi KUHAP ini bakal membahas terkait dengan maksimalisasi restorative justice, hak tersangka hingga penguatan peran advokat.

    Di samping itu, Politisi Gerindra ini menyatakan bahwa pada rapat revisi KUHAP itu tidak akan mengotak atik aturan yang ada, termasuk mengurangi dan mengganti kewenangan antar intitusi.

    “Dengan catatan kita tidak mengutak-atik, tidak mengurangi, tidak menggeser kewenangan antara institusi. Jadi akan tetap ajeg sebagaimana seperti selama ini,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, pemerintah mengungkap sebanyak 6.000 poin masalah, usulan perbaikan maupun alternatif yang dimuat dalam naskah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait KUHAP.

    Naskah DIM itu telah selesai disusun dan ditandatangani oleh tim penyusun yang meliputi Kementerian Hukum, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung serta Kementerian Sekretariat Negara, Senin (23/6/2025). Nantinya, naskah DIM itu akan segera diserahkan ke DPR setelah pembukaan masa sidang.  

    “[Jumlah DIM] sekitar 6.000,” ungkap Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej pada konferensi pers usai acara penandatanganan naskah DIM RUU KUHAP, di kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Senin (23/6/2025). 

  • Komisi III DPR: Partisipasi publik bagian penting penyusunan UU

    Komisi III DPR: Partisipasi publik bagian penting penyusunan UU

    Jakarta (ANTARA) – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingatkan bahwa partisipasi publik menjadi bagian penting dalam penyusunan undang-undang (UU), sehingga pemerintah perlu membuka lebar seluas-luasnya keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukan UU.

    Wakil Ketua Komisi III DPR Sari Yuliati menyebutkan selama ini pembuatan UU di DPR kerap mengabaikan kepentingan publik. Bahkan dalam proses pembuatan sejumlah UU, sering terdapat protes dan penolakan karena alasan mengabaikan hak masyarakat perihal keterlibatannya.

    “Hal ini tentu akan berdampak pada produk UU yang dihasilkan,” kata Sari dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

    Menurutnya, partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan wujud penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik alias good governance, di antaranya adanya keterlibatan masyarakat, akuntabilitas, dan transparansi.

    Lebih jauh, Sari menambahkan bahwa partisipasi publik dipandang sebagai bagian integral dari demokrasi. Ditambahkan bahwa sebuah negara tidak dapat dikatakan demokrasi bila keterlibatan warga negara, termasuk dalam penyusunan perundang-undangannya rendah.

    Maka dari itu dalam skripsinya, ia meneliti partisipasi publik dalam menyusun UU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam penyusunan UU itu, dirinya menilai yang menjadi pegangan DPR, yakni UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Perundang-Undangan (UU PPP).

    Digunakan teori legislasi dalam penelitian tersebut untuk melihat serangkaian proses dalam pembuatan peraturan perundang-undangan.

    Selain itu, teori legislasi juga dilengkapi dengan teori partisipasi publik untuk melihat lebih dalam bagaimana keterlibatan publik pada pembentukan peraturan perundang-undangan.

    Wakil Ketua komisi DPR yang membidangi penegakan hukum tersebut pun menemukan bahwa meskipun serangkaian proses telah dilakukan dalam penyusunan UU KUHP, akan tetapi masih terdapat perdebatan di masyarakat yang tak luput dari kritik sebagaimana bentuk dari partisipasi publik.

    Untuk itu hasil penelitian skripsi yang bertajuk Implementasi Partisipasi Publik dalam Penyusunan Undang-Undang di DPR RI (Studi Kasus: UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP) tersebut merekomendasikan kepada pemerintah untuk tidak membatasi keterlibatan masyarakat dalam pembentukan UU.

    “Partisipasi publik (meaningful participation) sekurang-kurangnya dipenuhi dalam tahap pengajuan RUU, pembahasan, serta persetujuan bersama antara DPR dan presiden,” kata dia.

    Baginya, partisipasi publik terbuka dalam setiap tahap penyusunan UU menunjukkan pengakuan terhadap eksistensi dan kelancaran munculnya regulasi.

    Dia menekankan bahwa perlu dipahami bahwa Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua UU Nomor 12 Tahun 2011 telah menjamin hak masyarakat dalam berpartisipasi.

    Karena itu, sambung Sari, pemerintah perlu membuka seluas-luasnya keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukan UU. Dalam hal tersebut, keterlibatan masyarakat merupakan bagian dari hak yang dijamin oleh UU PPP.

    Guna melahirkan UU yang sesuai dengan asas keterbukaan, anggota DPR dari Daerah Pemilihan Nusa Tenggara Barat tersebut menegaskan proses pembentukannya harus memiliki partisipasi bermakna oleh publik, yang mampu menjangkau berbagai pihak.

    Selain itu, dikatakan bahwa pembentukan UU dinilai aspiratif apabila dalam prosesnya memperhatikan aspirasi masyarakat.

    Sari juga mengingat pentingnya aspek transparansi, sesuai Pasal 96 ayat 4 UU PPP, yang menekankan bahwa setiap rancangan peraturan perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

    Dengan begitu, katanya, akan memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis.

    “Masyarakat yang aktif, terutama dalam memberikan masukan, tentunya berhak untuk mendapatkan informasi perkembangan pembentukan peraturan perundang-undangan,” ucap Sari menambahkan.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPR raker dengan Kejagung-Polri bahas rencana kerja dan anggaran 2026

    DPR raker dengan Kejagung-Polri bahas rencana kerja dan anggaran 2026

    Jakarta (ANTARA) – Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) guna membahas Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tahun 2026.

    Dalam rapat tersebut, Kejaksaan Agung diwakili oleh Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Narendra Jatna, yang kini merangkap sebagai Plt Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan. Sedangkan Polri diwakili oleh Astamarena Polri Komjen Pol. Wahyu Hadiningrat.

    “Rapat ini terbuka untuk umum ya,” kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Menurut dia, para Anggota Komisi III DPR RI akan mendalami rencana kerja dan anggaran dari dua institusi tersebut untuk tahun depan. Masing-masing perwakilan, kata dia, diberi waktu 20 menit untuk menyampaikan rencana kerjanya.

    Selain membahas rencana kerja dan anggaran, dia mengatakan bahwa rapat tersebut juga beragendakan pembahasan mengenai laporan keuangan pemerintah pusat dari APBN tahun 2024.

    Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengungkapkan bahwa pada masa sidang yang dimulai pada 24 Juni hingga 24 Juli 2025, akan mulai membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

    Dia mengatakan bahwa tahun 2026, diproyeksikan perekonomian global masih akan dihadapkan dengan situasi yang dinamis dan tidak menentu. Konflik geopolitik, geoekonomi dan perekonomian global yang tidak kondusif akan sangat berpengaruh pada rantai pasok ekonomi global, produktivitas ekonomi, konsumsi masyarakat, daya beli, dan arus modal untuk investasi.

    “Oleh karena itu, pembahasan kebijakan ekonomi makro dan pokok kebijakan fiskal tahun 2026 harus telah mengantisipasi hal tersebut yang dapat berdampak pada kapasitas APBN dalam menjalankan pembangunan nasional,” kata Puan pada rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (24/6).

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Penulisan Ulang Sejarah Jalan Terus: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak

    Penulisan Ulang Sejarah Jalan Terus: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak

    Penulisan Ulang Sejarah Jalan Terus: Uji Publik Dimulai, Dasco Bergerak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Bak peribahasa “anjing menggonggong, kafilah berlalu”, proyek
    penulisan ulang sejarah Indonesia
    menuai pro-kontra, bahkan mendapat banyak kritik, namun tetap jalan terus. 
    Mewakili pemerintah, Menteri Kebudayaan
    Fadli Zon
    berpandangan penulisan sejarah memang diperlukan untuk pembaruan mengisi kekosongan selama 26 tahun.
    Pasalnya, sejarah disebut seolah berhenti di presiden-presiden terdahulu, seperti Presiden ke-1 RI Soekarno, Presiden ke-2 RI Soeharto, dan Presiden ke-3 RI BJ Habibie.
    Selain itu, menurut Fadli Zon, penulisan sejarah ulang ini juga akan melengkapi temuan-temuan arkeologis dan temuan sejarah lainnya, dengan
    tone
    positif sesuai dengan perspektif Indonesia.
    Namun, di sisi lain, publik dan sejumlah fraksi di DPR berpandangan proyek penulisan sejarah ulang ini tertutup dan dilakukan dalam waktu yang terlalu singkat.
    Apalagi, pemerintah disebut hanya ingin memasukkan sejarah yang tone-nya positif saja, sehingga kemungkinan akan ada sejarah yang hilang.
    Melihat kontroversi dan polemik yang timbul dari penulisan sejarah ulang ini, Wakil Ketua DPR
    Sufmi Dasco Ahmad
    pun turun tangan.
    Anggota Komisi X DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengkritik penulisan ulang sejarah.
    Anggota Komisi X DPR dari fraksi PKB, Habib Syarief Muhammad meminta penulisan sejarah ulang ditunda. Sebab, menurut dia, proyek tersebut terkesan tertutup dan waktunya terlalu singkat.
    “Daripada kontroversial terus berkelanjutan, kami dari fraksi PKB mohon penulisan sejarah ini untuk ditunda. Ya, jelas untuk ditunda. Karena yang pertama terkesan sangat tertutup,” kata Habib Syarief dalam rapat kerja dengan Fadli Zon.
    Habib Syarief mengungkapkan, dia tidak mendapatkan data lengkap dan penjelasan rinci mengenai siapa saja yang terlibat dalam tim penulisan sejarah, padahal sudah berupaya mencarinya.
    Ditambah lagi, dia mengatakan, masalah sosialisasi awal penulisan sejarah ulang yang menurutnya tidak kunjung terlaksana.
    “Pak Menteri ketika itu menyampaikan bahwa dalam waktu yang singkat akan dilakukan sosialisasi awal. Sampai hari ini, kita tidak mendengar (ada sosialisasi),” ujarnya.
    Selain itu, dia menyoroti soal target penyelesaian penulisan sejarah ulang yang hanya tujuh bulan.
    Dalam pandangannya, target tersebut sangat singkat untuk penyusunan sejarah yang kerap memakan waktu puluhan tahun.
    “Setelah saya ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang, 7 bulan itu waktu yang sangat singkat, terlalu singkat untuk penulisan sebuah sejarah yang utuh, apalagi mungkin ada kata-kata resmi,” katanya.
    Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi X dari Fraksi PDI-P, Mercy Chriesty Barends langsung meminta agar penulisan ulang sejarah dihentikan.
    Sebab, dia mengaku khawatir jika proyek tersebut diteruskan, justru akan semakin melukai korban yang masih mencari keadilan dan menimbulkan polemik baru di masyarakat.
    “Kami percaya ya Pak ya, daripada diteruskan dan berpolemik, mendingan dihentikan. Kalau Bapak mau teruskan, ada banyak yang terluka di sini,” ujar Mercy.
    Apalagi, menurut dia, ada pernyataan Fadli Zon yang meragukan kebenaran terjadinya pemerkosaan massal 1998.
    “Kami sangat berharap permintaan maaf. Mau korbannya perorangan yang jumlahnya banyak, yang Bapak tidak akui itu massal, permintaan maaf tetap penting. Karena korban benar-benar terjadi,” katanya.
    Mercy lantas mengingatkan bahwa sejarah seharusnya tidak ditulis dengan cara memilih-milih peristiwa yang hendak diangkat.
    Sebab, banyak sisi kelam sejarah yang tidak bisa diungkapkan seluruhnya, tetapi tetap menjadi bagian penting dari memori kolektif bangsa.
    “Kalau memilih-milih saja mana yang ditulis dan mana yang tidak ditulis, ada banyak kekelaman-kekelaman yang ada di bawah permukaan yang tidak bisa kami ungkapkan satu per satu,” ujar Mercy.

    Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO)
    Hasan Nasbi
    menegaskan ada puluhan sejarawan yang dilibatkan dalam proses penulisan ulang sejarah.
    Hasan meyakini para sejarawan tersebut tidak akan menggadaikan integritas dan profesionalitasnya. Sebab, banyak pihak mengkritik soal proyek penulisan sejarah yang sedang digagas pemerintah.
    “Kita sudah pernah baca belum naskah yang dibuat oleh para sejarawan? Ada puluhan sejarawan profesor, doktor akademisi dari berbagai universitas yang sedang melanjutkan penulisan sejarah,” kata Hasan di tayangan YouTube Universitas Al Azhar Indonesia, Senin (30/6/2025).
    “Orang-orang ini tidak akan menggadaikan integritas akademik mereka, profesionalitas mereka untuk hal-hal yang tidak diperlukan,” tegas Hasan.
    Oleh karenanya, ia meminta publik menunggu hasil dari penulisan ulang sejarah tersebut.
    Menurutnya, jangan sampai pengerjaan proyek penulisan ulang sejarah justru terburu-buru karena ditekan oleh desakan publik.
    “Mau enggak kita menunggu dan memberi waktu? Kan ketergesa-gesaan ini juga bagian dari tekanan media sosial. Orang yang bekerja sekarang itu tidak boleh ditekan-tekan dengan opini media sosial yang terburu-buru karena mereka sedang mengerjakan sesuatu berdasarkan kompetensi dan keahlian mereka,” ucap Hasan.
    Dia menambahkan pihak yang mengkritik proyek penulisan ulang sejarah juga harus punya kompetensi untuk memberikan penilaian.
    “Kita yang mengkritik ini juga harus tahu diri nih, kita punya kompetensi dan literatur profesionalitas dalam menilai sebuah tulisan sejarah apa tidak,” kata dia.
    Selain itu, ia menyorot tidak semua kejadian sejarah dapat ditulis.
    Hasan mencontohkan soal pekerja seks komersil (PSK) bagi tentara Jepang saat di masa penjajahan.
    “Dan tulisan sejarah tidak mungkin merangkum seluruh kejadian. Ada enggak dalam tulisan sejarah Indonesia yang pernah ditulis bahwa kita dulu di masa Jepang, pimpinan putra menyediakan PSK terhadap tentara Jepang,” ungkapnya.
    “Ada nggak ditulis dalam sejarah kita, kejadian nggak? Kejadian, PSK dibawa dari Karawang kok. Tapi dalam sejarah kita ditulis nggak itu?” lanjut Hasan.
    Menurut Hasan, para sejarawan tentu punya pertimbangan dalam menyusun ulang sejarah Indonesia.
    “Jadi, penulisan sejarah pasti ada pertimbangan mata. Ada kebutuhan kita sebagai sebuah bangsa untuk mempelajari sejarah ini, untuk apa? Memetik pelajaran di masa lalu dan untuk membesarkan bangsa kita di masa yang akan datang,” ujarnya.
    Menbud Fadli Zon mengatakan saat ini uji publik terhadap penulisan ulang sejarah Indonesia telah dimulai di DPR dan sejumlah universitas.
    “Uji publiknya bulan Juli ini, tapi teman-teman DPR kemarin sudah mulai, di Universitas Andalas, Universitas Diponegoro, di Universitas Hasanuddin,” ujar Fadli Zon saat ditemui di acara Pagelaran Wayang di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/7/2025) lalu.
    Fadli mengatakan, proses uji publik yang kini dilakukan berjalan lancar, tidak ada masalah. “Enggak ada masalah,” katanya.
    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan DPR akan menugaskan tim untuk melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan Kementerian Budaya.
    Menurutnya, penugasan tim itu untuk memastikan sejarah ditulis ulang dengan baik.
    Dasco memaparkan, pembentukan tim ini dilakukan setelah berkonsultasi dengan Ketua DPR Puan Maharani dan para pimpinan DPR lainnya.
    “Setelah konsultasi dengan Ketua DPR dan sesama pimpinan DPR lainnya, maka DPR akan membentuk, menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan DPR RI,” ujar Dasco, Sabtu (5/7/2025).
    Dasco menjelaskan, tim yang diturunkan terdiri dari Komisi III DPR dan Komisi X DPR.
    Dia menekankan, alat kelengkapan dewan yang diterjunkan ke dalam tim itu dipastikan bakal bekerja secara profesional.
    “Yang terdiri dari komisi hukum, Komisi III dan komisi pendidikan dan kebudayaan, Komisi X untuk melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan,” tuturnya.
    Sementara itu, Dasco berharap, dengan supervisi ini, penulisan ulang sejarah yang digagas Kementerian Kebudayaan tidak lagi menjadi polemik.
    “Sehingga hal-hal yang menjadi kontroversi itu akan menjadi perhatian khusus oleh tim ini dalam melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan tim yang dibentuk oleh Kementerian Kebudayaan,” imbuh Dasco.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.