Kementrian Lembaga: Komisi III DPR RI

  • Polisi Diminta Usut 2 Pengacara dalam Kasus Penganiayaan oleh Anak Bos Toko Roti

    Polisi Diminta Usut 2 Pengacara dalam Kasus Penganiayaan oleh Anak Bos Toko Roti

    Jakarta, Beritasatu.com – Anggota Komisi III DPR, Gilang Dhielafararez, mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus penganiayaan karyawan toko roti, Dwi Ayu Darmawati, di Jakarta Timur. Gilang juga meminta agar dua oknum pengacara yang diduga menipu Dwi Ayu turut diperiksa. Salah satu pengacara tersebut bahkan mengaku sebagai utusan Polda, sementara pengacara lainnya diduga menipu hingga Rp 12 juta, uang yang diperoleh dari hasil penjualan motor keluarga Dwi Ayu.

    “Nama baik institusi Polri turut dipertaruhkan. Setelah dianggap lambat menangani kasus ini, kini muncul pengacara yang mengaku utusan polisi dan menipu korban. Korban ibarat sudah jatuh tertimpa tangga,” ujar Gilang di Jakarta, Rabu (18/12/2024).

    Dwi Ayu telah berganti pengacara sebanyak tiga kali. Pengacara pertama mengaku dari lembaga bantuan hukum (LBH) dan utusan Polda, tetapi ternyata bekerja untuk keluarga pelaku penganiayaan, George Sugama Halim (GSH). Karena adanya konflik kepentingan, Dwi Ayu dan keluarga memutuskan mengganti pengacara.

    Namun, pengacara kedua justru melakukan penipuan. Setelah menerima pembayaran hingga Rp12 juta, pengacara tersebut tidak dapat dihubungi lagi. Saat ini, Dwi Ayu telah mendapatkan pengacara baru, John dan Jaenudin, yang serius menangani kasusnya.

    Gilang menekankan pentingnya polisi menyelidiki kedua pengacara tersebut. “Penyelidikan ini penting, apalagi salah satu pengacara membawa-bawa nama polisi. Kepercayaan publik terhadap institusi hukum sangat bergantung pada keadilan dalam kasus-kasus seperti ini,” tegasnya.

    Gilang juga meminta aparat penegak hukum bekerja secara profesional tanpa diskriminasi. Menurutnya, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk jika pelaku berasal dari keluarga berpengaruh.

    “Kasus ini harus menjadi bukti bahwa hukum berlaku untuk semua. Jangan sampai penegakan hukum melemah hanya karena pelaku adalah anak pemilik toko,” ujar Gilang.

    Gilang menyoroti pentingnya perlindungan pekerja dari relasi kuasa yang tidak seimbang di tempat kerja. “Tindakan penganiayaan ini tidak hanya berdampak fisik, tetapi juga psikologis dan sosial bagi korban,” ujarnya.

    Ia juga menyoroti kasus-kasus serupa yang terjadi, seperti kekerasan terhadap koas oleh keluarga berkuasa. Menurutnya, situasi ini mencerminkan preseden buruk yang harus segera diperbaiki.

    Gilang menegaskan, DPR akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Ia juga meminta aparat penegak hukum untuk transparan dan tidak menunggu kasus menjadi viral sebelum bertindak.

    “Tugas penegak hukum adalah menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, baik viral ataupun tidak,” pungkasnya.

  • Komisi III DPR Kawal Kasus Anak Bos Toko Roti Aniaya Karyawan hingga Tuntas

    Komisi III DPR Kawal Kasus Anak Bos Toko Roti Aniaya Karyawan hingga Tuntas

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menegaskan pihaknya akan mengawal kasus penganiayaan terhadap pegawai toko roti, Dwi Ayu Darmawati, oleh anak bosnya, George Sugama Halim (GSH), hingga ke persidangan. Habiburokhman memastikan proses hukum berjalan transparan tanpa intervensi dari pihak manapun.

    “Kami akan kawal terus. Bahkan, tim dari Sekretariat DPR akan hadir memantau jalannya persidangan. Kami juga akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur untuk memastikan pelaku dituntut secara maksimal,” ujar Habiburokhman usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPR, Selasa (17/12/2024).

    Selain itu, Komisi III DPR akan memastikan Dwi Ayu, selaku korban, mendapatkan perlindungan selama proses hukum berlangsung. Habiburokhman menyebutkan bahwa korban sebelumnya sempat menghadapi kesulitan, termasuk menjadi korban penipuan oleh seseorang yang mengaku sebagai pengacara.

    “Kami juga akan mengusut pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan situasi ini, termasuk mereka yang mengaku sebagai kuasa hukum tanpa izin,” tegasnya.

    Dwi Ayu Darmawati, pegawai toko roti di Cakung, Jakarta Timur, melaporkan bahwa dirinya dianiaya oleh GSH pada 17 Oktober 2024 sekitar pukul 21.00 WIB. Kejadian bermula ketika GSH meminta Dwi mengantar makanan yang dipesannya melalui layanan GoFood ke kamar pribadinya. Dwi menolak permintaan tersebut karena bukan bagian dari tugasnya.

    Penolakan ini memicu kemarahan GSH, yang kemudian melemparkan berbagai benda ke arah Dwi, seperti patung, bangku, dan mesin EDC. Saat Dwi mencoba mengambil tas dan ponselnya yang tertinggal, pelaku kembali menyerangnya dengan kursi dan loyang kue, hingga menyebabkan luka berdarah di kepala Dwi.

    “Saya kabur ke area oven, tetapi pelaku terus melemparkan barang-barang. Kepala saya terkena loyang kue hingga berdarah,” ungkap Dwi.

  • Polisi Ungkap Alasan Kasus Penganiayaan oleh Anak Bos Toko Roti Lamban

    Polisi Ungkap Alasan Kasus Penganiayaan oleh Anak Bos Toko Roti Lamban

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly merespons soal sorotan lamanya penanganan kasus dugaan penganiyaan yang dilakukan oleh anak bos toko roti dengan inisial GSH kepada salah satu karyawan, yaitu DAD.

    Nicolas mengklaim pihaknya telah menangani kasus ini sejak sebelum viral. Namun memang, dia mengakui penanganan kasus terkesan lama karena ada standar operasional prosedur (SOP) yang harus dilalui dalam proses penyidikan itu sendiri.

    Tak hanya itu, Nicolas mengemukakan pihaknya menangani kasus ini layaknya seperti kasus-kasus pidana umum biasa, lantaran saat DAD melapor pada 18 Oktober 2024, tidak melampirkan sejumlah bukti seperti foto-foto dan video yang viral saat ini.

    “Kalau memang ada bukti yang seperti viral ini, kasus ini kan cepat. Kita tanganinya pasti cepat. Karena awal mulanya itu tidak dilengkapi dengan bukti-bukti foto dan juga video yang sekarang viral,” ujarnya seusai menghadiri RDP dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (17/12/2024).

    Nicolas melanjutkan, saat DAD datang melapor ke Polres Metro Jakarta Timur, lukanya sudah terlihat bersih karena sebelumnya sudah berobat ke klinik terlebih dahulu.

    “Jadi pada saat datang, korban kita lihat normal, memang ada bukti luka. Dan selanjutnya kami mengantar korban untuk visum. Jadi sekarang kami menunggu hasil visum, hasil fair dari ahli,” tutur dia.

    Tak sampai di situ saja, dia juga menyampaikan proses penanganan kasus ini terkesan lambat karena saksi tidak menghadiri permintaan pemeriksaan yang dilayangkan kepolisian.

    “Saksi itu ada keperluan-keperluan lain dan mengulur-ngulur waktu, sehingga terjadi kelambatan dalam penanganan kasus ini. Kami selaku penyidik mohon maaf atas keterlambatan proses penyidikan ini. Bukan karena keinginan kami tapi ada juga hal-hal non teknis yang kami hadapi,” ujarnya.

  • Reza Artamevia Ungkap Kronologi Dugaan Penipuan Berlian ke Komisi III DPR

    Reza Artamevia Ungkap Kronologi Dugaan Penipuan Berlian ke Komisi III DPR

    Jakarta, Beritasatu.com –  Penyanyi Reza Artamevia memaparkan kronologi dugaan penipuan berlian yang menjeratnya dalam masalah hukum kepada Komisi III DPR pada Selasa (17/12/2024). Dalam pertemuan tersebut, Reza didampingi oleh rekannya, Ratna Dewi, dan diterima langsung oleh Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman.

    Kasus dugaan penipuan berlian ini bermula dari laporan seorang pengusaha berinisial IM terhadap Reza Artamevia pada Jumat, 15 November 2024. IM menuduh pelantun lagu Pertama itu melakukan penipuan dan penggelapan dalam kerja sama bisnis. Namun, Reza membantah tuduhan tersebut dan menjelaskan kronologi kerja sama mereka di hadapan Komisi III DPR, seraya meminta perlindungan hukum.

    Reza mengungkapkan kekhawatirannya terkait laporan IM, mengingat posisi IM yang dinilainya memiliki kekuatan besar. “Kami khawatir, kami orang kecil, sementara orang yang kami lawan punya power. Kami khawatir mereka akan melakukan segala upaya di kepolisian,” ujar Reza.

    Dia juga mengungkapkan bahwa bukti-bukti yang dimilikinya terkesan diabaikan saat dirinya melapor ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Jatanras). “Kami benar-benar memohon perlindungan hukum. Saat di Jatanras, bukti-bukti kami seperti diabaikan,” tambahnya.

    Reza Artamevia – (Beritasatu/Instagram)

    Reza menjelaskan bahwa masalah ini berawal dari kerja sama bisnis dengan IM, yang melibatkan transaksi sebanyak tiga kali. Dalam kerja sama tersebut, Reza menyerahkan sembilan butir berlian senilai Rp 150 miliar kepada IM. Namun, pada transaksi ketiga, IM hanya memberikan pembayaran senilai Rp 7 miliar, yang membuat Reza dan rekannya ragu untuk melanjutkan kerja sama.

    “Tanggal 20 Agustus, kami memeriksa berlian bersama-sama, dan akhirnya berlian diserahkan. Kami sudah menerima panjar Rp 7 miliar, dengan harapan sisanya akan dibayarkan keesokan harinya. Namun, pembayaran terkendala oleh masalah bank,” jelas Reza.

    Jatuh tempo untuk pengembalian modal dan pembagian keuntungan ditetapkan pada 12 September. Namun, hingga tanggal 11 September, IM belum melunasi pembayaran. Sebaliknya, IM meminta Reza mentransfer keuntungan sebesar 20% dan mengancam akan menjual berlian.

    “Kami tidak ingin berlian itu dijual. Kami bernegosiasi dan akhirnya memberikan 10% keuntungan, yakni senilai Rp 2 miliar,” tambahnya.

    Karena kerja sama tidak berjalan lancar, Reza meminta agar berlian-berlian tersebut dikembalikan. Awalnya, pihak IM menyetujui untuk mengembalikan sembilan butir berlian dengan syarat cek pembayaran yang dimiliki Reza ditukar. Namun, saat pertemuan untuk pengembalian berlian pada 7 Oktober, pihak IM menuduh bahwa berlian yang diserahkan Reza palsu.

    “Saat pertemuan, mereka bilang, ‘Ini semua sudah kami cek, dan ternyata palsu.’ Saya bertanya, ‘Kapan pengecekannya dilakukan?’ Mereka mengaku pengecekan dilakukan pada 22 Agustus. Saya heran, kenapa mereka tidak langsung memberi tahu saat itu juga,” ungkap Reza.

    Reza menyatakan keheranannya atas laporan yang dibuat IM ke polisi, mengingat ia merasa telah mengikuti seluruh prosedur yang disepakati. Tidak tinggal diam, Reza juga melaporkan IM atas dugaan penipuan ke polisi. Selain itu, ia mengadukan kasus ini ke Komisi III DPR untuk mendapatkan keadilan.

    Kasus penipuan berlian masih terus bergulir, dan Reza Artamevia berharap upaya hukum serta dukungan dari Komisi III DPR dapat membantu menyelesaikan masalah ini dengan adil.

  • Siapa Pengacara yang Diduga Tipu Dwi Ayu Setelah Dianiaya George Sugama Halim? – Halaman all

    Siapa Pengacara yang Diduga Tipu Dwi Ayu Setelah Dianiaya George Sugama Halim? – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Dwi Ayu Darnawati, pegawai yang dianiaya oleh George Sugama Halim anak pemilik toko roti, sempat didatangi pengacara.

    Namun diduga pengacara itu menipu Dwi Ayu Darnawati.

    Bahkan Dwi Ayu Darnawati terpaksa menjual sepeda motor satu-satunya miliknya untuk membiayai pengacara.

    DPR Minta Diusut

    Komisi III DPR RI mendesak pihak kepolisian untuk menyelidiki dugaan penipuan yang dilakukan oleh seorang pengacara terhadap Dwi Ayu Darnawati.

    Permintaan ini disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Gilang Dhielafararez usai mengetahui bahwa korban tidak hanya mengalami penganiayaan, tetapi juga ditipu dan diperas oleh pengacara tersebut.

    “Polisi juga harus mengusut kasus penipuan ini. Korban ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula,” ujar Gilang dalam rapat dengar pendapat umum bersama Polres Metro Jakarta Timur, Selasa (17/12/2024) dikutip dari Kompas.com.

    Gilang menjelaskan bahwa selain ditipu, Dwi juga sempat didatangi oleh pengacara yang mengaku diutus oleh Polda untuk membantu proses hukum.

    Namun, pengacara tersebut kemudian mengakui bahwa ia diutus oleh keluarga tersangka penganiayaan menjelang pemeriksaan di Polres.

    “Nama baik institusi Polri turut dipertaruhkan. Setelah dianggap lama mengusut kasus ini, sekarang juga ada pengacara yang mengaku utusan polisi menipu korban,” kata Gilang.

    Penjelasan Ayu Dwi

    Sebelumnya, Dwi Ayu Darnawati mengungkapkan bahwa ia sempat didatangi oleh seorang pengacara yang mengaku sebagai utusan dari Polda.

    “Saya sempat dikirimkan pengacara dari pihak pelaku tapi awalnya, saya enggak tahu kalau itu dari pihak pelaku, dia ngakunya dari LBH utusan dari Polda,” ungkap Dwi dalam rapat dengar pendapat umum.

    Setelah pertemuan tersebut, Dwi beserta orangtuanya dan pengacara itu mendatangi Polres Metro Jakarta Timur untuk membuat laporan.

    Namun, saat dimintai keterangan, pengacara tersebut mengaku bahwa ia sebenarnya diutus oleh bosnya, yang juga merupakan ibu dari pelaku, George Sugama Halim.

    “Awalnya enggak tahu, terus pertemuan di Polres ngasih BAP. Terus di situ dia ngasih tahu kalau dia disuruh sama bos saya,” kata Dwi.

    Setelah mengetahui hal tersebut, Dwi dan keluarganya memutuskan untuk mencari pengacara lain.

    “Akhirnya mama saya ganti pengacara di situ, pengacara yang keduanya enggak bisa memberikan kepastian,” jelas Dwi.

    Terpaksa Jual Motor Satu-satunya

    Dwi juga menyampaikan bahwa pengacara yang baru tersebut berkali-kali meminta uang dengan alasan untuk keperluan operasional penanganan kasusnya.

    “Dia selalu jawab, sedang diproses. Setiap ada info, dia selalu ke rumah dan minta duit. Mama saya sampai jual motor,” ungkap Dwi.

    Setelah motor dijual, Dwi mengaku tidak dapat menghubungi pengacara tersebut lagi.

    “Habis jual motor itu, saya tanya-tanya, itu sudah enggak ada, enggak bisa dihubungi lagi,” ujarnya.

    Sebagai informasi, kasus penganiayaan yang dialami Dwi oleh anak bosnya, George, terjadi pada 17 Oktober 2024.

    George telah ditangkap polisi di Anugrah Hotel Sukabumi, Cikole, Sukabumi, Jawa Barat, pada Senin (16/12/2024) dini hari.

    Penangkapan dilakukan setelah video penganiayaan yang dilakukannya terhadap Dwi viral di media sosial.

    George beralasan, ia bersama pergi ke luar kota untuk menenangkan diri.

    Namun, polisi mengetahui keberadaannya setelah diberitahu oleh orangtua tersangka.

    George dijerat dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan, dan terancam hukuman penjara paling lama lima tahun.

     

  • DPR: Polisi Jangan Percaya Pelaku Penganiaya Karyawan Toko Roti Sakit Jiwa

    DPR: Polisi Jangan Percaya Pelaku Penganiaya Karyawan Toko Roti Sakit Jiwa

    Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Hasbiallah Ilyas meminta pihak kepolisian tidak begitu saja percaya dengan informasi yang menyebut bahwa pria berinisial GSH, pelaku penganiayaan karyawan di toko roti di Jakarta Timur, menderita sakit jiwa. 
     
    Hasbi mengatakan penganiayaan itu terjadi di toko roti Lindayes, Jalan Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, yang dekat dengan rumah konstituennya. Jadi, dia mengaku betul-betul mengetahui kasus tersebut karena banyak mendapatkan informasi.
     
    “Dia [pelaku] bukan pertama kali melakukan kepada Mbak Dwi [korban]. Bukan pertama kali, ini sudah yang kesekian kali. Kepada saudaranya sendiri pun dia melakukan seperti itu,” kata Hasbi dilansir dari Antara, Rabu (18/12/2024). 
     
    Terkait penjelasan keluarga yang menyebut bahwa pelaku GSH menderita sakit jika, dia menegaskan bahwa dirinya tidak percaya dengan keterangan itu. Jika pelaku memang sakit jiwa, seharusnya sudah dibawa ke rumah sakit jiwa sejak lama.
     
    Namun, kata dia, pelaku bebas beraktivitas dan berbuat semena-mena dengan melakukan kekerasan dan penganiayaan kepada karyawan. Bahkan, lanjutnya, tindakan melanggar hukum itu dilakukan berkali-kali.
     
    “Mbak Dwi tahu bahwa pelaku melakukan ini bukan sekali. Jangan-jangan mbak ini korban yang kesekian kali. Tapi tidak berani terbuka,” katanya.
     
    Dia pun mewanti-wanti agar jangan sampai dalih sakit jiwa itu menjadi upaya agar pelaku bisa lepas dari jeratan hukum. Dia pun menduga pelaku tersebut justru bersifat psikopat karena aksinya itu.
     
    Di samping itu, dia juga mengkritisi kinerja polisi yang cepat menangani kasus ketika sudah viral atau ketika ramai di media sosial.

    Menurut dia, kasus penganiayaan yang dilakukan anak toko bos roti itu sudah terjadi dua bulan lalu dan telah dilaporkan, tapi baru ditangani setelah viral.
     
    Dia berharap polisi bekerja secara baik dan merespon dengan cepat laporan yang disampaikan masyarakat, dan tidak perlu menunggu kasus menjadi viral untuk kemudian ditangani.
     
    “Kita bukan butuh viral, tapi butuh penanganan dengan cepat. Kami harap polisi bisa bekerja secara cepat dan profesional,” katanya.

    Senada dengan Hasbiallah, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman meminta agar polisi tidak membebaskan berinisial GSH selaku tersangka penganiaya karyawati toko roti berinisial DAD dengan dalih gangguan kejiwaan atau kesehatan mental.

    Menurut dia, GSH tampak bisa beraktivitas secara normal, artinya tindakan hukum yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan.

    “Komisi III DPR RI bakal terus mengawal kasus penganiayaan yang terjadi di Jakarta Timur itu,” kata Habiburokhman saat rapat dengan Polres Metro Jakarta Timur dan DAD di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Habiburokhman melanjutkan pihaknya aakan berkoordinasi dengan Kejaksaan Jakarta Timur untuk memastikan pelaku dituntut berat. Berdasarkan penuturan korban saat rapat tersebut, kasus penganiayaan yang menimpa DAD dilakukan berulang oleh GSH.

  • George Disebut Gangguan Mental, Anggota DPR Minta Proses Pidana Tetap Berjalan, Korban Beri Bantahan – Halaman all

    George Disebut Gangguan Mental, Anggota DPR Minta Proses Pidana Tetap Berjalan, Korban Beri Bantahan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus penganiayaan pegawai toko roti di Cakung, Jakarta Timur, mendapat sorotan dari Komisi III DPR RI.

    Korban bernama Dwi Ayu Darmawati (19) dihadirkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa (17/12/2024).

    Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyoroti sikap manajemen toko roti yang membuat pernyataan George Sugama Halim mengidap gangguan mental.

    Diketahui, George Sugama Halim merupakan anak pemilik toko roti yang berstatus tersangka kasus penganiayaan.

    Habiburokhman meminta kepolisian tetap memproses pidana George dan tak menjadikan gangguan metal sebagai alasan untuk memaafkannya.

    “Jadi begini pak Kapolres, jangan sampai itu nanti diarahkan menjadi alasan pemaaf ketidaknormalan dia dalam konteks kemanusiaan memang begitu tega,” ucapnya, Selasa (17/12/2024), dikutip dari TribunJakarta.com.

    Politisi partai Gerindra tersebut yakin George mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum sehingga proses pidana harus dilanjutkan.

    Menurutnya, tindakan George menganiaya pegawai menggunakan kursi, patung, loyang kue hingga mesin EDC sangat tidak manusiawi.

    “Melempar perempuan dengan alat-alat sebesar itu. Memang enggak masuk nalar, tapi dalam konteks hukum saya sangat yakin orang ini bisa bertanggungjawab secara hukum,” tegasnya.

    Ia juga meminta George tak mendapat perlakuan khusus selama menjalani masa tahanan meski ada rumor mengidap gangguan mental.

    “Minta tolong diperlakukan sebagaimana tahanan yang lain. Ditahan ya kan pak sekarang? Iya, ditahan sebagaimana tahanan lain, jangan ada keistimewaan apapun kepada orang ini,” tandasnya.

    Sementara itu, korban membantah George memiliki gangguan mental dan menyaksikan langsung George beraktivitas secara normal.

    “Dia normal kok, orang sering meeting sama orang. Pertemuan juga sama orang,” tukasnya.

    Korban juga membantah kabar George tak punya jabatan di toko roti milik orang tuanya.

    “Di Cakung dia posisinya anak bos tapi dia megang cabang di Kelapa Gading,” ungkapnya.

    Kejiwaan George akan Diperiksa

    Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly, menyatakan George akan menjalani pemeriksaan psikologi untuk mengetahui keterbelakangan kecerdasan Intelligence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ).

    “Terkait dengan pertanyaan bahwa yang bersangkutan punya, yang beredar di masyarakat itu, kami akan melakukan pemeriksaan lanjutan terkait dengan psikologis daripada tersangka ini,” ucapnya, Senin (16/12/2024).

    Sehari sebelum ditangkap, George menjalani pengobatan kejiwaan di Sukabumi, Jawa Barat, didampingi keluarga.

    “Kebetulan di Sukabumi itu ada informasi yang bahwa ada tempat pengobatan di Sukabumi. Nah mereka berangkat ke Sukabumi untuk ingin melakukan pengobatan terhadap si tersangka,” tukasnya.

    Informasi mengenai keterbelakangan mental George diunggah di akun Instagram toko roti milik orang tuanya @lindayespatisserieandcoffee.

    Dalam unggahan tersebut, pihak toko roti menyatakan George tidak memiliki jabatan apapun.

    George disebut sudah berulang kali melakukan kekerasan ke pegawai, saudara, bahkan ibu kandungnya.

    “Beliau merupakan anak pemilik, namun memiliki keterbelakangan kecerdasan lQ dan EQ yang sudah pernah dites.”

    “Memang, bahkan bukan hanya terjadi kepada saudari (karyawan berinisial D), melainkan juga kepada pemilik (orangtua) dan saudaranya.” 

    “Pemilik wanita pernah mengalami patah tulang lengan dan memar akibat dibanting oleh pelaku. Adik laki-laki pelaku juga pernah mengalami luka di kepala yang juga dialami pegawai berinisial D.” 

    “Namun, sulit bagi seorang ibu, sejelek-jeleknya anaknya untuk diproses hukum karena kasih sayang seorang ibu, walaupun ia yang menjadi korban sekali pun,” tulis manajemen toko roti.

    Saat dihadirkan dalam konferensi pers, George mengaku khilaf telah menganiaya korban berinisial D (19).

    Ia juga menangis dan menundukkan kepala ketika mendapat pertanyaan menyesali perbuatannya atau tidak.

    “Saya khilaf,” ucap George di Polres Metro Jakarta Timur.

    George enggan menjawab saat ditanya alasan meminta korban mengantarkan makanan ke kamarnya.

    “No comment,” kata George.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Lindayes Munculkan Isu George Sugema Gangguan Mental, DPR Tahu Arahnya hingga Ingatkan Kapolres

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunJakarta.com/Bima Putra/Annas Furqon) 

  • DPR Minta Polisi Jangan Percaya George Sugama Halim Disebut Sakit Jiwa: Jangan-Jangan Psikopat

    DPR Minta Polisi Jangan Percaya George Sugama Halim Disebut Sakit Jiwa: Jangan-Jangan Psikopat

    loading…

    Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas meminta kepolisian tidak begitu saja percaya dengan informasi yang menyebut bahwa George Sugama Halim, pelaku penganiayaan karyawan di toko roti menderita sakit jiwa. Foto/Danandaya

    JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas meminta kepolisian tidak begitu saja percaya dengan informasi yang menyebut bahwa George Sugama Halim , pelaku penganiayaan karyawan di toko roti menderita sakit jiwa. Politikus PKB ini meminta Polres Jakarta Timur mengusut tuntas kasus yang mengebohkan tersebut.

    Hasbi mengatakan, George bukan pertama kali melakukan penganiayaan kepada korban. Bahkan, kata dia, George juga melakukan aksi kekerasan itu kepada saudaranya sendiri.

    “Dia (pelaku) bukan pertamakali melakukan kepada Mbak Dwi (korban). Bukan pertama kali, ini sudah yang kesekian kali. Kepada saudaranya sendiri pun dia melakukan seperti itu,” ujar Hasbi dalam keterangan tertulis, Rabu (18/12/2024).

    Terkait penjelasan keluarga pelaku yang menyebut bahwa George menderita sakit jika, Hasbi meminta polisi tidak percaya dengan keterangan itu. Jika pelaku memang sakit jiwa, ia menilai, seharusnya pihak keluarga sudah membawa ke rumah sakit.

    “Yang terjadi tidak demikian. Pelaku tetap bebas beraktivitas dan berbuat semena-mena dengan melakukan kekerasan dan penganiayaan kepada karyawan. Bahkan, tindakan melanggar hukum itu dilakukan berkali-kali,” tuturnya.

    “Mbak Dwi tahu bahwa pelaku melakukan ini bukan sekali. Jangan-jangan mbak ini korban yang kesekian kali. Tapi tidak berani terbuka,” imbuh Hasbi.

    Kendati demikian, Hasbi minta Polres Jakarta Timur tidak percaya dengan pernyataan keluarga pelaku yang menyebut bahwa anak bos toko roti itu sakit jiwa. Jangan sampai dalih sakit jiwa itu menjadi upaya agar pelaku bisa lepas dari jeratan hukum.

    “Jangan percaya dengan keluarganya itu kalau dibilang sakit. Ini kan bukan sakit. Ini anak jangan-jangan psikopat,” pungkasnya.

    (rca)

  • Gaji Belum Dibayar hingga Terpaksa Jual Motor

    Gaji Belum Dibayar hingga Terpaksa Jual Motor

    Jakarta

    Karyawati korban penganiayaan anak bos toko roti, Dwi Ayu Dharmawati, menceritakan menjual motor miliknya saat mengawal kasus yang menimpa dirinya. Dwi mengatakan motor itu dijual untuk menyewa pengacara.

    Hal itu disampaikan dalam audiensi di ruang rapat Komisi III DPR, gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024). Ketua Komisi III DPR Fraksi Gerindra, Habiburokhman, memimpin rapat tersebut.

    Dwi mulanya mengatakan ada pengacara yang dikirimkan kepada dirinya. Dia menyebut pengacara itu mengatasnamakan utusan dari polda.

    “Terus ada cerita juga tentang pengacaranya. Saya sempat dikirimkan pengacara dari pihak pelaku tapi awalnya saya nggak tahu kalau itu dari pihak pelaku, dia ngakunya dari LBH utusan dari polda dia ngakunya,” kata Dwi.

    Kemudian Dwi mengatakan pihaknya mengganti pengacara. Namun saat itu dia mengaku banyak pengeluaran kepada pengacara tersebut.

    “Di situ dia setiap ada info dia selalu ke rumah dan minta duit. Mama saya sampai jual motor,” kata dia.

    Saat audiensi dengan Komisi III, Dwi mengaku masih ada gajinya sekitar Rp2,1 juta yang tertahan di toko roti tempatnya bekerja itu.

    “Ada beberapa karyawan lain, tapi katanya kalau karyawan lain ada tundaan 3 bulan,” kata Dwi.

    “Setahu saya dia normal aja sih, soalnya dia juga meeting-meeting sama orang. Dia juga kepala toko di Kelapa Gading,” imbuhnya.

    Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan proses hukum kasus penganiayaan terhadap karyawati toko roti oleh anak bosnya ini masih terus berjalan. Lilipaly menegaskan tidak ada perlakuan khusus terhadap anak bos toko roti dalam kasus ini.

    “Ya, dipastikan kami perlakukan tersangka selayaknya tersangka lain,” kata Lilipaly seusai rapat audiensi korban karyawati toko roti dengan Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    Lilipaly mengatakan George sudah tersangka dan ditahan di Rutan Mapolres Jaktim.

    “Yang bersangkutan sudah ditahan di rumah tahanan Polres Jaktim,” ujar dia.

    Lebih lanjut, Lilipaly mengatakan pihaknya akan mengusut kasus itu hingga tuntas. Dia memastikan kasus akan diproses sesuai dengan SOP.

    Nicolas pun meminta maaf atas penanganan kasus yang terkesan lambat. Nicolas mengatakan keterlambatan dalam proses penanganan kasus itu tanpa disengaja. Dia menyebutkan ada hal-hal nonteknis yang menjadi penyebabnya.

    “Kami selaku penyidik kami mohon maaf atau keterlambatan proses penyidikan ini,” kata Nicolas seusai rapat audiensi korban karyawati toko roti dengan Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.

    “Bukan karena keinginan kami, tapi ada juga hal-hal nonteknis yang kami hadapi,” ujar dia.

    Sebelumnya, video viral memperlihatkan seorang karyawati di toko roti Lindayes, di Cakung, Jakarta Timur dianiaya dengan kursi hingga kepala bocor. Belakangan diketahui, pelaku adalah anak dari bos toko roti tersebut.

    Dalam rekaman video yang viral memperlihatkan seorang pria bertubuh gempal marah-marah terhadap korban. Dia kemudian melemparkan kursi hingga membuat karyawati bernama Dwi Ayu Dharmawati mengalami luka bocor di bagian kepala.

    Penganiayaan ini terjadi pada 17 Oktober 2024 dan telah dilaporkan korban keesokan harinya. Polisi mengungkapkan penganiayaan dipicu lantaran korban menolak permintaan George untuk mengantarkan makanan ke kamar pribadinya.

    George sendiri ditangkap di hotel kawasan Sukabumi, Jawa Barat, pada Senin (16/12/2024) dini hari. George ditangkap setelah polisi mendapatkan informasi dari ibundanya sendiri.

    Saksikan pembahasan lengkap hanya di program detikPagi edisi Rabu (18/12/2024). Nikmati terus menu sarapan informasi khas detikPagi secara langsung langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 08.00-11.00 WIB, di 20.detik.com, YouTube dan TikTok detikcom. Tidak hanya menyimak, detikers juga bisa berbagi ide, cerita, hingga membagikan pertanyaan lewat kolom live chat.

    “Detik Pagi, Jangan Tidur Lagi!”

    (vrs/vrs)

  • 5
                    
                        Nestapa Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti: Ditolak 2 Polsek hingga Ditipu Pengacara
                        Nasional

    5 Nestapa Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti: Ditolak 2 Polsek hingga Ditipu Pengacara Nasional

    Nestapa Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti: Ditolak 2 Polsek hingga Ditipu Pengacara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dwi Ayu Darmawati, pegawai Toko Roti di Cakung, Jakarta Timur (Jaktim), yang jadi korban penganiayaan anak bosnya, mencurahkan kenestapaannya di hadapan anggota Komisi III DPR RI.
    Dwi menceritakan dirinya sempat ditolak di dua polsek hingga ditipu pengacara usai penganiayaan yang dilakukan anak bosnya, George Sugama Halim, pada 17 Oktober 2024.
    Hal itu ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI dan jajaran Polres Jakarta Timur yang digelar Selasa (17/12/2024).
    “Saya mau menceritakan tentang kejadian yang saya alami. Jadi posisinya saya kan lagi kerja. Tanggal 17 Oktober jam 9 malam,” kata Dwi di rapat bersama Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.
    Mulanya, George meminta Dwi mengantarkan makanan yang dipesannya lewat aplikasi ke dalam kamar pribadi.
    Namun, Dwi menolak untuk mengantarkan makanan karena bukan tugasnya.
    Saat mendengar penolakan Dwi, George langsung marah dengan melemparkan berbagai barang ke arah Dwi.
    Ayah pelaku, kata Dwi, memang sempat menariknya agar bisa keluar toko untuk menghindari serangan George.
    Sayangnya, ia terpaksa kembali lantaran ponsel dan tasnya masih ada di dalam toko.
    “Dia ngelempar saya pake patung, ngelempar saya pake bangku, abis itu ngelempar saya pake mesin EDC BCA. Habis itu saya ditarik sama ayahnya si pelaku,” ungkap Dwi.
    “Terus karena HP sama tas saya masih di dalam, akhirnya saya balik lagi ke dalam, tapi saya malah dilempari lagi pake kursi,” imbuhnya.
    Ketika Dwi kembali masuk toko untuk mengambil barangnya, ternyata George kembali melemparinya dengan barang-barang.
    George baru meninggalkan Dwi setelah melihat ada darah mengalir akibat serangannya.
    “Pas sudah berdarah, tapi saya enggak tahu sudah berdarah. Tapi saya megangin kepala saya begini. Mungkin dia sudah lihat duluan darah, terus dia kabur ke belakang, baru saya bisa kabur ke luar toko,” tuturnya.
    Dihina miskin dan babu
    Sebelum kejadian ini, menurut Dwi, anak bosnya itu sudah pernah melakukan kekerasan baik verbal maupun fisik kepada dirinya.
    Beberapa kekerasan verbal yang dialaminya berupa makian serta hinaan dengan kata ‘babu’ dan ‘miskin’. George juga sempat mengeklaim dirinya kebal hukum.
    Bahkan, ia mengungkap sempat berencana keluar dari pekerjaannya (resign), namun niat ini dibatalkan dengan persyaratan tidak lagi mengantar makanan ke kamar pelaku.
    “Ada hal lain juga dari sebelum kejadian ini dia juga pernah ngatain saya miskin, babu. Terus dia juga sempat ngomong ‘orang miskin kayak elu gak bisa masukin gua ke penjara, gua ini kebal hukum’. Dia sempat ngomong kayak gitu,” ucapnya.
    Dwi juga mengungkapkan, kekerasan fisik juga pernah dialaminya pada September lalu. Kala itu, George juga melempar beberapa barang ke Dwi.
    “Iya (bulan September) tapi di situ dia lempar saya pake tempat solasi kena kaki saya. Terus dia lempar saya pake meja, enggak kena,” ujarnya.
    Lebih lanjut, ia berpandangan George Sugama Halim tidak memiliki kelainan jiwa.
    “Setahu saya dia normal aja sih soalnya dia juga meeting meeting sama orang. Dia juga kepala toko di kelapa gading,” kata Dwi.
    Meski begitu, Dwi tak memungkiri George selama ini memang dikenal sebagai orang yang pemarah.
    Sejak awal bekerja di Toko Roti itu, Dwi mengaku kerap mendapatkan kekerasan verbal oleh pelaku.
    “Emang suka marah-merah,” ujarnya.
    Ditolak di 2 polsek
    Pasca-kejadian, Dwi langsung melaporkan kasus penganiayaan itu ke polisi. Dia sempat ingin membuat laporan di Polsek Rawamangun dan Polsek Cakung.
    Sayangnya, pihak polsek menolak laporan Dwi dan merujuknya ke Polres Jakarta Timur.
    “Habis itu lapor ke Polsek Rawamangun Rawamangun dulu tapi di situ tidak bisa nanganin, akhirnya dirujuk ke Cakung dan di Cakung juga enggak bisa Nanganin juga,” ucapnya.
    Di hari yang sama, Dwi berbergegas menyambangi Polres Jakarta Timur untuk membuat laporan sesuai rujukan dari polsek.
    Saat membuat laporan, ia turut didampingi keluarga dan teman-temannya.
    “Akhirnya saya disuruh ke Polres Jatinegara Jakarta Timur, hari itu juga,” ungkapnya.
    Barulah keesokan harinya, pihak polres memintanya melakukan visum untuk menindaklanjuti kasus penganiayaan tersebut.
    “Paginya langsung visum,” ucap Dwi.
    Ditipu pengacara dan jual motor
    Sudah jatuh, lalu tertimpa tangga. Mungkin, istilah tersebut dapat menggambarkan situasi Dwi Ayu Darmawati.
    Setelah mengalami penganiayaan, ada pengacara gadungan yang menipu dirinya. Keluarga Dwi pun sampai merelakan motor satu-satunya.
    “Di situ pengacara yang keduanya, kalau saya tanya tentang gimana kelanjutannya, dia selalu jawab, ‘sedang diproses sedang diproses’,” kata Dwi.
    Saat memproses kasusnya ini, Dwi memang sempat beberapa kali ganti pengacara. Penipuan dilakukan oleh pengacaranya yang kedua.
    Pengacaranya tersebut, kata Dwi, juga selalu meminta uang setiap kali datang ke rumahnya.
    “Bukan (pengacara pertama). Di situ dia setiap ada info dia selalu ke rumah dan minta duit. Mama saya sampai jual motor,” ungkap Dwi.
    “Jual motor?” tanya Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.
    “Iya jual motor satu-satunya,” jawab Dwi lagi.
    Setelah keluarga Dwi menjual motornya, oknum pengacara tersebut langsung memutus kontak sehingga tidak bisa dihubungi.
    “Habis jual motor itu, saya tanya tanya-tanyain, itu sudah enggak ada enggak bisa dihubungin lagi,” katanya.
    Menurut Dwi, oknum pengacara itu meminta uang secara bertahap ke keluarga Dwi.
    Setidaknya, pihak keluarga Dwi merugi sekitar Rp12 juta akibat ulah pengacara gadungan tersebut.
    “Setahu saya 12 juta,” ujar Dwi.
    Dikirim pengacara dari pihak pelaku
    Bukan hanya itu, Dwi sempat mendapat pengacara dari pihak orang tua pelaku atau bosnya. Ini merupakan pengacara yang pertama kali menangani kasus Dwi.
    Pengacara tersebut awalnya mengaku berasal dari lembaga bantuan hukum (LBH) yang diutus oleh pihak kepolisian daerah (polda) setempat.
    “Saya sempat dikirimkan pengacara dari pihak pelaku, tapi awalnya saya enggak tahu kalau itu dari pihak pelaku. Dia ngakunya dari LBH utusan dari Polda, dia ngakunya” ujar Dwi
    Belakangan, barulah Dwi mengetahui orang tersebut kiriman dari bosnya.
    “Awalnya enggak. Tahu terus pertemuan di Polres ngasih BAP terus di situ dia ngasih tahu kalau dia disuruh sama bos saya,” ungkapnya.
    Setelah mengetahui pengacara pertamanya adalah kiriman dari bosnya, keluarga Dwi mengganti pengacara. Namun, sayangnya pengacara kedua Dwi justru menipunya.
    “Akhirnya mama saya ganti pengacara,” tutur Dwi.
    Setelah itu, barulah ada pengacara lain yang mengabari Dwi. Pengacara ketiga tersebut yang terus mengawal kasus Dwi hingga sekarang.
    “Terus saya dihubungi oleh Pak Jaenuddin. Saya juga dikasih bantuan oleh Bang John,” ungkapnya.
    Kapolres minta maaf
    Semetara itu, Kapolres Jakarta Timur (Jaktim) Kombes Nicolas Ary Lilipaly meminta maaf atas keterlambatan tim penyidik mengusut kasus penganiayaan yang dilakukan George.
    Nicolas menyebut ada hal teknis yang menjadi kendala sehingga memperlambat keadilan bagi Dwi.
    “Kami selaku penyidik kami mohon maaf atas keterlambatan proses penyidikan ini bukan karena keinginan kami tapi ada juga hal-hal nonteknis yang kami hadapi,” kata Nicolas di Kompleks Parlemen, Jakarta.
    Menurut Nicolas, semua perkembangan kasus juga selalu dilaporkan ke pihak korban.
    Nicolas menegaskan, kasus ini juga sudah ditindaklanjuti oleh pihak polres sebelum viral.
    Setelah laporan dibuat, polisi sudah mengantarkan korban untuk visum. Polisi juga melakukan pemeriksaan saksi pada tanggal 1 November lalu.
    “Memang dalam penanganannya terkesan lama kami mengaku itu karena standar operasional prosedur yang harus kita lalui dalam proses penyidikan itu sendiri,” katanya.
    Kendala lain yang membuat proses hukum kasus ini lamban, menurutnya, dikarenakan ada saksi yang tak kunjung hadir serta mengulur waktu pemeriksaan.
    Di sisi lain, Nicolas menyebut para penyidik juga selalu berkomunikasi untuk mengajak para saksi untuk dimintai klarifikasi.
    “Yang kedua memang ada saksi karena ini tahapnya penyelidikan maka yang kami mengundang para saksi itu undangan klarifikasi, tidak ada alat penekan kita di situ,” tegasnya.
    Diketahui, George telah ditangkap polisi di Anugrah Hotel Sukabumi, Cikole, Sukabumi, Jawa Barat, Senin (16/12/2024) dini hari, usai kasus ini viral.
    Polisi menjerat George dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan. Ia terancam hukuman penjara paling lama lima tahun.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.