Kementrian Lembaga: Komisi III DPR RI

  • Pelantikan Bupati Bojonegoro Terpilih Belum Jelas, KPU: Tunggu Perpres

    Pelantikan Bupati Bojonegoro Terpilih Belum Jelas, KPU: Tunggu Perpres

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati (Wabup) Bojonegoro terpilih, Setyo Wahono dan Nurul Azizah, dikabarkan mengalami penundaan. Hal ini menyusul informasi bahwa pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 akan mundur dari jadwal semula, yakni 6 Februari 2025.

    Berdasarkan rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi III DPR-RI bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), pelantikan kepala daerah terpilih yang tidak bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) kemungkinan akan digeser ke tanggal 18-20 Februari 2025.

    Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Kabupaten Bojonegoro, Robby Adi Perwira, mengonfirmasi bahwa pihaknya masih menunggu terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur jadwal pelantikan.

    “Masih menunggu Perpres,” ujar Robby, Jumat (31/1/2025).

    Robby menjelaskan bahwa jadwal pelantikan 6 Februari 2025 sebelumnya merupakan kesepakatan dalam RDP di Komisi III DPR-RI. Namun, kepastian jadwal resmi masih bergantung pada terbitnya Perpres. “Itu (jadwal 6 Februari) kesepakatan dalam RDP. Kalau kepastiannya, ya menunggu Perpres,” tegasnya.

    Sebelumnya, pasangan Setyo Wahono dan Nurul Azizah (Wahono-Nurul) yang memenangkan Pilkada Bojonegoro 2024 direncanakan dilantik pada 6 Februari 2025. Pelantikan tersebut rencananya akan dilakukan secara serentak oleh Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, bersama beberapa kepala daerah terpilih lainnya hasil Pilkada serentak November 2024. [lus/beq]

  • Dua Pakar Hukum Universitas Jember Soroti Celah dalam Revisi KUHAP

    Dua Pakar Hukum Universitas Jember Soroti Celah dalam Revisi KUHAP

    Jember (beritajatim.com) – Dua pakar hukum Universitas Jember di Kabupaten Jember, Jawa Timur, menyoroti celah dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh Komisi III DPR RI.

    M. Arief Amrullah, pakar hukum pidana, mengatakan, ada sejumlah kelemahan yang perlu diperbaiki dalam KUHAP. Selama ini, KUHAP lebih banyak memberi perhatian kepada pelaku. “Sementara hak-hak korban sering kali terabaikan,” katanya, sebagaimana dilansir Humas Unej, Jumat (31/1/2025).

    Proses Tahapan pra penuntutan dinilai Arief sering kali berbelit-belit dan memakan waktu terlalu lama, karena bolak-baliknya berkas perkara antara penyidik dan jaksa penuntut umum. Selain itu, penghilangan tahap penyelidikan juga menjadi isu yang perlu dicermati dengan hati-hati.

    “Jika tidak diatur dengan baik, hal ini bisa berpotensi menghambat keadilan dan memperlambat penanganan perkara,” kata Arief.

    Justru rancangan KUHAP baru, menurut Arief, perlu memastikan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan agar benar-benar dapat terpenuhi. Pemanfaatan teknologi dalam proses hukum perlu dipertimbangkan.

    “Dengan sistem digital terintegrasi, setiap pertanyaan atau kekurangan dalam berkas dapat segera dilengkapi di waktu yang sama. Hal ini akan memangkas waktu dan meningkatkan efisiensi proses hukum,” kata Arief.

    Penggunaan teknologi ini bisa meningkatkan transparansi dan kesetaraan antara penyidik dan jaksa penuntut umum. “Tidak akan ada lagi kecurigaan atau ketidakseimbangan dalam proses hukum,” kata Arief.

    Arief tak ingin ada tumpang tindih kewenangan antara jaksa dan polisi, namun dengan tetap memastikan hukum pidana terus berkembang dan dapat menjawab tantangan zaman. “Tanpa mengorbankan prinsip-prinsip keadilan bagi semua pihak,” katanya.

    Sementara itu, ahli hukum tata negara Eddy Mulyono menyoroti pentingnya sinergi dan kolaborasi antarpenegak hukum dalam implementasi R-KUHAP. Idealnya, sinergi-kolaborasi antara aparat penegak hukum menjadi kunci utama.

    “Namun, jika revisi KUHAP ini justru menimbulkan persaingan atau kompetisi tidak sehat, maka perlu dikaji ulang agar revisi ini tidak berdampak negatif terhadap proses peradilan,” kata Eddy.

    Eddy mengingatkan, aspek hukum tata negara harus menjadi pedoman utama dalam pembentukan dan implementasi R-KUHAP agar dapat berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusionalisme. Sistem peradilan yang efektif harus didukung dengan peraturan yang jelas dan tegas. “Namun tetap memberikan ruang bagi kolaborasi antar lembaga hukum,” katanya.

    Eddy berharap KUHAP menjadi ketentuan payung yang nantinya akan ditindaklanjuti oleh undang-undang sektoral, menyesuaikan KUHAP yang mengatur seluruh penegak hukum. “Dengan demikian tidak terjadi tumpang tindih dalam melaksanakan kewenangan masing-masing,” katanya.

    Eddy ingin para pemangku kebijakan dapat mempertimbangkan berbagai masukan dari akademisi, praktisi hukum, serta masyarakat. “Tujuannya gar revisi ini dapat mencerminkan kebutuhan hukum yang lebih baik di masa mendatang,” katanya. [wir]

  • DPR Dorong Evaluasi Polri Imbas Banyak Anggota Terseret Kasus

    DPR Dorong Evaluasi Polri Imbas Banyak Anggota Terseret Kasus

    GELORA.CO -Seiring banyaknya kasus yang melibatkan oknum anggota kepolisian belakangan ini, Komisi III DPR menilai perlunya evaluasi di tubuh korps Bhayangkara. 

    Anggota Komisi III DPR Fraksi Nasdem, Rudianto Lallo, mengatakan bahwa evaluasi itu sedianya dimulai dari proses rekrutmen, pembinaan jenjang karir hingga kerja-kerja kepolisian sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. 

    “Itu harusnya dilakukan secara transparan,” kata Rudianto kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat, 31 Januari 2025. 

    Kapoksi Fraksi Nasdem di Komisi III DPR ini menyebut bahwa Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang memiliki Presisi sedianya diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

    “Dia (polri) tanggung jawab satu kata dengan perbuatan. Transparan, terbuka. berkeadilan. Yaa ketika ada perilaku oknum yang melaksanakan tugasnya tidak berkeadilan, sudah pasti akan dicibir oleh masyarakat, netizen akan diprotes kan begitu,” jelas Rudianto.

    Namun demikian, Rudianto berpandangan bahwa apabila Polri dalam tugas-tugasnya betul-betul sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka dia pasti akan dicintai masyarakat. 

    “Itu kan pilihan-pilihannya,” tutur dia. 

    “Nah, dengan banyaknya kejadian kasus seperti polisi tembak polisi, polisi tembak pelajar, kemudian tahanan meninggal di rutan polisi, kita mendengar ada pemerasan AKBP Bintoro, harusnya menjadi koreksi bersama bagi pimpinan polri, apa yang salah,” imbuh Legislator Nasdem Dapil Sulawesi Selatan I ini.

    Lebih jauh, mengenai apakah regulasi yang menjadi payung hukum Polri perlu direvisi karena banyaknya oknum yang melanggar, Rudianto menilai bahwa UU Polri hingga Peraturan Kapolri (Perkap) sudah sangat baik. Hanya saja, pada tahap implementasinya perlu digalakkan. 

    “Pertanyaannya sekarang, aturannya bagus prakteknya bagaimana? Itu yang jadi pertanyaan publik. Kok banyak kejadian yang melibatkan alat negara tadi yang disebut banyak orang oknum,” demikian Rudianto. 

  • Video DPR Skakmat Kades Kohod yang Punya Rubicon, Curiga Kongkalikong terkait Sertifikat Pagar Laut – Halaman all

    Video DPR Skakmat Kades Kohod yang Punya Rubicon, Curiga Kongkalikong terkait Sertifikat Pagar Laut – Halaman all

    Harta kekayaan Kepala Desa Kohod, Arsin sedang menjadi sorotan publik di tengah kasus pagar laut.

    Tayang: Jumat, 31 Januari 2025 12:20 WIB

    TRIBUNNEWS.COM – Harta kekayaan Kepala Desa Kohod, Arsin sedang menjadi sorotan publik di tengah kasus pagar laut. 

    Termasuk Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Dede Yusuf yang menyoroti harta kekayaan Kades Kohod. 

    Lantas, Dede menyindir Kades Kohod dan mencurigai adanya kongkalikong terkait sertifikat tanah.(*)

    Berita selengkapnya simak video di atas.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’1′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Jangan Berhenti Tanpa Ada Tindakan Hukum

    Jangan Berhenti Tanpa Ada Tindakan Hukum

    loading…

    Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas meminta proses penegakan hukum terhadap 4 oknum polisi di antaranya AKBP Bintoro yang diduga memeras anak bos Prodia dilakukan transparan. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas meminta proses penegakan hukum terhadap 4 oknum polisi di antaranya mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro yang diduga memeras anak bos Prodia dilakukan transparan. Publik berhak mengetahui yang terjadi dalam kasus tersebut.

    “Pengusutan kasus ini harus dilakukan transparan tanpa ada yang ditutup-tutupi. Masyarakat berhak tahu apa yang sebetulnya terjadi,” ujar Hasbi, Jumat (31/1/2025).

    Politikus PKB ini mengatakan, pengakuan anak bos Prodia atas dugaan keterlibatan anggota Polri harus diusut tuntas. “Pengakuan itu jangan hanya berhenti tanpa ada tindakan hukum terhadap anggota kepolisian yang terlibat,” tegasnya.

    Menurut dia, pemerasan itu merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang. Dia meminta polisi dapat membuktikan tak tebang pilih dalam pengusutan tersebut.

    Saat ini , ada 4 oknum polisi Polres Metro Jakarta Selatan menjalani pemeriksaan terkait dugaan pemerasan. Empat oknum ini diduga melanggar kode etik. Selain itu, sebanyak 11 saksi telah dimintai keterangan.

    Kasus ini mencuat setelah ada gugatan perdata yang dilayangkan dua anak bos Prodia yakni Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartoyo (MB). Keduanya merupakan tersangka kasus kekerasan anak yang diungkap pada April 2024.

    Penggugat meminta para tergugat yakni 4 oknum polisi mengembalikan uang Rp1,6 miliar, menyerahkan mobil Lamborghini Aventador, motor Harley Davidson, serta motor BMW HP4.

    Keempat oknum polisi itu yakni AKBP Bintoro, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, Z selaku mantan Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, dan ND selaku mantan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

    (jon)

  • Sindir Kepala Desa Kohod Punya Rubicon, DPR RI Duga Ada Kongkalikong Terkait Sertifikat Pagar Laut

    Sindir Kepala Desa Kohod Punya Rubicon, DPR RI Duga Ada Kongkalikong Terkait Sertifikat Pagar Laut

    GELORA.CO  – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Dede Yusuf, menyinggung soal kekayaan Kepala Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, bernama Arsin.

    Hal ini disampaikan Dede saat rapat bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, Kamis (30/1/2025), terkait sertifikat di kawasan pagar laut Tangerang.

    Awalnya, Dede menyinggung adanya benang merah dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan tersebut.

    Ia menduga kuat ada usulan dari aparat desa setempat, terutama Desa Kohod, untuk penerbitan sertifikat.

    Apalagi, kata Dede, Desa Kohod memiliki SHGB dan SHM paling banyak, hingga 263 bidang.

    “Kalau saya perhatikan benang merah ini (kasus SHGB dan SHM), berasal dari usulan desa. Saat ini, Kepala Desa itu sudah dipanggil Kejaksaan, kalau saya tidak salah ya, terutama yang (Desa) Kohod.”

    “Agak unik ini, karena Desa Kohod ini hampir mayoritas 263 bidang, 390 hektar ada di situ. Pertanyaan saya yang terbesar adalah kenapa Desa Kohod? Kenapa harus di situ yang paling banyak?” kata Dede, Kamis, dikutip dari YouTube KompasTV.

    Lantas, Dede menyinggung soal Kepala Desa Kohod yang kabarnya memiliki Rubicon.

    Ia pun mengaku heran. Sebab, Dede dan rekan-rekannya yang merupakan anggota DPR, belum tentu bisa membeli mobil senilai miliaran tersebut.

    “Bahkan, saya dengar katanya Kepala Desanya naik Rubicon, kami (DPR) aja belum tentu kebeli di sini,” sindir Dede.

    Atas hal itu, Dede menduga ada kongkalikong antara pengembang proyek diduga Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan aparat desa di wilayah-wilayah tertentu terkait penerbitan sertifikat dan pembangunan pagar laut.

    “Jadi ini menandakan bahwa ada permainan antara pengembang atau pengusaha dengan wilayah-wilayah tertentu yang dimudahkan,” pungkas dia.

    Kejagung Kirimi Surat

    Terpisah, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengirim surat untuk Kepala Desa Kohod, Arsin.

    Surat itu berupa surat permintaan kelengkapan dokumen terkait penyelidikan pembangunan pagar laut di Tangerang.

    Dalam surat itu, disebutkan Kejagung tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam penerbitan SHGB dan SHM di wilayah perairan Tangerang dalam kurun waktu 2023-2024.

    Terkait hal itu, dalam surat yang sama, Kejagung meminta agar Arsin melengkapi dokumen berupa buku Letter C terkait kepemilikan tanah di lokasi pemasangan pagar laut.

    “Secara proaktif sesuai kewenangan, kami melakukan pengumpulan data dan keterangan. Karena ini sifatnya penyelidikan, belum pro justicia. Jadi perlu kehati-hatian kami juga dalam menjalankan tugas ini,” jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Kamis.

    Sementara itu, setelah sosoknya menjadi sorotan, keberadaan Arsin kini tak diketahui.

    Bahkan, Kantor Desa Kohod dalam keadaan tertutup, saat awak media mendatanginya.

    Dilansir Kompas.com, sejumlah warga mengaku Arsin jarang muncul sejak kasus pagar laut mencuat.

    Sejak awal, kemunculan Arsin telah menjadi sorotan dalam kasus SHGB dan SHM pagar laut.

    Ia sempat mengklaim kawasan perairan Tangerang yang saat ini dipasangi pagar laut, dulunya adalah empang.

    Tetapi, menurut citra Google Satelit, tidak ada empang ataupun tanah di kawasan tersebut selama kurun waktu 1995-2025.

    Buntut kasus SHGB dan SHM, seorang warga Desa Kohod, Khaerudin, mengaku ada pencatuan nama-nama warga setempat untuk penerbitan sertifikat tersebut.

    Ia pun mendesak pihak berwenang agar mengusut karena diduga kuat melibatkan oknum aparat dan perangkat Desa kohod.

    “Kami tidak pernah merasa mengajukan sertifikat. Sertifikat-sertifikatnya atas nama warga yang memang nggak tahu dibuat sertifikat. Nah di sini, tolong diusut tuntas,” ujar Khaerudin saat dihubungi, Selasa (28/1/2025).

    “Ada keterlibatan dari Kepala Desa ya. Itu harus diusut, harus diusut tuntas. Wallahu a’lam kalau aparat desa. Soalnya di aparat desa juga ada data-datanya,” tegasnya

  • Pakar Hukum UMM Beri Masukan DPR Soal Pembahasan RUU KUHAP

    Pakar Hukum UMM Beri Masukan DPR Soal Pembahasan RUU KUHAP

    Malang (beritajatim.com) – Para pakar hukum dan akademisi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengkaji tentang pentingnya penyesuaian dan keselarasan regulasi hukum kejaksaan dengan KUHP agar tercipta sistem peradilan yang lebih efektif dan berkeadilan.

    Dekan Fakultas Hukum UMM Prof Tongat mengatakan rencana pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang kini dilakukan oleh Komisi III DPR RI harus mendetailkan distribusi kewenangan lembaga hukum dalam menangani perkara tindak pidana. Tujuannya, mengantisipasi ada tumpang tindih kewenangan antar lembaga hukum.

    “Distribusi kewenangan masing-masing lembaga hukum harus diperjelas supaya tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan. KUHAP itu kan sebagai induk penegakan hukum, sehingga menjadi rujukan terhadap semua aturan tentang penegakan hukum, baik itu kepolisian, kejaksaan, kehakiman,” ujar Tongat, Kamis, (30/1/2025).

    Tongat menyatakan keberadaan RUU KUHAP harus memperjelas porsi dan masing-masing posisi lembaga hukum. Seperti terkait dengan pelaporan tindak pidana yang selama ini menjadi kewenangan kepolisian, jika juga diberikan kepada kejaksaan berpotensi menimbulkan ketidakjelasan atau samar.

    Tongat juga mengkritik tentang restorative justice dan urgensinya sebagai penyelesaian perkara pidana dalam perspektif RUU Kejaksaan dan RUU KUHAP. Dia menyebut perlunya sinkronisasi antar lembaga penegak hukum, sehingga penerapan restorative justice bisa berjalan lebih konsisten.

    “Kemunculan ide gagasan Restorative Justice itu maka saya pikir lebih dini dilakukan lebih baik. Kalau lebih dini dilakukan artinya harus dilakukan di tingkat kepolisian. Karena kepolisian adalah start mekanisme peradilan pidana. Jadi semakin dini semakin baik untuk menghindari dampak negatif yang mungkin timbul akibat proses peradilan pidana,” ujar Tongat.

    Menurutnya perlua ada aturan yang jelas pendelegasian ke lembaga penegak hukum yang dinilai paling strategis untuk melaksanakan restoratif justice. Tujuannya untuk menghindari berbagai dampak negatif yang mungkin timbul akibat proses peradilan pidana.

    Sementara itu, Ketua Forum Dekan Fakultas Hukum PTM, Assoc. Prof. Dr. Faisal, S.H., M.Hum., menyoroti urgensi sinkronisasi antara RUU Kejaksaan dan KUHP guna memastikan efisiensi serta kejelasan dalam proses hukum di Indonesia. Menurutnya perubahan regulasi harus memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum.

    “Penyesuaian regulasi kejaksaan dan KUHP adalah suatu keharusan untuk memastikan bahwa sistem peradilan pidana kita berjalan dengan lebih efisien dan selaras dengan kebutuhan hukum yang berkembang,” ujar Faisal.

    Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo, menjelaskan mengenai kebijakan hukum pidana dalam pelaksanaan tugas kejaksaan. Menurutnya, dalam menjalankan tugasnya, kejaksaan harus berpegang pada prinsip keadilan dan proporsionalitas agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.

    “Tugas kejaksaan dalam penegakan hukum harus selalu didasarkan pada asas legalitas serta menjunjung tinggi hak asasi manusia,” ujar Trisno. (luc/ian)

  • Pakar hukum pidana Unej sebut efisiensi prapenuntutan belum maksimal

    Pakar hukum pidana Unej sebut efisiensi prapenuntutan belum maksimal

    Jember, Jawa Timur (ANTARA) – Pakar hukum pidana Universitas Jember (Unej) Prof M. Arief Amrullah menyebut bahwa efisiensi pra-penuntutan belum maksimal, sehingga hal itu perlu mendapat perhatian dalam wacana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh Komisi III DPR RI.

    “Saya menyoroti permasalahan dalam tahapan pra-penuntutan karena proses itu sering kali berbelit-belit dan memakan waktu terlalu lama, akibat bolak-baliknya berkas perkara antara penyidik dan jaksa penuntut umum,” katanya dalam acara talk show dengan tema ‘Revisi KUHAP, Kolaborasi atau Kompetisi Antar Penegak Hukum’ di salah satu radio di Jember, Kamis.

    Menurutnya pemangkasan atau bahkan penghilangan tahap penyelidikan juga menjadi isu yang perlu dicermati dengan hati-hati karena jika tidak diatur dengan baik, maka hal itu bisa berpotensi menghambat keadilan dan memperlambat penanganan perkara.

    “Solusi yang perlu dipertimbangkan dalam rancangan KUHAP baru adalah memastikan bahwa asas peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan benar-benar dapat terpenuhi,” tuturnya.

    Ia mengatakan salah satu gagasan ditawarkan adalah dengan memanfaatkan teknologi dalam proses hukum, sehingga penyidik Polri dan jaksa penuntut umum bisa melakukan penyidikan bersama dan pra-penuntutan secara bersamaan, meskipun tidak harus bertatap muka langsung.

    “Dengan sistem digital yang terintegrasi, setiap pertanyaan atau kekurangan dalam berkas dapat segera dilengkapi di waktu yang sama. Hal itu akan memangkas waktu dan meningkatkan efisiensi proses hukum,” tuturnya.

    Selain efisiensi waktu, lanjut dia, penerapan teknologi dalam proses hukum juga dapat meningkatkan transparansi serta kesetaraan antara penyidik dan jaksa penuntut umum.

    “Mereka adalah sesama penegak hukum. Dengan sistem yang lebih transparan, tidak akan ada lagi kecurigaan atau ketidakseimbangan dalam proses hukum,” ujarnya.

    Guru besar Unej itu menjelaskan bahwa dalam konteks revisi KUHAP, segala perubahan yang dilakukan harus mengarah pada perbaikan sistem peradilan pidana, sehingga bisa lebih adaptif dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.

    “Jadi diferensiasi fungsional terhadap penegakan hukum harus tegas karena hal itu mencegah adanya tumpang tindih kewenangan, sehingga kami harus memastikan bahwa hukum pidana terus berkembang dan dapat menjawab tantangan zaman, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip keadilan bagi semua pihak,” katanya.

    Pewarta: Zumrotun Solichah
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2025

  • Komisi III Desak Kapolres Jaktim Usut Tuntas Kasus Kematian Rahmat Vaisandri

    Komisi III Desak Kapolres Jaktim Usut Tuntas Kasus Kematian Rahmat Vaisandri

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi III DPR meminta Kapolres Metro Jaktim Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengevaluasi proses penyelidikan dugaan pembunuhan Rahmat Vaisandri. Warga Sumatera Barat itu sebelumnya tewas di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur,  diduga disiksa hingga menderita luka pada sejumlah bagian tubuhnya. 

    Saat ditemui keluarga di RS Polri Kramat Jati, terdapat 29 jahitan di kepala, patah di bagian rahang, luka di punggung seperti bekas diseret, hingga tangan yang diduga bekas diikat.

    Keluarga tidak terima Rahmat dituding dihajar massa karena melakukan pencurian. Upaya keluarga menuntut keadilan mendapat dukungan dari anggota DPR dari dapil Sumatera Barat (Sumbar) I Andre Rosiade. 

    “Alhamdulillah sudah diterima dalam RDPU Komisi III. Alhamdullilah Komisi III memberikan atensi, memberikan dukungan,” ujar Andre di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    Andre yang hadir bersama keluarga korban di RDPU Komisi III DPR mengungkapkan terdapat dua poin kesimpulan dalam rapat bersama Komisi III DPR. Pertama, Komisi III meminta kepada kapolres Jakarta Timur untuk melakukan evaluasi terhadap penyelidikan kasus yang terjadi terhadap Rahmat Vaisandri.

    “Rahmat Vaisandri ini dianiaya pada 20 Oktober 2024 dan meninggal 24 Oktober 2024. Untuk itu kami, keluarga, ingin ini diusut seadil-adilnya. Tadi sudah ada rekomendasi dari Komisi III meminta kapolres segera mengevaluasi,” tandas Andre.

    Kedua, Komisi III DPR juga meminta kapolres dan juga kabid Propam Polda Metro Jaya untuk melakukan evaluasi apabila ada permasalahan atau oknum di polres yang harus diselidiki. Pasalnya, diduga terdapat upaya untuk menghalangi penyelidikan atau dugaan memanipulasi kasus kematian Rahmat yang hingga kini masih terkatung-katung tanpa adanya kejelasan.

    “Jadi banyak hal tadi keterangan dari tim kuasa hukum jelas, mulai ada dugaan kasus ini dimanipulasi ya, seakan-akan saudara Rahmat Vaisandri ini sebagai korban penganiayaan, tetapi dituduhkan sebagai salah satu pelaku pencurian. Itu ada dugaan seperti itu,” jelas Andre Rosiade.

    Politisi dari Gerindra ini berharap kasus kematian Rahmat Vaisandri yang misterius dapat diusut secara tuntas dan seadil-adilnya sesuai dengan harapan dari keluarga korban.

    “Nah harapan kita tentu dengan bantuan, atensi, dan dukungan Komisi III, kasus kematian Rahmat Vaisandri ini bisa mendapatkan kebenaran dan keadilan, sesuai dengan harapan keluarga,” pungkas Andre Rosiade.

  • Calon Polwan Anak Nelayan ‘Digugurkan’ DPR RI Respons Begini…

    Calon Polwan Anak Nelayan ‘Digugurkan’ DPR RI Respons Begini…

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menindaklanjuti aduan soal calon Polisi Wanita (Polwan) bernama Lasmini, yang merupakan anak dari seorang nelayan asal Nusa Tenggara Timur, yang tiba-tiba diduga “digugurkan” karena dinyatakan tidak memenuhi syarat saat proses rekrutmen Mabes Polri.

    Dia mengatakan aduan tersebut akan disampaikan kepada jajaran Polri bahkan hingga ke Kapolri, karena hal tersebut terkait dengan masalah dalam mekanisme proses rekrutmen. Menurut dia, kasus proses rekrutmen itu memiliki kejanggalan.

    “Kami terima aduan ini, kami akan meneruskan kepimpinan kami di Komisi III. Dan kami tentu akan menindaklanjuti aduan ini termasuk meneruskan kepada As SDM Polri, termasuk ke Pak Kapolri, Wakapolri, Irwasum,” kata Rudianto Lallo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

    Berdasarkan aduan yang ia terima, dia mengungkapkan Lasmini, yang sebelumnya telah dinyatakan lulus di Polda NTT dan diutus untuk mengikuti pendidikan di Mabes Polri, tiba-tiba dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh pihak Mabes meskipun sebelumnya sudah memenuhi semua persyaratan, termasuk tes kesehatan.

    Selain itu, menurutnya ada kejanggalan lainnya dalam proses rekrutmen karena biasanya tes kesehatan dilakukan lebih awal sebelum tes kompetensi, psikologi, dan tes lainnya. Bahkan, menurut dia, Lasmini merupakan satu-satunya calon Polwan yang mewakili NTT.

    “Ini jadi pertanyaan apakah proses ini dilakukan secara transparan?” ucap dia.

    Sementara itu, perwakilan keluarga dari pihak Lasmini, Al-Ma’rif mengungkapkan bahwa keluarga korban telah mengantongi banyak bukti-bukti bahwa Lasmini digugurkan sepihak setelah dinyatakan lolos oleh Polda NTT.